Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

860 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
54
55
56
57
58

53

5 1 0
By Liana_DS

Dengan sendok teh kayu, Ling mencelupkan sebutir marshmallow ke dalam cokelat yang kental dan menyuapnya. Rasanya kaya, manisnya pas, dan ada 'tendangan' dari kayu manis yang Ling suka sekali. Alis si gadis terangkat mengapresiasi.

"Enak! Akan kusuruh Nenek belajar darimu biar dia bisa buat begini setiap hari di musim dingin."

"Dasar tuan putri. Siapa-siapa saja jadi pesuruhmu, bahkan aku yang baru pertama kali datang ke sini."

Ini memang 'kencan rumah' pertama Ling dan Xiang, kalau kata 'kencan' boleh dipakai pasangan dalam hubungan tanpa status. Awalnya menegangkan buat Xiang, tetapi sikap Ling yang santai-cenderung-serampangan membuatnya cukup santai hingga mampu menawarkan membuat cokelat panas dadakan.

"Kok menyalahkanku? Siapa tadi yang bersemangat bikin minuman begitu menemukan cokelat bubuk di lemari dapur?" Ling cemberut.

"Aku, sih." Xiang meminum cokelatnya. "Habisnya, membuatkanmu sesuatu lebih baik ketimbang cuma duduk menunggu suguhan."

Semula mau mengeluarkan sendok dari mulut, Ling yang mendengar itu seketika berhenti dengan sendok masih terkulum.

Pada kencan-kencanku dulu, para mantanku melakukan apa yang mereka suka dan mengajakku, atau mengikutiku melakukan apa yang kusuka. Berbeda dengan mereka, Feng Xiang justru berinisiatif melakukan sesuatu untukku, meskipun sesederhana membuatkan minuman hangat .... Aku senang sekali, bagaimana ini?!

"Mengapa kau mengernyit sambil memejamkan mata begitu?" tanya Xiang, membuat Ling langsung membuka mata. "Jangan-jangan, aku kurang rata mengaduk kayu manisnya?"

"Tidak, tidak. Jangan khawatir, cokelatnya baik-baik saja." Ling menggeleng-geleng gugup sebelum minum lagi. "Rasa kayu manisnya sudah merata, tidak terlalu tajam juga rasanya. Ini betulan enak."

Xiang tampak lega. "Syukurlah," katanya sebelum meneguk cokelat juga. "Aku belum berpengalaman dalam kencan rumah–m-maksudku kunjungan seperti ini. Maaf kalau kecanggunganku membuatmu tidak nyaman."

Ling mengerjap-ngerjap cepat. Niatnya mengundang Xiang ke rumah semata buat main, sebagaimana ia mengajak Mingmei dan beberapa teman modelnya bersantai tanpa tujuan, tetapi apa yang Xiang katakan barusan? Apa Ling perlu membersihkan telinganya?

"Feng Xiang," menyisihkan cangkirnya secepat kilat, Ling lantas mencondongkan tubuh pada sang peragawan, "kamu menganggap ini kencan? Apa itu adalah jawaban tidak langsung untuk pernyataan cintaku?"

"Tadi aku berkata tanpa berpikir dulu," sahut Xiang panik. "Abaikan saja–"

Namun, Ling malah merangkak mendekat. Wajahnya kini tak sampai sepuluh sentimeter dari hidung bangir Xiang. Kedua lengan gadis itu bertumpu ke lantai, menyangga tubuhnya sekaligus memerangkap Xiang di antaranya. Mata Ling berbinar penuh harap.

"Jadi, ini adalah 'hari pertama' kita?" kejar Ling, tetapi Xiang memalingkan muka dan berucap lirih.

"Kamu terlalu dekat ...."

Karena Xiang kelihatannya resah dengan jarak mereka, Ling terpaksa menarik diri, tidak mau membuat pria yang baru saja rileks itu tegang lagi. Ia mendesah panjang dan mengunyah sebutir marshmallow.

"Ternyata, setelah semua ini," ucap Ling dengan nada didongkol-dongkolkan, "masih ada kemungkinan aku ditolak?"

"Bukan begitu!" sangkal Xiang cepat. "Zhang Ling, aku juga menyayangimu, hanya saja–hanya saja, aku masih mempersiapkan diri dengan keputusan besar ini. Hubungan kita ke depannya akan membawa konsekuensi bukan hanya pada diri kita sendiri, melainkan keluarga dan karier kita, bahkan Kevin Huo dan koleksi Fenghuang yang Desainer Zhang kelola. Aku tidak bisa gegabah, kan?"

Wah, padahal aku cuma bercanda, tetapi lihat dia 'menyemburkan' semua jawaban yang sepenuh hati itu sampai kehabisan napas, sampai tidak sadar bilang 'sayang' padaku. Ling memperhatikan Xiang yang terengah-engah dengan takjub; hatinya kebat-kebit. Seberapa berartinya hubungan ini hingga ia begitu lama mempersiapkan diri?

Ling menghampiri Xiang yang tertunduk. Diusapnya pipi Xiang dengan lembut, lalu ketika Xiang mendongak, ia tersenyum.

"Aku mengerti. Toh tujuanku bilang suka padamu memang bukan karena ingin dijawab, cuma biar lega saja, tapi kemudian kamu ingin menjawabku dan aku jadi penasaran. Aku bisa menunggu, kok." Ling terkekeh. "Aku hanya heran. Dulu, ketika ada cowok baik dan asyik menyatakan cinta padaku, aku langsung menerimanya tanpa pikir panjang. Kupikir, kamu akan menerimaku sama cepatnya."

"Aku juga bingung." Gelisah, Xiang mengunyah sebutir marshmallow untuk menenangkan diri. "Waktu kamu bilang mencintaiku, aku harusnya bisa membalas 'ya, ayo berkencan' semudah itu. Namun, ketika melihatmu menangis, berbagai pikiran buruk tiba-tiba muncul ....

"Aku gagal melihat penderitaan Lao Xie hingga dia pergi meninggalkanku. Aku tidak berusaha cukup keras untuk menyelamatkan Guan Mingzhu. Aku tidak ada waktu kamu dirundung, menyalahkanmu saat kabur dari lokasi syuting, dan menyerah begitu saja waktu Kak Yang memisahkan kita. Bagaimana kalau aku masih sepayah itu ketika kita sudah menjalin hubungan? Membiarkanmu sakit dan sedih sendirian, bahkan melukaimu, cuma karena aku ingin kau selalu di sisiku?"

Tangan Xiang mengepal di atas meja.

"Zhang Ling, aku tidak mau hubungan ini menyakitimu, selamanya, tapi apa yang menjaminnya?"

Ketika kepalan tangan Xiang melonggar, pria itu menghela napas panjang dan tertawa kecil, malu. Ia menyugar rambut dengan rikuh.

"Ada apa denganku? Malah bicara tak karuan," gumamnya. "Maaf, aku–"

Sebelum Xiang menyelesaikan kalimatnya, Ling sudah merangkulnya duluan. Disandarkannya kepala Xiang ke bahunya, lalu dikecupnya kepala itu di ubun-ubun dan dibelainya dengan sayang. Ling tidak menyangka akan ada pria yang begini mencintainya sampai takut menyakitinya karena cinta itu. Ling juga tidak habis pikir; Xiang sudah melakukan lebih banyak untuknya dari yang mantan-mantannya pernah lakukan, tetapi masih ingin memberinya lebih?

"Feng Xiang, kamu tahu?" ucap Ling, "Tidak ada satu pun mantanku yang peduli bagaimana hubungan kami akan mempengaruhiku di masa depan, bahkan dalam pembicaraan-pembicaraan panjang kami tentang masa depan. Baru kamu yang sebegitu khawatirnya–dan perasaan itu buatku lebih dari cukup."

Selesai merangkul Xiang, Ling lantas duduk di hadapan pemuda itu dan menangkup wajah Xiang dengan kedua tangan.

"Kalau syarat terjalinnya sebuah hubungan adalah jaminan bahwa itu tak akan menyakiti siapa-siapa kelak, maka tak ada orang yang menjalin hubungan di dunia ini. Aku juga masih belajar, tapi sebagaimana hubungan persaudaraan maupun pertemanan, dalam hubungan laki-perempuan pun kedua pihak akan terus belajar. Tentang dirinya, tentang pasangannya. Kita bahkan sudah belajar tentang satu sama lain, lalu jika membandingkan diri kita sekarang dengan dulu, pasti ada perbedaan.

"Biar aku contohkan." Kini, Ling mengalungkan tangannya ke leher Xiang. "Dulu, kupikir semua pekerjaan yang kuambil sebagai model cuma akan membawa capek meskipun uangnya lumayan. Sekarang, aku bisa melihat apa bagusnya pekerjaan ini: baju cantik, teman baru, memberi semangat pada gadis-gadis berbakat, dan ... memikatmu dengan penampilanku. Motivasiku menjadi lebih besar untuk menampilkan yang terbaik dari gaun-gaun yang kukenakan, bukan lagi cuma karena ingin bakat Xiao Wei diakui. Nah, apakah kamu juga merasa dirimu berubah?"

Meskipun tahu bahwa Xiang juga mengalami beberapa perubahan dengan menjadi duta koleksi Fenghuang, Ling ingin Xiang sendiri yang mencari apa perbedaan itu.

"Aku juga. Kamu pernah bilang banyak belajar dariku, karenanya aku berusaha terus mengembangkan diri. Itu juga membuatku lebih semangat bekerja setelah kamu datang. Untuk pertama kalinya juga, aku menginginkan sesuatu bukan untuk Kak Yang, A-Tian, atau siapa pun, melainkan diriku sendiri. Ketika aku mendapatkannya, kebahagiaanku menjadi berkali-kali lipat lebih besar."

"Sesuatu itu adalah?" goda Ling, sebenarnya sudah tahu jawabannya, melihat bagaimana Xiang menatapnya, juga bagaimana lengan pria itu melingkari pinggangnya.

Xiang baru menjawab setelah mencium takzim Ling di kening.

"Kamu." Xiang merangkul Ling, menyandarkan wajah Ling ke dadanya, tetapi Ling memiringkan kepala agar telinganyalah yang melekati dada Xiang. "Aku akan segera menjawabmu, janji, jadi tolong tunggu sebentar. Jangan pergi ke mana-mana."

Saat pertama mendengar degup jantung Xiang, Ling geli karena jantung itu ternyata sama berisik dengan miliknya sekarang. Namun, lama-kelamaan, dalam keheningan pelukan itu, degup jantung mereka berangsur teratur lagi. Ling memeluk balik Xiang untuk menunjukkan kenyamanannya dalam dekapan ini, bahwa Xiang tak perlu lagi bicara macam-macam untuk mengungkapkan perasaannya.

Sudah lama sekali aku tidak dipeluk seperti ini. Andai bisa mendapatkannya setiap hari, pasti lelahku habis bekerja akan luntur seketika. Aku juga ingin memberikan pelukan terbaik yang bisa menghilangkan lelahnya Feng Xiang, setiap hari ....

Ling memejam, merekam baik-baik pancaran hangat kulit Xiang yang beraroma melati, anggrek, dan teh–EDT Guihua–berpadu dengan wangi maskulin kulit itu sendiri dan cokelat kayu manis di udara.

"Zhang Ling, um–"

Mendengar panggilan itu, Ling menarik diri; garis matanya agak turun karena mengantuk. Pelukan Xiang ternyata amat menghipnotis.

"Apa kamu sudah berkali-kali memanggilku? Ya ampun, aku keenakan karena dipeluk sampai tidak mendengar apa-apa." Ling tertawa malu.

"Aku baru sekali memanggil, kok. Itu–uh ..."

Agak terlambat Ling menyadari keadaan Xiang sekarang, yang membuatnya bertanya-tanya apa mereka sudah berpelukan segitu lamanya.

Gila, muka Feng Xiang merah sekali sampai leher. Sampai keringatan juga! Aku baru sadar: sejak kapan ruangan ini begitu gerah?

"Aku ingin sesuatu yang lain sekarang."

"Hm?" Alis Ling terangkat. "Apa itu? Mau minum cokelatmu?"

"Bukan."

Xiang membelai wajah Ling. Tangannya yang besar pas sekali untuk disandari, jadi Ling dengan riang menggesekkan pipi ke sana. Tak sengaja, gerakan itu membuat bibirnya bersentuhan dengan ibu jari Xiang, lalu keduanya sama-sama membeku. Mata Xiang menjadi sayu ketika ibu jarinya mengusap bibir bawah Ling yang lembap.

"Oh," sekonyong-konyong, Ling tersenyum penuh percaya diri, "kau ingin berciuman denganku?"

"Mm." Xiang mengangguk nyaris seketika. "Boleh?"

Aduh, pakai tanya segala? Menggemaskan!

Terlalu antusias, Ling sedikit melompat ketika mempertemukan bibirnya dengan bibir Xiang. Sebelah tangannya langsung meraih tengkuk pria itu, menahannya supaya tidak kabur. Kaget, Xiang terbelalak; bahunya naik sedikit karena tegang, tetapi lambat laun lungsur kembali. Seperti Ling, ia ikut memejam; lengannya melingkar lagi ke pinggang Ling dan ia menahan napas. Ling lantas mengerucutkan sedikit bibirnya, menangkup bibir atas Xiang di antaranya, sebelum menarik diri dengan bunyi decap.

Ling dan Xiang masih begitu dekat, terengah-engah karena ciuman yang mendebarkan barusan, tetapi keduanya sama-sama tersenyum. Cinta meleleh-leleh dari tatapan mereka untuk satu sama lain.

"Lagi?" tantang Ling dengan canda bercampur gairah dalam suaranya. Kali ini, Xiang tidak membuang waktu, tetapi tetap berhati-hati ketika melekatkan bibirnya ke bibir Ling. Si gadis menyambutnya sama bersemangat, mengatupkan bibir dan membukanya lagi dengan menggoda, membimbing Xiang–yang baru dua kali berciuman–sesuai temponya. Namun, pada satu titik, Xiang 'terbakar' dan menekan terlalu kuat, maka Ling menepuk dada Xiang untuk memperingatkannya. Beruntung, pria itu masih cukup sadar untuk memahami isyarat Ling dan dengan patuh membebaskan gadisnya.

"Jangan terlalu cepat," kekeh Ling sembari menyentuh bibirnya yang panas dan agak bengkak. "Kamu akan menyakitiku."

"Sakitkah? Maafkan aku ...."

Tidak, maafkan aku, Feng Xiang, batin Ling, yang merasa bersalah karena membuat Xiang menyesal. Itu ciuman ternikmat sepanjang ingatanku, tapi supaya lebih nikmat lagi–

"--aku harus mengendalikanmu."

Xiang hendak bertanya apa maksud gumaman Ling ini, tetapi Ling lebih dulu merebahkannya ke lantai berkarpet. Suara kesiap kecil lolos dari bibir Xiang yang masih sedikit terbuka. Ditatapnya Ling dengan bingung sekaligus tersihir, diam berpasrah di bawah kungkungan lengan si gadis. Kini membelakangi cahaya lampu, sosok Ling jadi berbayang, tetapi kilap matanya masih kentara, terlebih ketika gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga agar tidak mengganggu. Darah Xiang berdesir ketika menyadari betapa Ling mendambakannya; apakah hasrat itu akan menghancurkannya nanti?

Di sisi lain, Ling sama terkesimanya menyaksikan pemandangan di bawah tubuhnya. Meski samar, ia bisa menemukan getar gugup di bibir Xiang yang lembut. Pria itu sama sekali tak memutus kontak mata mereka. Dadanya kembang-kempis teratur; desah napasnya halus, nyaris tak terdengar, tetapi pekat rasa. Lelaki itu menutup mata perlahan.

"Mengapa kamu memejam, Feng Xiang?" tanya Ling, tergelitik; Xiang mungkin memejam karena mengira akan segera dicium alih-alih ditanyai begini. Ternyata, dugaan Ling-lah yang keliru.

"Kamu terlalu cantik, aku jadi sulit bernapas karena melihatmu ...."

Tali kewarasan Ling pun putuslah. Ia meraup bibir pria itu dengan rakus sembari menautkan jemari mereka. Xiang tergeragap, dalam pejamnya mencoba mengejar tempo Ling yang berantakan. Suara kesiapnya terdengar lagi saat Ling menyelipkan lidah, ajaibnya Xiang menyambut gerakan nakal itu dengan sigap seolah sudah mengantisipasi. Semakin erat tautan jemari mereka, semakin memburu pula napas mereka yang berat.

"Ah, Feng Xiang," ucap Ling di sela ciuman, tersentak oleh suaranya sendiri yang parau penuh damba, "maaf ... kalau begini, jadinya malah kau yang sakit ...."

Xiang menggeleng lemah. Ada genangan tipis di matanya yang berkabut. Bibirnya yang tak terpulas apa-apa kini semerah wajahnya.

"Tak masalah, yang penting jangan melukai dirimu. Aku tak serapuh itu, jadi lakukanlah ... sekuat yang kaumau."

Ling menjerit girang dalam hati sebelum mengeklaim Xiang sepuasnya. Ia curi napas prianya sebanyak mungkin lewat ciuman, ia hujani wajah Xiang dengan kecupan, dan ia bisikkan kata-kata cinta ke telinga Xiang yang merona pucuknya. Selama itu, Xiang masih menutup mata; keningnya berkerut akibat serangan sensasi baru yang intens, sementara tubuhnya menggeliat resah sesekali, refleks untuk menghindari rangsangan-rangsangan Ling pada indranya yang ekstrapeka. Kendati tubuhnya benar-benar kewalahan, tak sekalipun Xiang meminta Ling berhenti.

Ini gawat. Aku harus berhenti sebelum melukainya! []

tmi: xiang is a sub.

Continue Reading

You'll Also Like

99.1K 17.8K 31
COMING SOON...
49.9K 5.6K 22
Diperbarui setiap tanggal 3, 13, dan 23 Progres: 23 Mei 2023 - 0/20 28 Juli 2023 - 3/20
203K 10.4K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
588K 40K 47
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...