He Fell First and She Never F...

By vousmezera

288K 22.3K 3.1K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99

64

2.1K 183 21
By vousmezera

"Mas, ingat kan cerita teman aku yang Mayzida?" Sahut Vanessa yang kini ikut bergabung dengan Mas keatas ranjang, laki laki itu tengah mengetik sesuatu diatas leptop. Mungkin ada pekerjaan yang belum selesai. Mas langsung menoleh kearah istrinya yang baru selesai mandi dan keramas.

Seketika, Mas langsung menutup leptopnya dan mengambil hair dryer diatas meja rias istrinya dan mengambil posisi yang tepat untuk mengeringkan rambut istrinya itu.

"Ingat sayang. Btw kamu kenapa keramas malam malam gini? Nggak baik apalagi mau tidur." Mas mulai mengeringkan rambut Vanessa dengan telaten.

"Aku udah nggak keramas tiga hari, Mas. Masa aku mau tidur sama kamu rambut aku bau ruangan operasi. Lagian aku harus mandi wajib juga." Vanessa tertawa kecil.

"Kenapa sama Mayzida?" Tanya Mas, sepertinya istrinya itu ada banyak cerita yang ingin disampaikan.

"Beberapa hari yang lalu, aku ikut doa bersama lima tahun Alvaro meninggal di rumahnya, di Pesanggrahan. Mayzida undang aku." Vanessa tetap melanjutkan ceritanya walaupun ia membelakangi Mas yang kini masih sibuk mengeringkan rambutnya.

"Yang kamu bilang nggak usah Mas jemput ya?" Tanya Mas memastikan.

Vanessa mengangguk. "Aku merinding, ternyata udah lima tahun aja. Terus tadi sebelum kamu pulang, aku nggak sengaja ngescroll galeri hp aku, ternyata Alvaro dulu pernah masuk kamera hp aku, aku iseng videoin diri aku sendiri kan, terus dia lewat dibelakang ikut say hi."

"Kalo Alvaro masih hidup, mungkin mereka udah menikah kali ya, Mas? Aku udah ngebayangin sebahagia apa mereka." Tanya Vanessa lagi. Mas seperti sudah terlatih sekali mengeringkan rambutnya, sentuhan suaminya itu sangat membuatnya nyaman dan sangat mempercayakan rambutnya kepada Mas.

"Belum tentu sayang, nggak ada yang tahu. Kalo Alvaro masih hidup, kita nggak tahu dia akan sehat sepenuhnya atau justru bakal sering bolak balik rumah sakit, sering drop, sering kemotrapi, dan mungkin lebih banyak lewatin pengobatan. Mungkin udah jalannya sayang, coba kamu pikirin. Seandainya Alvaro masih ada tapi justru keadaannya lebih sulit? Pasti jadi Mayzida semakin berat, disaat mereka udah nikah, yang seharusnya banyak kebahagiaan disekeliling mereka mungkin bisa berbalik."

"Mayzida harus siap kapanpun kehilangan suaminya dan Alvaro sebagai suaminya juga akan merasa bersalah karena penyakitnya. Kehidupan pernikahan mereka nggak ada bahagia bahagianya, justru yang ada hanya kekhawatiran, takut kehilangan, hidup nggak tenang karena kerisauan dengan keputusan semesta yang mereka nggak tahu kapan akan terjadi. Itu lebih berat lagi untuk Mayzida hadapi sendirian, sayang."

"Kehilangan separuh jiwa itu rasanya dunia langsung hancur. Seakan akan doa yang selama ini diucapkan, Tuhan nggak pernah dengar. Seakan akan jatuh dan bangun yang berdarah darah selama ini nggak ada artinya dan Tuhan seperti tidak mengapresiasikan usaha mereka sebagai manusia. Tuhan nggak mau, Mayzida justru berpikir seperti itu seandainya Alvaro masih ada dalam keadaan yang semakin memburuk." Ucap Mas lagi yang masih telaten mengeringkan rambut istrinya itu.

"Tuhan tahu, Mayzida akan lebih hancur lagi kalau tetap mempertahankan Alvaro di dunia." Sahut Mas, berbarengan dengan mematikan hair dryer. Tak lupa memberikan vitamin ke rambut istrinya dan menyisir rambutnya dengan pelan.

"Itu sudah menjadi jodoh Alvaro, sayang. Jodohnya bukan sama Mayzida, tapi kematian." Ucapan Mas langsung menusuk ulu hatinya. Takut sekali seandainya itu juga terjadi di kehidupannya.

Vanessa menghela napasnya panjang. "Udah lima tahun Mas, tapi Mayzida kayaknya belum bisa ikhlas dan rela sama apa yang bukan miliknya."

"Kemarin, waktu doa bersama selesai, ada ustazah yang mau ke makam Alvaro, orang tua Alvaro minta tolong ke Mayzida untuk anterin karena kedua orang tua Alvaro masih harus menyambut tamu yang berdatangan. Akhirnya aku temenin Mayzida ke TPU di Cipadu. Air mata aku tumpah gitu aja ketika lihat Mayzida yang kesekian kalinya sesegukan diatas makam Alvaro."

"Mas.. udah lima tahun. Tapi teman aku masih sesakit dan sehancur itu. Aku jadi nggak percaya sama kata kata waku akan menyembuhkan luka dan rasa sakit, seiring berjalannya waktu, ikhlas akan terlahir dengan sendirinya. Menurut kamu, apa ikhlas itu nggak berlaku di semua kehidupan manusia?" Kini setelah rambut panjang Vanessa kering, perempuan itu memutar balik tubuhnya yang berhadapan dengan Mas yang kini juga duduk dikasur.

"Penerimaan ikhlas itu banyak macam proses waktunya, sayang. Nggak semua rasa ikhlas itu datang secepat yang seperti diharapkan manusia. Ikhlas itu satu satunya pekerjaan yang sulit dilakukan oleh manusia. Bukan artinya ikhlas itu nggak berlaku di beberapa kehidupan, sayang. Ikhlas itu salah satu poin yang akan selalu ada di setiap perjalanan hidup manusia." Mas merapikan anak rambut Vanessa yang sepertinya tidak ikut kesisir olehnya tadi.

"Bedanya, penerimaan ikhlas dalam setiap manusia itu berbeda beda. Ada yang cepat, sedang, lambat, atau sangat lambat. Mayzida berada diposisi mencapai titik ikhlas yang sangat lambat. Jangan biarkan memaksa seseorang untuk ikhlas, karena itu hanya bikin dia makin sakit dan tertekan. Biarkan dia melewati proses panjang itu dengan separuh hidupnya."

"Ikhlas itu proses pendewasaan hidup yang paling tinggi." Sahut Mas dengan lembut.

"Kayak kamu, kamu butuh berapa lama untuk ikhlas sama perpisahan Ayah dan Bunda?" Tanya Mas.

"Hm.." Vanessa sesaat berpikir.

"Cukup lama, kayaknya lebih dari tujuh tahun."

"Nah, itu kamu bisa jawab." Mas mencolek hidung istrinya dengan gemas.

"Masih hal yang wajar sayang, walaupun Alvaro sudah lima tahun meninggalkannya dan dia masih tetap menangis, belum tentu Mayzida sudah ikhlas walaupun dia sudah menerima. Menerima dan mengikhlaskan itu dua hal yang berbeda. Dalam hal ini, Mayzida mungkin sudah ikhlas dengan kepergian Alvaro, tapi Mayzida belum ikhlas dengan kehidupannya yang sekarang tanpa adanya Alvaro." Sahut Mas yang tak pernah melepaskan tatapannya itu kepada istrinya.

"Kamu harus ingat ini, jika orang orang berpikir kehidupan seseorang bahagia, coba kamu tanya, apa yang sudah diambil Tuhan dari hidupnya. Hal apa yang direbut semesta dari hidupnya, perjalanan menyakitkan seperti apa yang sudah ditempuh dan dijalaninya." Lanjut Mas lagi.

"Semua manusia, punya titik ujiannya masing masing. Semua manusia di muka bumi ini, nggak ada yang sepenuhnya bahagia, sayang. Mereka hanya berusaha untuk menutupi rasa sakit dan rasa sedihnya dari semua orang dengan caranya masing-masing."

"Manusia itu nggak ada yang kuat, semuanya punya titik lemahnya masing-masing."

"Makanya ada kata rela dalam segala hal yang terjadi, kalau tidak rela, kamu nggak akan bisa melanjutkan hidup dengan ikhlas." Setiap kata kata yang dilontarkan oleh Mas, rasanya Vanessa banyak sekali mendapat pencerahan tentang arti kehidupan.

"Aku setuju juga sih, Mas. Terkadang, bahkan beberapa kali, ketika aku di mobil atau di MRT. Kadang ketika aku melihat orang orang berlalu lalang didepanku, orang orang yang berada didekatku, melihat orang orang lagi jalan, orang orang yang sibuk sama hp, sibuk dengerin musik, atau nggak sengaja ketiduran di MRT, lagi bawa motor, atau orang orang yang aku lihat. Kadang aku mikir gini kira kira mereka lagi mikirin masalah apa ya? mereka hari ini lagi sedih atau lagi bahagia ya? mereka sedang melewati ujian hidup apa ya? Kok bisa ya mereka setenang dan sediam itu ketika dunia mungkin sedang tidak berpihak kepada mereka."

"Mas juga gitu, setiap pulang kerja, setiap di dalam mobil dan melihat sekeliling, otak Mas selalu memikirkan seperti yang kamu bilang itu. Orang orang ngejar apa ya di dunia sampai harus secapek ini? Orang orang harus berusaha seperti apalagi biar dapat validasi dari dunia? Orang orang harus berjuang seperti apalagi biar dunia nggak sekeras itu kepada mereka." Balas Mas, kini mereka sudah berpindah ke atas ranjang dan duduk berhadapan, pillow talk yang hampir mereka lakukan jika ada waktu luang disela sela istirahat mereka.

"Tapi, akhirnya Mas sadar, manusia itu perlu tersakiti untuk mengenal perih. Di kehidupan ini, yang datang dan yang pergi itu harus dilalui walaupun harus merasakan sakit dan perih. Dari proses itu, kita akan diberi jawaban bahwasannya kita mengenal arti manusia yang sesungguhnya, sehingga kita bisa mengerti kalau manusia itu memang diprogram dengan porsi masing masing yang sudah ditetapkan, bahwa kebahagiaan dan kesedihan itu berjalan berdampingan. Dunia butuh keseimbangan, sayang." Ucap Mas dengan setiap kata yang ia ucapkan itu selalu membuat Vanessa tertegun kagum.

"Mas tahu nggak kenapa aku suka nonton drama korea? Karena dari sana aku bisa banyak petik tentang kehidupan. Mas inget nggak? Waktu itu aku pernah begadang sama Mbak Ati dan Mas Lino maraton drama korea yang judulnya Queen of Tears. Dicerita itu, tokoh perempuannya sangat tersakiti. Dibenci ibunya, kehilangan peran ibunya, nggak diperhatiin orang tuanya, nggak dipeduliin orang tuanya, kena kanker mematikan dan sulit disembuhkan, selalu dianggap kuat padahal aslinya rapuh, dan lebih sakitnya disaat dia didiagnosis kanker, suaminya mau gugat cerai—"

"—Aku yang nontonnya aja udah sesak, Mas. Cobaannya sebanyak itu, seakan akan harapan hidupnya udah nggak ada lagi. Tapi hebatnya Mas, tokoh perempuan ini selalu tenang melewati semua ujian hidupnya. Nggak sekalipun ia marah dan benci sama keadaannya yang sekarang, ia berusaha terima walaupun dengan sedikit paksaan, bahkan dalam episode sebelumnya, dia bahkan nggak nangis, ngamuk, dan marah sama apa yang Tuhan kasih ke dia. Dia tetap tenang dan yakin semuanya pasti baik baik aja. Aku kalau jadi dia pasti udah hopeless, Mas." Celoteh Vanessa.

"Makanya Mas selalu bilang ke kamu, sebagai perempuan, kamu harus bisa berdiri di kaki kamu sendiri, sebergantung apapun kamu ke Mas, kamu harus berani untuk menghadapi dunia sendiri. Dunia terlalu keras untuk perempuan yang lemah, sayang. Walaupun kita sudah suami istri, tetap saja dunia kamu dan dunia Mas kita sendiri yang jalanin. Entah dari pekerjaan kamu, kesibukan kamu, begitupun sebaliknya."

"Ketika kamu dan Mas melangkahkan kaki keluar dari rumah kita, kamu dengan kesibukan kamu di rumah sakit dan Mas dengan kesibukan Mas sebagai ajudan Bapak dan seorang prajurit. Saat itu, kamu nggak ada disamping Mas dan Mas juga nggak ada disamping kamu. Alur hidup kita berjalan sesuai langkah kaki kita sendiri sayang, artinya hanya diri sendiri yang bisa kamu andalkan, yang bisa kamu harapkan, dan yang bisa menyelamatkan kamu itu ya diri kamu sendiri. Menurut Mas, itu pesan yang bisa kamu ambil dari drama korea yang kamu tonton itu." Mas menyelipkan rambut istrinya ke belakang telinga.

"Sama seperti dengan anak anak nanti, walaupun mereka punya kedua orang tua yang hebat, mereka harus bisa melewati kehidupannya sendiri, jatuh bangun akan pasti mereka rasakan. Posisi keluarga itu untuk tempat pulang, tempat berkeluh kesah, tempat mengadu, tempat untuk saling mendukung, dan tempat ternyaman untuk melepas penat dan lelah dari rintangan kehidupan yang sudah dijalani." Entahlah, Vanessa betah sekali menatap Mas dan serius jika Mas udah berbicara mengenai kehidupan.

"Mas, aku kagum banget sama kamu. Kok bisa ya dari banyaknya arti kehidupan yang aku sendiri masih bingung dan sulit untuk mengerti, tapi kamu semudah itu jelasin ke aku." Ucap Vanessa yang menopang dagunya diatas kedua lututnya.

"Karena Mas sudah cukup banyak melewati beberapa fase kehidupan, sayang. Mas bisa ngomong seperti ini karena memang manusia itu harus mengalami apa yang sedang terjadi di hidupnya dan bisa memetik hikmah atau alasan kenapa kita harus melewati masalah itu." Ucap Mas dengan tawa kecilnya.

"Berarti benar ya, pendewasaan manusia itu tergantung proses kehidupan yang sudah dilewati." Ujar Vanessa.

"Iya itu benar, jadi kamu harus mengerti kalau kehidupan itu luas banget sayang. Nggak bisa harus dimengerti saat itu juga, butuh banyak sudut pandang dan butuh waktu untuk mengerti kehidupan. Kita hidup itu untuk belajar kan? Nah, balik lagi ke ikhlas, itu contohnya." Kata Mas lagi.

"Di sela sela belajar, kita juga harus ibadah. Kita hidup bukan di dunia aja, nanti di akhirat juga. Jangan pernah lupa sama Allah, jangan pernah lupa sama sosok yang sudah menciptakan kamu. Apapun yang terjadi di dunia, itu sudah ketetapannya, dan kita sebagai manusia ciptaan-Nya harus belajar dari apa maksud Allah ngasih kamu ujian hidup ini atau ujian hidup lainnya."

"Kamu nggak perlu jauh jauh cari contoh, lihat Bapak, lihat Kakek dan Nenek kamu, se-legowo apa mereka atas ketetapan yang sudah terjadi di kehidupan mereka. Lihat Ayah dan Bunda butuh waktu berapa lama untuk berdamai dan mengikhlaskan garis kehidupan mereka yang hanya berjodoh sampai waktu yang sudah Tuhan beri. Dan lihat diri kamu sendiri sudah sejauh mana bertahan dan berusaha untuk ikhlas berkali kali disetiap momen kehidupan yang kamu lewati. Bahkan ketika dunia sering sekali mematahkan kamu berkali kali, buktinya kamu bisa sampai ditahap ini karena diri kamu sendiri kan? " Ujar Mas dengan tenangnya bisa membuat Vanessa merasa nyaman berkali kali.

"Kalau kamu mau bertanya, siapa yang bangga sama aku ya? Kamu harus jawab saat itu juga diri kamu sendiri. Kamu bangga dengan diri kamu sendiri. Itu cara kamu sayang dan menghargai setiap usaha kamu selama ini. Baru selanjutnya ada Mas, nanti ada anak anak, dan keluarga lainnya." Jelas Mas lagi.

"Memang disetiap kehidupan itu, kamu nggak bisa menjalaninya sendirian, itu kenapa Tuhan menciptakan manusia berpasang pasangan dan menciptakan sebuah keluarga, agar kamu bisa pulang dan beristirahat sebentar." Elus Mas kepunggung tangannya.

"Sekarang, tugas kamu kasih dukungan ke Mayzida. Bantu dia untuk mencapai titik ikhlas yang sesungguhnya, bilang ke dia kalau hidupnya masih panjang, hidupnya akan terus berlanjut, masih banyak orang yang mau lihat dia bahagia lagi. Sedih sesekali nggak papa, mengingat kenangan indah bersama Alvaro juga nggak papa, tapi jangan sampai tidak ikhlas sama apa yang terjadi karena nanti Tuhan justru yang marah." Ucap Mas memberi pengingat kepada istrinya.

"Ternyata hidup itu tentang ikhlas ya, Mas?" Tanya Vanessa dengan pelan.

"Iya sayang, kalau sudah ikhlas, hidup kita rasanya bahagia sekali dan lebih nikmat, karena nggak ada beban lagi." Balas Mas dengan senyum tulusnya.

Vanessa membalas senyumannya. "Mas makasih ya, makasih udah mau dengerin cerita aku dan kamu selalu berhasil bikin aku selalu speechless dengan setiap jawaban kamu yang sangat dewasa. Ternyata gini ya kalau nikah sama laki laki yang umurnya cukup jauh."

"Sama sama sayang. Gimana? Enak nggak hidup sama Mas?" Goda Mas kepada istrinya yang tengah tertawa mendengar godaannya.

"Enak dan selalu bersyukur setiap harinya, semoga kehidupan pernikahan kita berdua selalu bahagia, dijauhi dari masalah, dan diberkahi Allah selalu ya." Ucap Vanessa dengan girang.

"Aamiin, sayang." Mas mengecup labium istrinya.

"Suka banget ya cium aku tiba tiba." Ucap Vanessa malu.

"Ya nggak papa namanya juga bahasa cinta." Kata Mas.

"Aku baru sadar loh, ternyata kamu terlalu physical touch. Aku bisa urutin love language kamu." Kata Vanessa dengan pede.

"Coba apa aja, kalau salah Mas tagih janji kamu minggu lalu." Goda Mas lagi.

"Hah? Janji apa?" Tanya Vanessa bingung.

"Kamu udah selesai menstruasi kan? Tadi kamu bilang juga baru selesai mandi wajib." Jangan tanya gimana paniknya Vanessa saat ini.

"Dih apa apaan kok gitu?" Ucap Vanessa dengan sedikit takut.

"Kenapa? Takut?" Tanya Mas dengan ledekannya.

"Biasa aja." Ucap Vanessa berusaha santai.

"Yaudah sebutin." Tantang Mas.

"Act of Service, Physical Touch, Word Affirmation, Receiving Gifts, terakhir Quality Time. BENER KAN?!" Tebak Vanessa.

"Salah! Physical Touch dulu baru Act of Service. Hahaha." Ucap Mas dengan tawa yang semakin memperlihatkan ia sangat puas dengan jawaban Vanessa yang salah.

"Masa sih?" Justru Vanessa bertanya dengan polosnya, sontak membuat Mas gemas dan tertawa melihat tingkah Vanessa.

"Iya, ayo pegang janjinya istriku sayang." Goda Mas yang masih terus meledeknya, hingga Mas terus mendekatkan wajahnya kepada istrinya yang sudah terlihat panik.

"BENTAR DULU PLEASE BENTAR!" Vanessa menjauhkan posisi tubuh Mas yang semakin mendekat.

"Apaan? Kebiasaan kamu gitu terus." Ucap Mas dengan sedikit kesal.

"Besok free kan? Nggak kerja?" Tanya Vanessa memastikan.

"Nggak sayang, besok libur."

"Asik!!" Vanessa girang sekali.

"Ada apa sih?" Tanya Mas penasaran.

"Aku gajian pertama HAHAHAHA. Senang banget Mas. Ayo besok makan makan dan jalan jalan!" Kedua mata Vanessa sangat berbinar sembari menunjukkan mutasi rekeningnya kepada Mas dengan girang.

Mas tersenyum bahagia melihat istrinya yang sedang diselimuti kebahagiaan.

"Alhamdulillah, cie udah punya gaji." Goda Mas lagi.

"Ditabung ya, kalau mau jajan atau beli untuk kebutuhan kamu, minta ke Mas aja." Sahut Mas yang mengelus puncak kepalanya dengan bangga.

"Ih masa ditabung? Aku mau berfoya foya dengan duitku biar kamu nggak terbebani." Ucap Vanessa lagi.

"Ingat kan pembahasan kita? Kebutuhan kamu itu Mas yang penuhi. Tapi kalau mau pake duit kamu juga nggak papa, tapi juga harus ditabung biar kamu bisa investasi untuk hidup sendiri. Jangan kebanyakan jajan dan dibuang duitnya sama suatu hal yang kamu nggak terlalu butuh. Belajar untuk membeli sesuatu sesuai skala prioritasnya, oke?" Ucap Mas mengingatkannya.

"Iya, Mas sayang." Vanessa mengangguk paham, namun perlahan lahan ia turun dari ranjang dan bersiap siap lari.

"Kamu mau kemana?" Tanya Mas dengan tawanya, Mas juga sudah siap siap menangkap istrinya itu yang mau kabur.

Hingga akhirnya Vanessa berteriak lari dan keluar dari kamar, Mas langsung ikut keluar walaupun harus naik turun tangga mengejar manusia mungil itu yang selalu lari jika salah satu keinginannya itu ditagih.

Namun akhirnya usaha Vanessa gagal total untuk menghindar. Untuk ketiga kalinya Mas selalu berhasil menangkapnya.

"Rasain, nggak bisa kemana mana lagi." Mas menggendong istrinya yang menahan salah tingkahnya.

"Tepatin janjinya, Ibu Wijaya." Ucap Mas dengan santainya.

"Rese banget, besok aja please?" Ucap Vanessa dengan memohon.

"Besok juga, selagi Mas bisa leluasa." Ucapan tengil suaminya itu sontak membuat Vanessa bergidik ngeri dan merinding. Sungguh habis dirinya malam ini maupun besok.

"Lusa aku ada operasi, jangan aneh aneh." Vanessa mencari cari alasan.

"Ya nggak papa, Mas main rapi lah." Ucap Mas tanpa mikir pusing.

Vanessa menggigit ibu jarinya dengan gugup.

"Lucu banget sih?" Gemas Mas yang tidak bisa ia tahan, hingga akhirnya Mas berhasil membawa Vanessa kembali ke dalam kamar dan menguncinya.

Dengan sentuhan lembut darinya yang mengenai labium istrinya, malam itu akan menjadi waktu romantis terpanjang bagi mereka berdua.

Continue Reading

You'll Also Like

66.2K 2.7K 35
High ranking #60 dalam short story Jatuh dan Cinta adalah sesuatu yang saling berhubungan
16.4K 1.8K 41
Aku mencintaimu sampai aku tidak bisa hidup tanpamu. Jika aku memiliki satu pilihan, aku harus memilih hidup tanpamu atau pergi dari dunia ini, maka...
194K 13.3K 43
Sebuah scandal besar yang di alami idol populer bernama Oh Sehun membuat nya menjadi perbincangan panas di kalangan publik. Dan untuk menghindari hal...
92.9K 12.2K 56
(UPDATE SETIAP RABU DAN SABTU) Asia ─ aktris ternama, tidak percaya kisah cinta. Benua ─ pewaris utama, percaya banyak perasaan baiknya disimpan saja...