outbreak (l.h.)

By aishaandriana

2.7K 271 46

luke hemmings and kelly gibson are now living in the very different world. together they try to stay safe, to... More

(0) prologue
(1) first runaway
(2) hospital
(3) rescue
(4) friends
(5) breaking news
(6) knife
(7) surprise
(8) his help
(9) permission
(10) holes
(12) healer
(13) promise
(14) getting out

(11) drawings

139 8 3
By aishaandriana

Luke Hemmings

.

.

Aku dan Kelly langsung mengambil obat yang dibutuhkan saat sudah berada di dalam rumah.

Lebih tepatnya, Kelly meminta untuk membawa semua obat yang ada. Tidak ada waktu lagi untuk mencari karena kami takut dikejar oleh para Corpse. Memang mereka masih jauh tapi lebih baik berjaga-jaga dan tidak membuang waktu terlalu lama di dalam sini. Kelly juga tidak berniat berlama-lama.

Kelly tidak bicara apa-apa sejak kami masuk ke rumahnya. Aku juga tidak mau bertanya apapun tentang rumah Kelly. Keadaannya sedikit tegang karena pemandangan Corpse tadi. Aku hanya mengekor di belakang Kelly sampai masuk ke sebuah kamar. Dari dekorasinya, kelihatannya ini kamar Tom.

"Bawa semua obatnya?" tanyaku mencoba mengajak Kelly bicara sambil membaca beberapa tabung tertutup berisi kapsul di dekatnya.

Kelly membersihkan semua yang ada di rak di sampingku dengan memasukkan semua barang yang ada di sana ke dalam tas. "Aku rasa lebih cepat begitu, obat yang kubutuhkan sudah masuk tapi sebaiknya kita bawa saja untuk kebutuhan kita sendiri. Kembali ke sini lain waktu kurasa bukan ide bagus."

Dia benar, lebih baik tidak datang ke tempat ini lagi. Aku tahu sebenarnya dia ingin datang lagi ke rumahnya, sama sepertiku saat tiba ke rumahku sendiri. Saat di pintu depan tadi, Kelly sempat diam sebentar sampai aku harus menegurnya. Seperti ada yang muncul begitu saja mengganggu konsentrasinya saat melihat rumahnya lagi.

Ia benar-benar memasukkan semua obat yang ada di sana ke dalam tas yang sudah kubawa sejak tadi. "Luke, kau coba cari tongkat ketiak untuk orang pincang. Kau tahu kan bentuknya?" tanya Kelly sembari menutup tas.

Aku mengangguk. "Ada lagi yang harus kuambil?"

"Rasanya tidak ada. Ambil saja di kamarku. Pintu pertama setelah tangga."

Kemudian aku melesat menaiki anak tangga. Tanganku masih membawa crossbow dan aku menyiagakannya. Kubuka pintunya perlahan, sebisa mungkin tidak menimbulkan kegaduhan. Pendengaranku mendadak menajam, tapi yang kudengar hanya suara berisik dari detak jantungku. Berdebar di tempat sunyi itu.

Kelihatannya tempat ini aman.

Aku masuk ke dalam kamar, masih mengangkat busur. Aku berkeliling dalam kamar itu. Kamar bercat hijau muda dengan beberapa sketsa dari pensil menghiasi dindingnya. Aku mengamati sketsa itu, menurunkan busur yang kubawa.

Sketsa itu terlihat seperti nyata. Wajah-wajah orang terkenal memenuhi kertas dan di pojok kertas ada tulisan tangan dari sang pembuat. Aku mendekat membaca nama yang tertera di sana. Kelly Gibson. Ini gambar Kelly. Semuanya buatan tangan Kelly.

Tersadar aku terlalu lama terpesona dengan hasil karya Kelly, aku kembali memfokuskan pikiran lagi. Tujuanku ke sini adalah untuk mencari tongkat ketiak. Tongkat bantu jalan untuk ayah Kelly.

Akhirnya tongkat itu bisa kutemukan di dekat lemari pakaian Kelly. Di antara meja belajar dan lemari pakaiannya. Aku melihat sekilas ada iPod di atas meja. Warnanya hitam, hampir saja aku melewatkannya. Karena penasaran, aku membuka alat pemutar musik itu. Tebakanku benar, itu milik Kelly.

Aku akan membawanya. Siapa tahu Kelly senang kalau aku membawa ini. Aku mengambil beberapa kertas di atas meja. Kertas berisi gambar yang belum selesai. Aku ingin bertanya lebih banyak pada Kelly.

Belum puas aku menjelajahi kamar Kelly, aku mendengar keributan dari lantai bawah. Dengan cepat aku keluar dan melongok dari dekat tangga. Kelly sedang sibuk dengan pintu, kelihatannya itu pintu kamar mandi. Sebuah kepala Corpse tiba-tiba muncul dari pintu.

Ya, Corpse itu melubangi pintu dengan benturan kepalanya. Corpse bodoh. Tangan Kelly sibuk menahan pintu agar tidak terbuka, jelas sekali ia tidak bisa menghunus pisaunya. Sebelum Corpse itu mampu menjangkau Kelly dengan giginya, aku melayangkan panahku.

Dengan cepat panah itu menghentikan upaya si Corpse. Kepalanya terkulai lemas di lubang pintu, di depan wajah Kelly yang napasnya masih terengah-engah. Aku turun mendekatinya.

"Terima kasih." ucapnya pelan. Pintu kamar mandi dilepasnya dan terbuka. Kepala Corpse itu menyangkut di lubang dan tubuhnya ikut terseret saat pintu terbuka.

Aku tidak menyangka akan ada Corpse di dalam rumah ini. "Bagaimana..."

Kelly mengangkat bahunya. "Ia muncul begitu saja saat aku masuk kamar mandi. Padahal aku baru ingin buang air."

"Tapi kau baik-baik saja kan?" Aku menatap Kelly dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Ia mengangguk. "Untungnya kau datang tepat waktu dan sekali lagi aku berhutang budi padamu."

Aku membantunya membawa tas ransel hijau yang terlihat begitu berat. Tongkat yang kuambil di kamarnya juga sudah kupegang. Aku berjalan menuju pintu depan.

"Luke, tunggu sebentar."

Langkahku terhenti. Kelly mendekatiku dan mengambil tongkat bantu jalan dari tanganku lalu menyandarkannya ke dinding. Aku mengernyitkan dahi bingung.

Kelly meraih tanganku yang terbuka dan meletakkan pisau yang kupinjamkan padanya tempo hari. "Ini milikmu. Terima kasih."

Tangannya terasa asing. Ini pertama kalinya ia menyentuh tanganku dan aku sedikit merasa tidak nyaman. Tapi dia hanya menyentuh tanganku kan? Bukan, Luke, dia menggenggam tanganmu sekarang.

"Lalu? Kau sudah punya senjata?"

Ia melepaskan tanganku dan mengangkat sedikit kaus yang ia kenakan. Dari balik kausnya aku bisa melihat di kanan dan kiri celananya ada pisau yang dikaitkan ke celana. Masing-masing sisi ada dua pisau. "Aku sudah mengambil milikku tadi."

Aku memasukkan pisau di tanganku ke dalam saku celana. "Kalau begitu kita bisa pulang sekarang."

Kelly menyambar tongkat yang tadi ia sandarkan ke dinding. "Ayo!"

Kami berdua berlari keluar rumah. Pemandangan di luar sana cukup mengerikan. Kurang lebih lima atau enam meter lagi mobil mereka akan dikerubungi para Corpse. Melihat hal itu, aku dan Kelly cepat-cepat masuk ke mobil, mengunci pintu dan menyalakan mesin.

Puluhan Corpse berjalan di sekeliling mobil. Beberapa bahkan sudah sampai di mobil. Mesinnya baru menyala saat Corpse-Corpse tersebut sudah menempelkan tangan-tangan mereka di mobil. Kelly panik karena ternyata jendelanya terbuka sedikit dan jari-jari Corpse memaksa untuk masuk. Aku langsung menginjak gas, membuat mobil itu melaju melebihi kecepatan normalnya.

Mobil menerobos Corpse yang mengerubunginya, menjatuhkan para Corpse itu ke jalanan. Tapi aku dan Kelly belum bisa bernapas lega. Pasalnya, ada satu Corpse yang masih ngotot untuk membuka jendela dan tangannya sudah masuk. Tangan itu mampu menggapai rambut merah Kelly.

Lalu aku tidak akan melupakan apa yang terjadi selanjutnya.

Kelly mengambil pisau di celananya dan menebas kedua tangan Corpse yang terjepit kaca mobil. Kelly membuka jendelanya dan meraih kerah baju Corpse itu lalu menancapkan pisaunya di kepala si Corpse. Anehnya, ia melakukan hal itu seperti sudah pernah menghadapi Corpse berkali-kali.

Sayangnya, kejutan lain untukku. Masih ada Corpse lain di kaca belakang. Menggantung tanpa tujuan selain untuk masuk dan mencicipi dagingku dan Kelly. Karena mengganggu pemadangan dan ia terus menggedor-gedor kaca dengan kepalanya, aku pun memiliki sebuah ide.

Setelah melihat jalan yang sepi dari Corpse, aku mencari tembok gedung yang bisa kugunakan. Aku menemukannya beberapa saat kemudian. Mobil yang aku kendarai belok ke kiri. Kelly melayangkan pandangan penuh tanya dan aku hanya mengacungkan jempolku menunjuk ke kaca belakang.

Aku memindahkan persneling untuk mundur sementara Kelly mulai memahami apa yang akan kulakukan. Yakin dengan keputusanku, aku langsung menancapkan gas dan mobil mundur. Aku melakukannya berkali-kali karena kurasa satu kali tidak cukup untuk membunuh Corpse tersebut. Aku menoleh ke kaca belakang dan hanya tersisa bercak darah di kaca. Tidak ada tubuh seorang Corpse, pasti ia sudah jatuh terkulai.

Yang bisa kulihat hanyalah bagian belakang mobil Ollie yang keadaannya tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Aku melihat ke sekitar dan merasa daerah itu aman dari Corpse, kemudian aku turun dan berjalan menuju belakang mobil. Penampakan Corpse yang tadi kujepit di antara kaca mobil dan tembok juga sama mengenaskannya.

Tanpa sadar, Kelly sudah berdiri bersebrangan denganku, ikut mengamati Corpse di tanah. Ia menengok ke bagian belakang mobil Ollie. "Kau yakin mau kembali dengan mobil ini?"

Aku mengangkat bahu. "Bagaimana menurutmu?"

"Aku tidak tahu bagaimana Ollie akan merespon tapi lebih baik kita berjaga-jaga." jawab Kelly tanpa mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Maksudmu?"

"Aku akan mengendarai mobil lain. Kalau-kalau Ollie tidak terima dengan hal ini, kita bisa mengganti dengan mobil yang lain," Kelly melihat ke sekeliling dan menunjuk ke arah belakang punggungku. "Mungkin itu bisa jadi ide bagus."

'Itu' yang dimaksud Kelly adalah mobil tipe serupa dengan milik Ollie hanya saja terlihat lebih baik. Jauh lebih baik. "Kau yakin?"

"Memangnya kau tidak merasa bersalah pada Ollie? Kalau aku jadi kau, aku sudah menyetujuinya sejak tadi."

Mau tak mau aku memikirkan kalimat Kelly. Yang kulakukan tadi adalah ide yang muncul begitu saja dan tidak kupikirkan resikonya. Daripada harus mencari ide lain, lebih baik menyetujui yang sudah ada. Aku lelah untuk berpikir lagi.

"Oke."

Aku berjalan ke arah mobil dengan pintu yang sudah ditinggalkan dalam pintu terbuka. Aku mengintip ke dalam mobil, memastikan tidak ada perangkap yang tak terduga. Setelah semua kurasa aman, aku menyalakan mesin mobil. Tidak sulit karena sang pemilik meninggalkan mobil bersama dengan kunci yang masih menggantung di sana.

"Biar aku yang mengendarai mobil Ollie." kataku. Kelly hanya mengangkat alis dan mengangguk. Mungkin sama lelahnya sepertiku.

Aku menyetir mobil sambil terus mengintip ke kaca spion tengah. Kelly tampak dari balik kaca mobil dan memegang gagang setir dengan fokus. Rasa khawatir sedikit menyelimutiku. Khawatir akan serangan Corpse tiba-tiba dan aku tidak bisa mengetahuinya kalau Corpse itu muncul dari belakang mobil Kelly.

Sesampainya di tempat peristirahatan, Kelly berjalan menghampiriku lalu mengambil barang-barang miliknya dari dalam mobil.

"Aku akan menemui Tom, aku takut ia sangat membutuhkan obat ini." kata Kelly datar.

Aku mengangguk.

Setelah itu ia tidak berkata apa-apa lagi dan pergi. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu tapi mungkin nanti saja. Aku bisa menghampirinya seusai bertemu Ollie.

Pria yang baru saja ada di pikiranku tiba-tiba muncul begitu saja. "Hei, kenapa lama sekali?" Ollie berkacak pinggang di depanku.

"Ada sesuatu terjadi dan aku harus memberitahumu," Aku merangkul Ollie. "Ini tentang mobilmu."

Raut wajah Ollie mendadak berubah. Matanya melebar. "Apa yang kau lakukan pada mobilku?"

Ollie melepaskan lenganku dari pundaknya dan berjalan mengitari mobilnya. "Ya ampun, Luke! Aku tahu ini mobil tua tapi bukan begini cara memperlakukannya!"

Ia masih tercengang dengan apa yang ia lihat. Ia meneliti setiap lekukan yang diakibatkan benturan Corpse dengan tembok. "Lebih baik kau ceritakan apa yang terjadi."

Kukira aku akan menuai beberapa pukulan dari Ollie, tapi ternyata tidak. Aku tidak menyuarakan pikiranku yang satu itu. Yang ada aku malah dapat pukulan sekaligus tendangan. Akhirnya kuceritakan semuanya pada Ollie.

"Dan aku juga membawa pengganti mobilmu, kuharap kau menyukainya." Aku mengedikkan kepalaku ke mobil di belakang mobil tua Ollie.

"Tidak buruk untuk menjadi pengganti mobil tuaku," Ollie mengusap-usap dahinya. "Ya sudah kali ini kau kumaafkan, Luke. Untung saja aku teman yang baik."

Aku menyeringai ke arahnya. "Ini bawa senjata baru. Kalau bisa disimpan untuk kita saja. Untuk cadangan kalau terjadi hal-hal di luar ekspektasi."

Ollie mengangguk paham. Ia mengambil tas berisi senapan di tanganku lalu membawanya. "Lalu kau yang membawa gitar? Bagus sekali, Luke. Membiarkan temanmu melakukan pekerjaan berat."

Ollie tersenyum sarkastik. Menyindir aku yang membawa gitar sementara membawa senjata berat. "Aku membawa yang lain juga, jangan iri begitu."

Aku mengunci mobil lalu memasukkannya ke dalam saku. Aku teringat ada benda lain di dalam sakuku dan harus kuberikan pada pemiliknya. Dengan cepat aku membawa gitar dan barang yang lain ke tempatku dan Ollie meletakkan barang-barang kami. Segera kutinggalkan Ollie sebelum ia menanyai hal-hal tidak penting yang bisa menahanku.

Aku berlari kecil ke tempat perawatan orang sakit. Mataku menangkap warna rambut Kelly dan aku memelankan langkahku. Ia berada di luar, matanya menerawang ke semak-semak di samping bangunan itu. Baru pertama kali ini aku melihatnya melamun.

"Hai." Aku harap itu bisa membuyarkan lamunannya.

Kelly melirik dan tampak sedikit terkejut dengan kehadiranku. "Hai, Luke."

"Aku sudah bicara pada Ollie."

"Lalu?"

"Untungnya semua bisa diatasi. Terima kasih atas bantuanmu."

Kelly menarik kedua sudut bibirnya. "Aku yang seharusnya berterimakasih padamu."

"Bagaimana keadaan ayahmu?"

"Tom masih mengobatinya. Semoga saja tidak perlu waktu lama lagi untuk melihat ayahku berjalan dengan sempurna."

Aku tidak tahu harus basa-basi apa lagi, jadi aku langsung saja melakukan apa yang menjadi tujuanku untuk menemuinya. Barang yang sejak tadi di saku celanaku pun kukeluarkan.

"Ini milikmu."

Kelly melihat sekilas lalu membuang pandangannya. Lalu ia sadar apa yang ada di tanganku dan menyambarnya dengan cepat. "Bagaimana bisa kau membawa iPod milikku?"

"Aku mengambilnya dari rumahmu." jawabku ragu. Aku takut ia marah dengan sikap lancangku.

Kelly memainkan iPodnya lalu melebarkan senyumnya dan menatapku. "Terima kasih," Ekspresinya mendadak jadi heran. "Tapi kenapa?"

"Mungkin bisa menemani dirimu yang tidak betah di tempat ini." jawabku seadanya sambil menggaruk leherku yang tidak gatal. Alasan yang tidak masuk akal tapi itulah kenyataannya.

Kelly terkekeh. "Setelah ini bisa jadi tidurku lebih nyenyak daripada sebelumnya. Terima kasih, Luke. Aku tidak tahu bagaimana caranya membalasmu."

Aku ikut tersenyum. Rasanya senang bisa menyenangkan orang lain. Lalu aku merogoh sakuku lagi untuk benda terakhir.

"Kurasa membalasnya bisa dengan membicarakan tentang benda di tanganku ini, karena aku tidak tahu kalau punya bakat menggambar."

Kelly melotot. Terkejut dengan apa yang kupegang. Karyanya yang ia tinggalkan begitu saja di rumah. Aku sendiri mengagumi hasil pekerjaan tangannya karena aku tidak pernah bisa melakukan apa yang ia lakukan.

"Kau mengambil lagi dari kamarku?"

Aku mengangguk beberapa kali. "I never know you are this good."

"Like I never know you can play guitar?" balas Kelly.

"Kalau begitu, kau harus menggambar satu untukku."

"Itu akan terjadi kalau kau sudah memainkan sebuah lagu dengan gitarmu untukku," Alis Kelly naik sebelah. "Bagaimana?"

"That's a good deal."


Continue Reading

You'll Also Like

78.1K 10.1K 108
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
64.5K 10.5K 15
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
76.4K 3.5K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
169K 8.3K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...