His Eye - White "Tokyo Ghoul"

Oleh PiChan_

77.3K 6.9K 274

Disclaimer : Tokyo Ghoul belongs to Sui Ishida Lebih Banyak

Note
White - 1
White - 2
White - 3
White - 5
White - 6
White - 7
White - 8
White - 9
White - 10
White - 11
White - 12
White - 13
White - 14
White - 15
White - 16
White - 17
White - 18
White - 19
White - 20
White - 21
White - 22
White - 23
White - 24
White - END
Announcement

White - 4

2.9K 283 17
Oleh PiChan_

"I sometimes have wondered where you've gone."

***

Aku berlari dengan nafas tersengkal-sengkal, darah segar terus mengalir dari pelipisku, tangan kiriku terluka seperti terbakar, tubuhku sudah tidak kuat lagi, aku sangat lelah dan kesakitan.

"Cepat lari! Gadis itu mengejar kita!" pekik kawanku yang berlari di depan.

Keadaan kawanku juga sama sepertiku bahkan lebih parah lagi, ia kehilangan tangan kanannya. Aku dan dua orang kawanku terus berlari sekuat tenaga.

"Haahh... haahhh... aku sudah tidak sanggup lagi. Kaki sudah tidak sanggup berlari lagi." ujarku.

Aku tersandung oleh batu dan akhirnya aku terjatuh dengan keras diatas tanah. Dua orang kawanku langsung berhenti berlari dan berbalik dengan cepat untuk menghampiriku.

"Bertahanlah! Kita harus segera pergi dari sini!" ujar salah satu kawanku dengan nada ketakutan. Toya.

Aku meliriknya tajam dan berdecih. "Kenapa kita harus lari! Kita lawan saja gadis itu!" ujarku kesal.

"Apa kau tidak lihat kita bertiga terluka parah seperti ini karena gadis sialan itu!!? Gadis itu terlalu kuat!" ujarnya lagi dengan nada ketakutan.

Dia benar, aku juga sudah kelelahan. Kakiku tidak sanggup lagi berlari.

Aku mendesah berat. Tadi kami bertiga memang melawannya dan kami berakhir seperti ini.

Gadis itu memang kuat. Gadis berseragam SMA dengan rambut panjang hitam, topeng hitam-putih dan sebuah tongkat besi.

Aku tidak tau tongkat apa itu, tapi ketika tongkat itu memanjang entah mengapa aku sangat terpukau. Tongkat yang cantik tapi juga mematikan.

Tongkat itu yang membuat tangan kiriku terluka seperti sekarang ini.

Cih, kenapa tanganku tidak pulih-pulih sedari tadi!? Seharusnya tanganku sudah sembuh seperti semula, tapi ini tidak. Apa tongkat itu beracun? Tongkat itu sangat berbahaya.

"Ayo kita pergi dari sini, sebelum gadis itu menemukan kita." Ujar salah satu kawanku. Taru. Aku mendesah berat.

"Aku lelah," jawabku. Salah satu dari Kawanku berdiri.

"Dasar lemah! Kalau begitu aku tinggal kau!" Ujar toya. Aku menatapnya tajam, dia ingin meninggalkanku? Dasar tidak setia kawan.

"Kau tidak boleh seperti itu! Bagaimana mungkin kau meninggalkannya!?" ujar taru, ia terlihat marah.

"Kau pikir aku perduli! Yang penting aku selamat!"

Toya langsung berlari meninggalkan kami berdua. Aku melirik Taru, dia menatap toya dengan tatapan tak percaya.

Tiba-tiba aku mencium bau sangat harum dan menggoda. Kami berdua terdiam kaku, bau harum ini adalah bau dari gadis yang kami lawan tadi dan bau harum yang tercium sekarang berasal dari depan kami.

Toya berlari kearah itu. Kami menatap toya yang terus berlari, tiba-tiba aku dan taru tercengang.

Kami melihat sebuah benda tajam menacap tembus sampai belakang toya. Darah mengalir membasahi kaos yang di pakai toya.

"TOYA!!!" pekik taru, kawan di sebelahku ini terlihat marah sekali.

Seorang gadis berdiri di depan toya, gadis itu yang mencapkan benda tajam itu.

Gadis itu memutar tongkat besinya yang tajam itu sampai bagian tengah tubuh toya bolong tak terbentuk.

Jantungku berdegup kencang melihat itu semua, mataku membulat penuh. Wow. Menakjubkan sekali!!!!

Gadis itu mencabut tongkat besinya dan mengibaskan tongkatnya. Darah segar keluar dari mulut toya.

Tak lama, gadis berseragam SMA itu mengayunkan tongkat tajamnya kearah kepala toya. Alhasil, kepala toya terpenggal.

Aku terpukau melihat itu semua. Gadis pemberani, sungguh! Dadaku bergemuruh hebat, perasaanku menggebu-gebu. Aku menyukainya!

Dia membunuh toya dengan cara yang sadis. Aku suka itu!

Aku rela toya dibunuh oleh gadis itu, toya tidak setia kawan. Dia patut mendapatkan itu.

Taru yang ada disebelahku terlihat sangat marah, bahkan kakugannya mulai aktif. Matanya berubah menjadi hitam-merah.

Gadis bertopeng hitam-putih itu jauh berada di depan kami. Jarak kami sekitar 50 meter dari gadis itu. Jarak yang cukup jauh.

Tubuh toya terhempas ke tanah bersamaan dengan kepalanya. Gadis itu menatap tubuh toya sejenak, lalu gadis itu menoleh kearahku dan taru.

Aku tersentak. Jantungku mulai berpacu dengan cepat. Apa aku juga akan mati seperti Toya?

Seharusnya aku ketakutan karena malaikat pencabut nyawaku sudah datang, tapi kenapa malah perasaan senang yang aku rasakan.

Dadaku menggebu-gebu, aku sangat ingin di sakiti oleh gadis itu! Ah, perasaan apa ini!!!

Taru sudah mulai waspada dengan gadis yang ada di depan sana. Bahkan kagunenya sudah keluar dari punggungnya.

Aku menoleh kearah gadis yang berada jauh di depan sana, gadis itu memegang tongkat besinya dengan erat. Gadis itu mundur beberapa langkah.

Aku dan taru menatapnya bingung tapi kami tetap waspada.

Tak lama gadis itu berlari menuju kepala toya dan ia menendang kepala toya dengan kuat.

Aku dan taru terkejut. Kepala toya melayang dengan cepat kearah kami.

Dengan segera aku dan taru menghindar. Kami berguling berlawan arah. Syukurlah Kepala toya tidak mengenai kami berdua.

Tapi kepala toya menghantam sebuah batang pohon yang kokoh dan akhirnya kepalanya pecah dan isi kepala toya berhamburan. Aku dan taru terkejut melihat itu.

Gadis sadis, dia menendang kepala toya seperti bola dan batang pohon itu adalah gawangnya. Wow.

Tanpa sadar aku menyeringai, Aku sungguh menyukainya.

Aku menoleh kearah gadis berambut hitam itu dan ternyata ia sudah ada di dekat kami. Gadis itu sedang bertarung hebat dengan Taru.

Taru terlihat marah sekali. Tentu saja dia marah, salah satu kawannya di bunuh dengan sadis di depan matanya.

"GADIS SIALAN! AKU AKAN MEMBUNUHMU!!" pekik Taru.

Taru terus menyerang gadis itu dengan kagunennya tapi gadis itu terus menghindar. Taru kembali menyerang, ia berputar dan mencoba untuk menendang gadis itu. Berhasil, gadis itu terkena tendangan taru tepat di perutnya.

Gadis itu mundur beberapa langkah, ia terbatuk-batuk.

Aku duduk bersender pada sebuah pohon menonton pertarungan antara taru dan gadis itu.

Aku tidak bisa membantu taru, aku sangat lelah dan tubuhku merasa sakit semua. Aku melihat tangan kiriku yang luka, lukanya tidak pulih-pulih.

Aku kembali menoleh kearah taru. Sekarang taru terlihat sangat serius.

Taru menghantamkan kagunenya pada gadis itu dan kena! Alhasil topeng gadis itu pecah!

Taru kembali melancarkan serangannya. Gadis itu terlihat terkejut tapi ia berhasil menghindarinya. Dia melompat tinggi sekali diudara, bersalto dan mendarat dengan mulus.

Gadis itu mendarat tepat di depanku. Aku terdiam kaku menatapnya, jantungku berdegup kencang melihat gadis yang ada di depanku.

Topeng hitam-putih yang menutupi wajahnya pecah dan separuh wajahnya terlihat. Aku dapat melihat mata cokelat cerah yang indah. Aku terkesima melihatnya.

Gadis itu menatapku tajam. Tangannya terangkat membuka topengnya yang pecah itu. Dengan kasar gadis itu melempar topengnya ke sembarang arah. Dan sekarang aku dapat melihat wajahnya dengan jelas.

Cantik sekali. Sungguh. Seperti Dewi!

Aku terpukau melihatnya. Apalagi malam ini bulan sangat terang. Gadis di depanku menjadi semakin cantik dibawah sinar rembulan.

Tangannya mengangkat tongkat besinya dan memutarnya di udara.

Aku terus menatapnya. Mata cokelat cerahnya menatapku dengan tatapan dingin menusuk dan penuh kebencian.

Aku suka cara ia menatapku seperti itu. Aku sangat suka!

Gadis itu berhenti memutar-mutar tongkatnya dan sekarang tongkatnya siap untuk menusukku.

Aku rela! Aku rela di bunuh oleh gadis ini! Bunuhlah aku! Bunuh!!

Aku terus menatapnya, aku akan mati dengan menatapnya. Aku tidak ingin melewatkan sedetikpun bagaimana ia membunuhku.

Ketika senjatanya hendak melayang kearahku, tiba-tiba Taru kembali menyerang gadis itu dengan kagunenya. Gadis itu terlihat terkejut tapi ia menyadarinya, dengan segera gadis itu menjauh dariku.

ARRGGH! TARU SIALAN!

Gadis itu terlihat sangat kesal, terlihat dari wajahnya. Gadis itu berdecih dan berlari kearah taru. Gadis itu menyerang taru dengan membabi buta.

Dan akhirnya, taru kehilangan kagunenya. Gadis itu memutuskan kagune dengan mengibaskan tongkatnya pada kagune taru.

Darah segar keluar dari mulut taru ketika gadis itu menendang taru dengan keras di dadanya. Taru berdecih dan berlari kearahku.

"Ayo kita pergi! Gadis itu menjadi semakin kuat!" ujar taru.

"Tidak mau!" tolakku.

Taru terlihat terkejut, aku yakin ia ingin bertanya 'kenapa' tapi ia tidak punya waktu untuk bertanya.

Jadi tanpa izinku, taru mengangkatku dan membawaku pergi.

Ketika kami pergi, gadis itu hendak menyerang kami. Tapi dengan segera taru mengambil tanah pasir yang ada di dekat kami dan melempar tanah pasir pada gadis itu.

Wajah gadis itu terkena tanah pasir dan masuk ke matanya. Dia kelilipan.

Taru mengambil kesempatan berlari sejauh yang ia bisa sambil membawaku. Taru membawaku hanya dengan sebelah tangannya.

Badan taru lebih besar daripada badanku, makanya dia bisa membawa tubuhku.

Aku menatap kearah gadis itu. Gadis itu hanya berdiri menatap kami yang berlari menjauh darinya.

Dapat ku lihat amarah yang besar dari wajah gadis itu. Tatapan dingin menusuk dan penuh kebencian.

Kami sudah berada jauh dari gadis monster tadi. Taru menurunkanku diatas tanah setelah itu dia terbaring diatas tanah.

Taru kelihatan lemah sekali. Aku bangkit dan berdiri, menatap taru yang berbaring diatas tanah.

"Kenapa kau membawaku pergi?" tanyaku dingin.

Taru melirikku tajam, dengan segera ia bangkit dan berdiri tepat dihadapanku.

"Kau bodoh!! Kenapa tadi kau hanya diam ketika gadis sialan itu ingin membunuhmu!! Hah!" semburnya. Dia terlihat marah sekali. Aku menatapnya tajam.

"Seharusnya kau tidak menghalanginya untuk membunuhku tadi!!" balasku marah.

Taru terkejut. Ia terbelalak lalu dia menyerngit dan menarik kerah bajuku.

"Kau sudah gila!? Kau ingin mati ditangan gadis sialan itu!?"

Aku hanya diam, menatap taru dengan dingin. Seketika mataku berubah menjadi hitam-merah dan...

"AKH!"

Taru menatapku dengan mata terbuka lebar, perlahan ia menatap ke bawah tepat kearah perutnya dan ia terkejut.

Koukaku milikku menancap di perutnya tembus kebelakang.

Darah mulai merembes dari perutnya. Ia kembali menatapku. Aku masih menatapnya dingin.

"Kau menghalangi Dewi Kematianku untuk membunuhku. Kau sialan." Ujarku dingin.

Aku memperdalam koukaku milikku ke dalam perutnya. Darah keluar dari mulutnya.

Dengan kasar aku menarik koukaku dari perutnya meninggalkan rongga besar tepat di tengah perutnya. Beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke tanah.

Aku hanya menatapnya dengan dingin, tidak peduli.

Mulutnya seperti ingin berkata sesuatu tapi sepertinya waktunya tidak cukup, ia mati. Aku berbalik dan meninggalkan taru yang sudah mati.

Aku berjalan kembali ke tempat tadi. Semoga Dewi Kematianku masih ada disana.

Ketika aku sampai di tempat tadi. Dewiku sudah tidak ada. Dia sudah pergi.

Dadaku bergemuruh panas, aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku ingin melihat wajah cantiknya, tatapan dingin menusuknya. Aku ingin bertemu dengannya!

Aku mendesah sangat berat. Ku hentakkan kakiku ke tanah karena kesal.

Aku masih belum puas.

Koukaku milikku keluar melingkari tangan kananku. Ku kibaskan dengan keras koukaku milikku kearah pohon besar untuk menumpahkan kekesalanku. Pohon besar itu terbagi dua dan tumbang.

Nafasku terengah-engah, aku ingin dewi kematianku! Aku ingin bersamanya!

Mataku menjadi liar dan tak sengaja aku melihat sebuah topeng yang terbagi dua tergeletak di tanah.

Aku mengambil topeng itu. Separuh topeng itu berwarna hitam dan separuhnya berwarna putih.

Ini topeng Dewi Kematianku.

Aku menyeringai, dadaku merekah senang. Aku akan menyimpan topeng ini. Akan ku simpan baik-baik.

Aku mengangkat wajahku, ku tatap langit malam yang terlihat cerah.

Malam ini bulan terlihat terang. Aku jadi ingat wajah Dewi Kematianku. Aku tersenyum penuh arti menatap bulan.

"Aku akan menunggumu mencabut nyawaku, dewi kematianku!"

***

Hana bertopang dagu menatap Dosen sedang menjelaskan materi di depan. Mata hana memang menatap dosen itu tapi tidak dengan pikirannya. Pikiran gadis itu melayang entah kemana.

Seorang gadis berambut cokelat yang duduk di sebelah hana menatap hana dengan khawatir. Kana menyenggol hana pelan. Gadis itu tidak bereaksi.

Kana kembali menyenggol hana, kali ini agak keras. Hana tersentak kaget dan menoleh kearah kana.

"Ada apa, kana-chan?" tanya hana.

"Jangan melamun di kelas. Nanti kalau ketahuan kau bisa di keluarkan dari kelas." Bisik kana.

Hana mengangguk, kemudian gadis itu kembali bertopang dagu menatap dosennya. Kana menghela nafas. Sahabatnya tidak mendengarkannya.

Kelas sudah selesai. Kana dan hana berjalan bersama.

"Nee Hana! Aku dengar ada Toko Kue baru buka di Shibuya. Ayo kita kesana!" ajak kana ceria. Hana menoleh kearah kana dan tersenyum maaf.

"Maaf kana-chan, sepertinya hari ini aku pass. Aku sedang tidak ingin kemana-mana." Ujar hana. Kana terdiam sejenak, gadis itu menatap hana khawatir.

"B-baiklah kalau begitu. Kita langsung pulang saja." Ujar kana.

"Maaf kana-chan, kau pulang saja duluan. Aku ingin Ke perpustakaan." Ujar hana.

"Eh?"

Tanpa mendengar jawaban dari sahabatnya, hana langsung pergi meninggalkan kana. Kana terdiam, dia hanya menatap kepergian hana.

"Sudah seminggu lebih hana menjadi seperti ini, apa ini karena Kaneki-san?" batin kana.

Gadis berambut cokelat itu mendesah kecil. Gadis itu kembali berjalan.

"Tapi sudah seminggu ini aku tidak melihat kaneki-san. Kemana dia? Kalau memang benar hana menjadi seperti ini karena kaneki-san, aku tidak akan segan untuk menonjoknya!" batin kana kesal.

Kana terus berjalan, ketika ia melewati taman kampus. Tak sengaja dia melihat seorang lelaki berambut emas sedang duduk di bangku taman sambil meminum Black Coffee. Kana memicingkan matanya menatap lelaki itu.

"Dia... kalau tidak salah dia lelaki yang sering bersama kaneki-san! Siapa namanya yah? Naga? Nagachika Hideyoshi! Iyah! Itu dia!" batin kana.

Dengan segera kana menghampiri lelaki itu. Kana berdiri di hadapan lelaki itu.

Hide mengangkat kepalanya dan melihat seorang gadis berambut cokelat berdiri dihadapannya.

"Kau Nagachika Hideyoshi, bukan?" tanya kana. Hide mengangkat alisnya.

"Iya..."

"Kau pasti temannya kaneki. Apa kau tau kemana kaneki-san!? Aku ingin bertemu dengannya!" ujar kana dengan nada ketus.

Hide terdiam. Lelaki itu menatap gadis yang ada di depannya.

"Etto, kau siapa?" tanya hide.

"Aku teman Hana. Namaku Takizawa Kana."

Hide terdiam lagi, lelaki itu memiringkan kepalanya sedikit. "Takizawa...?"

Tiba-tiba hide teringat seseuatu. "Takizawa!!" pekik hide.

Lelaki itu berdiri tiba-tiba membuat kana kaget. Gadis itu termundur beberapa langkah karena kaget.

"K-kenapa kau!?!" tanya kana kaget.

"Namamu Takizawa! Apa kau kenal dengan Takizawa Seido!?" tanya hide antusias.

Kana menatap lelaki didepannya dengan tatapan aneh tapi dia mengangguk. Hide tersenyum sumringah.

"Iya, aku adiknya." Jawab kana.

"Woa, pantasan kau seperti mirip seseorang! Ternyata kau adik dari Investigator Rank 2 Seido-san!" ujar hide antusias. Kana mengangkat alisnya.

"Kau mengenal onii-chan?" tanya kana. Hide mengangguk.

"Iya, aku mengenalnya."

"Darimana kau kenal onii-chan?"

"Aku bekerja di CCG, kebetulan aku berada dibagian yang sama dengan Seido-san jadi kami cukup dekat." Jelas hide.

"Kau bekerja di CCG? Bagaimana bisa!?"

"Tentu saja bisa. Tapi disana aku hanya bantu-bantu saja sih. Bantu-bantu mencari informasi." Ujar hide.

Kana menatap hide sejenak, lalu dia ingat dengan tujuannya menghampiri gadis itu.

"Ternyata kau teman onii-chan. Untuk hal itu kita lupakan dulu. Yang terpenting dimana temanmu itu! Kaneki Ken-san!" ujar kana.

Senyum hide yang sumringah hilang dari bibirnya, ekspresi lelaki itu berubah menjadi kelam. Hide kembali duduk di bangku.

"Maaf, aku tidak tau. Dia sudah satu minggu tidak masuk kuliah." ujar hide.

Kana menatap, lelaki itu memasang ekspresi yang sama seperti hana.

"Apa kau sungguh tidak tau dimana kaneki-san?" tanya kana sekali lagi. Hide mengangguk. Kana mendengar lelaki itu menghela nafas.

"Aku juga bertanya-tanya, kemana kaneki pergi." ucap hide.

Perasaan kana menjadi tidak enak. Sepertinya dia harus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada hana.

"Nagachika-san, tolong jangan pasang ekspresi yang sama dengan Hana." ujar kana. Hide menatap kana bingung.

"Setiap kali aku menanyakan tentang kaneki-san. Hana juga memasang ekspresi yang sama seperti Nagachika-san..." kana terdiam beberapa detik.

"...itu membuatku khawatir." lanjut kana.

Hide mengangkat alisnya menatap kana, tak lama lelaki itu tersenyum miris.

"Hana-chan juga kah... sudah ku duga." Gumam hide. Hide berdiri dan menatap kana.

"Ngomong-ngomong panggil saja aku Hide, kana-chan." Ujar hide tersenyum ceria. Kana menatap hide sejenak dan tersenyum kecil.

"Baiklah, Hide."

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

49K 7.9K 10
โ betapa cerobohnya kau ใ€€terhadap perasaanku โž โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ”โ” ๐‹๐Ž๐Ž๐Š๐ˆ๐’๐Œ ยฉ ๐๐š๐ซ๐ค ๐“๐š๐ž๐ฃ๐จ๐จ๐ง
799K 1.5K 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ
348K 3.9K 82
โ€ขBerisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre โ€ขwoozi Harem โ€ขmostly soonhoon โ€ขopen request High Rank ๐Ÿ…: โ€ข1#hoshiseventeen_8/7/2...
515 57 14
[๐‘บ๐‘ป๐‘ผ๐‘ซ๐’€ ๐‘ฎ๐‘น๐‘ถ๐‘ผ๐‘ท ๐‘ญ๐‘จ๐‘ต๐‘ญ๐‘ฐ๐‘ช๐‘ป๐‘ฐ๐‘ถ๐‘ต] Biasanya sekolah menengah dipenuhi dengan cerita romantis sepasang puber yang menjalin asmara, persahaba...