Culdesac

By moonstarskies

25.8K 5.9K 4.2K

Cul•De•Sac (kəl-di-ˈsak) n. - jalan buntu Perjodohan paling realistis! Sebagai seorang anak perempuan tunggal... More

1: perkenalan
2: ipad kuning
3: jagain
4: tunangan?
5: old flame
6: new year for newlywed
7: roommate
8: drama and gossips
9: anak
10: health and sick
11: opname
12: LDR
13: LDR pt. 2
14: home
15: mood
17: image
18: pembanding
19: flaw
20: confessions
21: closure
22: mama
23: backstreet
24: sebuah utas
25: viral

16: strategi

1K 222 322
By moonstarskies




notes: yang pada nanya chapter 16 kenapa ga bisa dibuka... jawabannya karena kemarin gue bodoh aja, ga sengaja pencet publish padahal belum selesai jadi buru-buru gue unpub. Naah karena sekarang udah selesai dan auanb semua udah bisa baca, jadi pliss vote dulu sebelum baca lalu komen komen komen teruusss yang banyak. Love u.





16.

"Hai, Airin, udah lama?" Sosok Yohan muncul dengan baju kasual namun bisa ditebak semuanya bermerk mahal.

"Belum pak, saya baru sampai sekitar sepuluh menit." Airin tersenyum.

Yohan duduk disebelah Airin, keduanya menghadap bar tempat chef asli Jepang akan membuatkan set menu yang telah Yohan pesan. "Pernah makan omakase?"

Airin mengangguk, "tapi bukan yang semahal ini pak..."

Yohan tertawa, "iya mahal, tapi menurut gue salah satu yang paling enak."

"Oh ya?"

Yohan mengangguk, "ntar cobain aja."

"Oh iya pak, jadinya gimana soal resort yang di pulau?"

"Nah iya soal itu, gue kemarin sempet ketemu sama om Thomas, kayanya bisa nih salah satu brand gue menang tendernya... gue liat mock up pulaunya, keren, Rin, bakal jadi destinasi liburan orang kaya sih itu."

"Orang kaya bapak ya maksudnya?"

Yohan terkekeh, "anyway, Om Thomas nyaranin gue masukin jaringan termewahnya Royal Gumilang."

"Blu dong, pak? Kalo Switzerbell bintang empat kan?" Tanya Airin.

"Bukan," lalu Yohan berhenti sejenak sembari berterima kasih karena hidangan pertama mereka, Sakizuke atau appetizer telah datang, "lo ga tau yah kalo Royal Gumilang punya tiga chain hotel?"

"Tiga? Bukannya dua pak?

"Ah iya yang satunya tuh tadinya belum full akuisisi tapi pertahun ini bokap udah pegang saham terbesarnya."

"Hotel apa tuh pak kalo boleh tau?" Tanya Airin sembari mengunyah makanannya perlahan.

"Ini."

"Hm??" Airin mengerutkan alis dengan mulut penuh.

"Ini, Airin."

"Ini?"

Yohan mengangguk.

"FAIRMOUNT??"

"SStt!" Yohan tertawa karena Airin menutup mulutnya dengan dua tangan.

"Maaf, maaf," Airin meminum ocha hangat yang disediakan, "serius pak??"

"Iya... kalo mau bikin ultra luxury resort ya ga mungkin pakai Blu atau Switzerbell dong, Rin. Blu bintang lima tapi youth hotel yang lifestyle dan artsy, Switzerbell kan bintang empat, jadi yang masuk akal ya kita pakai merk baru tapi under Fairmount yang jelas bintang lima."





~~





Bergas masuk kerumahnya yang kosong. Tidak seperti biasanya dimana ia akan langsung melepas sepatu dan diletakkan di raknya dengan rapih, kali ini laki-laki itu menghempaskan diri ke sofa.

Ia baru saja memutuskan Shera.

Ada puluhan panggilan tak terjawab dari Shera dan entah sudah berapa banyak pesan yang ia terima, namun tak satupun Bergas gubris. Ia hanya berdiam, bersandar pada bantalan sofa yang empuk.

Dengan satu senyum kecil terukir diwajahnya.

Ia lega.

Namun perasaan senangnya tidak lama, setelah kemarin ia dikesalkan dengan Airin yang tiba-tiba tidur dikamar tamu, hari ini Bergas makin kesal karena ia ingat Airin sedang pergi menemui Yohan.

Ponselnya kembali berdering, Bergas hampir mematikan sinyal saat ia melihat nama Prana disitu. "halo?"

"Ga, Aria minta ngomong sama tante Ai, tapi tante Ai ditelfon ga diangkat." ujar Prana.

"Oh... hmm bilangin Aria tante Ai nya lagi selingkuh."

"HUSH!! untung ga gua loudspeaker, brengsek, ngomongnya difilter!"

"Lah elu ngomong brengsek ga difilter?" balas Bergas.

"Gapapa, Aria ga paham kata kasar bahasa indo... Eh, beneran Airin lagi selingkuh?" tanya Prana.

"Iya."

"Anjir... mampus." Prana tertawa.

"Sialan... Airin lagi pergi sama anaknya CEO gue, lagi diajak dinner berduaan di omakase mahal." jelas Bergas.

"Anak CEO? Wah berat saingan lu, Ga."

"Emang."

"Emang? Wow, udah ngaku kalo suka nih sama istri?" Prana tertawa, "kalimat gue ganjil ya, tapi emang bener."

Bergas tertawa, "udah lah, males denial, gue suka Airin, tapi dia sekarang lagi kencan sama anak CEO gue, mo apa lo?"

"Ya wajarlah dia ngedate sana sini, suaminya aja punya pacar." ujar Prana.

"Siapa bilang?"

"Eh? Putus lu?" tanya Prana.

"Iya..." jawabnya sambil cengengesan.

"SERIUS?? Bun, bun, Ega putus sama pacarnya." nampaknya Prana langsung melapor pada sang istri, lalu terdengarlah sorakan bahagia dibelakang Prana.

"Seneng lu?" tanya Bergas.

"Kaga, elu kali yang seneng? Udah single terus mau deketin Airin kan?"

Bergas tertawa getir, "ga bisa... saingan gue pewaris Royal Gumilang."

"Alaaah gitu aja jiper... culun ah."

"Diem."

"Jebak aja, Ga... hamilin!" teriak Enya dari belakang Prana.

"Istri lo bisa disekolahin ga tuh mulutnya?" tanya Bergas.

"Ga bisa, soalnya dia bener." pungkas Prana.

"Udah ah, mo mandi, abis itu mau makan masakan Airin yang dia masakin sebelum pergi kencan sama anak CEO gue."

"Dih ga pantes lo galau-galau, gue kasih tau Airin ya kalo pas SMA cewe lo banyak."

"Mana ada?? gue ga punya pacar." sanggah Bergas.

"Iya soalnya lo maintain semuanya tuh cewe-cewe."

"Salah siapa gue ganteng?" ujarnya sombong.

"Eh, iya lo kan dari dulu jarang naksir cewe ya? Punya pacar juga selalu elu yang dideketin... hahaha menarik nih, gue mo liat lo usaha ke Airin, seru kayanya."

"Ah ga bakal susah." ujar Bergas.

"Masa? Saingan lo pewaris tahta."

"Bangsat, udah ah, bye!" Bergas menutup telepon saat Prana masih tertawa ngakak diseberang.

Ia menghela nafas lagi, tapi satu senyum simpul terukir, entah sulit atau mudah mendapatkan Airin, yang jelas ia tenang setelah mengakui bahwa Airin lah yang mencuri hatinya.



Bergas mandi dan selesai saat jam di nakasnya yang menunjukan pukul 20.39.

Airin belum pulang.

Lalu ia lihat disamping nakas ada hotpack sisa perjalanannya ke Orlando yang tidak terpakai karena cuaca disana ternyata cukup hangat.

Memang benar jika Yohan juga suka pada Airin maka ia akan jadi saingan yang berat untuk Bergas, tapi Bergas bukan direktur sukses tanpa sebab, ia pandai berstrategi, maka, ia ambil hotpack disamping meja,

"Hmm..." Bergas mengecek hotpack lalu meremasnya, membuat hotpack itu menjadi panas, "bisa nih..." gumamnya.





~~





Airin merasakan ponselnya bergetar tanda pesan masuk, tapi berhubung ia sedang bicara pada Yohan, ia bahkan tidak berusaha mengecek ponselnya.

Hidangan terakhir sudah dihabiskan, kini sisa dessert dan semacam iced coffee yang sedang dihidangkan. "Pak, maaf kalo saya lancang, tapi... kenapa saya? Bukannya di jaringan Blu dan Switzerbell banyak yang lebih kompeten untuk ditunjuk sebagai GM resort baru itu?"

Yohan menghela nafas, "iya sih bener."

"Terus?" Wah fix ini pak Yohan naksir gue! Batin Airin.

"Sebelum gue lanjut, Rin, lo anaknya prof. Darwin kan?"

Airin tertegun, "i-iya."

Yohan tertawa, "Sebelum gue ke kantor Blu kemarin yang kita ketemu itu, gue ga sengaja ketemu prof. Darwin di supermarket tau ga."

Airin masih mencerna, "he-eh... terus?"

"Ngobrol-ngobrol dan gue baru tau kalo anaknya kerja di perusahaan gue, makanya gue langsung ke kantor Blu terus mo nyari elo, Rin, eh malah ga sengaja ketemu didepan kantor Bergas."

Airin masih ga paham tapi ia mengangguk-angguk saja.

"Jadi prof. Darwin ini dokter nyokap." jelas Yohan.

"I-ibunya pak Yohan?"

"Iya... nyokap itu tiga tahun lalu didiagnosa cancer, kita udah panik dan setelah berulang kali coba cari second opinion, kita ketemu prof. Darwin, beliau sambungin nyokap ke dokter spesialis kenalan dia di Penang, dokter almarhum istrinya katanya, setelah sampai sana emang iya ada tumor kecil dipayudara nyokap, tadinya dokter Penang bilang kalo posisinya agak sulit diambil, tapi prof. Darwin terbang ke Penang buat bantu ambil, beliau juga ngawasin nyokap selama terapi sampai akhirnya tumor nyokap dinyatakan bersih taun lalu. Dari situ juga gue tau kalo ternyata prof. Darwin nih salah satu dokter bedah senior yang jago banget! Bayangin aja, Rin, dokter spesialis di Penang yang katanya udah jago banget aja untuk urusan bedah masih dibantuin prof. Darwin." Jelasnya semangat.

"Oh..." jadi karena itu?

"Kok kayanya kecewa gitu?"

"Hehehe, bukan pak, ehm, kirain tadi bapak minta saya monitor resort karena bapak liat potensi di saya..."

"Oh, bener kecewa ya?"

"E-enggak pak, saya bangga kalo papa saya berjasa buat keluarga bapak. Beneran!"

Yohan tertawa, "tapi ya jelas karena saya juga liat potensi di kamu lah, Rin...  Setelah kita ketemu tuh saya pelajarin achievement kamu, ternyata cukup memuaskan. Jadi kamu cukup baik untuk tugas ini."

"Cukup baik ya, berarti ada yang lebih baik?"

"Ada..." ujar Yohan, "Bergas."

"Yah kalo itu sih beda level pak." Airin memang harus mengakui bahwa Bergas itu cemerlang.

"Iya, tapi gue ga bisa tarik Bergas buat resort, gue butuh dia jalanin seluruh Blu, untuk saat ini Blu yang performance-nya paling memuaskan dan itu berkat kepemimpinan dia." Ujar Yohan.

Ponsel Airin bergetar lagi, kali ini ia melirik review messagenya sekilas, ada nama Bergas disitu


From: PENTING! Padirut
Ai, aku demam

From: PENTING! Padirut
Ai, bisa pulang sekarang ga?

From: PENTING! Padirut
Yaudah kalo ga bisa.
Obat dimana ya?






Deg. Bergas demam??

"Everything okay?" Tanya Yohan.

"I-iya pak, eh engga pak."

"Ada apa?" Yohan ikut panik.

"Pak, saya betul-betul minta maaf tapi..." ia memutar otak, menimbang apakah ia harus membocorkan pada Yohan bahwa ia sudah menikah, "ada yang emergency."

Yohan mengerutkan alis, "kenapa, Rin??"

"S-saya... kayanya saya..." ia merendahkan suara, "demam..."

"Kamu demam?" Yohan hendak memeriksa dahinya tapi Airin menghindar. "Kamu butuh apa? Obat? Biar dicariin."

"Eh engga, saya—"

"Kamu saya bukain kamar ya untuk istirahat."

Airin menggeleng, "Jangan pak, saya... saya cuma butuh pulang."

"Oh... tapi beneran kamu gapapa? Dianter supir saya ya?"

"Ga usah pak, please saya ga mau repotin bapak, mana udah ninggalin bapak disini."

"Gapapa, I know you didn't mean it." Yohan tertawa.

"Pak, let me make it up to you, next time saya yang traktir makan, tapi saya ga bisa traktir ditempat kaya gini."

Yohan tertawa, "iya, Airin, treat me wherever, make sure it's your favorite place." Ujarnya sambil membantu Airin merapihkan barangnya.

"Favorite place saya mah warteg bahari pak..." gumamnya sembari memakai tasnya, "pak sekali lagi maaf, saya pamit duluan, maaf ya pak?"

Yohan tersenyum melihjat Airin pergi tergopoh.

"Dessert and iced coffee, sir." Ujar sang pelayan yang sekaligus asisten si chef.

"Oke, satu aja, my date is already left." Senyumnya.





~~





"Mas?"

Suara sayup-sayup pintu ditutup disambung oleh Airin yang memanggil-manggil Bergas, laki-laki itu segera membuang hotpack yang dari tadi ia taruh di dahi setelah Airin dengan panik meneleponnya dari dalam taksi.

"Mas...?" Airin masuk ke kamar Bergas pelan-pelan, "mas udah tidur?"

Bergas hanya bergumam, "hmm..."

"Mas demamnya tinggi? Udah diukur?"

Bergas menggeleng.

"Bentar aku ambilin—eh, kita ga punya termometer ya? Belum beli ya?"

Dalam hati Bergas bersyukur mereka ga punya termometer.

"Aku cek ya?" Airin meraba dahi Bergas dan ia langsung panik, "mas, ini panas banget, kita harus ke dokter!"

"Engga..." ujar Bergas pura-pura lemas, "minum obat aja dulu..."

"Iya, tapi ini panas banget!"

"Obat aja, Ai..." ujar Bergas.

"Mas udah makan?"

Bergas menggeleng.

"Ga bisa, harus makan dulu."

"Eneg..." padahal Bergas betul-betul kelaparan.

"Aku panasin sup dulu, aku tuh bikin egg drop sup loh tadi pagi buat makan malem mas." Ujarnya sembari menaruh tas yang dari tadi masih ia bawa-bawa saking paniknya.

"Hmm..." Bergas hanya memperhatikan perempuan itu melepas tas, ikat pinggang, mengeluarkan kemeja rapihnya dari dalam celana palazzo, dan melepas anting. "Ganti baju dulu sana..."

"Iya, nanti."

"Ai... ganti dulu..."

"Bau ya?"

"Engga..." Bergas tersenyum, Airin masih bau parfum sebetulnya. "Biar nyaman aja."

"Ya udah, aku mandi kilat, cuma lima menit abis itu manasin sup, mas bisa jalan ke meja makan ga?"

Bergas mengangguk, "bisa dong..."

Airin pergi dan inilah saatnya Bergas mengetik sebuah kalimat di kolom pencarian google.

'Efek minum paracetamol padahal tidak demam'

Paracetamol bisa dikonsumsi bahkan jika tidak ada gejala demam, karena paracetamol juga dapat digunakan sebagai penghilang nyeri.

"Oke aman kalo gitu ntar minum paracetamol."

Bergas berjalan gontai keluar kamar saat didengarnya suara-suara didapur, sepertinya Airin sudah mulai menyiapkan makan malam Bergas.

"Bisa makan sendiri?" Tanya Airin.

Bergas tersenyum, "kalo ga bisa terus mau apa? Disuapin kamu, gitu?"

Airin ga menjawab, hanya memperhatikan Bergas makan dengan ogah-ogahan. "tadi dikantor udah kerasa ga enak badan?"

Bergas menggeleng, "belum."

"Soalnya tadi sore kayanya masih seger banget tuh pas ngomel." Goda Airin.

"Aku tadi galak ya?"

"Engga, tapi emang lebih galak dari biasanya..."

"Maaf ya..." ujar Bergas lirih.

Airin tersenyum, aneh rasanya mendengar Bergas minta maaf karena memarahinya sebagai bawahan, "gapapa mas..." lalu ia menyendokan lebih banyak kuah kedalam mangkuk Bergas, "seruputin aja kuahnya kalo males ngunyah."

"Kamu ambilin obat aja gih, aku ga mau makannya diliatin gitu."

"Abis mas makannya males-malesan gitu, nanti kalo aku tinggal bakal dibuang ga tuh isi piringnya??"

Bergas tertawa, "engga..." justru saat Airin ga liat, ia ingin menyuap dengan lebih semangat, sup buatan Airin sangat enak membuat Bergas ingin nambah sebetulnya.

"Yaudah, aku ambil obat dulu, inget, jangan dibuang!"

Airin pergi dan Bergas segera menghabiskan yang ada dimangkuk lalu dengan cepat mengisi ulang mangkuknya lagi.

"Mas..." Airin kembali dengan beberapa obat, "Cuma demam atau ada pusingnya? Badan pegel-pegel ga sendinya?"

"Cuma demam aja..."

Airin berusaha mengecek dahi Bergas lagi, "ga sepanas tadi sih... yaudah paracetamol aja ya?"

Bergas mengangguk dan menerima satu tablet bulat dari Airin.

"Kalo besok masih ga enak badan mas ijin aja, terus ke dokter, besok aku bilang papa deh biar ada rekomen."

"Iya, liat besok gimana ya..." Bergas ragu-ragu harus minum obat.

"Kok ga diminum obatnya? Mas bisa minum obat kan?"

"Bisa! Apaan sih kamu... emang aku anak kecil apa." Ia langsung menenggak obat itu dengan sekali tegukan air.

Airin mengambil mangkuk Bergas yang masih setengah penuh setelah diisi ulang, "nah kan, diambilin sup sedikit aja mas ga habis, ih makannya dikit banget, ga tanggung yah kalo perutnya ntar perih."

Bergas memperhatikan punggung Airin yang sibuk membuang sisa sup dan mencuci piringnya.

Maafin gue ya sup.

"Udah sekarang istirahat gih mas." Airin mengelap tangannya diserbet handuk yang digantung dekat bak cuci piring.

"Ai..."

"Ya?"

"Kamu tidur dikamar aku, kan?"

Airin tertegun, tapi kemudian ia mengangguk, wajar kalao Bergas minta dia untuk menjaganya yang sedang demam tinggi, "oke, aku pake skincare bentar terus nyusul ke kamar mas."

"Barang kamu pindahin ke kamar aja, biar ga sibuk angkut-angkut kalo ada bibik atau orang-orang tua." Pinta Bergas.

"Tapi kalo aku mo pake gimana?"

"Maksudnya?"

"Yaa kalo aku mau dandan, atau pake skincare pas mas ga ada?"

"Ya tinggal masuk kamar aja, Ai, kan aku pernah bilang mending kamu stay aja di kamar aku biar kita ga repot."

"Mas gapapa tidur sekasur sama aku tiap hari?"

"Kamu kali yang ga mau, kan?" Bergas balik bertanya.

Airin bingung, sebetulnya gimana sih batasan mereka, tidak pernah ada yang membahas tapi makin hari kenapa semakin blur?

"Aku ga keberatan kok, mas."

"Ya udah kalo gitu sekamar aja." Bergas angkat bahu.

"Obatnya udah bekerja ya mas?" Tanya Airin.

"Kenapa tuh?"

"Mas udah ga selemes tadi tuh suaranya."




~~




Jam saat itu masih menunjukkan pukul tiga pagi dan Bergas terbangun karena rasa mual yang luar biasa, ia duduk lalu berusaha menahan mualnya.

"Mas...?" Airin ikut terbangun, "mas kenapa?" ia langsung ikut duduk.

"Mual..."

Airin memeriksa dahi Bergas, "agak demam tapi ga panas, mas badannya ga enak?"

Bergas ga paham kenapa ia malah jadi betul-betul sakit, "mual, Ai..." ia langsung beranjak menuju kamar mandi saat dirasa betul-betul ga tahan.

Bergas memuntahkan semua makanan yang ia makan dan merasa sedikit lebih baik.

Airin yang tidak bisa masuk kamar mandi karena Bergas kunci menunggu didepan pintu, "kok dikunci?"

"Emang kamu gapapa liat orang muntah?" Bergas malah balik bertanya.

"Gapapa, emang kenapa? Kan aku urus mama pas kemo terus sering muntah."

Bergas memandangi Airin yang dengan polos mengkhawatirkan Bergas, "kamu kenapa jadi orang baik banget sih, Ai?" gumamnya.

"Kenapa mas? Aku kenapa?" tanyanya karena tidak dengar kalimat Bergas.

Bergas menggeleng lalu naik ketempat tidur lagi.

"Mas mau dipijetin?" tanyanya, "dikasih minyak kayu putih ya?"

Bergas menggeleng, udah enakan kok badannya.

"Besok mau ke dokter ga? Aku tanyain papa nanti?" Airin ikut naik lagi ketempat tidur.

"Ai," panggil bergas.

"Ya?" Airin berhenti, "aku cerewet ya?"

"Iya, dikit..." Bergas tersenyum.

"Abis aku khawatir..."

Bergas menghela nafas, semenjak mengakui bahwa ia menyukai Airin, rasanya akan sulit menahan laju perasaannya, "waktu kecil aku kalo sakit sama mama diusapin alisnya sampe tidur, kamu bisa gitu ga?"

Senyum mengembang diwajah Airin, "bisa!"




~~




Pagi itu Airin menelepon Darwin pagi-pagi sekali.

"Ya, nak?"

"Pa, mas Ega semalem demam, Ai kasih paracetamol trus masa subuh tadi mas Ega muntah-muntah, kenapa ya pa??"

Darwin tau anaknya panik, "kamu periksain aja, kalau demam bisa jadi karena reaksi tubuh pada virus atau bakteri, kalau pakai muntah mungkin bakteri sih... salah makan ga?"

"Aku belum tanya sih..."

"Atau bisa juga karena alergi paracetamolnya." Ujar Darwin, "papa nanti kesana deh buat cek Ega yah. Hari ini suruh Ega istirahat dulu."

"Oke pa."

Bergas ga tau kenapa ia muntah-muntah hebat lagi tadi subuh hingga Airin panik dan menemaninya di kamar mandi, tapi dikala Airin keluar untuk telepon Darwin, ia kembali meng-google sesuatu; efek samping paracetamol.

Mual dan muntah.

Sialan. Batin Bergas.





~~




Sulit untuk konsentrasi bagi Airin dikala Bergas sakit, "tapi semalem mas bobonya nyenyak kok." Ujarnya pada sang ayah yang saat ini tengah menuju rumahnya.

"Ai udah di kantor?" Tanya Darwin.

"Udah pa..." jawab Airin. "Udah dari tadi lah... ini aja udah jam 10 lebih."

"Ya udah nanti papa cek ya kira-kira Ega kenapa, lagian mama Dewi sama papa Arton katanya mau nyusul tuh."

"Rame dong?"

"Iyalah, nanti kamu pulang cepet ya kalo bisa."

"Iya pa..." jawab Airin sebelum menyudahi teleponnya.

Darwin yang diantar supir sampai dirumah Bergas dan malah mendapati Dewi dan Arton sudah sampai duluan.

"Kenapa nih mantu?" Darwin mengecek bergas yang masih berpiyama.

"Hai pa, rasanya sih sekarang udah enakan karena udah muntah."

"Masuk angin kali Ega, ya mas?' Tanya Dewi ke Darwin.

"Bisa jadi, tapi kok pake demam tinggi kata Airin?" Ujar Darwin.

"Panas tuh berapa derajat, kata Ega mereka ga punya termometer." Sahut Arton.

"Lho alah..." Darwin mengecek dahi Ega, "ini sih udah normal."

Bergas mengangguk angguk, "Ega juga rasanya udah enakan kok."

"kemarin ada salah makan?" Tanya Darwin.

"Engga, pa, mungkin cuma capek aja." Bergas berusaha menyudahi obrolan soal penyakitnya.

Tapi Darwin ga akan jadi professor handal kalau tida bisa membaca gelagat pasien yang ga kooperatif.

"Jangan-jangan Airin hamil lagi?! Tapi kamu yang ngerasain morning sicknya!" Sahut dewi dari dapur.

"Huk- uhuk!  -huk huk!!' Bergas sukses tersedak ludahnya sendiri.

"Eh eh mas itu mo muntah lagi tuh jangan-jangan."

"Eng—huk engga—hk uhuk!" Bergas melambai-lambaikan tangan.

Darwin tersenyum, "kayanya sih engga, soalnya Airin itu kalau datang bulan sakit, biasanya dia bakal aware kalau ada terlambat." Sebagai single dad selama beberapa tahun, ia hafal betul bagaimana kebiasaan bulanan anaknya.

Dewi memasak cemilan yang mudah dibantu oleh bibik, lalu ketiga orang tua dan satu anak muda yang masih berpiyama itu duduk untuk sekedar mengobrol.

"Sekarang mual ga?" Tanya Dewi setelah Bergas makan beberapa potong pisang goreng.

Jujur, Bergas lapar sekali. "Engga, ma..."

"Jadi gini, Ga, warning dari tubuh paling jelas adalah demam, kalau ada warning seperti itu tapi tau-tau hilang, itu malah mengkhawatirkan." Jelas Darwin.

Bergas frustrasi karena Darwin sepertinya ingin terus mengobservasi dirinya, wajar, ia adalah suami dari anak perempuannya, anak satu-satunya, mungkin Darwin takut Bergas punya penyakit kronis.

"Mana pake muntah... berarti ada penolakan atau ada rasa sakit yang ga tertahan tapi ga kamu rasa-rasain... cek darah aja deh nanti, papa bikinin jad—"

"Bergas sehat, pa!" Potongnya dengan nada yang sedikit tinggi.

"Ega!" Hardik mamanya.

"Eh maaf pa..." ia minta maaf ke Darwin, "Ee... Ega beneran sehat." Ia menghela nafas putus asa, "yauda Ega cerita tapi janji ga ada yang boleh bilang ke Airin, ya."



~~



Jam belum menunjukan pukul 4 sore tapi Airin sudah berada dirumah, ia beralasan harus visit salah satu cabang Blu hotel tapi ia membolos, toh pak Ethan juga sedang keluar kantor dan bu Stella yang biasanya rese kepadanya kabarnya sedang cuti. Nanti ia akan mengaku dosa pada Bergas, tapi toh ini semua karena Airin khawatir dengan keadaan Bergas.

"Wah masih lengkap." Airin tersenyum lebar saat dirumah masih ada papanya dan mertuanya.

"Airin..." Dewi menyambut menantu cantiknya, "kok cepet sampe rumah?"

"Hehehe..." ia melirik kearah Bergas, "aku ngakunya visit cabang hotel tapi malah pulang soalnya ga tega kalo inget mas lagi sakit." Ia nyengir, mungkin kalo pengakuan dosa didepan para orang tua Bergas ga akan marah.

"Wah seneng ya punya istri perhatian." Senyum Dewi makin lebar.

"Ai, ini papa pulangnya diantar sama papa Arton, sekalian kita mau ngopi-ngopi dulu."

"Ih kok udah mau pulang?" Airin yang baru sampai itu langsung manyun.

"Ega butuh istirahat," Dewi melirik penuh arti sedangkan Bergas memasang wajah tegang, "Ai, suaminya diperhatiin ya, kayanya masih lemes."

"Hah?" Airin langsung menoleh kearah papanya, "papa tadi udah periksa mas Bergas? Mas kenapa pa?"

Darwin langsung pura-pura berpikir, "kecapekan." Darwin memberi Jawaban teraman, "stress juga, mungkin kerjaan suami kamu lagi banyak... ga ada yang urgent harus diperiksa lebih lanjut sih, tapi ada baiknya diperhatiin dari makanan sampai kualitas tidur..."

"Oh gitu ya..."

"Dimanja-manja ya, Ai..." tambah Dewi, "Ega itu kalo sakit baru bisa sembuh kalo mama manjain, masakin yang enak, temenin makan."

Airin baru tau boss nya semanja itu, ia melirik kearah Bergas dan orang yang lagi jadi topik pem bicaraan itu malah geleng-geleng.

"Lebay itu mama, Ai." Ujarnya.

"Masa? Mama lebay?? Masaaa??" Dewi mengangkat alis.

"Hehe engga, mama ga lebay, maaf." Bergas merutuk dalam hati karena ia telah membiarkan mamanya tau kartu as-nya.

"Ma, kata mas kalo dia lagi sakit harus diusap-usap alisnya sampe tidur ya?" tanya Airin saat mengantar papa dan mertuanya kedepan.

Dewi langsung mengerutkan alisnya, sejak kapan Bergas punya kebiasaan begitu? "ohh jadi semaleman Airin harus usap-usap alisnya Ega?" tanya Dewi.

"Ga semaleman juga sih ma... tapi emang mas jadi cepet tidur." ujar Airin.

Dewi tertawa, "mama tau Airin pasti bingung soalnya Bergas mungkin kalo dikantor tegas ya?"

Airin mengangguk.

"Tapi gimanapun Bergas itu anak bungsu, Airin... dia emang manja, apalagi kalo sakit..." ujar Dewi.

"Ya udah yuk kita pamit, biarin anak-anak istirahat." Ajak Arton.

"Bye sayang, nanti kabarin mama yah gimana perkembangan suami manja kamu." Dewi memeluk Airin sekilas.

"Iya, ma." Ia salim ke Arton dan juga memeluk papanya sekilas. "Makasih udah jengukin mas Bergas ya..."

Ketiga orang tua itu masuk kedalam mobil, Dewi duduk dibelakang sedang Darwin menemani Arton yang menyetir.

"Ngopi dulu kan kita?" Tanya Dewi.

"Iya dong, sambil ngomongin anak kamu yang norak banget." Jawab Arton sembari melajukan mobilnya menuju sebuah chain coffeeshop besar yang tak jauh dari daerah perumahan Bergas dan Airin.




~~




"Aku ga abis pikir lho, kok bisa sih Bergas kolokan banget gitu, masa pura-pura sakit gara-gara ga suka Airin pergi makan malem sama bossnya, mana pake minum paracetamol." Dewi yang tadi sudah tertawa puas sekarang tertawa lagi.

"Efeknya ya muntah-muntah tuh, badannya nolak paracetamol." Ujar Darwin

"Ada-ada aja..." Arton tertawa.

"Tapi tadi kan Bergas nyebutin bossnya Airin, Yohan Josef..."

"Eh iya, kok mas tadi ketawa sih pas Ega bilang itu." Dewi memajukan badannya.

"Kalo boss yang itu harusnya Bergas ga perlu khawatir, aku kenal sama dia dan keluarganya, beberapa hari lalu sempet ketemu di supermarket, aku cerita kalo Airin kerja di perusahaan dia, dia emang bilang mau cari Airin, lagian dia tau kok Airin sudah nikah. Walaupun aku ga sebut siapa suaminya. Kan Airin dan Bergas minta itu dirahasiakan kalau sudah menikah karena mereka seperusahaan..."

Para orang tua itupun tertawa-tawa lagi mengingat kekhawatiran Bergas yang ga berdasar.

Tak sadar dimeja seberang ada seorang laki-laki yang baru saja selesai meeting dan sedang mampir untuk membeli asupan kafein untuk dirinya. Ethan. Ia melirik kearah tiga orang tua tersebut saat sedang menunggu namanha dipanggil tanda pesanannya jadi.

Bergas, Airin, Yohan Josef.
Tidak mungkin ini sebuah kebetulan nama yang sama.





Bersambung...

Ps. Chapter ini sebetulnya panjang tapi mungkin kerasa pendek karena isinya cuma Bergas yang kolokan.

Continue Reading

You'll Also Like

9.8M 643K 75
Yaduvanshi series #1 An Arranged Marriage Story. POWER!!!!! That's what he always wanted. He is king of a small kingdom of Madhya Pradesh but his pow...
745K 67.7K 36
She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful She is innocent He is cunning She is broken He is perfect or is he? . . . . . . . . JI...
3.3M 207K 91
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...
3.6M 152K 61
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...