Dear, KKN

By bluubearies

122K 14.4K 1.3K

Kisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selam... More

CAST - Keanggotaan KKN Desa Weringin
PROLOG - Kuliah Kerja Nyata
O1. Pembagian Kelompok
O2. First Meet
O3. Survei Pertama
O4. Tentang Desa Weringin
O5. Program Kerja
O6. Proposal & Dana
O7. Bimbingan Proposal
O8. Survei Kedua
O9. Posko KKN
1O. [ H-3 ] Keberangkatan
11. Keberangkatan KKN
12. Hari Pertama
13. Acara Syukuran
14. [ H-1 ] Penyuluhan Bank Sampah
15. [ D-Day ] Penyuluhan Bank Sampah
16. Musibah Tak Terduga
17. Khawatir
18. Sakit
19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah
20. Penghuni Lama
21. Progker Dulu, Liburan Kemudian
22. Kenangan Manis
23. Huru-hara Bendahara
24. Letupan Bahagia
25. Tom & Jerry
26. Yang Malang
27. Cerita Tentang Hari Ini
28. Tamu Tak Diundang
29. Berita Besar
30. "Lo Juga Cantik."
32. Hari Peresmian Perpustakaan
33. Kembali Pulang
34. Dana Gebyar KKN

31. One Step Closer ✨

998 121 31
By bluubearies

Talia mengusap peluh yang membasahi keningnya. Ia tak begitu suka dengan kondisi di tempat ini. Banyak debu yang berterbangan pasca dibersihkan. Tentu saja membuat wajah cantiknya yang tanpa makeup jadi terasa kotor—bisa menyebabkan timbulnya jerawat. Talia sangat benci wajahnya jerawatan. Apalagi jika sudah berbekas. Benar-benar susah untuk dihilangkan, meskipun tidak akan bisa menghilangkan wajah cantiknya yang sudah tercetak jelas sejak lahir.

"Hah, capek banget gue!!!" seru Talia membuat perhatian orang-orang di sekitarnya teralihkan. "Beli minum dong, gue haus nih."

"Pake duit yang ada di kas ya. Kan buat konsumsi progker ini," usul Hilman yang bisa saja membuat Talia kesal. Laki-laki itu sudah susah membayar kas, sekarang justru menyarankan sesuatu yang membuat uang iuran kas KKN berkurang.

"Ngomong lagi coba sini."

"Sekali-kali lah, Tal. Beli es cekek gapapa aslian." Hilman masih terus berusaha.

"Nggak ada ya, Hilman. Kita tuh harus menghemat. Bahan pokok mahal!"

"Apanya yang mahal, Tal. Kan, kita lagi ada di desa pelosok. Semua bahan pangan murah di sini daripada di kota yang harganya selangit," kini giliran Sella yang menyahuti. Sepertinya perempuan itu juga lagi ingin beli minuman tanpa mengeluarkan uang dari kantong pribadinya.

Mendapati Sella yang memberikan lampu hijau, membuat Hilman mengangkat sebelah tangannya dan mengisyarakatkan agar Sella bertos ria dengannya.

"Gue suka deh kalau lo begini." Hilman tertawa bahagia.

Sella berbisik, "gue haus soalnya tapi ogah ngeluarin duit."

Renan berdiri, karena tidak mau mendengar pertengkaran part kesekian, akhirnya mau tidak mau ia mengambil inisiatif. "Biar gue aja yang beliin."

Kabar baik itu tentu disambut bahagia oleh yang lainnya. Terutama Hilman yang dari tadi mempelopori gerakan beli minum tanpa harus membayar. Laki-laki tengil itu bahkan sampai bersorak dengan mengucapkan, "Hidup Renan. Hidup Renan. Hidup Renan," sebanyak tiga kali.

"Sekalian sama makanannya, ya."

Ucapan tanpa tau malu itu langsung mendapatkan toyoran dari Talia. "Tau diri, Nyet."

"Bilang aja kalau lo juga mau."

"Ya.... kalau dibeliin sih nggak nolak."

Suara sorakan semakin membuat gendang telinga Renan berdenging. Laki-laki itu tidak tahan dengan tingkah hiperaktif teman-temannya. Sabarkan saja, KKN selesai tinggal sebentar lagi. Tahan dulu, batinnya mulai berteriak.

"Rin, ayo," ajak Renan.

Di sinilah sekarang keduanya berada. Renan dan Karin berdiri di depan sebuah warung yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga. Mulai dari makanan ringan, minuman kemasan sampai bahan-bahan makanan seperti sayuran, penyedap rasa, lauk pauk dan lain sebagainya.

"Eh ada Nak Renan sama Nak Karin, ada apa?" sapa Ibu pemilik toko.

"Kita mau beli es teh, 6 ya bu. Dibungkus saja."

Setelah memesan minuman, keduanya duduk di depan warung yang sudah disediakan. Karin seperti mengalami dejavu dan kalau diingat-ingat kembali, ia dan laki-laki itu memang pernah melakukan hal yang sama. Tepat beberapa minggu sebelumnya.

"Capek banget kuping gue, Rin dengerin mereka berantem mulu. Pulang dari sini kayaknya gue perlu ke THT sih buat periksa," canda Renan diselingi dengan kekehan ringan.

"Tapi kalau nggak ada mereka, nggak bakal rame."

"Iya, sih. Kayaknya nanti setelah KKN selesai, gue bakal kangen sama momen-momen ini."

"Kan, nanti kita bisa kumpul-kumpul lagi."

Renan tampak berpikir. "Iya, sih. Lo bakal bisa, 'kan kalau sewaktu-waktu gue ajak buat ketemu?"

"Sama semuanya juga, 'kan?"

"Kalau lo aja nggak bisa, ya?"

Shasha mengerang frustasi ketika ia sudah tak bisa lagi mendapatkan kalimat yang pas untuk menyusun paragraf dalam proposal kegiatan KKN sehari-harinya. Otaknya sudah tak bisa diajak untuk bekerjasama. Benar-benar buntu. Mungkin jika anggota KKN ada yang memiliki keahlian bisa melihat hal yang tak kasat mata, pasti kepulan asap di atas kepalanya sudah jelas terlihat. Sedikit lebay tapi memang itulah yang Shasha rasakan.

"GILAAA...OTAK GUE RASANYA KEK MAU MELEDUG."

Shasha jadi berpikir bagaimana Karin bisa tahan dengan kegiatan yang monoton seperti ini setiap harinya. Apa otaknya masih baik-baik saja hingga saat ini?

"INI APA KAGA ADA YANG MAU BANTUIN GUE?!"

Ajeng yang mendengar dari dalam kamar hanya tertawa menyaksikan penderitaan teman satu poskonya itu. "Ini baru proposal loh, Sha. Gimana ntar kalau skripsi?"

"MASALAHNYA INI GUE DISURUH NGARANG! GUE BUKAN PENULIS!"

"Emang udah dapet berapa paragraf lo?"

"Dua..."

"UDAH SEJAM BARU DAPET DUA?!" kini giliran Ajeng yang berteriak. Tak menyangka bahwa Shasha hanya mendapat 2 paragraf saja. Sepertinya Shasha memang tidak pandai mengarang.

TAPI APA SUSAHNYA?! Shasha hanya perlu menceritakan tentang kegiatan program kerjanya sehari-hari. Hanya itu!

Begitulah batin Ajeng berteriak.

"GUE BUKAN AUTHORR!!!"

"INI NGGAK ADA HUBUNGANNYA SAMA AUTHOR YA, ANJIR."

Jendra yang sudah lelah dengan pemandangan yang ia lihat sebelumnya—Yesmin dan Renan—sekarang kembali dibuat lelah dengan tingkah kedua perempuan absurd ini. Padahal yang Jendra tahu, Ajeng orangnya cukup kalem. Jarang sekali mengeluarkan teriakan membahana seperti ini. Mungkin karena Ajeng juga sudah terlanjur kesal dan heran dengan Shasha.

"Lo berdua kenapa, sih?" Jendra sudah berdiri di ambang pintu ruang tamu.

"Bantu elah, Jen. Lo jangan kenapa-kenapa mulu. Ini kepala gue mumet. Rasanya kayak mau pecah. Lo tau, 'kan pecah? IYA PECAH!! RASANYA KAYAK KEBELAH JADI DUA!!"

Rancauan tak jelas Shasha tentu tak masuk ke dalam otak Jendra. Laki-laki itu bahkan sudah menunjukkan wajah malasnya.

"Makanya lo jangan kebanyakan lihat cowok ganteng. Kena, 'kan tuh otak. Jadi fungsinya berkurang."

Bukan Jendra. Ini masih dengan Ajeng.

Cowok ganteng yang dimaksud Ajeng adalah oppa-oppa Korea. Iya, Shasha sering sekali melihat dan mendengarkan lagu-lagu mereka. Kadang kala membagikannya di sosial media miliknya.

"Dih, itu mah suatu keharusan biar otaknya seger."

"Udah bener Hilman pergi, eh sekarang gantian mereka yang ngereog," ucap Jendra yang hanya bisa dilakukan di dalam hati.

"Capek banget ngurusin anak ayam," tambahnya lalu setelah itu pergi meninggalkan Shasha dan Ajeng yang masih berdebat.

Tak lama dari itu, Renan dan pasukannya datang setelah selesai dari persiapan perpustakaan Desa Weringin. Tentu saja Renan datang dengan membawa kabar yang membahagiakan—salah satu program kerja mereka dinyatakan telah selesai alias rampung. Alhasil mereka hanya tinggal fokus di satu program kerja utama saja.

Hal ini disambut bahagia oleh yang lain. Shasha yang sedari tadi sibuk menggerutu dengan Ajeng kini terlihat saling memberikan tos. Keduanya seperti tak terlibat pertengkaran sebelumnya.

“Berarti ini tinggal peresmiannya aja, ‘kan?” tanya Yusuf tak kalah antusias.

“Iya. Paling kita baru bisa ngadain peresmian dua hari setelah hari ini. Cukup, ‘kan buat persiapannya?”

“Harusnya sih cukup-cukup aja ya, Nan. Tapi kalau dilihat-lihat kita juga belum ada yang persiapin konsumsi, tempat acara dan yang lainnya,” jawab Jendra.

Cukup logis, mengingat hanya ada 2 hari. Bukankah ini super dadakan?

“Kalau mau simple, konsumsinya cukup roti aja sama minuman kecil. Nggak usah pake sound system dan peralatan presentasi segala kayak pembukaan kemarin. Nggak harus semuanya diundang, perwakilan aja nggak sih. Kan, cuma peresmian doang.”

Usulan dari Ajeng diangguki oleh yang lain. Terutama Talia. Perempuan itu juga memikirkan nasib kantong kas KKN Desa Weringin yang tak sebanyak itu meskipun sudah disokong oleh dana dari kampus. Mereka harus benar-benar berhemat. Belum lagi acara untuk Gebyar KKN.

Wahhh, kalau dipikir-pikir bakal tetap pusing.

“Boleh. Nanti kita data siapa yang bisa dijadikan perwakilan.” Renan beralih menatap Karin yang duduk di sebelahnya. “Rin, lo bisa data, ‘kan buat siapa aja yang bisa jadi perwakilan?”

Karin mengangguk, “Estimasinya berapa orang?”

“Yang lain ada saran?”

Seno mengangkat tangan, “Kalau 10? Terlalu sedikit?”

Hmm, untuk ukuran desa yang sekecil ini harusnya boleh-boleh aja.”

“Tambahin 2 deh dari yang Seno bilang.”

“12 jadinya, Sha?”

“Iya.”

Okeh, 12.”

Perlahan namun pasti, semuanya sudah mulai tersusun. Dari siapa saja yang akan diundang sebagai perwakilan hingga dana konsumsi dan pemesanannya. Kedua belas anggota KKN Desa Weringin tersebut bergerak cepat.

Ada yang berangkat untuk memesan roti, ada yang pergi ke rumah kepala desa dan ada pula yang menyusun undangan ala-ala untuk disebarkan ke warga-warga yang nantinya menjadi perwakilan dari diresmikannya perpustakaan desa tersebut. Meskipun waktu sudah hampir malam tapi tak menyurutkan semangat kedua belas anggota KKN.

Mungkin karena sudah terlalu senang dengan fakta bahwa kegiatan program kerja KKN mereka sudah rampung satu, sehingga apapun bisa mereka diterjang.



“Mau budget yang seberapa ini?”

Yusuf melihat-lihat roti yang terpampang di etalase toko. Perjalanan mereka untuk bisa memesan roti bukanlah perjalanan yang singkat. Yusuf dan Shasha harus melewati hutan dan gelapnya malam.

“Yang paling murah aja.”

“Berarti rasanya nggak enak, gapapa ya?”

“Gapapa. Kan, bukan kita juga yang makan.”

Sedikit kurang ajar. Tapi Yusuf setuju mengingat mereka harus menghemat pengeluaran. Kalau tidak, Talia bisa mengamuk nantinya.

“Yang buat kepala desa, beliin yang bagusan. Masa dikasih roti sama.”

Yusuf kembali mengangguk. Ia ingat pesan Renan sebelum datang ke sini.

“Ini mau diambil kapan, Mas?” tanya bapak penjual roti setelah Yusuf menyebutkan pesanannya.

“2 hari lagi, Pak. Bisa, Pak?”

“Bisa, Mas.”

“Mau diambil jam berapa?”

Yusuf menoleh ke arah Shasha, perempuan itu paham maksud dari tatapan Yusuf. “Kalau pagi jam 6?”

“Boleh, Mbak.”

Urusan konsumsi sudah selesai.

Sementara di sisi lain. Yesmin tengah melipat surat undangan yang masih belum diisi siapa-siapa saja yang akan diundang. Jendra setia berada di sampingnya—pun melakukan hal yang sama.

“Besok lo mau ikut ke Pak Suman nggak ngasih undangan sekalian minta beliau buat ngisi acara?” tanya Jendra yang sebenarnya ingin mengajak Yesmin untuk turut serta.

“Mager ah. Kan, udah ada Karin.”

“Kan, ikut sesekali juga nggak apa-apa, Yes.”

“Mending rebahan di sini nggak sih?” jawab Yesmin keukeuh dengan pendiriannya.

“Kalau gue mending ikut. Ngapain juga di posko yang dilihat-lihat cuma itu-itu doang.”

“Lah, emang kalau di luar, yang dilihat siapa lagi emang? Kan, cuma lo-lo doang.”

Jendra terkekeh. “Wah, omongan lo seakan-akan nggak mau lihat gue lagi, nih.”

Kekehan itu diikuti oleh Yesmin. “Kayaknya nunggu gue suka dulu deh sama lo. Biar gue mau lihat lo terus.”

Ucapan itu sontak membuat Jendra salah tingkah. Meskipun sarat dengan fakta bahwa Yesmin tak menyukainya, tapi tetap saja bisa membuat kedua pipi Jendra bersemu merah. Persis seperti ABG yang baru mengenal rasanya jatuh cinta.

Aku suka sama kamu. Kamu suka sama dia. Dia suka sama temanmu. Temanmu suka sama….” Tanpa disangka-sangka Seno yang duduk tak jauh dari mereka tengah mendendangkan sebuah lagu. Jendra tahu kalau Seno menyindirnya lewat lagu tersebut—yang tentunya tidak disadari oleh Yesmin.

Melihat itu, Jendra benar-benar ingin memukul Seno di tempat. Perasaannya kesal bukan main. Entah mengapa sejak tadi, Seno suka sekali menjahilinya. Kalau sampai Yesmin tahu soal perasaan Jendra, sudah pasti pelaku utamanya adalah Seno sendiri.


To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 1.2K 24
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
KING [End] By Kim Ryu

General Fiction

4.8M 263K 53
Queenaya Rinjani harus membayar hutang sang ayah kepada seorang CEO sekaligus seorang pemimpin mafia, dengan ikut bersamanya. Apakah Naya bisa bertah...
222K 12.2K 30
( sebelum membaca jangan lupa follow akunnya 👌) yang homophobia di skip aja gak bisa buat deskripsinya jadi langsung baca aja guys bxb bl gay homo ...
1.9M 47K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...