CANDRAMAWA KELABU✔

بواسطة Arkasael

382K 36.4K 3.5K

END. [Revolusi Indomilo] Aruna Harsa Dirgantara dan Baskara Sandhyatama. Kedua pemuda yang menjadi akrab kar... المزيد

Prolog
1
2
3
4
5🏴‍☠️
6
7
8🏴‍☠️
9
10
11
12
13
14
15 🏴‍☠️
16
17
18🏴‍☠️
19
20
21
22
24 🏴‍☠️
25
26.END
Extra Chap.
NEW

23

7.6K 1.1K 68
بواسطة Arkasael

Typo.
2,6k kata. Sambil dengerin musik biar ga bosen.

Vote dulu, matursuwon.

_______________________________

Selamat membaca.
_________________________________

Baskara melihat mayat-mayat di sekelilingnya yang tergeletak begitu saja.
"Kok jadi merinding?"

"Kalau mereka bangun, gak lucu bjir!" Bergidik ngeri membayangkan orang-orang yang sudah ia bunuh bangkit lagi. Dengan langkah cepat ia menyusul Dirgan.

Terlihat Inggit yang saat ini tengah menodong Dirgan menggunakan pistol.

"Saya bakal bunuh kamu, seperti apa yang sudah saya lakukan pada orangtuamu!"

"Silahkan, jika bisa."

Inggit yang geram dengan Dirgan pun langsung menarik pelatuknya.

'DOR!'

"Aarghh!!"

'DOR!'

"DIRGAN!!"

Baskara memang berhasil menembak tangan Inggit hingga pria itu kesakitan. Tapi Inggit juga berhasil melepas satu tembakan dan  mengenai perut Dirgan.

"INGGIT BANGSAT!!"

'DOR!'

Baskara kembali menembak Inggit tepat di perut pria itu. Tidak akan langsung membunuhnya, karena ia harus memberi Inggit pelajaran. Menghampiri Inggit dan mengambil pistolnya. Kemudian berjalan ke arah Dirgan yang kini sudah memegangi perutnya dengan mata yang menatap Inggit penuh dendam.

"Dirgan!" Baskara panik melihat darah yang keluar dari perut Dirgan.

"Gue gak papa, Bas. Ayo bawa dia ke dalam." Dirgan mengusak rambut Baskara, meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.

"Lo beneran?" Tanya Baskara.

"Mau bukti? Gue bisa perkosa lo dengan kondisi gue yang kayak gini." Jawaban Dirgan membuat Baskara berdecak pelan.

"Sinting! Kita udah jadi mantan, kecuali kalau gue yang minta, berarti boleh!" Langkahnya ia membawa mendekati Inggit yang terkapar dengan terus meringis. Meninggalkan Dirgan yang kini terkekeh atas ucapan yang dilontarkan Baskara.

__

__

Jerit kesakitan Inggit memenuhi ruangan. Tangan dan kaki yang terikat membuatnya pasrah. Baskara tidak peduli, ia terus menyayat kulit Inggit menggunakan pisau kecilnya.

"Kenapa om bunuh adek om sendiri?" Tanya Baskara.

"Arghhh!!! Papa kamu egois!! Dia bikin saya selalu dimarahi ayah! Orang-orang selalu memuji dia, sedangkan saya? Tidak sama sekali! Bahkan sahabat saya, Danu. Menentang saya membunuh dia! Padahal Danu tau, saya menderita karena Angga! Dia rebut Vanya dari saya!!" Inggit menjawab pertanyaan Baskara dengan berteriak di hadapannya.

"Dulu, saya mengalami kecelakaan dan butuh donor ginjal! Tapi keluarga saya tidak ada yang datang. Beruntung ada orang baik yang mau mendoronkan ginjalnya pada saya!" Sambung Inggit.

"Dan saat saya dewasa, saya bisa membalas semua rasa sakit hati saya. Termasuk membunuh keluargamu dan menguasai hartanya. Oh.... satu lagi, saya juga yang sudah membunuh kakek dan nenekmu." Inggit menyeringai begitu lebar diikuti suara tawa yang terdengar bak seorang psikopat.

Sedangkan Baskara kini semakin menekan pisaunya saat melihat wajah Inggit yang persis seperti papanya. Namun pria di hadapannya ini begitu kejam. Air mata Baskara seketika meluruh saat ia mengetahui sesuatu tentang papanya.

"Om Inggit bakal nyesel kalau tau!" Ujarnya yange kemudian menancapkan pisaunya pada paha Inggit.
"ARGHHH! SIALAN!!" Jerit Inggit.

Baskara mencabut pisaunya, lalu mengambil alkohol dari Dirgan yang tengah mengobati lukanya sendiri.

"Bentar lagi giliran lo, tapi jangan dibunuh. Gue mau dia masuk penjara seumur hidup," ujar Baskara sebelum melangkah kembali menuju Inggit.

Dirgan hanya mengangguk, sebenarnya ingin sekali membunuh Inggit dengan cara paling kejam.

Baskara mengguyurkan alkohol tersebut pada tubuh Inggit hingga si empu menjerit kesakitan. Merasa puas, kini Baskara mendudukkan dirinya di kursi samping Inggit dan menyuruh Dirgan untuk mengikatnya tetapi tidak terlalu kencang. Ia juga menyerahkan rekaman suara Inggit pada Dirgan.

Dirgan menghela napasnya, kilatan amarah terpancar di matanya saat menatap Inggit. Seperti kembali ke masalalu, Dirgan melihat Inggit yang tengah menusuk berkali-kali perut papanya.

'DUGH!'

"Kenapa anda membunuh orangtua saya?! Kenapa?!" Dirgan membenturkan kepala belakang Inggit pada senderan kursi.

Dirgan terus memukuli Inggit dengan tangannya sendiri. Walau memakai sarung tangan, tapi masih bisa membuat Inggit babak belur hingga lemas.

"Gan, udah! Gue tau lo mau dia mati, gue juga! Tapi gue lebih mau dia menderita dulu, kayak yang udah kita alami." Baskara berusaha menghentikan Dirgan yang sudah kalap.

Dengan napas memburu, Dirgan mengusap darah di wajah Inggit. Lalu berbisik.
"Lo salah kalau nyewa AOD ataupun EPD, karena itu adalah kita....."

Menjauhkan wajahnya dari telinga Inggit, Dirga menarik rambut Inggit dengan kencang.
"Akuin semua kesalahan yang udah lo lakuin atau jadi tawanan kita seumur hidup dengan siksaan?" Tawar Dirgan yang membuat Inggit menatapnya takut.

Pisaunya mengarah pada bola mata Inggit, membuat pria itu mau tak mau mengatakan semua perbuatan keji yang telah ia lakukan. Setelah itu, Dirgan kembali membenturkan krpala Inggit hingga pingsan.

"Gan, luka lo gak papa?" Tanya Baskara yang khawatir dengan luka diperut Dirgan.

"Tenang aja, udah gue obatin dan balut tadi, ini luka kecil, Bas."

"Luka kecil matamu!" Kesal dengan Dirgan yang selalu menganggap kecil lukanya, padahal itu luka tembak.

"Gue baik-baik aja, mantan...."

"Shibal!! Jangan panggil gue mantan, lah! Iya-iya, kita udah putus, tapi gue aja yang manggil lo mantan, lo gak boleh manggil gue mantan!" Sungut Baskara tidak terima yang membuay Dirgan tertawa pelan.

"Baik, calon istri...."

"Sinting!! Udah, ah! Jangan lupa kabari om Aksen dulu. Bilang gue diculik," ujar Baskara, Dirgan mengangguk dan sibuk menghilangkan jejaknya, lalu menaruh rekaman itu di bawah Inggit.

"Bius gue." Ucapan Baskara itu membuatnya menoleh.

"Kenapa harus dibius? Lo tutup mata aja, pura-pura pingsan."

"Kagak mau, nanti ketahuan. Bius aja, tutup mulut gue juga, sekalian sayat pipi gue," ujar Baskara.

"Gak, gak usah pake sayat-sayatan." Tentu saja Dirgan menolaknya.

"Elah! Cuma satu sayatan aja di pipi, lo pelan-pelan. Biar gue kayak diculik beneran bjir!"

Menghela napas kasar dan menuruti kemauan Baskara. Ia menyayat pipinya dengan begitu hati-hati. Kemudian menutup mulutnya dengan kain, kemudian membiusnya hingga tidak sadarkan diri.

Dirgan juga membuka ikatan Inggit dan meletakkannya di ubin, kemudian ikut membiusnya. Sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk menulis pesan disecarik kertas. Juga mencium kening Baskara, lalu beranjak dari sana untuk membersihkan dirinya dan menghubungi Aksen.

__
____________________________________
__

"Hpnya Baskara juga ketinggalan dan saya menemukan pesan dari nomor tidak dikenal yang menyuruh Baskara untuk pergi ke tempat ini." Dirgan menunjukkan pesan yang didapat Baskara pada Aksen dan Vanko yang kebetulan berada di rumah Aksen.

Dirgan tentu saja bohong, ia yang mengirim pesan itu melalui ponsel milik Inggit tadi. Benar-benar manipulatif.

"Yaudah, ayo ke sana."

__
__________________________________
__

Mobil mereka sampai bertepatan dengan mobil polisi karena Vanko tadi langsung menghubungi polisi.

Mereka masuk dengan perlahan, berbeda dengan Dirgan yang terlihat tenang, namun raut tenangnya itu berubah khawatir saat melihat Ingghit yang sudah sadar dan mengarahkan pisaunya pada Basakara yang belum sadar. Polisi juga langsung mengepungnya.

"Jangan mendekat atau anak ini akan mati!" Ancam Inggit.

"Inggit!" Sentak Aksen.

"Dia Angel Of Death itu!" Inggit menunjuk Dirgan. Namun polisi menemukan serbuk putih pada ubin lantai.

"Dia mengonsumsi narkoba, bisa dipastikan jika dia sedang halusinasi dan saya menemukan rekaman ini, serta pesan." Polisi itu menyerahkan rekaman dan secarik kertas pada sang Kapten.

Sang Kapten terlihat membaca pesan itu dengan serius. "Maksutnya? Yang melakukan semua ini AOD?"

"Saya menemukan ponsel ini juga." Polisi lainnya menyerahkan ponsel yang diketahui milik Inggit, sang Kapten pun memeriksanya dan menemukan jejak email yang dikirim pada AOD.

"Kita bahas nanti, sekarang selamatkan anak itu dulu."

Dirgan sedari tadi mengawasi Baskara dan bersitatap dengan mata Inggit. Berusaha terlihat santai.

"Kita bikin penawaran, biarkan saya pergi makan anak ini akan saya lepas. Tapi kalau kalian mendekat, anak ini mati." Ancam Inggit yang siap menggorok leher Baskara.

Mereka semua dibuat tidak berkutik dengan perkataan Inggit, hal itu membuatnya tertawa kencang, berpikir semua orang takut padanya. Namun mereka dikejutkan dengan Baskara yang tiba-tiba melepaskan dirinya dari Inggit dan langsung berbalik menyerang dengan menahan kedua tangan Inggit.

"Anjing!!! Lepas!!" Inggit memberontak, polisi langsung menangkapnya.

"Hukum dia seberat-beratnya, karena dia pelaku pembunuh keluarga saya!" Ujar Baskara sebelum tubuhnya limbung karena masih merasakan efek obat bius.

Dirgan dengan cepat menghampiri Baskara yang saat ini masih lemas.
Para polisi segera meringkus Inggit beserta mayat-mayat anak buahnya.

"Ibas!" Aksen terlihat khawatir dengan kondisi Baskara saat ini.

"Sen, lo bawa Baskara ke rumah sakit dulu. Biar gue yang ikut sama polisi," ujar Vanko yang diangkui Aksen.

"Om, nanti saya nyusul." Sahut Dirgan sembari membopong Baskara.

__

__________________________________

__

"Saya ambil kesimpulan sementara tentang kronologi yang anda ceritakan dan juga bukti di TKP. Jika tuan Inggit menghubungi AOD untuk membunuh tuan Baskara yang notabene akan menjadi pewaris keluarganya. Untuk motifnya kami juga mendapatkannya dari rekaman ditemukan di sana. Dan saya sedikit heran, mengapa AOD tidak membunuh tuan Baskara dan malah melaporkan tuan Inggit selaku kliennya? Dan juga, AOD menghabisi nyawa semua anak buah tuan Inggit."

"Dan isi rekaman suara tuan Inggit itu berupa pengakuan kejahatan yang dia lakukan belasan tahun lalu. Kami perlu mewawancarai tuan Baskara saat kondisinya telah pulih. Karena kami ingin tau informasi tentang AOD."

"Tuan Inggit juga mengatakan jika dia tau identitas AOD namun hanya mengatakan 'dia, dia, dia.' Tanpa menyebut namanya. Juga, hari dimana penangkapan, tuan Inggit menunjuk anda, tuan Dirgan. Namun sepertinya itu hanya halusinasinya saja karena dia seorang pemakai narkoba. Maka dari itu, kami perlu informasi lanjut dengan tuan Baskara." Penjelasan Polisi itu membuat tangan Dirgan diam-diam mengepal. Ingin sekali melenyapkan Inggit.

Dirgan juga akan melenyapkan mereka jika masih ingin mengusik identitas AOD.

________________________________

P

olisi benar-benar ingin mengetahui identitas AOD. Setelah Baskara pulih, mereka langsung mewawancarainya.

"Saya gak tau pak, dia pake topeng. Awalnya dia memang mau bunuh saya, tapi saya teriak kalau om Inggit pembunuh orangtua saya. Dari situ, orang bertopeng gak jadi bunuh saya. Terus om Inggit ngaku kalau dia emang bunuh keluarga saya, tiba-tiba orang bertopeng itu bunuh semua anak buah om Inggit sampe om Inggit marah. Akhirnya mereka berdua bertengkar, terus saya pingsan. Gak tau lagi lanjutannya."

Diam-diam Dirgan yang sedang mendampingi Baskara itu tersenyum bangga. Mantan kekasihnya sangat pandai membuat cerita.

"Kapten, di email yang tuan Inggit kirim pada AOD juga tidak ada keterangan alasan. Mungkin itu sebabnya AOD tidak membunuh tuan Baskara karena tidak ada alasan untuk membunuhnya. Dikertas yang AOD tulis juga isinya, 'nyawa dibalas nyawa.' Jika saya simpulkan, setelah tuan Baskara mengatakan jika tuan Inggit pembunuh keluarganya dan tuan Inggit juga mengakuinya, mungkin itu juga yang membuat AOD menyerangnya, karena yang berhak dibunuh adalah tuan Inggit."

"Kapten, kita semua tau jika AOD maupun EPD akan membunuh targetnya jika targetnya itu penjahat juga. Dan tuan Inggit adalah salah satu penjahat itu. Tidak hanya keluarga besar tuan Baskara. Tapi keluarga dari tuan Danu juga menjadi korbannya. Kasus ini belum terpecahkan dari dulu dan ditutup begitu saja. Tapi sekarang kita semua tau pelakunya berkat AOD dan tuan Baskara." Penjelasan polisi itu mampu membuat semuanya terdiam. Termasuk Baskara dan Dirgan.

"Saya dan Mayor Vito pernah menyelidiki tentang identitas AOD dan kami berhasil meretasnya. Namun semua itu gagal dan kami malah mendapat ancaman juga teror," sambung si polisi.

Sang Kapten nampak menghela napasnya. "Baik, untuk sidang tuan Inggit akan dilaksanakan besok. Tuan Baskara, terimakasih sudah bersedia kami wawancarai. Kami perlu bantuan anda besok untuk menjadi saksi."

Baskara mengangguk, kemudian menjabat tangan Kapten.

__
__________________________________
__

"Akting gue keren, kan?" Tanya Baskara saat mereka sampai di apartemen barunya.

"Bagus," balas Dirgan sembari mengusak rambut Baskara, membuat si empu memejamkan matanya.

"Luka lo gimana?" Tanya Baskara.

"Udah gue perban pake kassa."

"Pelurunya?"

"Udah gue ambil."

Baskara membelalakan matanya. "Sendiri?"

"Iya, Bas."

"Gila!"

Dirgan terkekeh, kemudian membaringkan dirinya di sampimg Baskara.
"Ayo tidur, lo pasti capek." Menarik tangan Baskara hingga terjatuh di atas tubuhnya.

"Bjir! Pelan-pelan, nanti kena luka lo!" Baskara mendengus sebal, tapi tetap menyamankan kepalanya pada dada bidang Dirgan.

"Gan, kalau aja lo gak ngasih tau gue malam itu. Mungkin pas lo bawa gue  ke tempat om Inggit, gue bakal marah sama lo bjir!"

"Apalagi lo bius gue, kenapa gak langsung bangunin gue aja, dah." Ya, malam saat Baskara masih dirawat di rumah sakit, Dirgan sudah bercerita jika ada seseorang yang mengirim email pada AOD untuk membunuhnya. Dirgan juga bercerita jika yang membunuh orangtuanya adalah Inggit. Awalnya Baskara tidak percaya, tapi mendengar cerita Aksen tentang Inggit yang mengatakan jika dirinya sudah tiada dan juga Inggit yang tidak pernah menjemputnya atau bahkan menjenguknya saat di panti asuhan membuatnya mempercayai ucapan Dirgan. Terbukti saat Inggit menculiknya dan mengatakan semua perbuatan jahatnya.

"Tidur, Bas......" Pinta Dirgan sembari terus mengusap rambut Baskara.

"Hmm....." Karena rindu pada Dirgan, ia  pun menyembunyikan wajahnya pada ketiak Dirgan yang menjadi candunya.

_______________________________

Sidang Inggit berjalan dengan lancar, walaupun Inggit sempat mengamuk saat melihat Dirgan dan Baskara. Inggit dijatuhi hukuman seumur hidup.

Kini Baskara dan juga Dirgan tengah menghampiri Inggit yang hanya diam di dalam sel tahanan.

"Om, ini buku punya papa dulu." Baskara memasukkan buku milik Angga melalu celah sel besi, kemudian menaruhnya di lantai.

"Om Inggit harus tau cerita dari sisi papa. Semua ada di buku itu." Inggit yang mendengar penuturan Baskara oun mengalihkan pandangannya pada buku milik sang adik.

"Kalau penasaran, baca aja om. Ibas mau pamit dulu. Semoga om betah di sini." Tanpa menunggu balasan Inggit. Baskara segera mengajak Dirgan pergi dari sana.

Sedangkan Inggit beranjak mengambil buku milik Angga. Di cover buku tertulis dua nama.

'Ainggit Rajasa dan Anggata Rajasa.'

Dibalik buku juga terdapat foto dua anak kecil. Foto dirinya juga Angga.

01

Hari ini ada ujian dadakan, gue dapet nilai 90. Gue udah nebak, ayah bakal marah. Waktu ayah tau nilai gue segitu, ayah langsung cambuk gue. Selama ini ayah emang kelihatan gak pernah main fisik sama gue, tapi sebenernya udah berkali-kali gue dapet kekerasan fisik dari ayah.

Gue iri sama mas Inggit yang cuma dapet bentakan. Dia bebas ngelakuin apapun. Sedangkan gue? Gue mati-matian belajar dan dituntut seperti mau ayah. Gue capek, sumpah!

Terkadang gue mau tukeran peran sama mas Inggit, tapi mas Inggit benci banget sama gue. Natap gue aja ogah.

Mungkin mas Inggit benci gue karena ayah selalu banding-bandingin gue sama dia. Tapi mas, lo harus tau, gue juga ke siksa batin dan fisik.

02

Gue suka sama cewek, namanya Vanya. Kita satu ekskul, ternyata Vanya suka juga sama gue. Kita pacaran tapi backstreet karena Vanya yang mau. Dapat sebulan kita pacaran, ternyata selama ini Vanya cuma jadiin gue bahan taruhan sama pacarnya. Iya, anjir! Ternyata Vanya udah punya pacar. Akhirnya kita putus.

2 bulan kemudian dapat kabar, kalau ayah Vanya meninggal dan dia jadi yatim piatu karena ibunya dia udah meninggal waktu dia kecil. Gue sempetin buat dateng ke acara pemakaman ayahnya. Selesai pengajian di rumah Vanya, gue pulang paling akhir dan gue lihat Vanya berantem sama pacarnya sampe putus. Gue tenangin dianya, ternyata pacarnya bosen sama Vanya. Disitu gue pulang malem banget, sampe di rumah dimarahin ayah.

Berakhir kena cambuk dan gak dikasih jatah makan besok harinya.

03

Gak kerasa gue udah umur 23! Selamat ulang tahun mas Inggit dan gue. Angga sayang mas Inggit walaupun mas Inggit benci Angga.

Maaf, gue bener-bener gak tau kalau lo suka sama Vanya. Gue juga gak tau kalau Vanya dijodohin sama gue karena almarhum ayah Vanya ternyata rekan kerja ayah. Gue bingung mas, mau nolak gimana. Bukan maksut gue ngerebut Vanya...

Air mata Inggit meluruh, ternyata Vanya dan Angga sudah mengenal satu sama lain sebelum dirinya.

04

Dapat kabar kalau mas Inggit kecelakaan, gue yang waktu itu lagi dikurung di kamar ayah gak sengaja denger. Gue putusin buat kabur dari rumah dan pergi ke rumah sakit karena pasti mas Inggit gak ada yang jaga. Ibu sibuk sama pekerjaanya di luar kota dan ayah cuma pantau mas Inggit melalui kabar pihak rumah sakit tanpa datang langsung.

Sampai sana ternyata mas Inggit butuh donor ginjal. Gue bersedia donorinnya tapi gue minta buat rahasiain dari keluarga.

05

Lama gak nulis, gue udah jadi bapak-bapak nih bos! Anak gue kembar juga. Namanya Bagaskara Harisandya dan Baskara Sandhyatama. Bagus, kan?  Iya lah, siapa dulu bapaknya, Angga!

Keinginan gue udah tercapai foto keluarga sama keluarga kecil gue. Kurang satu, foto sama keluarga kandung. Ayah, ibu, sama mas Inggit. Sumpah! Gue gak punya foto keluarga sama sekali. Boro-boro foto keluarga, foto sama mas Inggit aja gak punya. Punya tapi waktu kecil doang.

06

Heran, mas Inggit kapan nikah? Gue pengen punya ponakan. Kasihan anak gue gak punya saudara. Mas Inggit ganteng, tapi jomblo. Lama-lama jadi perjaka tua.

Tapi mas Inggit masih perjaka, kan?

Inggit menutup buku itu, kemudian memeluknya, meringkuk dan menangis sejadi-jadinya memanggil nama sang adik.

Sedangkan dari kejauhan, Baskara menatap sendu Inggit. Sebenarnya Baskara tidak tega, mungkin karena Inggit sangat mirip dengan papanya, oleh karena itu saat melihat Inggit, Baskara seperti melihat sosok Angga. Namun Inggit harus menerima hukumannya.

"Udah lega?" Tanya Dirgan yang setia menunggu Baskara.

"Lega tapi kasihan juga," balas Baskara.

Dirgan terkekeh. "Kita bisa jenguk dia kapan pun, Bas." 

Dirgan benar, ia bisa menjenguk pamannya lain waktu.

_______________________________

Bersambung..........

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

D' DOMINANT ✔ بواسطة EL

قصص المراهقين

1.2M 112K 62
Squel Rival vs Senja [GEN 4] Ini adalah kisah Dikta bersama seseorang yang berhasil menyembuhkan lukanya. Dan ini juga kisah Dikta bersama sahabat se...
Karma {M-preg} بواسطة Cybelyn11

قصص المراهقين

77.9K 8.4K 7
Alis pemuda itu terangkat. Dia menatap Radev dari ujung rambut sampai ke kaki. "Adek gua punya temen modelan gini ternyata." Siapa sangka yang dihada...
6.1K 258 11
⚠️WARNING BL⚠️ MENGANDUNG UNSUR nina ninu🔞 (little but uhum) Terkadang tidak semua yang kita impikan akan berjalan sesuai rencana. Dan tidak selalu...
FAITHFULNESS END بواسطة antjimin

قصص المراهقين

670K 31.6K 25
"Milikku" ucap Aram kemudian menjilat d*r*h yang merembes keluar dari bekas gigitannya. "Kau gila Aram, ahhhh" ucap binggung Deo. Ia tidak bisa membe...