I Latte You (SLOW UPDATE)

By ThIsGiRlAw

75 6 0

Abel punya firasat bahwa ia dikhianati oleh pacarnya. Abel merasa ada yang tidak beres dengan Rio, pacarnya y... More

1. Kutukan 3 bulan
2. Flashback
3. Ketahuan?
4. D'Special Latte

5. Berapa Persen?

7 1 0
By ThIsGiRlAw

"Berapa persen perasaan Jeremi kepadaku? Kuharap kau bisa memberitahuku secara pribadi sehabis ini."

Lagi-lagi Ian menangguk, "Enjoy your drinks," ujar Ian dengan nada tenangnya kemudian menyerahkan secangkir latte dan milkshake pesanan milik wanita itu.

"Terima kasih dan aku berharap banyak pada bantuanmu," balad wanita itu lagi kemudian pergi dari area meja konter khusus pembuatan kopi dengan membawa pesanannya.

Entah kenapa pembicaraan mereka berhasil menimbulkan rasa penasaran dalam dirinya, membuat Abel terus memperhatikan wanita itu. Hingga pacarnya, Jeremi bangkit dari duduknya dan membantu wanita itu untuk mengambil ahli lattenya. Kemudian mereka tampak mengobrol biasa, tidak ada yang terkesan aneh sampai Abel menangkap eprgerakan wanita itu yang terus menancapkan pandangannya pada cangkir latte yang berada di atas meja. Seakan sengaja mendorong sedikit cangkir latte itu mendekat ke arah Jeremi dan akhirnya pria itu meraih cangkir latte kemudian meminumnya. Wanita itu terus memperhatikan dengan lekat saat Jeremi membuka mulutnya untuk menyesap sedikit dan berakhir meneguknya dengan satu suapan besar, terlihat dari jakunnya yang bergerak sedikit. 

Wanita itu tersenyum kecil.

Alis Abel tertaut setelah menyaksikan hal itu, kemudian menoleh ke arah Ian yang ternyata juga ikut memandangi sepasang kekasih yang tampak sedang menikmati kencan mereka. Tanpa disangka, Ian tiba-tiba mengalihkan fokusnya ke arah tempat Abel duduk membuat Abel seketika menahan napasnya. Matanya bertemu dengan tatapan dingin milik Ian. Tertangkap basah sedang mencuri pandang ke arahnya, Abel jadi malu sendiri. Ia langsung meraih kopinya dan meminumnya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Memangnya dia siapa? Dukun?" Abel bergumam pelan, tidak mengerti dengan jalan pikiran si wanita yang memastikan pertanyaan semacam itu kepada seorang barista kafe. Abel masih ingat bagaimana nada memohon wanita itu kepada Ian, seolah ia menaruh harapan besar pada prediksi Ian mengenai berapa besar perasaan Jeremi, pacarnya itu.

Tidak masuk akal dan Abel juga menyadari keanehan dalam dirinya ketika ia juga sedikit penasaran dengan jawaban seperti apa yang akan diberikan oleh Ian.

Berusaha untuk mengenyampingkan insiden itu, Abel menggeleng kepalanya sekali untuk mengembalikan pikirannya pada masalah perihal lamarannya yang ditolak oleh Ian. 

Abel segera bangkit dari duduknya dan kembali menghampiri meja konter khusus untuk para barista meracik kopi mereka disana.

Abel menarik napas sekali, "Ian."

Jantung Abel berdegup gugup sedetik setelah mengeluarkan kata pertamanya. 

Bastian yang berdiri dibalik meja kasir mengamati dengan tatapan bingung terhadap interaksi Abel dan Ian. Berangkat dari Abel yang memberanikan diri untuk memanggil Ian dengan nama pria itu, seolah mereka saling kenal dengan dekat? Memang terlihat aneh bagaimana Ian terus menatap Abel dengan sangat intens di awal. 

Merasa kehadirannya akan menganggu obrolan mereka, Bastian menggeser tubuhnya agak jauh dengan mempertahankan ketajaman pendengarannya. Jangan salahkan tindakan Bastian itu, ia hanya penasaran.

Bagaimana pria kaku dan dingin seperti Ian ini menghadapi seorang wanita?

"Kau masih ingat kepadaku?" tanya Abel dengan nada hati-hatinya, menyadari kembali bagaimana cara Abel memanggil nama Ian beberapa waktu lalu.

Seharusnya ia tidak melakukannya. 

Itu terdengar memalukan.

"Tidak," jawab Ian singkat.

Posisi Ian yang tengah membelakangi Abel sebab pria itu sedang menyuci gelas yang ia gunakan tadi untuk membuat kopi membuat Abel membayangkan bagaimana raut wajah Ian sekarang dalam benaknya.

"Yang kemarin," ujar Abel pelan, sembari tangannya sibuk menggambar garis-garis abstrak pada permukaan meja sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Yang menjatuhkan kopi."

Hening.

Ian tidak menjawabi kalimat Abel lagi membuat Abel sedikit kesal karena diabaikan.

Tetapi Ian tiba-tiba berbalik, sepertinya pria itu sudah selesai dengan kegiatan mencucinya. Tatapan mereka kembali beradu, tetapi Abel berusaha untuk berani menatapnya balik dan berusaha tidak terintimidasi dengan tatapan dingin pria itu.

"Begini, aku datang kemari untuk melamar..."

"Kita tidak menerima pegawai perempuan," balas Ian cepat, memotong kalimat Abel.

"Tunggu sebentar, ijinkan aku bekerja selama beberapa bulan," Abel berujar dengan nada sedikit tinggi, berusaha menampilkan kondisi terdesaknya melalui hal itu.

Ian yang sudah bersiap untuk mengambil langkah dari sana, akhirnya memutuskan untuk mengurungkan niat. Ian bersandar pada sisi bak wastafel sembari melipat tangan dan menatap lurus ke arah Abel, menunggu kalimat selanjutnya dari wanita itu.

Abel menurunkan pandangannya pada lantai bawah bersamaan dengan kepercayaan dirinya yang mulai turun.

"Sebenarnya ada hal yang ingin aku diskusikan denganmu. Ini menyangku hal pribadiku," ujar Abel dengan cepat.

Ian memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah pasangan yang tadi, dimana mereka berdua tampak saling melempar candaan dan tertawa setelahnya. Mereka tampak seperti sepasang kekasih yang dimabuk cinta dan buta terhadap hal disekitarnya. Kemudian si wanita tiba-tiba bangkit dari duduknya, membuat gerakan menunjuk ke arah lorong bilik toilet. 

Ian beranjak dari meja konter untuk pembuatan kopi kemudian keluar dari pintu kecil yang berada tepat disebelah kasir sebelum berakhir menghampiri meja mereka untuk berbicara dengan pacar si wanita tadi.

Abel dikacangi.

Wow, ternyata Ian benar-benar tipe orang yang susah untuk didekati.

"Menyerahlah saja, dia itu keras kepala. Perintahnya tidak bisa dibantah," akhirnya Bastian tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar.

Menyadari raut Abel yang terlihat shock karena sikap Ian tadi, Bastian akhirnya memberikan wanita itu opininya.

"Kau menguping?" tanya Abel, hampir saja Abel menceritakan secara detail alasan dibalik alasan kedatangannya untuk datang melamar di posisi itu. Abel hanya merasa malu.

"Tidak sengaja mendengar," ujar Bastian sembari menyentuh pelan telinganya sekali.

"Lalu bagaimana kau bsia bertahan bekerja dengannya?" tanya Abel lagi penasaran.

"Entahlah, dulu dia tidak separah ini. Mungkin terlalu lama hidup sendiri dan tidak punya pasangan, akhirnya dia kesepian dan emosinya menjadi buruk," ujar Bastian kelewat jujur.

Dan saat Ian sudah menyelesaikan obrolannya dan berjalan berbalik ke arah meja kasir, Bastian melebarkan matanya dan langsung mengambil kain bersih dari laci kemudian pura-pura mengelap sudut meja yang terlihat mengkilap itu.

Abel tersenyum kecil, ternyata Bastian juga sama seperti dirinya. 

Sesaat setelah sampai di samping Abel, Ian langsung berujar tepat dihadapannya, "Kau pikir pekerjaan ini main-main? Kerja selama sebulan? Ada kontrak dan jangka waktu yang harus kau terima. Dan aku tidak menerima pekerja yang tidak serius sepertimu."

Pecah rekor.

Mulut Abel terbuka takjub dengan tangannya yang refleks bertepuk tiga kali. Sedangkan Ian hanya menatap bingung dengan sikap Abel itu.

"Ini adalah kalimat terpanjangmu sejak tadi," ujar Abel jujur.

Sejujurnya dia sedikit terkejut dengan kalimat tajam Ian dan Abel dipermalukan dengan ucapan jujur pria itu. 

Benar, Abel salah.

Dan Ian benar.

"Sudah-sudah, nanti ada pelanggan yang lihat," ujar Bastian berusaha menengahi.

"Tapi aku..."

Tiba-tiba wanita tadi kembali dari lorong bilik toilet dan menghampiri Ian.

"Berapa persen?" tanyanya dan Abel teringat akan pertanyaan wanita itu diawal.

"Dia mencintaimu," ujar Ian singkat dengan nada seriusnya.

"Benarkah?" wanita itu kembali bertanya dengan raut tak percayanya, seolah tidak bisa mempercayai jawaban Ian sepenuhnya.

"Melainkan mengkhawatirkan perasaannya kepadamu, sebaiknya fokuslah pada perasaanmu sendiri. Kulihat kau sendiri yang saat ini sedang ragu dengan pasanganmu," lanjut Ian membuat wanita itu menunduk malu.

Abel yang bisa membaca situasi segera pura-pura sibuk dengan menghampiri Bastian dan mengajaknya bicara. 

"Apa makanan kesukaanmu?" tanya Abel, tetapi matanya sesekali melirik ke arah Ian, hal itu juga berlaku kepada Bastian.

"Aku suka jogging setiap pagi."

"Benar, aku juga suka kentang goreng."

Jika Ian sudah mengeluarkan kalimat panjangnya, maka itu adalah sebuah pertanda buruk. Kalimat pria itu yang kelewat jujur benar-benar membuat Abel menggeleng kepala melihatnya.

"Tidak mungkin, jangan bicara sembarangan. Aku mendengar orang-orang menyebutmu ahli dalam membaca perasaan, ternyata kau tidak sehebat itu," balas wanita itu, merasa sedikit marah karena merasa sudah dipermalukan dan dibohongi.

Ian mengangkat alis kananya, kemudian berujar kembali dengan nada tenangnya, " Aku tidak salah disini, saat kau memutuskan untuk memberi latteku, maka kau harus mempercayai jawabanku atas pertanyaanmu itu."

Lihat, apa yang Abel katakan, kalimat panjang Ian benar-benar berbahaya.

Abel bisa meliha tatapan wanita itu berubah sendu, nyaris menangis saat berjalan berbalik ke mejanya. Pacarnya sampai berdiri dari duduknya dan tampak menanyakan ada apa dengannya tetapi wanita itu hanya menggeleng dan tersenyum sebagai balasan.

"Memangnya kau mempunyai kekuatan mistis?" Abel akhirnya bersuara yang berhasil merenggut fokus Ian kembali.

"Kau berbicara seakan pria itu akan melamarnya sehabis ini. Seorang perempuan pada umumnya punya firasat yang bagus. Bisa saja dia merasa kalau pacarnya sudah bosan dengan hubungan mereka dan menjauh belakangan ini. Dan mungkin mereka..." Abel terus berujar panjang lebar tanpa memerdulikan Ian yang sudah menatapnya lekat sebelum mendengus kecil, membuat Abel menghentikan ceritanya dan menatapnya.

"Maksudnya kau sedang membicarakan kisah percintaanmu itu?" tanya Ian membuat Abel melebarkan mata.

Ternyata Ian tahu masalahnya dan dia mempermainkan dirinya sedari tadi?

"Kau sudah tahu alasan utamaku ingin bekerja disini jadi tolong ijinkan aku..."

"Tidak bisa," potong Ian cepat.

"Ini adalah kafeku dan ada prosedur yang tidak bisa dilanggar yaitu perintahku," ujarnya dengan nada tegas sembari menatap dingin ke arah Abel.

Abel terdiam, masih tidak memutuskan pandangan mereka karena jika Abel melakukannya, itu sama saja pertana kalau dirinya sudah kalah argumen dengan pria itu.

Akhirnya setelah beberapa saat, Abel menghembuskan napas sekali dan berbalik cepat untuk kembali pada tempatnya. Ia meraih gelas kopi yang sudah dingin dan segera meneguknya hingga tandas. Rasa manis ketika cairan itu menjelajahi lidahnya dan sensasi pahit ketika turun membasahi tenggorokannya, kafein benar-benar berhasil meredam kekesalannya.

Abel meletakkan cangkir kopi itu secara kasar ke atas meja, menimbulkan suara dentingan yang cukup untuk menyita fokus Ian ke arahnya. Abel mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya kemudian beranjak pergi dari sana dan saat berada di ambang pintu kafe, langkahnya mendadak terhenti.

Renanya memaku tepat ke arah pemandangan dibalik pintu kaca itu, dimana sepasang kekasih yang tadi berdiri berhadapan satu sama lain dekat area parkiran kafe. Dimana si pria mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah dari saku celananya kemudian membukanya dan berlutut.

Wanita itu menangis. Benar-benar menangis dengan keras membuat pacar prianya sempat kebingungan dengan sikapnya dan beralih bangkit untuk memeluknya. Secara erat. Untuk menenangkannya.

Abel tercengang.

Ian, pria itu benar-benar terlihat tidak waras di mata Abel sekarang.


Continue Reading

You'll Also Like

28.9M 916K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
1.1M 2.8K 18
🔞 Bluesy area, mengandung 21+ 🔞 - oneshoot ! ranked; #1 Karina 24/6/2023 #1 Bluesy 25/6/2023 #1 Karinajeno 7/9/2023
41.7K 5.1K 42
Disarankan buat baca "Park Jiyeon Fake Instagram" dulu biar lebih ngerti ceritanya ------ Ini cerita tentang keseharian cewek gesrek bernama Park Jiy...
85.4K 6.1K 40
Gue cuma takut yg dulu terjadi lagi •Bahasa non baku •Banyak kata kasar •Imajinasi tingkat spongebob •Fanfiction 09032018-06062018✔