Kevin Huo's Proposal

De Liana_DS

869 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... Mais

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
52
53
54
55
56
57
58

51

6 2 0
De Liana_DS

Kaki Ling masih berdenyut-denyut nyeri, tetapi euforia dan keharuan menumpulkan indranya beberapa derajat. Cengkeramannya pada bagian belakang jubah Xiang memang semula bertujuan untuk mengalihkannya dari rasa sakit; lambat-laun, itu lebih ditujukan untuk menyalurkan buncah perasaannya. Ia kira mustahil bisa mengakhiri show dan mempersembahkan gaun Wei untuk terakhir kalinya dengan kaki terkilir, tetapi Xiang memberinya harapan.

Dari dulu, Xiang selalu memberi Ling harapan.

Kedua desainer membungkuk hormat kepada audiens dan melambaikan tangan mereka. Sesaat kemudian, di luar dugaan, Wei dan Tian menoleh kepada sepasang duta–yang balik menatap mereka bingung. Senyum terkembang perlahan di wajah Wei dan Tian, lantas keduanya bertepuk tangan. Ini mengundang para model pendamping untuk bertepuk tangan pula; tatapan mereka tertuju kepada Ling serta Xiang.

Bintang fashion show pada umumnya adalah sang desainer dan pakaian-pakaian yang dibawakan. Namun, karena dedikasi dan perjuangannya, Ling telah menjadikan dirinya bintang utama, inspirasi gadis-gadis Cina yang ingin cantik dan percaya diri. Wei dan Tian–juga para model pendamping–telah memberikan pengakuan mereka terhadap prestasi Ling hari ini.

Terenyuh, Ling menitikkan air mata lagi, tetapi senyumnya tersungging. Ia menyilangkan tangan di depan dada dan menekuk tubuhnya sedikit berhubung tak bisa membungkuk.

Terima kasih banyak, kalian semua ....

Meskipun berniat cuma menggerakkan badan atasnya, kaki Ling ikut bergerak sedikit dan–sebagai akibatnya–terasa nyeri lagi. Memicing, sang peragawati mencengkeram bagian belakang jubah Xiang tanpa berpaling dari audiens.

"Zhang Ling."

Ling menoleh pada Xiang. Mata pria muda itu tidak lagi berkilauan oleh genangan dangkal air mata–sebab genangan itu telah turun dari pelupuk mata ke pipinya. Paras kharismatik Xiang melembut beberapa derajat ketika bersitatap dengan Ling yang terkejut. Seperti bukan Xiang saja, merusak mekap di depan kamera karena menangis.

Kami masih berada di depan audiens. Jangan sampai air mata Feng Xiang mengganggu penampilannya!

... adalah yang pertama kali terpikirkan oleh Ling, maka ia mencoba menghapus air mata Xiang dengan hati-hati, menggunakan telunjuk. Perempuan itu lantas menyadari apa yang disiratkan air mata Xiang dan jadi cemas. Xiang begitu pandai bermain peran selama ini; perasaan sehebat apa yang membuatnya mengabaikan tuntutan kamera untuk tampil sempurna?

"Feng Xiang, ada apa denganmu?" bisik Ling.

"Kalau kesakitan, katakanlah," tandas Xiang. "Jangan menderita dalam diam, apalagi di dekatku. Kita kembali sekarang; kau harus ke rumah sakit."

Xiang pasti merasakan bagaimana jubahnya dicengkeram Ling sebelum ini. Dari situ, mungkin ia tahu bahwa kaki Ling sudah hampir menyerah. Namun, daripada menderita karena kaki terkilir, Ling sekarang lebih tidak mampu melihat Xiang bersedih karenanya–karena apa pun.

Tapi, jika sakitku juga menimbulkan sakitnya ...

Ling mengangguk lemah, mengakui dalam diam bahwa ia butuh pertolongan medis segera.

... maka aku harus menjaga diriku agar tidak membuatnya khawatir.

Tanpa membuang waktu, Xiang berbalik; jubahnya terkibas saking cepatnya ia bergerak. Ia melangkah tergesa melewati para model pendamping yang masih terpaku di tempat masing-masing. 'Putri' dalam rengkuhan lengan Xiang memeluk pasrah leher sang 'pangeran', berharap hangat dari sana dapat mengalihkannya dari denyut nyeri yang terus menyebar.

***

Ling mengalami robekan ligamen, jaringan penyambung otot dan tulang dekat mata kaki. Tidak terlalu parah memang, tetapi ia harus menjalani terapi nyeri yang intens selama seminggu pertama dan membatasi pergerakan hingga–paling lama–6 minggu. Ling tidak tahu harus senang atau sedih: senang karena mendapat libur yang lama setelah kerja berat, sedih karena ia harus ekstra hati-hati selama 1 bulan lebih dalam menggunakan kakinya, padahal 'ceroboh' adalah nama tengahnya. Selain itu, untuk pertama kali dalam hidup, Ling mulai bisa melihat profesinya sebagai media aktualisasi diri alih-alih cuma cara mendapat uang; tidak bisa memeragakan koleksi Fenghuang dalam kondisi prima sedikit mengecewakannya.

Namun, selama Ling dirawat, Mingmei membawakan beragam majalah dan gosip-gosip terhangat untuk menghibur si sakit.

Artikel-artikel terbaru mengulas fashion show koleksi Fenghuang dengan baik, meningkatkan reputasi Kevin Huo yang sempat anjlok beberapa kali sepanjang promosi. Mereka semua memuji-muji betapa cemerlangnya koleksi wanita pertama Kevin Huo ini, bukti bahwa perusahaan itu–selain memiliki desainer terbaik dengan tim yang mumpuni–juga pandai memilih talenta baru untuk melambungkan namanya. Lihat saja; popularitas Wei memang sudah naik sejak konferensi pers koleksi Fenghuang, tetapi begitu fashion show selesai, pamornya meroket. Wei kini menjadi salah satu nama paling dicari di internet, teladan baru buat talenta-talenta muda yang memiliki keterbatasan sepertinya dulu.

Tentu saja, interaksi kedua duta di fashion show lalu juga disorot massa. Artikel-artikel di majalah wanita, remaja, atau showbiz mengemas dramatis insiden jatuhnya Ling di runway perdananya. Mengira tragedi terkilir itu akan menyentilnya dari puncak, Ling dikejutkan oleh sudut pandang media yang justru terkesan akan resiliensinya. 'Wajarlah jika sang 'naga' yang tak tergoyahkan dari Kevin Huo pun takluk oleh keagungannya', demikianlah nada artikel-artikel menggelikan ini, yang seringnya memasang momen brilian ketika Ling menghapus air mata Xiang.

Bagaimana mereka sempat memotret momen supersingkat itu? Jurnalis memang mengerikan! Ling membatin saat pertama kali melihat foto terviralnya bersama Xiang dari fashion show.

Di setiap jejak kesuksesan, pastilah muncul rasa iri dari pihak-pihak lemah. Dengan berapi-api, Mingmei memaparkan bahwa di Weibo dan Douyin sedang santer beredar tuduhan bahwa Kevin Huo merencanakan insiden jatuhnya Ling yang seperti adegan film saja. Kata mereka, sebagaimana unggahan-unggahan media sosial pribadi Ling dan Xiang sebelumnya, itu cuma gimmick untuk menarik atensi khalayak dan–pada akhirnya–meningkatkan penjualan. Ling tertawa menanggapi itu, tetapi kata-katanya kemudian–meski masih diucapkan dengan sisa tawa–menyembunyikan kedongkolan.

"Bangsat. Mereka yang bilang robekan ligamenku ini bagian tipu-tipu harus mencoba merobek ligamen mereka dulu!"

Bahkan kaki Ling yang dinyatakan dokter cukup sehat untuk pulang dari rumah sakit pun akan kembali nyeri jika Ling mengenang peristiwa nahas di runway perdananya. Bisa-bisanya orang-orang bilang dia menipu dengan memperalat kesehatannya sendiri? Plus, air mata Xiang yang dihapusnya saat fashion show memahamkannya bahwa Xiang juga terluka setiap dia terluka. Tega betul Ling kalau menyakiti Xiang dengan tubuhnya sebagai perantara!

Ah, Xiang. Ling mengembuskan napas panjang sebelum menuangkan teh oolong hangat yang ibunya siapkan ke cangkir. (Ya, gara-gara insiden runway, ibu Ling datang lagi ke Shanghai.) Gadis itu bosan betul di apartemen sendirian; Mingmei mendampingi ibunya belanja bahan makanan, sementara Wei–tentu saja–bekerja dengan sibuknya walau masih menyempatkan telepon menanyakan kabarnya setiap jam makan siang. Namun, ia memang harus sendirian sekarang gara-gara ucapan Xiang saat membesuknya, beberapa hari lalu.

"Jangan mengira aku lengah dan lupa menagih jawabanku. Kamu bilang akan menjawab setelah aku memeragakan look keempat, bukan?"

"Ya, aku sudah 99% siap dengan jawabanku."

"Dan, satu persen sisanya menahanmu menjawabku sekarang? Senang kau menyiksaku seperti ini?"

"Bukan maksudku menyiksamu. Satu persen itu penting untuk menggenapi keputusanku–sebab ini terkait dengan Kak Yang."

Ling begitu lama tidak bicara empat mata dengan Yang sehingga lupa peran krusial pria itu dalam kehidupan Xiang. Perasaannya langsung tak enak–dan mungkin wajahnya waktu itu ikut memasam karena Xiang kemudian berlutut di depan Ling, menangkup tangan gadis itu di pangkuan, dan menatapnya memohon.

"Bagiku, kamu sama berharganya dengan keluarga. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan besarmu kapan lalu, aku perlu memastikan seluruh keluargaku menerimamu. Aku tidak ingin salah melangkah, tidak juga ingin dianggap keluargaku telah menyisihkan mereka. Tolong mengertilah."

Bukan sekali-dua kali, Ling tidak disukai oleh orang tua pacarnya, seringnya karena bersikap kurang lembut, seenaknya sendiri, dan terlalu ceplas-ceplos. Keluarga Feng ajaibnya termasuk beberapa gelintir yang menerima kehadirannya. Namun, direktur Kevin Huo yang beberapa kali menjegal Ling juga termasuk dari keluarga itu–dan sampai saat ini, memang cuma Yang yang belum menampakkan tanda-tanda penerimaan Ling dalam kehidupan Xiang.

Kembali ke masa sekarang, di ruang tamu apartemen dalam balutan pakaian yang pantas untuk menjamu tamu, Ling menyeruput teh lagi untuk menenangkan diri.

Dari sekian banyak lelaki yang kutemui, cuma Feng Xiang yang melibatkan keluarganya ketika baru akan memulai sebuah hubungan romantis. Dia bisa langsung bilang 'ya', lalu pacaran denganku, tetapi kalau begini, rasanya seperti aku baru saja melamar? Ya, kelihatannya seperti Feng Xiang sedang menunggu keluarganya menimbang-nimbang kepantasanku sebagai calon istri.

Wajah Ling memerah dan panas, buru-buru ditepuknya dari kedua sisi.

"Kenapa, sih, kau tidak bisa berhenti berkhayal, Zhang Ling? Kalau berharap ketinggian, nanti sakit jatuhnya! Mau kau jatuh lagi, padahal baru saja terkilir?"

Setelah mengomel seorang diri, Ling menangkup wajahnya malu. Ia berharap Yang–calon tamunya hari ini–segera datang agar ketegangan yang membuat gila ini tidak bertahan lebih lama lagi.

Tak lama kemudian, bel pintu berbunyi.

Itu dia!

Tergesa-gesa, Ling meraih kruknya dan berteriak 'sebentar' ke arah pintu. Namun, suara di luar menyahutinya.

"Tolong berhati-hatilah, Nona Zhang. Kaki Anda masih dalam masa pemulihan."

Mendengar suara itu, Ling berhenti sejenak dan menengok ke jam dinding. Jam tiga sore lebih sepuluh detik, lewat sedikit dari waktu janjiannya dengan Yang. Sang direktur orang yang tepat waktu, maka jika ada yang muncul pada waktu ini di depan apartemen Ling, harusnya itu memang Yang. Meskipun suara di luar mirip milik pria itu, kesannya agak lebih tua dan lembut, tidak tegas penuh wibawa seperti biasa. Wajar Ling sempat ragu dan menganggap orang lainlah yang datang.

Ling baru bisa bernapas lega ketika mengintip dari lubang pintu dan mendapati Yang yang mengenakan sweter serta mantel serbacokelat. Pria itu membawa tas kertas di tangan kanan yang tampak baru dan berat, jadi Ling segera membuka pintu untuk mempersilakannya masuk.

Ternyata, 'pria tua' yang tadi bicara di luar pintuku betulan Feng Yang? Dia kelihatan ... beda.

'Beda' adalah sebuah ringkasan. Dibanding yang terakhir Ling ingat, Yang sekarang lebih kurus, bermata lebih sayu seakan lelah, berbahu lungsur, tetapi senyum hangat kebapakannya yang menyambut Ling di Kevin Huo dulu kembali. Nada bicaranya yang biasa menyerang secara terselubung kini begitu hati-hati, lirih mengucapkan permisi. Waktu Yang menunduk untuk melepaskan sepatunya, Ling yakin tidak berhalusinasi melihat beberapa helai putih di antara belantara hitam rambut sang direktur.

Apa yang terjadi pada Feng Yang?! batin Ling dalam hati, sulit percaya dirinya iba pada pria yang pernah menghalang-halanginya bersama dengan Xiang. Itu jugalah yang membuatnya spontan bertanya begitu Yang duduk di kursi tamu.

"Direktur Feng, apakah Anda sakit?"

Masih tersenyum, Yang mengangkat alisnya dengan bingung. "Tidak, saya baik. Adakah yang salah dengan penampilan saya?"

Ling ikut bingung. Mustahil dia mengatakan kalau Yang tampak lebih lemah dari biasanya. "T-Tidak ada, sih .... Maaf, saya menanyakan hal yang aneh."

"Bagaimana dengan Nona Zhang sendiri?" tanya Yang balik. "A-Xiang bilang terapinya berjalan baik dan besok adalah sesi terakhir terapi intensif Anda."

"Benar. Rasa sakitnya sudah minimal sekali, tetapi itu kadang melengahkan. Saya pernah lupa berjalan pakai kruk saking tidak sakitnya, lalu tumit saya langsung berdenyut," jawab Ling sambil cengengesan. "Anda tidak perlu khawatir. Setelah terapi besok, saya masih bisa menerima tawaran pemotretan dengan beberapa penyesuaian. Cuma runway yang harus menunggu dulu."

Yang manggut-manggut, tetapi masih terlihat cemas. "Anda sudah berkonsultasi dengan terapis untuk hal itu?"

Ling mengangguk. "Kalau perusahaan minta dibuatkan surat keterangan, saya siap diperiksa lagi kapan saja. Terapis bilang saya tidak harus berhenti jadi model gara-gara ini, tetapi harus lebih hati-hati dan membatasi aktivitas ekstrem, terutama dengan high heels."

"Begitu. Saya akan membicarakannya dengan agensi Anda nanti, berhubung arus pekerjaan yang Anda terima diatur oleh agensi, bukan Kevin Huo." Yang lantas menyodorkan tas kertas kepada Ling. "Sampai lupa. Ini ada sedikit buah tangan, teh melati dan bakso ikan khas Fuzhou. Semoga Anda menyukainya."

"Wah, mengapa repot-repot?" Ling menerimanya dengan senang. "Saya pasti suka. Terima kasih banyak, Direktur Feng."

Menyempatkan diri menengok isi tas kertas sebelum menyisihkannya, Ling bingung karena ia pikir akan menemukan dua kardus berlabel yang membungkus teh dan bakso ikannya. Alih-alih, di dalam tas itu, ada sekardus teh artisan–dan kotak makan stainless steel dua tingkat.

"Kotak makan?"

"Ah, itu wadah bakso ikan dan kuahnya. Anda tidak perlu mengembalikan wadahnya setelah kosong, simpan saja. Sebaiknya, Anda memakan baksonya hari ini juga karena makanan itu tidak berpengawet." Yang tampak sedikit rikuh ketika meneruskan. "Saya memasaknya sendiri."

Butuh waktu beberapa lama bagi Ling untuk memproses fakta baru ini sebelum bereaksi dengan heboh.

"EH? Direktur Feng memasak?! Buat saya?! Astaga, sungguh, saya sangat merepotkan! Ya ampun, bagaimana ini? Harus segera dihangatkan!"

Melihat pejamunya panik karena sungkan, Yang tertawa kecil. "Dihangatkan lima atau enam jam lagi juga tidak masalah, Nona Zhang. Lagipula, membuatnya tidak merepotkan; itu tidak sebanding dengan ketidaknyamanan yang Anda rasakan karena saya selama ini."

Senyum Yang menipis, lantas ia menunduk dan menangkupkan kedua telapak tangannya yang bergetar halus di atas meja.

"Untuk itulah, hari ini saya berkunjung. Saya ingin minta maaf atas segala tindakan dan ucapan yang pernah menyakiti Anda, Nona Zhang." []

Continue lendo

Você também vai gostar

20.5K 2.4K 14
Sebagian besar sudah DIHAPUS Pindah KBM dan Karyakarsa Bagi Saraswati, mencintai seseorang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi me...
88.2K 16.3K 36
Sebagian part sudah dihapus Arunika Pramesti Maharani, wanita 40 tahun yang tidak terlihat sesuai usianya ini paling benci lagu Diana Ross, When you...
F.R.I.E.N.D.(S) ☑️ De ALN

Literatura Feminina

7K 647 36
Furrinka, seorang mantan guru les Bahasa Spanyol yang kemudian beralih profesi sebagai manajer band kenamaan-Part of Justice. Menjalani sebuah hubun...
585K 56.1K 125
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...