He Fell First and She Never F...

Por vousmezera

267K 21.1K 3K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... Más

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97

67

2.7K 272 73
Por vousmezera

"Lo kenapa?" Tanya Vanessa melihat Ati yang memegang perutnya seperti sedang menahan rasa sakit.

"Aduh, sakit banget perut gue, nyeri banget. Day 1 period." Keluh Ati yang perlahan lahan ikut duduk disebelahnya.

"Ya ngapain kesini? Tidur aja di kamar." Ucap Vanessa yang juga baru saja tiba di Kertanegara setelah melewati perjalanan macet dari Pondok Indah.

"Apaan sih lo sinis banget? Harusnya gue kali yang emosi." Sindir Ati.

"Lo ngapain pulang kesini?" Sepertinya Ati baru sadar juga melihat keberadaan sepupunya ini justru ada di Kertanegara.

"Nggak tahu, males aja pulang kalau Mas belum pulang. Mau nunggu Mas aja biar bareng." Jawab Vanessa sembari membuka jas dokternya.

"Anjirlah capek banget gue. Bisa bisanya gue ada jaga malam terus ditambah lagi sampai tadi sore." Vanessa meletakkan punggung tangannya keatas jidatnya. Menghela napasnya berkali kali. Ati ikut mengelus pahanya untuk memberi support.

"Udah makan belum? Gue ambilin obat ya kalau nggak bisa ditahan lagi." Sahut Vanessa khawatir, ia melihat Ati sesekali merintih kesakitan.

Ati menggeleng pelan, namun tiba tiba Bintang dan Habib turun berbarengan. Kedua Kakak kembar Ati juga kaget melihat keberadaannya yang tiba tiba.

"Nih dek, kompres." Ucap Bintang yang memberi menstruheat kepada adik kembarnya.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Habib bingung.

"Salah banget emangnya gue pulang kesini?" Tanya Vanessa sinis.

"Apaan sih marah marah? Gue cuma nanya?" Balas Habib dengan heran.

"Ya kenapa sih? Emang nggak boleh gue pulang kesini?" Tanya Vanessa dengan sedikit emosi. Kenapa ketiga sepupu kembarnya harus menanyakan alasannya pulang ke Kertanegara?

"Ya gue nanya karena lo baru kali ini pulang kesini, biasanya kan ke rumah lo sama Pak Teddy." Balas Bintang kali ini.

"Lo kenapa sih? Baru nyampe udah marah marah, lagi halangan? Atau capek kerja?" Tanya Bintang heran melihat tingkah laku Vanessa yang mendadak berubah.

"Gajelas lo, jarang jarang ketemu kita sekalinya ketemu malah disemprot. Harusnya peluk sekalian temu kangen dong. Nggak kangen lo sama kita bertiga?" Ledek Habib.

Sesaat Vanessa tersadar, ia membenarkan duduknya. Berpikir sebentar karena ia merasa memang ada yang aneh dengan dirinya sendiri. Trio kembar menatapnya bingung karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengan sepupunya itu.

"Bentar." Ucap Vanessa sembari menggigit ibu jarinya gugup.

"Ngomong ngomong tentang period, gue terakhir dapat bulan kemarin. Gue udah telat banget bulan ini." Ucap Vanessa dengan mencoba menebak nebak. Ia membuka aplikasi flo di ponselnya. Melihat siklus menstruasi pada bulan ini yang seharusnya sudah dimulai empat hari yang lalu. Ia sudah telat empat hari.

"Biasa itu, lo lagi kecapekan." Ucap Ati ditengah rintihan sakitnya.

"Mbak, gue nggak pernah telat." Ucap Vanessa dengan paniknya.

"Wajar kali Nes, lo udah sibuk banget di rumah sakit, apalagi sering nggak pulang kan? Pak Teddy kesel banget tuh kalau denger lo nggak pulang karena lembur." Jawab Habib.

"Bib? Gue waktu koas lebih gila dari ini. Tapi nggak pernah telat dan selalu teratur." Vanessa terus membantahnya.

Tiba tiba Bintang dan Habib tersenyum tengil, saling bertatapan, keduanya menaik turunkan kedua alisnya untuk terus menggoda sepupunya itu.

"Bib, kayaknya kita mau punya ponakan deh." Sahut Bintang.

"Wah kayaknya gue bentar lagi bakal jadi uncle ini." Sahut Habib, sontak membuat Ati juga ikut tersadar. Seketika ia lupa dengan rasa sakit kram di perutnya.

"NES?! Jangan bilang.." Ucap Ati menggantung.

"Lo hamil kali?" Tebak Bintang dan Habib berbarengan.

Sontak pernyataan mereka membuat Vanessa cengo dan menutup mulutnya tak percaya. Bagaimana bisa dari banyaknya kemungkinan alasan telat menstruasinya, mengapa mereka bertiga kompak berpikiran seperti itu?

"Gila ya lo? Nggak mungkin." Kata Vanessa dengan tawa canggungnya.

"Nes bisa jadi loh. Lo udah kan?" Tanya Ati memastikan. Kini Ati menjadi mati penasaran.

"Udah apaan?" Sungguh Vanessa mendadak tidak mengerti.

"Ya itu, Nes. Lo sama beliau udah kan?" Kini Bintang membantu menyadarkannya.

Vanessa gelagapan untuk menjawab. "Y-ya u-udah sih."

"HAHAHAHAHAHA." Sontak trio kembar tertawa barengan.

"FIX ITU LO HAMIL!" Habib jadi tertawa histeris.

"Tapi masa iya gue secepat itu anjir? Baru juga nikah dua setengah bulan yang lalu?" Vanessa masih tidak percaya.

"Nes, lo di Bali ngapain aja?" Ledek Bintang, sesekali menahan tawanya.

"Mana tiga hari lagi." Kini Bintang dan Habib bahagia sekali meledek sepupu satu satunya itu.

"Apaan sih? Gue juga baru pulang dari Bali empat hari yang lalu? Nggak mungkin secepat itu gila!" Vanessa masih terus membantahnya karena menurutnya masih belum masuk akal.

"Nes, lo nggak mungkin baru ngelakuinnya di Bali kan?" Ucap Habib yang terus menyadarkannya.

Saat itu juga Vanessa sepenuhnya sadar.

"Lagian ya Vanessa, Pak Teddy bisa lo lihat sendiri. Pola hidupnya sehat, rajin olahraga, dan cowok militer loh itu, Nes. Fisiknya udah kelewat bagus. Ya wajar lah kalau lo cepet ngisi. Apalagi lo bilang kalau lo juga teratur kan periode mens nya? Wajar banget kalau dua duanya sama sama subur." Kini Ati mencoba menjelaskannya.

"Lo dokter kenapa jadi goblok gini?" Ucap Bintang lagi.

"Bener lagi kata adik kembar gue yang paling cantik ini." Habib mengacak puncak kepala Ati.

"Gue rasa juga udah berkali kali kan? Hayo ngaku." Sepertinya Vanessa kesal setengah mati jika Bintang mulai mengusilinya.

"Diem nggak lo!" Vanessa melempar remot tv tersebut tepat sasaran dan mendarat mulus ke dahi Bintang. Laki laki itu meringis kesakitan karena lemparan kencang Vanessa sangat menyiksanya.

"ANJ!" Rintih Bintang.

"RASAIN!" Ledek Vanessa tanpa merasa bersalah.

"Wah anjir ini sih lo beneran ngisi. Galak banget anjir sumpah, lebih galak dibanding lo dulu masih suka tantrum dibatas wajar." Sahut Bintang yang kini mengelus dahinya.

"Tang, Vanessa mau sebelum nikah atau sesudah nikah sama aja, sama sama galak, tapi kayaknya karena faktor hamil makin galak, serem juga auranya ya." Bisik Habib.

"Lo bisik apaan, Bib?!" Tanya Vanessa kesal.

"Nggak, Nes. Gue ledekin Bintang lebih dekat biar dia makin malu." Habib cengengesan.

"Serem anjir, ini kalau Vanessa beneran hamil, Pak Teddy bisa habis." Bisik Bintang.

"Kasihan gue sama Pak Teddy, kena samsak tiap hari kali ya." Mereka berdua terus berbisik dengan tatapan mengerikan Vanessa yang belum terputus.

"Nes coba aja cek, siapa tahu emang bener." Kini Ati sudah menetralkan suasana.

Ati mengerti tatapan cemas dan khawatir Vanessa. Sepupunya itu sepertinya memang tidak menyangka akan secepat ini jika itu memang benar. Bahkan dirinya juga tidak menyangka.

"Takut mbak.." Rengek Vanessa, tiba tiba sepupunya itu menangis.

"Loh kenapa takut, Nes? Bukannya lo waktu itu bilang juga ya nggak mau nunda?" Ati kini mencoba menenangkannya, bahkan ia sudah tak merasakan sakit haid yang sedang ia rasakan. Sepertinya rasa sakitnya itu menghilang karena ikut kaget dengan berita yang masih simpang siur ini.

"Nggak tahu, takut aja.. Masa iya secepat itu? Gue jadi merasa belum siap." Ati mengelus pundak sepupunya agar tenang.

"Iya makanya lo coba tes, siapa tahu emang iya kan? Bagus dong kalau ketahuan diawal? Daripada udah seperempat jalan dan lo nggak ngasih apa apa. Kasihan calon janin lo." Kata Ati dengan pelan agar Vanessa bisa menyerap kata demi kata yang ia lontarkan.

"Nes sini biar gue yang beli testpack nya deh. Gue juga penasaran hehe." Ucap Bintang.

"Nggak mau Tang, gue takut.." Sepupunya itu kian menunduk dan kembali membiasakan mengopek kulit jemari tangannya.

"Vanessa.. apa yang lo takutin? Lo udah nikah, wajar kalau lo setelah nikah langsung ngisi. Berarti Allah secepat itu ngasih kepercayaan ke lo dan Pak Teddy. Ini berita yang ditunggu banyaknya keluarga besar, Nes. Lo harusnya bangga dong! Lo bakal jadi orang tua, lo bakal jadi seorang ibu, itu suatu hal yang membanggakan." Kini Habib ikut memberi pencerahan.

"Gue juga takut kalau ternyata nggak, gimana?" Tanya Vanessa cemas.

"Ya berarti memang belum rezeki, lo sama Pak Teddy harus berusaha lagi. Nggak harus kecewa juga kan kalau memang ternyata sebaliknya?" Ucap Bintang.

"Tapi gue takut aja kalau ternyata nggak dan gue malah bikin Mas kecewa, kalau beneran gue justru takut, bisa nggak ya gue?" Vanessa kalut sendiri dengan pikirannya.

"Vanessa.. tenang. Tolong tenang, istighfar. Jangan dibawa pusing, sekarang coba—" Belum saja Ati melanjutkan omongannya, Paspampres sudah membuka pintu rumah dan mempersilahkan Bapak masuk. Saat itu juga rombongan Bapak memenuhi ruangan, termasuk suaminya yang sepertinya belum menyadari keberadaannya.

"Please lo bertiga jangan ngomongin ini dulu ya? Please banget! Biar gue yang ngomong sendiri nanti." Vanessa memohon kepada ketiga sepupunya.

Bintang, Habib, dan juga Ati hanya menghela napasnya sambil mengangguk serentak.

"Wah Mbak Vanessa!!!" Itu suara Rajif, suara sekpri Bapak itu berhasil membuat semua orang disana mengarahkan fokus kepadanya, termasuk Mas yang tadinya sibuk berbicara dengan ekspresi seriusnya bersama Paspampres, kini ikut menyadari keberadaannya dan menoleh menatapnya dengan tersenyum. Secepat itu Mas bisa mengganti ekspresinya dan itu hanya berlaku kepada istrinya.

"Nunggu Bang Teddy pulang ya, mbak?" Tanya Rajif yang kini mendekat ke arahnya.

"Hehe iya mas." Ucap Vanessa dengan cengengesan.

Dari arah berlawanan, Kakek melangkah dan mendekat ke arah Vanessa, memeluknya tiba tiba tanpa tahu alasan Kakek memeluknya.

"Apa kabar, Mbak Vanessa?" Tanya Kakek yang masih setia memeluknya.

Vanessa membalas pelukan Kakek sembari tersenyum hangat, ini pelukan yang sudah sekian lama ia rindukan.

"Capek banget ya kayaknya? Kakek bisa tahu langsung dengan lihat wajah kamu." Kakek mengelus puncak kepalanya.

"Iya capek, kerja terus dari pagi sampai pagi. Aku kena omel terus sama Mas." Vanessa menatap Mas yang kaget namanya diseret seret juga.

"Iya jelas suami kamu malah ngomel, ditinggal terus." Ucap Kakek dengan ledekannya. Kakek menyentuh kedua pipi Vanessa yang terasa sangat hangat. Kakek mengernyit bingung, menebak nebak apakah cucunya ini sakit.

"Kamu sakit? Kok kayaknya demam?" Tanya Kakek.

"Ted, kamu nggak tahu istri kamu sakit? Panas banget loh ini badannya." Mas segera mungkin mendekat ke Vanessa, menyentuh dahi dan kedua pipinya yang terasa panas, sepertinya suhu tubuh Vanessa agak tinggi.

"Aku nggak sakit. Baik baik aj—"

"Huek." Vanessa tiba tiba mual, rasanya ia jadi ikutan pusing.

Mas terus memegang tubuh Vanessa, melihat istrinya yang semakin tak bertenaga itu semakin membuatnya khawatir dan takut.

"Maaf pak, apakah saya boleh izin pulang lebih dulu? Sepertinya kondisi Vanessa sedang tidak baik dan perlu istirahat, beberapa hari ini Vanessa sering lembur di rumah sakit." Pinta Mas dengan berharap.

Bapak mengangguk langsung. "Iya tidak apa apa, Ted. Kamu pulang saja, pekerjaan kamu juga sudah selesai, nanti yang belum bisa dikerjakan Kapten Sony atau Kompol Naren. Langsung pulang ya, Ted. Kabari saya kondisi Vanessa."

Mas mengangguk sigap, memberi salam hormat untuk terlebih dahulu pamit padahal masih ada beberapa pekerjaan yang belum tuntas. Tapi melihat kondisi istrinya ini, ia harus memprioritaskan Vanessa.

Setelah pamit dengan Bapak, Mas langsung menuju ke mobil dengan membopong Vanessa perlahan.

"Ke rumah sakit ya." Ucap Mas setelah menyalakan mobil.

Vanessa menggeleng cepat. "Nggak Mas, pulang aja ya?"

"Sayang, kamu itu sakit, jangan merajuk!" Ucap Mas dengan tegas.

"Mas aku kayaknya nggak sakit." Ucap Vanessa yang membenarkan posisi duduknya.

"Maksud kamu apa? Jelas jelas kamu demam." Mas justru bingung.

Vanessa menggigit bawah bibirnya gugup, takut ingin mengatakan kemungkinan yang terjadi, tapi juga takut jika itu justru mengecewakan suaminya.

"Kenapa sayang? Kamu mau ngomong apa?" Mas kini sedikit memiringkan tubuhnya, membelai surainya bergantian, sesekali terus menyentuh kedua pipi Vanessa yang hangat.

"Aku nggak tahu ini pasti apa nggak, tapi aku udah telat mens beberapa hari." Sahut Vanessa dengan menunduk.

"Maksudnya? Mas nggak paham." Mas masih terus berusaha mencerna omongan istrinya itu.

"Aku nggak pernah telat mens, bahkan saat aku stress di koas, mens aku selalu teratur Mas." Suaminya itu masih tetap mendengar penjelasan istrinya dengan lekat.

"Dan ini kali pertamanya aku telat, aku pikir karena stress lembur di rumah sakit, bahkan Mbak Ati juga berpikir hal yang sama. Tapi menurut Bintang dan Habib bukan karena itu." Jelas Vanessa.

"Terus? Karena apa? Emangnya apa hubungan kamu telat mens dan keadaan kamu yang suhu tubuhnya panas, sayang?" Tanya Mas dengan khawatirnya.

Vanessa mengopek kembali kulit jemari tangannya gugup.

"Aku juga sadar beberapa hari ini emosi ku nggak stabil. Bahkan tadi pagi aja aku marah marah sama kamu karena masalah sepele. Perkara kamu buru buru cium aku karena harus berangkat kerja aja aku bisa ngamuk tadi." Ucap Vanessa lagi.

"Maaf ya sayang, Mas minta maaf seharusnya Mas nggak seperti itu walaupun udah telat berangkat kerja." Mas kembali merasa bersalah.

Vanessa menggeleng." Bukan salah kamu, Mas. Aku yang emang lagi nggak jelas."

"Nggak jelas gimana?" Tanya Mas yang semakin bingung, bahkan dengan segala penjelasan istrinya itu saja, Mas masih saja tidak mengerti.

"Kayaknya aku itu.." Vanessa menggigit jari telunjuknya.

"Sayang, yang jelas ngomongnya. Mas bingung." Mas jadi geregetan.

"Kayaknya aku hamil, Mas. Tapi aku belum tahu pasti." Ucapan istrinya itu sontak membuat Mas membeku tak berkutik.

Mas memegang rambutnya gugup, rasanya susah sekali mencerna setiap perkataan Vanessa.

"Hamil? Kamu beneran hamil? Secepat itu?" Justru Mas juga kaget tak percaya.

"Aku juga nggak percaya, Mas. Tapi masa iya ya?" Tanya Vanessa ikutan bingung.

"SAYANG KAMU SERIUS?! Kamu hamil anak Mas? Bayi bayi lucu itu udah nyangkut di rahim kamu? Calon makhluk tantrum beneran udah nongol?" Tiba tiba Mas histeris girang dengan segala ucapannya yang sontak membuat Vanessa tertawa ngakak.

"Ih jangan heboh! Belum tentu, masih dugaan." Ucap Vanessa, karena takut jika hasilnya justru mengecewakan disaat Mas yang sudah bahagia mendengarnya.

"AYO PULANG KITA TES! BELI TESTPACK DULU NGGAK SIH?" Mas kini menyetir mobil dan meninggalkan halaman Kertanegara dengan perasaan bahagia.

"Mas harus beli berapa, sayang?" Tiga? Empat?" Tanya Mas dengan konyolnya.

"Mas? Satu aja cukup, kamu ngapain mau koleksi testpack?" Tawa Vanessa.

"Beli dua kali ya? Biar bisa lihat pastinya." Ucap Mas.

"Iya boleh sih." Vanessa ada setujunya juga.

Dalam perjalanan, justru Mas yang tidak sabaran dengan hasilnya. Sebaliknya, dalam diri Vanessa ada rasa takut ketika melihat Mas yang sudah sangat berharap, takut jika hasilnya mengecewakan, takut Mas akan sedih. Ketakutan itu terus melintas diotaknya. Vanessa menatap Mas yang terus berbicara banyak hal tentang calon anak mereka nanti, Vanessa sedikit gusar.

Semoga saja memang benar, kalau memang pada akhirnya ia hamil, ia akan terima dan berusaha menghilangkan rasa takutnya untuk kebahagiaan Mas. Walaupun ada rasa takut karena disatu sisi Vanessa merasa belum siap, ia akan lawan itu untuk kebahagiaan Mas.

Selama perjalanan, Mas terus mengenggamnya dengan selalu mengukir senyumnya. Rasa lelah dan capek ditubuh laki laki yang sudah terbang menenami Bapak ke berbagai daerah hari ini hilang begitu saja. Kini ia merasa energinya kembali terisi hanya dengan mendengar kalimat yang dilontarkan istrinya tadi.

Senyum suaminya itu tak pernah luput sedetikpun.

Sesampainya di apotek, Mas menyuruhnya untuk menunggu saja di mobil. Dengan segara lelaki berseragam pdh itu masuk ke apotek dan kembali setelah mendapatkan hal yang dibutuhkan.

Langsung saja Mas melajukan mobilnya menuju rumah mereka. Beberapa menit kemudian, Mas dan juga Vanessa tiba di rumah. Dengan hati hati Mas membantu Vanessa turun.

Entahlah, Mas sudah tidak bisa mendeskripsikan rasa bahagianya walaupun ia tahu, itu bisa saja membuatnya sedikit kecewa.

"Mas, aku sejujurnya takut. Takut bikin kamu kecewa, tadinya aku mau test sendirian. Tapi disatu sisi, kayaknya aku juga butuh kamu kalo seandainya hasilnya mengecewakan." Sahut Vanessa dengan rasa takut yang semakin menguasainya.

"Sayang, apapun hasilnya kita terima ya? Ada Mas disini, Mas nggak kemana mana. Mas akan selalu ada untuk kamu disaat kapanpun. Jangan takut ya? Kita hadapi sama sama." Mas mengenggam kedua tangan Vanessa dengan erat. Menyalurkan energi kepada istrinya itu.

"Yaudah aku coba ya?"

"Bismillah, sayang. Apapun itu Mas terima. Kamu nggak usah takut kalau Mas kecewa." Mas mengelus puncak kepalanya.

Vanessa mengangguk, ia langsung masuk ke kamar mandi. Perempuan itu duduk diatas kloset beberapa saat. Menarik rambutnya dengan pelan karena rasa gugup. Ia buka alat itu dan membaca prosedurnya sebaik mungkin. Sedangkan Mas yang menunggu diluar, sudah bolak balik tidak tenang dan terus berdoa dan berzikir. Apapun itu, hasilnya sudah ketetapan Tuhan.

Setelah melakukan beberapa langkah langkah, ini saat yang membuat jantungnya berdegup kencang. Menunggu beberapa saat untuk melihat hasilnya. Satu garis sudah muncul di alat tersebut, Vanessa semakin gugup. Ia memejamkan kedua matanya.

"Please, aku mohon." Ucap Vanessa yang masih tetap memejamkan kedua matanya.

Setelah beberapa menit berlalu, ia memberanikan diri. Menutup hasil itu dengan tangannya. Ia buka matanya perlahan lahan. Menatap hasil test itu yang masih ia tutupi.

"Ah nggak bisa, gue nggak sanggup lihat sendiri." Vanessa tak mampu, ia segera keluar dari kamar mandi dan melihat Mas yang tadinya duduk langsung beranjak dengan ekspresi penasaran dan gugupnya.

"Gimana sayang?" Tanya Mas.

"Takut, belum aku lihat. Ayo berdua ya kita liat?" Ajak Vanessa dan tentu saja Mas setuju.

"Yaudah kamu lepasin sayang." Mas menyuruhnya kelewat lembut.

Dengan banyak berdoa di dalam hatinya, perlahan lahan Vanessa melepaskan tangannya. Jangan tanya kalau Mas deg degkan atau tidak. Rasanya jantungnya mau copot, rasanya ia lebih baik tiba tiba kena tembakan dibanding harus menunggu hal yang rasanya ingin membuat ia mati.

Vanessa shock melihat hasilnya, menutup mulutnya tak percaya, sedangkan Mas masih berusaha memahami tanda yang muncul di alat itu.

"Mas.." Panggil Vanessa, istrinya itu sudah berkaca kaca.

"Sayang, ini garis dua nggak sih?" Tanya Mas memastikan.

"Iya." Ucap Vanessa yang sudah menahan tangisnya.

"Beneran hamil makhluk tantrum?" Tanya Mas berharap ini bukan mimpi.

Vanessa mengangguk berkali kali, laki laki itu langsung memeluk Vanessa erat. Mengucapkan rasa syukur tak henti hentinya. Mencium setiap indra wajah istrinya berkali kali.

Bahagia, Mas kelewat bahagia malam ini. Sepertinya dari sekian banyak yang sudah membuatnya bahagia, mendengar kabar kehamilan istrinya adalah kebahagiaan yang menjadi anugrah terbaik Tuhan untuknya.

"Alhamdulillah. Makasih sayang, makasih banyak. Ya Allah, Vanessa. Mas bahagia sekali. Sayang banget sama kamu. Makasih istriku sayang." Mas mencium labium istrinya itu yang sudah meneteskan air matanya, begitu juga dengan Mas yang sudah beberapa kali jika menyangkut tentang istrinya akan terus menjatuhkan air matanya.

Mas mencurahkan rasa bahagia, rasa syukur, dan rasa cintanya yang akan terus berkali kali lipat untuk istrinya itu melalui sentuhan lembut ke labium istrinya. Membiarkan ia jatuh cinta berkali kali kepada istrinya dan membiarkan Vanessa merampas semua perasaannya itu.

"Vanessa, you make me crazy." Bisik Mas dengan suara beratnya. Vanessa yang mendengar itu, rasanya tak kuat menahan tubuhnya karena Mas membuatnya semakin tak sadar.

"I love you and will always love you in every version of yourself, calon ibu peri." Ucap Mas sesaat, setelahnya ia melanjutkan sentuhan romantis itu hingga membuat Vanessa kembali terhipnotis. Malam ini akan kembali menjadi malam romantis untuk perayaan calon anggota baru yang akan hadir ditengah keluarga kecilnya.

Seguir leyendo

También te gustarán

27.1K 2.9K 18
Hati kuatnya yang rapuh perlahan, akankah ada seseorang yang dapat menguatkannya kembali di lain hari?
67.1K 8.6K 32
(Namakamu) benci bosnya! Dia adalah iqbaal, pria menyebalkan dan bermulut pedas. Tapi tanpa (Namakamu) tahu ada maksud berbeda dari semua kalimat ped...
25.7K 1.3K 35
Berita pernikahan Kim Junmyeon usai menjalani wajib militer dan Kim Jisoo usai memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak dengan agensi membuat para...
752K 35.7K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...