Claire de Lune

De cancin_cun

133K 7.3K 215

Mais

Claire de Lune
Claire de Lune (2)
Claire de Lune (3)
Claire de Lune (4)
Claire de Lune (5)
Claire de Lune (6)
Claire de Lune (7)
Claire de Lune (8)

Claire de Lune (1)

12.5K 846 17
De cancin_cun

"Morgan" suaraku terdengar serak.

"Ya?" jawabnya sambil menatapku.

"Bagaimana bisa... Kau? Kau memang sahabatku dulu. Tapi bukankah pasangan fenity harus saling... menyukai?"

Kali ini Morgan mengalihkan pandangannya ke jendela kamarku. "Claire, jadi selama ini kau tidak memilihku?". Wajahnya berubah kaku. Tiba-tiba rasa sakit itu datang lagi, aku berusaha mengabaikannya.

"Aku, tidak, maksudku aku sedang tidak dekat dengan siapapun. Dan aku tidak memilih siapapun". Ujarku lirih.

Lama terjadi jeda antara aku dan Morgan, suasana kaku yang menyebalkan. 

"Kalau begitu, Valerina dalam dirimu membutuhkan seorang Guard. Mungkin ia memilih acak siapa Guardnya." Morgan berdiri dan beranjak mendekati pintu balkon.

"Kau mau kemana?" Tanyaku saat Morgan sudah membuka pintu.

"Pulang. Aku lelah. Nanti aku akan mengunjungimu lagi."

'Pulang? Ke tempat Dane dan Emily?' Batinku.

"Yeah. Jangan ke rumah itu lagi tanpaku." Jawabnya sebelum menghilang.

'Hei, apakah dia baru saja menjawab pikiranku?'.

***

Pagi itu aku memutuskan untuk kembali ke tempat tidurku, menarik selimutku dan mencoba tidur kembali. Berharap aku bisa melupakan segalanya.

Ketukan di jendela kamarku membuatku tersentak bangun. Morgan menatapku dengan ekspresi setengah kaget dari balik jendela. Aku turun dari tempat tidur, berjalan ke arah pintu balkon sambil memijit-mijit kepalaku yang sakit. Ternyata hari sudah menjelang gelap.

"Sorry" Kata Morgan enteng setelah kubukakan pintu.

"Kau pernah tahu pintu depan tidak sih?" Jawabku sewot.

"heh heh, kupikir lebih cepat lewat balkon daripada pintu rumahmu" Balasnya sambil terkekeh. 

"Baru bangun? Kau bahkan masih memakai gaun itu."

"Yeah, dan aku bisa terus tidur dengan tenang kalau kau tidak menggangguku." Suara perutku menyela pembicaraan kami.

"well, sebaiknya kau segera makan." Kata Morgan dengan datar. Ia duduk di atas ranjangku dan mengamati koleksi buku di lemari kecil di samping tempat tidurku. Aku masih menatapnya sebal, memonyongkan mulutku dan masuk ke kamar mandi.

"Aku akan memasak!" Morgan setengah berteriak.

'Morgan? Masak?' Aku terkekeh kecil.  

Aku keluar dari kamar mandi dan mengenakan celana pendek belel dengan kaos oblong putih favoritku. Lalu menyisir sedikit rambutku dan menguncirnya, setelah itu aku bergegas turun ke dapur. Kulihat Morgan sedang duduk di depan meja makan, melamun.

"Kau mandi atau tidur sih?" Tanyanya dengan wajah sewotnya yang lucu. 

Aku mengabaikannya, mataku tertuju pada spagetti di atas meja. Perutku meronta-ronta. Dia menyodorkan sepiring spagetti itu ke arahku. Segera kuhabiskan spagetti itu, aku tidak perduli pada Morgan yang sedang melihatku.

"Kau tidak makan?" tanyaku setelah spagetti itu habis, well, kuakui masakannya sedikit lebih enak dariku.

"Aku Guard, Claire." Jawabnya sambil memandangku seolah-olah aku sinting.

Aku menaikkan kedua alisku dengan pandangan bertanya. 'So?'

Morgan mendengus sebal, "Aku-diberi-makan."

"oh... Jadi, siapa yang memberimu makan?" tanyaku. Aku rasa ini suatu pembicaraan yang ganjil.

"Kau."

Aku memandangnya dengan wajah blo'on.

"Oke, aku sama sekali tidak paham."

"Guard, menyerap sedikit kekuatan Valerina-nya ketika ia merasa lapar atau kehabisan tenaga."

"Dengan mencium." Lanjutnya lirih.

'What?' Sekarang ganti aku yang memandangnya dengan tatapan kau-ini-sinting?

"Disini" Katanya sambil menunjuk lehernya. Kuakui aku sedikit lega, setidaknya bukan bibir, aku bergidik membayangkannya.

"Kau..... tidak lapar, bukan?" Tanyaku hati-hati.

"Hahahahaha, sepertinya aku tidak akan lapar jika Valerinaku kau, Claire".

Aku terperangah sejenak melihat Morgan tertawa, suatu hal yang langka, biasanya ia hanya memamerkan senyum kakunya.

"Sialan kau Morgan, awas saja, aku tidak akan mengijinkanmu makan."

Ia hanya membalas dengan kekehannya. Tiba-tiba ia berubah serius.

"Claire... Kau tahu, Guard yang dipilih acak oleh Valerina, yang tadi pagi kukatakan kepadamu, hal seperti itu tidak ada. Ketika seorang Valerina sudah memutuskan untuk memanggil Guardnya, berarti dia sedang dalam bahaya."

"Aku? Dalam bahaya apa? Dan aku tidak memanggilmu" Ujarku bingung.

"Claire, kau ini Valerina paling kuat. Makanya kau tidak butuh Guard walaupun umurmu sudah melebihi 17 tahun. Seorang Valerina biasa membutuhkan Guard tepat pada umurnya yang 17 tahun, karena jika ia telat memanggil Guardnya nyawanya bisa terancam oleh para Gultor."

'Gultor, yeah, mahkluk menjijikan pengisap kekuatan Valerina. Aku hampir melupakan mereka. Tunggu dulu, aku Valerina terkuat?'

"Yeah, ibumu yang paling terkuat. Tapi sekarang... kau." Lanjut Morgan.

'Lagi-lagi dia menjawab pikiranku.'

"Aku tidak menjawab pikiranmu, aku mendengar pikiranmu sejelas ketika kau berbicara." Jawabnya.

"Hah? Maksudmu kau mendengar setiap pikiranku selama ini?".

Morgan mengangguk, "Hanya setelah kita menjadi fenity."

Wajahku berubah dari ekspresi kaget ke shock berat. "Kenapa kau tidak bilang dari dulu???"

"Bukankah kau sudah tau? Kita ini fenity. Kita berbagi pikiran, perasaan, dan kekuatan." Jawabnya enteng.

"Lalu kenapa aku tidak bisa mendengarkan apa yang ada di pikiranmu?"

"Karena kau tidak berusaha. Kau tidak mau tahu apa yang aku pikirkan, lalu pikiranmu mengebloknya."

"well, katakan bagaimana caranya."

"Oke. Tatap mataku, pahami apa yang mataku katakan. Dan kau akan bisa mendengar pikiranku. Mungkin perlu beberapa kali latihan."  

Aku menatap ke dalam mata hijau zamrud Morgan. Mataku bergerak menyusuri wajah Morgan, rambut hitam kelamnya sekarang acak-acakan, hidungnya, bibirnya.... 'oke, aku mulai ngelantur, kembali ke matanya Claire!'. Morgan terkekeh dan kembali serius ketika pandangan sebalku tampak. Matanya... aku menyukai warna matanya. Sama persis sepertiku.

'Doh... Bodoh... Bodoh...'

Aku tersentak mendengar suara lain, tidak itu adalan suara pikiran Morgan.

'Bodoh, kau sudah mengerti? Lama sekali.'. Aku menatap marah ke arah Morgan, dan dia tersenyum. Kali ini bukan senyum kakunya.

'Sialan, siapa yang kaupanggil bodoh?' suara dalam pikiranku membalas.

'Kau. Aku tidak menyangka cewek lelet sepertimu adalah Valerina terkuat.'

'Sialan!'

'well, aku akan menginap disini malam ini.'

'Kenapa?'

'Karena kau Valerinaku, sudah jangan banyak bertanya. Aku akan kembali ke rumah sebentar.' Morgan memandangku sebentar lalu membalikkan badan menuju pintu belakang.

Karena kau Valerinaku... Kata-kata Morgan membuat pipiku bersemu merah.

'Jangan melakukan hal yang aneh-aneh atau pergi keluar, bodoh. Tunggu aku.'

'zzzz... memangnya siapa kau sampai harus kutunggu? aku akan pergi tidur.' Dan aku berjalan pelan menuju kamarku.

***

Continue lendo