Something About You

By matchamallow

4.2M 575K 253K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.1-Something About Missunderstanding
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 23.4 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 26.2 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 30-Something About Another Woman
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.1 - Something About Betrayal
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation

Part 45.1 - Something About Love and Confession

18.6K 2.9K 1.5K
By matchamallow

Lena - Love

***

UPDATE!!


Yang muncul di part ini

Kaytlin de Vere - Marchioness of Blackmere

Raphael Fitzwilliam - Marquess of Blackmere

Lisette de Vere - Countess of Malton

Anthony Weston - Earl of Malton

Earl of Fenwood (salah satu pengagum Kaytlin dulu saat di season)

Winston Basset, Gretchen dan para pelayan

***

Jangan lupa menekan bintang

Jangan lupa komen

📌Challenge diriku dulu biar gak lemot. Kalau di sini bintang dan komennya banyak, bakal aku up nextnya dalam hitungan hari📌

Part 45.1 - SOMETHING ABOUT LOVE AND CONFESSION

"Gretchen..."

"Ya, My Lady?"

"Bukankah kamarku sudah selesai direnovasi? Tapi para pekerja bangunan masih bekerja."

"Ah, mereka mengecek seluruh bangunan."

"Seluruh bangunan?" tanya Kaytlin kebingungan.

"Benar. Aku sudah bertanya pada Ibu, karena terus terang aku terganggu dengan suara palu-palu itu. Ibu mengatakan itu renovasi tahunan untuk memastikan keamanan, karena bangunan ini sudah berusia ratusan tahun," jelas Gretchen. "Anda merasa terganggu juga, My Lady?"

Seharusnya tidak. Tapi suasana hati Kaytlin sedang buruk selain dikarenakan kehamilannya ditambah lagi dengan kenyataan bahwa ia harus pergi ke Torrington House. Setidaknya Kaytlin masih memiliki sisa-sisa hari sebelum menghadapi itu semua. Mengapa ia menyebut sisa-sisa hari, seakan-akan hendak dibawa ke tiang gantungan saja?

Sebagai informasi, awalnya pekerja itu bekerja untuk merenovasi kamar marchioness dan Kaytlin tidur di kamar lamanya. Padahal tidak ada masalah dengan kamar itu, namun Mr. Basset mengatakan mereka harus mengganti pelapis dinding beserta perabotannya untuk memastikan tidak ada kebocoran dan jamur. Lalu sekarang Kaytlin sudah menempati kamar marchioness, tapi setiap siang masih terdengar suara-suara tukang bangunan bekerja meski mereka tidak sering terlihat. Tampaknya mereka sekarang berada di bagian bangunan manor yang ditutup untuk efisiensi.

"My Lady." Mr. Basset muncul di ambang pintu ruang santai. "Earl dan Countess of Malton berkunjung."

"Oh!! Lady Lissy berkunjung, My Lady!! Anda pasti gembira!" Gretchen mengatupkan kedua telapak tangan dengan antusias.

Sejenak Kaytlin mematung. "Adikku?!" Ia memekik keras.

"B-benar, My Lady," sahut Winston kebingungan.

Kaytlin merasa pusing. Apa lagi ini? Mengapa harus sekarang...

"Apakah ada yang salah?" Gretchen pun ikut heran.

"Tidak. Tidak ada yang salah, Gretchen. Aku akan menemui mereka." Kaytlin berdiri dan segera bergegas keluar ruangan.

"My Lady? Mereka menunggu di ruang tamu," sergah Winston karena Kaytlin berbelok ke arah yang salah.

"Ada yang harus kubicarakan dengan His Lord terlebih dulu," sahut Kaytlin.

Ya, ya...kali ini Kaytlin terpaksa berkompromi dulu dengan Raphael agar mau menemui Lisette dan berpura-pura bahwa mereka memiliki kehidupan yang wajar dalam pernikahan. Dan juga agar Raphael tidak salah sangka karena Kaytlin akan bertingkah seperti seorang istri yang baik. Semuanya hanya demi membuat Lisette tidak khawatir.

***

"Lissy!!" Kaytlin memeluk adiknya saat muncul di ruang tamu. Lissy terasa kaku dalam pelukannya. Kaytlin melepasnya dan melihat wajahnya yang linglung. Sedikit lebih baik dibandingkan kemarin saat ia mengetahui Kaytlin menikah dengan Raphael, adiknya itu lebih syok lagi bahkan histeris dengan bertanya apakah Kaytlin sedang waras atau tidak.

"My Lord." Kaytlin beralih pada Anthony yang tersenyum tenang bahkan merasa bahwa keadaan itu adalah lelucon.

"Bagaimana kabarmu, Kakak Ipar?" Ia membalas jabat tangan Kaytlin erat.

"Sangat baik."

"Tunggu!" Tiba-tiba Kaytlin dihadapkan kembali pada Lisette karena adiknya itu menarik kedua bahunya. "Apa kau benar baik-baik saja, Kay?" tanyanya serius.

Kaytlin berkedip sekali. "Tentu saja, Lissy. Ada apa?"

Mata biru Lisette yang besar menatapnya naik turun. Kaytlin pun ikut menatap dirinya sendiri naik turun mengikuti arah pandang Lisette. Tentu saja Lisette tidak akan mendapati tanda-tanda kekerasan atau apa pun kecurigaan yang ada dalam pikiran adiknya itu.

Pegangan Lisette di bahunya melemah dan fokusnya beralih ke belakang Kaytlin. Kaytlin menoleh dan melihat Raphael di ambang pintu. Ia bersedia menemui mereka sesuai permintaan Kaytlin tadi, meski pria itu bertanya macam-macam dan sedikit berdebat saat mengetahui bahwa Lisette belum tahu tentang kehamilan Kaytlin. Setelahnya Kaytlin bingung mengapa hal itu bisa menjadi perdebatan. Kadang Raphael bisa bersikap dewasa namun kadang lebih banyak menjadi kekanakan karena suatu hal yang tidak ia suka.

"Selamat datang, Malton, Lisette." Raphael menyapa dengan sopan.

"My Lord." Lisette merendahkan tubuh singkat, sedangkan Malton menganggukkan kepala. Lalu kembali, Lissy terdiam seperti orang linglung melihat Raphael. Kaytlin segera berusaha menyelamatkan keadaan. Ia menghampiri Raphael dengan senyum ceria dan berdiri di sampingnya.

"Adikku akan kembali ke Carlisle besok sehingga ia mengunjungiku terlebih dulu untuk berpamitan."

"Kenapa begitu cepat?" Raphael bertanya.

"Mereka sudah sebulan di London, My Lord."

"Oh ya?"

"Ya."

"Berarti waktu yang berlalu begitu cepat dan aku tidak menyadarinya." Raphael tersenyum tipis. Kaytlin pun berusaha tetap tersenyum.

Mereka menoleh berbarengan pada Malton dan Lisette.

"Silakan duduk." Raphael mempersilakan.

"Ya, Tuhan! Maaf, aku begitu tidak sopan membiarkan kalian berdiri. Akan kupanggil pelayan untuk menyiapkan teh."

"Duduk saja." Raphael meraih pergelangan tangan Kaytlin dengan tiba-tiba dan membuat Kaytlin terduduk di sampingnya di sofa. "Mereka pasti akan datang dengan sendirinya...My Lady."

Sial, ia duduk terlalu dekat.

"Aku lupa betapa Mr. Basset begitu tanggap."

Benar saja, Winston datang dengan tiga orang pelayan yang membawakan teh dan piring bertingkat berisikan scone serta macaroon. Kesempatan itu Kaytlin gunakan untuk bergeser meski hanya berhasil beberapa milimeter. ia tidak mungkin terlihat terang-terangan menjauhi Raphael di bawah tatapan Lisette yang enggan beranjak dari mereka. Meski terdengar jahat, Kaytlin menerka-nerka kapan adiknya itu akan pulang.

"Bagaimana jika kita menyuruh mereka menginap saja?" Tiba-tiba Raphael berbisik.

Tanpa melepaskan senyum di wajah, Kaytlin balas berbisik. "Jangan-pernah-berani..."

"Jadi kau akan mengatakan padanya sekarang?"

"Mengapa itu sangat penting?"

"Tentu saja penting. Adikmu masih tidak percaya kita benar-benar menikah."

"Lalu apa hubungannya dengan kehamilanku?"

"Karena dengan itu adikmu akan tahu bahwa kita__"

"Cukup!" sergah Kaytlin sebelum Raphael keluar jalur. "Kau tidak boleh memaksakan kehendakmu, My Lord. Aku yang akan menentukan kapan adikku akan tahu." Ia menegaskan.

Para pelayan selesai menaruh semuanya sehingga Raphael tidak memiliki kesempatan membalas. Meski begitu, tidak ada seorang pun yang mengambil teh ataupun penganan di meja. Suasana tampak begitu canggung dan tegang padahal tidak ada masalah yang terjadi. Hanya Anthony satu-satunya yang tampak santai di sana dibanding yang lain.

"Kaytlin ingin menyampaikan sesuatu," cetus Raphael tiba-tiba memecah keheningan.

Rasanya Kaytlin ingin membunuh seseorang...

"Sepertinya sangat penting. Apa itu, Kay?" tanya Lisette.

Kaytlin menoleh. "Yah, ini cukup penting karena menyangkut anggota keluarga kita. Aku...hanya ingin bertanya bagaimana kabar Lucy...? Dan juga yang lain..."

"Tentu saja mereka semua masih di Mayfair bersama kami," jawab Lisette.

"Kami mengajak governess mereka ke London juga sehingga tidak ketinggalan pelajaran," jelas Anthony.

"Lucy sering menanyakanmu, Kay. Ia juga ingin kemari tapi sayang sekali Anthony mengatakan ada urusan serius sehingga belum bisa mengajaknya."

"Sayang sekali..." Kaytlin mengulang ucapan Lisette.

"Kau tidak pernah mengunjungi kami di Mayfair."

"Maaf, aku belum sempat, Lissy. Beberapa tamu yang berbeda-beda datang setiap hari."

Raphael menimpali ucapannya. "Sebenarnya itu tidak sepenuhnya benar karena Kaytlin tidak berani__"

"Lissy, sebaiknya kauminum tehmu sebelum dingin." Kaytlin beranjak dan mengambilkan cangkir beserta tatakannya pada Lisette. "Teh ini kesukaan Dowager Marchioness. Kau belum pernah mencobanya."

"Terima kasih, Kay." Lisette menerima cangkirnya dari tangan Kaytlin. Kaytlin mengambil tempat duduk di sebelah Lisette dan hampir tertawa melihat wajah Raphael yang menahan kedongkolan. Raphael boleh mencoba, tapi Kaytlin tidak akan membiarkan.

"Apakah Her Lady sedang beristirahat? Aku belum menemuinya," tanya Lisette.

"Her Lady berangkat ke Harrogate beberapa hari lalu."

Keheranan, Lisette mengutarakan pertanyaan yang sama dengan Kaytlin. "Bukankah ini belum musim dingin?"

"Ada keperluan yang harus beliau lakukan."

"Jadi kalian hanya berdua saja di sini?!"

Raphael menyipitkan mata mendengarnya. "Apakah ada yang salah dengan itu?"

Lisette menggeleng cepat dan tergagap. "T-tidak. tentu saja tidak, My Lord. Kalian sudah menikah... Hanya bertanya saja karena tempat ini begitu besar dan Kaytlin akan sendirian jika Anda ke London..."

"Jangan mengkhawatirkan itu, Lissy. Masih ada Gretchen dan para pelayan," jelas Kaytlin.

"Baiklah..." Lisette meminum tehnya dengan kerutan di kening.

"Jika ini bisa membuatmu tenang, aku tidak mungkin akan meninggalkan Kaytlin sendirian," Raphael tiba-tiba berujar. Dan Kaytlin merasakan firasat buruk pada kelanjutannya mengingat sifat menyebalkan pria itu yang sudah sangat ia kenal lahir batin. Ia baru saja akan menyela, tapi Raphael lebih dulu mengucapkannya. "...apalagi dalam kondisi mengandung seperti saat ini."

Lisette tersedak teh dan terbatuk-batuk.

***

Kali ini dengan mudah Raphael mengizinkannya pergi ke desa karena adanya Anthony yang menemani mereka. Awalnya Raphael hendak ikut serta, namun Lisette bersikeras bahwa keberadaannya dan Anthony cukup untuk menjaga Kaytlin sehingga Raphael bisa melanjutkan pekerjaannya, jika ada.

Tentu saja itu hanya alasan adiknya agar ia bisa menginterogasi Kaytlin secara pribadi di perjalanan. Dan Raphael juga bukan orang bodoh sehingga tidak mengerti.

"Apakah itu benar?" tanya Lisette setelah keheningan yang begitu lama di dalam kereta.

"Yah..." Kaytlin berdeham. "Sesuai yang His Lord katakan__"

Tiba-tiba Lisette menyentuh perut Kaytlin dan meraba-raba di sana. Menyadari bentuk tubuh Kaytlin benar-benar berubah, ia ternganga horor.

"Siapa yang melakukannya?!"

"Apa maksudmu bertanya lagi? Tentu saja orang yang menikah denganku!" jawab Kaytlin dengan wajah merah padam. Ia bersumpah akan melakukan perhitungan dengan Raphael setelah ini. Bisa-bisanya pria itu mengatakan secara frontal tentang kehamilannya di mana Kaytlin sendiri sudah menyiapkan sejumlah basa-basi dan rangkaian kata dengan susah payah agar adiknya tidak terkejut.

Setidaknya tidak terlalu terkejut seperti sekarang.

"Tidak, itu tidak mungkin." Lisette menggeleng dramatis. "Kay! Kau harus benar-benar mengatakan padaku sejujurnya! Apa yang membuatmu bisa berakhir menikah dengannya?!"

"Lissy," sela Anthony sambil tertawa. "Kau masih belum percaya?"

"Tentu saja tidak!"

"Lissy...kau sudah bertanya itu sebelumnya," keluh Kaytlin karena Lisette memang sudah bertanya terus menerus saat mendengar ia akan menikah. "Berkali-kali. Dan aku sudah menjawabnya."

"Bahwa kau memang ingin menikah dengannya? Itu jawaban paling tidak masuk akal yang tidak terbayangkan akan kudengar! Aku tidak bisa mempercayainya! Kau tidak pernah dekat dengannya."

"Aku cukup dekat dengannya."

"Kapan?! Aku tidak pernah melihatmu bersamanya saat aku masih tinggal di sana!"

"Yah, kau memang tidak pernah melihat, tapi bukan berarti aku tidak dekat dengannya."

"Kay..." Lisette mengenggam tangan Kaytlin dan menatap sungguh-sungguh. "Katakan padaku apa ada seseorang yang membuatmu patah hati di season hingga kau begitu putus asa dan membuat keputusan ini?"

"Tidak ada."

"Kau menangis saat di Carlisle! Lalu saat kau menghilang, His Lord datang ke sana dan mengatakan bahwa ia akan menemukanmu. Lalu tiba-tiba saja kalian memutuskan menikah! Mengapa ia malah memutuskan menikah denganmu tiba-tiba?! Ada cerita yang hanya kalian berdua yang tahu dan kalian sembunyikan!"

"Ya, memang. Itu adalah hubungan kami."

"Tidak. Kau menyembunyikan sesuatu, Kay. Aku tidak mengerti mengapa His Lord tiba-tiba memutuskan itu kecuali ada sesuatu yang sangat mendesak..." Dari wajahnya Lisette terlihat menyimpulkan sesuatu. Meski salah. "Siapa dia?! Siapa pria yang mencemarimu dan tidak mau bertanggung jawab?!"

"Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu? Kenyataannya inilah yang terjadi," jelas Kaytlin menghela napas frustrasi.

"Tidak, Kay..."

"Lissy," Anthony melerai. "Kakakmu sudah menceritakan yang sebenarnya."

"Aku tidak bisa mempercayai ini!"

"Tidak ada yang mengherankan. Mereka saling mencintai. Aku juga sudah tahu walimu menyukai Kaytlin sejak aku mengatakan ingin mensponsorinya."

"Kau tidak bisa menyimpulkan hanya dengan asumsi itu, My Lord."

"Lalu apa yang ingin kaulakukan sekarang? Membuat kakakmu bercerai?"

Pertanyaan itu pukulan telak. Lisette mengatupkan bibir dan dengan berat hati ia menoleh pada Kaytlin kembali. Sebenarnya Kaytlin sedikit merasa bersalah padanya. Apa yang ia katakan sebagian besar memang benar, namun Lissy tidak tahu bahwa ia menikah dengan sisa beban yang tergantung di pundak. Lisette tidak akan berusaha untuk membuatnya bercerai, namun adiknya itu akan lebih terkejut lagi jika suatu saat Kaytlin yang malah memutuskan bercerai. Tapi apakah Kaytlin ingin bercerai? Ia tidak bisa menjawabnya. Kaytlin pun tidak tahu apa yang dirasakan Raphael. Masa depan terlihat abu-abu bagi mereka.

"Kau bahkan belum mengucapkan selamat pada kakakmu," tambah Anthony lagi.

"Well, yah..." Lisette menelan ludah dan mengerjap gelisah. "Bagaimanapun kronologisnya, yang jelas aku senang akan memiliki keponakan."

"Oh, Lissy..." Kaytlin mencondongkan tubuh dan memeluknya. Ia cukup lega untuk itu. Setidaknya Lisette sudah selangkah menerima kenyataan tentangnya.

"Selamat, Kay," ucap Lisette membalas pelukan Kaytlin. "Aku tidak menyangka secepat ini kau hamil dan nantinya akan melahirkan. Berjanjilah padaku untuk menjaga dirimu baik-baik."

"Tentu saja aku akan menjaga diriku tanpa kauminta."

"Dengar, aku serius... Terus terang aku ketakutan dengan semua ini. Hanya kau keluarga sedarahku dan...dan melahirkan adalah sesuatu yang...berat. Kau mengerti maksudku, bukan?" ucap Lisette terbata. "Berjanjilah padaku, Kay."

Mata Lisette berkaca-kaca dan Kaytlin mengerti apa maksud yang ingin adiknya itu sampaikan.

"Baiklah, aku berjanji," tutur Kaytlin.

***


Setiba di tempat tujuan, Kaytlin langsung memperkenalkan mereka pada Mr. Harrison. Awalnya Mr. Harrison bersikap semakin defensif apalagi dengan bertambahnya orang yang tak dikenalnya datang, namun ajaibnya ia berubah menjadi sedikit ramah setelah berbicara panjang lebar dengan Anthony. Bisa jadi karena Anthony tahu tentang pertanian sehingga Mr. Harrison merasa pembicaraan mereka memiliki benang merah. Atau bisa juga karena sejak dulu Anthony selalu berbakat untuk membuat orang percaya ucapan apa pun yang keluar dari bibirnya sepanjang itu menyangkut bidang yang sangat ia kuasai, yakni bertani dan memelihara hewan ternak.

Mereka juga kembali mengunjungi lahan Mrs. Fowler di mana beberapa waktu lalu Kaytlin sudah menyampaikan bahwa putranya bisa melamar pekerjaan di estat. Kini Griffin, putra Mrs. Fowler yang berusia lima belas tahun itu bekerja di estat untuk membantu memberi makan kuda. Tidak banyak pekerjaan di istal karena sudah ada lima orang pemuda dewasa yang dipekerjakan sebelum itu. Namun Griffin mau bekerja apa pun bahkan kadang mencari Mr. Basset untuk bertanya apa yang bisa ia bantu. Mungkin karena merasa berhutang budi, Griffin kadang menghormati Kaytlin terlalu berlebihan setiap kali melewatinya di manor. Dan sekarang juga Mrs. Fowler menyambutnya dengan lebih akrab seperti menyambut keluarga.

"Anthony, aku amat berterima kasih kau menyempatkan diri kemari membantuku. Padahal aku hanya bertanya padamu dalam surat karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan." Kaytlin menghampiri dan ikut berjongkok di sampingnya saat pria itu sedang mengambil sampel tanah untuk dimasukkan ke dalam botol kaca yang sudah ia bawa. Rencananya ia akan melakukan pengecekan PH di laboratorium dan mengirimkan hasilnya pada Kaytlin.

"Karena aku juga tidak tahu bagaimana harus membantumu jika aku tidak melihat dan mengetahui sendiri bagaimana keadaannya." Anthony tersenyum. "Jangan khawatir karena tidak hanya kau saja yang meminta bantuanku. Suamimu juga."

"Benarkah?" Kaytlin baru mengetahui itu.

"Sebenarnya sudah lama. Sejak ia meminta salinan buku pengetahuan pertanian yang kumiliki. Lalu pembicaraan kami terlupakan saat pernikahanku dengan Lissy. Dan sekarang mungkin ia baru teringat karena dirimu, sehingga mengirim surat untuk memintaku membantumu."

"...ia tidak...mengatakan padaku sebelumnya."

"Hubunganmu dengannya baik-baik saja?"

"Tidak ada masalah."

Anthony mendengus tersenyum.

Kaytlin menatap pada Lisette yang sedang bercakap-cakap dengan Mrs. Fowler. "Aku tidak tahu bagaimana meyakinkan Lissy."

"Tenang saja, aku akan terus berusaha meyakinkannya nanti. Semua ini hanya masih terlalu mendadak untuknya."

Kaytlin mengangguk.

Anthony memasukkan botol-botolnya ke dalam tas sebelum berdiri dan mengulurkan tangan pada Kaytlin. "Ayo, kita harus mengambil sampel setidaknya dari dua tanah pertanian lagi. Apakah kau masih kuat melanjutkan?"

"Tentu." Menerima uluran tangan Anthony, Kaytlin bangkit dengan malas.

"Kau sangat berat sekarang."

Kaytlin tertawa. "Memangnya kau pernah mengangkatku sebelumnya?" Ia memprotes.

Perjalanan mereka dilanjutkan lagi menuju ladang berikutnya. Namun berhubung melewati sungai, mereka berhenti lebih dulu karena Anthony mengambil sampel sumber mata air. Untung saja Anthony sepertinya sangat mengerti situasi antara Kaytlin dan Lissy, berikut pula hubungannya dengan Raphael meski tidak terlalu mendetail karena Anthony tahu batas-batas sampai di mana dirinya boleh ikut campur.

Dan hal itu juga membuat Kaytlin menyadari bahwa ia mungkin terlalu memikirkan dirinya akhir-akhir ini, hingga tidak sempat menanyakan bagaimana kehidupan Lissy berikut hubungannya bersama Anthony. Dan kali ini sepertinya sebuah kesempatan karena hal utama yang mengganjal di antara mereka sudah selesai.

"Lis...bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Kaytlin iseng saat mereka menunggu berdua di bawah pohon sementara Anthony bersama Mr. Harrison sedang berdiskusi tentang pengairan jauh dari mereka.

"Tentu saja, Kay. Untuk apa kau meminta izin?"

"Kauingat pembicaraan kita dengan Missy saat sebelum pernikahanmu? Jadi...sekarang, apakah Anthony sudah menciummu?"

Lisette terperangah. Wajahnya berubah merah padam. "Bisa-bisanya kau bertanya itu padaku...."

"Untuk itulah aku meminta izin."

"Belum." Lisette menjawab.

Kaytlin tertawa menggoda seraya mencabut beberapa rumput liar untuk ia mainkan. "Kau tidak perlu malu padaku jika memang sudah."

"Aku tidak berbohong, Kay."

"Bahkan hanya berciuman?"

"Tidak pernah." Lisette menekankan. "Dan aku tidak masalah dengan itu."

"Mungkin Anthony hanya sungkan padamu, karena kau pernah mengatakan belum siap menikah. Tapi aku yakin ia memiliki keinginan untuk itu. Sesekali kau bisa mencoba memancingnya__"

Lisette menoleh dengan tatapan tajam.

"...jika kau memang ingin mencoba merasakan..."

Mata Lisette semakin menyipit curiga. "Apakah ini berdasarkan pengalaman pribadi?"

Kaytlin terdiam dengan bibir setengah terbuka. "...tidak persis seperti itu. Yang pertama kali benar His Lord yang menciumku, lalu yang kedua kali aku yang meminta...tunggu! Tunggu, Lissy, aku belum selesai bercerita!" sergah Kaytlin melihat Lisette terperangah. "Dan yang seterusnya..." Ia mengingat-ingat. "...sial, sepertinya aku terus yang memulai..."

"Kay!!" Lisette memekik. "Jangan katakan bahwa kau juga yang memulai...itu?!"

"Tentu saja ti..." Kaytlin tersadar lagi. "Well, yah...memang aku yang menantangnya. Dan kebetulan juga aku yang memaksa memasuki kamarnya__"

"Jangan katakan!!"

"Lissy!!"

"Kubilang jangan katakan, Kay!"

"Apakah ada yang salah?!"

"Tidak!! Tidak ada yang salah dengan ketertarikanmu padanya-jika memang kau benar tertarik padanya! Itu hakmu, Kay! Hanya saja aku tidak bisa membayangkan bahwa kalian bermesraan__"

"Siapa juga yang menyuruhmu membayangkan? Sejak awal kita membahas tentang dirimu, kau sendiri yang membelokkan padaku."

"Tapi tetap saja aku tidak bisa membayangkannya. Bagaimana mungkin kau bisa merayunya? Dan bagaimana bisa ia mau-mau saja padamu semudah itu!"

"Apa maksudmu?!" Kaytlin memprotes pernyataan Lisette, tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Ohh!! Tidak ada yang lucu, Kay." Lissy meninggalkannya sambil terus menggerutu seperti nenek-nenek.

Kaytlin juga tidak percaya ia bisa tertawa di saat hidupnya sendiri tidak baik-baik saja. Tapi reaksi Lisette ternyata begitu lucu. Sebenarnya ia sendiri juga tidak bisa membayangkan pernah bermesraan dengan Raphael. Terakhir kali sudah begitu lama sehingga ia tidak begitu ingat. Atau mungkin ia hanya menipu diri bahwa sesungguhnya ia tidak ingin mengingatnya. Buktinya ia masih ingat segala hal setiap kali menutup mata. Ia masih ingat ciuman pria itu. Ia masih ingat rasa tangan pria itu di tubuhnya. Dan masih ingat bagaimana dengan sukarela ia merentangkan kaki untuk pria itu...

Tidak. Tidak!

Kaytlin mengenyahkan ingatan itu dan sekarang tidak lagi melihatnya sebagai sesuatu yang indah dan membahagiakan. Semua karena Raphael sendiri yang membuat rasa percaya diri Kaytlin hancur. Ia tidak akan bisa bersikap sama lagi setelah mengetahui Raphael tidak terlalu menginginkannya sejauh khayalan Kaytlin. Apalagi sekarang bentuk tubuhnya sudah berubah semakin tidak menarik setiap kali ia bertelanjang di depan cermin. Ia semakin tidak percaya diri.

Oh, please, seperti ia akan mau membuka diri untuk Raphael saja.

***

Akhirnya hari yang ditakutkan Kaytlin tiba juga.

Sudah beberapa bulan sejak terakhir kali mereka ke Torrington House. Kaytlin menatap bangunan di depannya yang masih tetap sama seperti sebelumnya. Megah, sekaligus dingin. Ia hanya sedikit menyingkir saat kereta kuda yang mengantar mereka berlalu dari teras depan dan memberikan kesempatan pada kereta kuda di belakang untuk menurunkan penumpang. Tak jauh di depannya, beberapa orang berbaris di pintu masuk untuk menunggu nama mereka diumumkan.

"Ayo masuk." Raphael meraih tangannya. Butuh usaha besar bagi Kaytlin untuk tidak menolak. Ia tidak mungkin melakukan perbuatan memalukan di sini. Lagipula kegugupannya cukup mampu membuat fokusnya pada Raphael teralihkan.

"Jika ini bisa membuatmu lebih baik, Sophie tidak datang," gumam Raphael di sampingnya. "Ia masih berkabung selama setahun."

Kaytlin mendekatkan kepalanya. "Aku tidak bertanya."

"Aku sedang memberitahumu," sahut Raphael tak mau kalah. "Sepertinya kau masih memendam dendam padaku."

"Aku sudah mengatakan akan sangat membencimu jika kita menikah."

"Apakah itu perlu?"

"Tidak. Sebenarnya aku tidak ingin selalu memusuhimu."

"Lalu?"

"Aku sudah berusaha, bukan? Aku berusaha bersikap sewajarnya di depan Her Lady dan para pelayanmu. Aku hanya ingin kita bisa hidup berdampingan meski tidak seperti dulu. Apakah itu tidak cukup?"

"Tidak."

Jawaban macam apa itu?

"Blackmere, Kaytlin!! Senang sekali akhirnya kalian bisa hadir di sini," sambut Dowager Duchess of Torrington yang tiba-tiba muncul menghampiri mereka. Kaytlin dan Raphael segera memberikan salam singkat. "Aku tahu betapa sibuknya pengantin baru, tapi kuputuskan tetap mengirimkan undangan agar kalian tahu bahwa aku selalu mengingat kalian."

"Kami merasa tersanjung. Terima kasih, Your Grace," tutur Kaytlin.

"Dan terima kasih telah menghadiri pernikahan kami di London," tambah Raphael. Kaytlin tahu tidak mungkin mereka tidak mengundang Dowager Duchess saat itu. Bahkan Duke of Torrington pun diundang, namun-terima kasih Tuhan--ia tidak datang karena ada kepentingan lain.

"Tentu saja aku harus menyaksikannya. Pada akhirnya kau menikah juga dengan Kaytlin setelah pertunangan kalian berakhir." Dowager Duchess tersenyum. "Jangan-jangan kau tidak tahan melihatnya didekati oleh pria lain?"

"Sepertinya aku harus mengakui itu." Raphael tersenyum.

Dowager Duchess tertawa singkat. Terpaksa Kaytlin ikut tersenyum meski miris. Rasanya ia ingin cepat-cepat pulang padahal baru saja sampai.

"Aku harus menyapa tamu yang lain. Silakan kalian masuk ke dalam dan menikmati suasana." Dowager Duchess mempersilakan sebelum berbicara dengan tamu yang baru saja datang.

Entah apakah Kaytlin akan menikmati suasana, ia tidak memiliki teman di sana. Seandainya ini hanya pesta biasa, sayangnya ini adalah pesta eksklusif di mana Melissa, Elizabeth, dan Julianna tidak mungkin diundang, apalagi Selene. Ia jadi tidak bisa melepaskan diri dari Raphael padahal ia ingin, daripada ia bertemu dengan Torrington sendirian nantinya. Sebenarnya Kaytlin berharap kali ini juga Duke of Torrington juga tidak menghadiri pesta ibunya karena ada kepentingan lagi. Sayangnya, keberuntungan tidak datang dua kali. Mereka melihat Maximillian dan Wallingford, sedang bercakap-cakap bersama beberapa gentleman, termasuk Torrington. Maximillian yang menyadari kehadiran mereka lebih dulu, barulah Wallingford dan Torrington setelahnya.

Kaytlin berusaha bersikap setenang dan sewajar mungkin meski Torrington sepertinya tidak bisa melakukan hal yang sama melihat tatapan waspada pria itu padanya. Ia jadi berpikir ulang apakah pria itu benar angkuh ataukah hanya bodoh. Sikap semacam itu hanya akan menimbulkan kecurigaan padahal Torrington sendiri yang tidak ingin rahasianya diketahui oleh Raphael, bukan?

"Lady Kaytlin!!" Dari arah lain, seseorang memanggil namanya. Princess Frederica melambai-lambaikan kipas bersama beberapa wanita yang Kaytlin sempat kenal dulu di jamuan makan.

"Apa kau ingin ke sana?" tanya Raphael.

Kaytlin mengangguk dan melepaskan tangan, namun Raphael menahannya. "Tetaplah bersama mereka agar aku tidak sulit menemukanmu."

Kaytlin menoleh. Dan mengangguk sekali lagi.

Barulah Raphael melepaskannya, sebelum lanjut melangkah menuju ke tempat Torrington.

Untung saja...

"Maaf aku memanggilmu Lady Kaytlin, bukan Lady Blackmere, agar kau langsung melihat," sambut Princess Frederica begitu Kaytlin bersama mereka.

"Tidak masalah, Princess Frederica."

"Untung saja Lady Lichfield melihatmu tadi." Princess Frederica menengok ke arah wanita paruh baya yang dulu juga sempat menyapa Kaytlin di meja makan. Sungguh unik bahwa kumpulan mereka terdiri dari berbagai usia. Mungkin karena sudah terbiasa bersama dalam acara Dowager Duchess.

Kaytlin mengamati mereka satu per satu. "Kalian tidak bersama Lady Cahill?" Ia menyebut nama ibu Anne Cahill yang dulu dendam padanya terakhir kali hanya karena ia terlibat dengan Selene saat gaun Anne terbakar.

"Oh, tentu saja tidak," Lady Lichfield mendekatinya. "Jangan takut, kami tidak bersamanya."

Ucapan mereka membuat Kaytlin merasa tidak enak. "Maaf, maksudku..."

Lady Lichfield mengibaskan tangannya. "Kami pun tidak terlalu cocok dengannya. Ia terlalu angkuh dan menyebalkan hanya karena anaknya dekat dengan sang duke. Benar bukan, Princess Frederica?"

Princess Frederica mengangguk-angguk.

Kaytlin jadi mengingat ucapan Sophie bahwa mereka semua adalah ular. Tapi ternyata Sophie-lah ularnya yang membuat Kaytlin juga harus memikirkan ulang apa yang diucapkan Sophie bisa jadi adalah fitnah. Apa pun itu, ia harus tetap berhati-hati dulu. Rasanya kebodohannya di masa lalu membuatnya menjadi lebih bijak sekarang. Hanya saja karena Princess Frederica dan Lady Lichfield bersikap ramah, Kaytlin mau tak mau juga harus melakukan hal yang sama. Mereka bercakap-cakap banyak hal yang menurut Kaytlin sangat jauh dari apa yang dikatakan Sophie tentang mereka.

"Sepertinya jika kita berkumpul untuk minum teh sore, kita harus mengundang Lady Blackmere."

"Aku sudah pernah mengundangnya," timpal Princess Frederica. "Tapi sayang sekali dia tidak bisa hadir karena masih harus menerima tamu setelah pernikahannya."

Bahkan Kaytlin tidak pernah melihat wujud undangan itu. Namun ia bisa menyimpulkan bahwa pastilah Raphael yang telah menjawab surat undangan itu untuknya. "Anda benar, Princess Frederica. Maaf," ucap Kaytlin kemudian. "Kuharap Anda tidak jera mengundangku."

"Tidak. Tentu saja tidak"

"Kaytlin?" Sebuah suara yang familier terdengar memanggil namanya.

Tampak di hadapannya berdiri seorang pemuda berambut pirang dan berpakaian rapi.

"Lord Fenwood?!" Kaytlin berseru. Earl of Fenwood adalah salah satu gentleman yang berpura-pura menjadi pengagumnya dulu karena paksaan Lady Winnie. Ia tidak banyak bicara seperti Kimleigh dan John si Bajingan, tapi ia yang paling tampan dan berprospek--menurut Dowager Marchioness.

"Kau mengenal cucu Winnifred?" tanya Marchioness of Lichfield.

"Malah nenekku yang memperkenalkan kami, Lady Lichfield, Princess Frederica." Fenwood membungkuk memberi salam.

"Kami sering bertemu saat season tahun lalu," imbuh Kaytlin dengan riang karena antusiasmenya bertemu teman lama. "Aku tidak menyangka akan bertemu Anda di sini. Beberapa waktu lalu aku juga hadir di sini tapi tidak melihat Anda."

"Fenwood tidak terlalu sering menghadiri pesta. Aku pun jarang bertemu dengannya," jelas Lady Lichfield.

"Owh...begitukah." Kaytlin baru mengetahui itu. "Tapi tahun lalu, kita amat sering bertemu, My Lord. Berarti aku sangat beruntung." Ia tersenyum.

Wajah Lord Fenwood tampak tegang tapi ia mengulurkan tangan. "Karena kita baru bertemu lagi, mungkin kita bisa berdansa?"

Untuk sesaat Kaytlin menatap uluran tangan itu. Wanita yang sudah bersuami tetap boleh berdansa dengan siapa pun. Tidak ada aturan yang melarang, tapi Kaytlin hanya teringat bahwa ia sebaiknya tidak ke mana-mana.

"Berdansalah," dukung Lady Lichfield. "Kita akan melanjutkan pembahasan kita nanti."

Dan menurut aturan tata krama, ia juga tidak boleh menolak ajakan dansa. "Terima kasih, Lady Lichfield." Kaytlin menyambut tangan Lord Fenwood dan mengikutinya ke lantai dansa. Untung saja dansa yang sedang berlangsung adalah waltz sehingga mereka bisa masuk ke sana tanpa merusak formasi.

"Sudah lama tidak melihatmu," ucap Fenwood. ""Kau terlihat cantik."

Kaytlin cukup mengenal pria itu yang selalu mengutamakan kesopanan. Dan Fenwood juga nyaman berada di dekat Kaytlin karena tidak membawa dalam hati segala ucapannya. "Anda juga terlihat menawan seperti biasa, My Lord," balasnya. "Aku bertemu Lady Winnie beberapa hari lalu."

"Benarkah?"

"Beliau sering berkunjung ke estat bersama Sir Walcott dan yang lain."

"Kau pasti sangat menderita."

"Apa ini pertanyaan jebakan?"

"Tergantung. Kau tidak percaya padaku, ya?"

"Tidak." Kaytlin tersenyum menggeleng.

"Baik. Berhentilah membicarakan nenekku yang gila itu."

"Aku senang Anda ada di sini."

Fenwood menaikkan sebelah alis meski bibirnya tetap membentuk garis lurus. "Benarkah?"

"Tidak banyak yang kukenal di sini." Dan itu memang benar, karena Kaytlin merasa ketegangannya berkurang.

"Kupikir kau akrab dengan Princess Frederica dan Marchioness of Lichfield."

"Ini pertemuan keduaku dengan mereka."

Lord Fenwood menatap sekeliling. "Kurasa ini kebetulan. Bahwa aku juga tidak banyak mengenal orang-orang di sini."

"Lalu kenapa Anda kemari?"

"Karena ibu mengatakan tidak baik jika aku mengabaikan undangan dari Torrington House terus menerus."

"Kebetulan lagi! Alasanku kemari juga sama!" Kaytlin tertawa singkat.

Fenwood menatapnya penuh makna yang tidak Kaytlin mengerti. "Maafkan aku spontan memanggil namamu tadi. Seharusnya aku memanggilmu Lady Blackmere."

"Itu tidak masalah. Malah sebenarnya aku merasa tidak terlalu nyaman dengan panggilanku yang baru. Anda bisa memanggilku Kaytlin seperti biasa."

"Tidak bisa, My Lady. Suka atau tidak, kita harus mengikuti aturan masyarakat." Fenwood mendengus geli. "Lagipula meski kau tidak keberatan, aku yakin suamimu pasti akan keberatan."

"Ia tidak akan peduli." Kaytlin tersenyum ceria.

"Oh, ya? Tapi aku mendapati ia melihat kita lebih dari sepuluh kali sejak tadi."

Mendengar itu, Kaytlin menatap sekitar dengan cepat dan melihat Raphael ada di selasar lantai dua, masih berbicara santai dengan Maximillian dan Wallingford. Torrington tidak ada di sana lagi, tapi Kaytlin sudah melupakannya.

"Ia terlihat...biasa," gumam Kaytlin.

"Ia khawatir padamu," tukas Fenwood. "Dan juga padaku."

Kaytlin memandang Fenwood lagi.

"Mungkin merasakanku sebagai ancaman karena aku berdansa denganmu?" Fenwood menerangkan.

Kaytlin menggeleng. "Tidak. Dia sudah tahu tentang Anda. Aku sudah pernah mengatakan padanya bahwa Anda hanya berpura-pura mendekatiku untuk mengelabui Lady Winnie."

"Bagaimana tanggapannya?"

"Dia hanya bertanya balik padaku bagaimana jika Anda ternyata tidak berpura-pura."

"Lalu jawabanmu?"

"Tentu saja aku berusaha meyakinkannya. Dia tidak mengenal Anda secara langsung, tapi aku sudah mengenal Anda sepenuhnya. Jadi aku berani menjamin, itu tidak mungkin." Kaytlin tertawa.

Tapi Fenwood tidak ikut tertawa seperti Kaytlin dan tak lepas menatapnya seiring gerakan mereka. Ia memutar Kaytlin sekali, sebelum menangkap jemarinya lalu mundur selangkah. "Mungkin lain kali jika aku menyukai seseorang, aku harus mengatakannya dengan jelas."

Musik terhenti.

"Terima kasih." Fenwood mencium punggung tangan Kaytlin. "Selamat malam, Lady Blackmere."

Lalu ia berbalik dan melangkah menjauh, meninggalkan Kaytlin yang berdiri diam di tengah-tengah lantai dansa, menyadari arti dari ucapan itu.

***

Bersambung part 45.2

Komen NEXT di sini!!!

Fyi, di Karyakarsa partnya sudah sampai 45.3 Bagi yang mau mengapresiasi author bisa langsung ke sana ya. Harga 5000 per part.

Author minta maaf kasi harga standar 5rb terus (biasanya paling 3rb-5rb), karena lagi perlu banget mengumpulkan uang untuk beli laptop baru karena laptop lama sebentar lagi pensiun setelah layarnya patah dinaikin ponakan yang masih bayi 😭😂 Sementara masih bisa dipakai sih, cuma agak susah aja dibuka krn musti ati2 biar engselnya ga ikutan patah. Ok segitu aja, thank u.

Continue Reading

You'll Also Like

550K 71.8K 57
Jenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu ha...
1.7K 431 20
Janus, vampire clan Mortus yang merupakan putra mahkota Kerajaan Vallahuela. Ia digoda, hingga jatuh ke dalam pelukan pemain judi bernama Leora. Leor...
8.2K 1.6K 67
Sebagai seorang calon Alpha dalam kawanan werewolfnya, Kai harus mengendalikan kawanannya dan menjaga para manusia demi menjaga rahasia keberadaan Ka...
2.1M 273K 39
Pemenang The Wattys 2021 Kategori Fantasi Raja Alexander Thaurin tidak memiliki Ratu. Setiap tahun seorang wanita dipilih dari berbagai kalangan, bil...