He Fell First and She Never F...

By vousmezera

304K 23.1K 3.2K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102

52

2.7K 249 34
By vousmezera

Beberapa hari yang lalu setelah Bapak dan Mas Gibran di lantik secara sah oleh MPR di IKN  sebagai Presiden dan Wakil Presiden ke-8 yang disaksikan oleh seluruh Masyarakat Indonesia, para pejabat negara, influencer, dan jajaran lainnya, Bapak sudah mulai langsung bekerja sebagai pemimpin nomor 1 di Indonesia.

Kakeknya sudah sah menjadi orang nomor 1 di Indonesia.

Tak jarang Kakek sering bolak balik IKN-Jakarta dalam Kunkernya, jangan tanya lagi bagaimana sibuk Kakeknya itu sekarang. Bahkan hari pertama setelah pelantikannya, beliau langsung bekerja bersama mas wakil.

Bedanya, kali ini tidak ada Mas yang menemani disetiap Kunker Kakeknya, kali ia tidak bisa melihat Mas nya setiap pulang, kali ini Mas tidak ada berada dalam radarnya lagi, dan kali ini eksistensi Mas di matanya semakin menurun.

Bapak memutuskan untuk tidak menetap di Istana Negara, kecuali ada urusan atau jadwal yang mendesak. Bapak seperti biasa, Bapak seperti dulu juga, setiap pulang kerja beliau tetap pulang ke rumahnya, entah di Hambalang atau Kertanegara. Bedanya kini rombongannya semakin banyak, ditambah kini Paspampres 24 jam selalu bersama Bapak. Tak heran Hambalang maupun Kertanegara semakin ramai.

Melihat banyaknya ADC Bapak, para keempat pilar Bapak saja sudah pusing saking banyaknya, kini ditambah Paspampres yang kurang lebih ada sepuluh sampai dua belas orang, belum lagi ajudan dan asisten ajudan baru Bapak.

Kalo mendengar ajudan, hati Vanessa langsung mencelus begitu saja. Setiap ia pulang dari rumah sakit jika memungkinkan, tak ada lagi Mas disekitarnya, tak ada lagi Mas disamping Bapak, tak ada lagi Mas yang ikut menyambut kepulangannya bersama Bapak di ruang kerja, sungguh eksistensi Mas tidak ada lagi di pandangannya.

Hal yang Vanessa cari ketika Kakeknya pulang adalah Mas, namun sekarang sudah berbeda. Kini yang setiap hari selalu ia lihat adalah Kakek bersama Paspampres, ADC, dan sekpri.

Tidak ada lagi Mas sebagai ajudannya Kakek, tidak ada lagi Mas Ninja, tidak ada lagi sosok yang berpangkat Mayor disini, yang ada adalah Letkol dan itu bukan Mas-nya.

Seminggu setelah Kakeknya dilantik sebagai Presiden, seminggu itu juga Vanessa sudah kembali ke aktivitasnya, kembali ke rutinitasnya sebagai dokter koas, dan saat itu juga Vanessa bahkan jarang sekali bertemu Kakeknya.

Jika ia boleh memilih, lebih baik Kakeknya sebagai Menteri Pertahanan saja. Kakek menjadi Presiden kembali membawa hawa dan kenangan buruknya, kesepian kembali menghantuinya.

Bintang yang sudah mulai sibuk terjun ke dunia politik, Habib yang sudah terbang ke Papua bekerja di Freeport, Ati yang satu rumah sakit dengannya saja jarang bertemu, Ayahnya yang menetap di Korea Selatan, Bundanya yang kembali ke Paris bersama Om Didit, Nenek yang kini sibuk di Senayan sebagai anggota DPR.

Rumah sebesar dan seluas itu bahkan tak bisa menyatukan keluarganya. Semuanya berpencar dan sibuk dengan kehidupannya masing masing.

Entahlah, Vanessa bingung ia harus bersyukur atau mengeluh dengan keadaan keluarganya yang sudah lolos predikat TIM SAR. Disaat seperti ini ia hanya membutuhkan Mas, kalau ia kembali merasa kesepian, ia pasti akan langsung lari ke Mas. Namun, kini ia bisa apa?

Dua hari setelah Bapak dilantik sebagai Presiden, Mas juga sudah dilantik sebagai Wandanyonif Para Raider 328. Mas sudah kembali ke Batalyon, Mas sudah resmi memimpin Batalyon tersebut, dan Mas akan sangat jarang bisa bertemu dengannya.

Fakta jika Mas sudah tidak bekerja dengan Kakeknya lagi adalah mimpi buruk baginya. Suasana rumah sudah berbeda, seakan akan Vanessa lebih baik tinggal di rumah sakit dibanding harus pulang karena ia akan selalu mengingat kenangannya dengan Mas di Kertanegara ataupun di Hambalang.

Hal yang paling membuatnya kecewa adalah pesta perpisahan Mas bersama Bapak dan seluruh anak anaknya ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan karena alasan Bapak yang belum ada jadwal senggang dan Mas yang lagi sibuk sibuknya di Batalyon.

Vanessa merogoh celana koasnya yang berwarna pink pastel, ia mengambil ponselnya. Ia mengecek notifikasi apakah Mas ada membalas pesannya atau tidak. Ternyata tidak ada, sudah sembilan jam Mas tidak menggubrisnya.

"Huh sesibuk itu kah?" Gumam Vanessa di dalam mobilnya. Ia menempelkan dahinya itu ke stir mobilnya.

Vanessa dengan segala perjuangannya berhasil membujuk Bapak untuk mengizinkannya kembali membawa mobil. Walaupun harus menangis dulu tapi ia sungguh lega karena akhirnya ia diizinkan kembali menyetir. Alasannya ia tidak mau dianter atau dijemput oleh ADC Kakeknya kalau bukanlah hal yang mendesak. Ia ingin mandiri tanpa menyusahkan siapapun. Apalagi semenjak Mas tidak ada, ia tidak mau lagi dianter atau dijemput siapapun selain Mas-nya.

Untungnya, Mas juga berhasil dibujuk oleh Vanessa. Awalnya laki laki itu keras sekali tidak mengizinkan Vanessa kembali menyetir. Tapi karena Bapak memperbolehkan, Mas tidak bisa melarang juga.

Sepulangnya dari kegiatan koasnya yang sangat lelah, Vanessa tidak langsung pulang ke rumah. Justru ia berbalik arah menuju rumah orang tuanya Mas. Seperti yang sering dibilang oleh Mas dulu jika ia merindukan atau mengkhawatirnya Mas-nya, Vanessa menenangkan dirinya ke rumah orang tua Mas, seperti saat ini.

"Mama.." Setelah Vanessa memarkirkan mobil HR-V terbaru warna putih miliknya, ia langsung memeluk Mama Mas yang menyambutnya di luar.

"Capek ya Nes?" Mama mengelus punggung Vanessa. Namun gadis itu hanya terdiam.

"You oke sayang?" Tanya Mama memastikan.

"Ma, Mas kemana ya?" Tanya Vanessa.

Mama tertawa kecil melihat calon menantunya itu yang terlihat lelah dan khawatir secara bersamaan.

"Wajar Nes, baru kembali ke Batalyon, pasti lagi sibuk sibuknya." Mama membawa Vanessa masuk ke dalam rumah.

"Masa iya sesibuk itu Ma? Bisa bisanya Mas nggak bales chat aku sampai 9 jam lamanya?" Rengek Vanessa kepada Mama yang menahan senyumnya.

"Namanya juga Wandanyonif, sayang. Si Adek yang langsung terjun melakukan pengawasan, pelatihan, penilaian, dan melakukan perencanaan. Chat Mama juga belum dibalas kok, nggak papa sayang, nanti kalau Adek udah luang pasti dibalasnya." Mama mencoba memberi pengertian kepada Vanessa.

"Mas belum pernah pulang kesini Ma setelah jadi Wandanyon?" Tanya Vanessa.

"Belum sayang." Mama mengambil beberapa nasi dan lauk pauk untuk Vanessa. Mama juga terlihat khawatir dengan kondisi Vanessa yang baru datang tadi rambutnya acak acakan, wajahnya yang pucat, dan sangat lesu.

"Ini makan dulu Nes, ada dendeng tuh. Kamu jangan sampai sakit." Mama mengelus punggung tangannya.

"Habis operasi?" Tanya Mama, sepertinya Vanessa mengerti mengapa Mama tahu, ada bercak darah di leher baju koasnya.

"Hehe iya Ma, maaf ya aku nggak ganti baju, capek banget kalau mau ganti baju tuh." Keluh Vanessa yang mulai memasukkan makanannya suap demi suap ke mulutnya.

"Sibuk banget ya Nes?" Mama duduk tepat didepannya.

"Makin parah kayaknya Ma, kayaknya stase depan makin susah deh, ini stase saraf aja rasanya aku mau kabur aja. Banyak banget pasien atau kasus baru. Nggak ada waktu aku istirahat sebenernya, jarang jarang aja nih aku bisa pulang." Ucap gadis cantik itu.

"Papa mana Ma?" Tanya Vanessa heran karena tidak melihat keberadaan Papa Mas.

"Udah tidur Nes, lagi kurang sehat." Vanessa menganggukan kepalanya.

"Usahain istirahat, Nes. Lihat itu kantung mata kamu ya ampun, terakhir ketemu kamu nggak kayak gini sayang." Mama terdengar sangat khawatir.

"Jelek ya Ma? Sama, aku lihat diri aku setiap balik ke rumah sakit udah kayak mayat hidup." Vanessa tertawa kecil.

"Ketahuan kamu makannya nggak benar disana, hilang berapa kg kamu ini sayang?" Mama ternyata sadar jika ada perubahan berat badan Vanessa.

"5kg Ma." Sahut Vanessa pelan.

Mama menghela napasnya pelan. "Vanessa, kamu kenapa? Pasti bukan karena koas aja kan? Karena Adek?"

"Bisa jadi kayaknya Ma hehe." Ucap Vanessa dengan mulutnya yang masih terisi.

"Ada sesuatu yang lain juga ya?" Mama memperhatikan calon menantunya itu berusaha menahan air matanya.

"Ma, aku tinggal sama Mama aja boleh nggak selamanya?" Akhirnya pertahanan Vanessa mulai runtuh, Mama yang tadinya duduk didepannya kini berpindah ke sampingnya.

"Aku nggak kuat mau pulang, setiap aku pulang ke rumah, nggak ada yang nyambut aku, nggak ada yang nanya seharian aku gimana aja, nggak ada yang nanyain aku baik baik aja atau nggak. Nggak ada satupun orang di rumah, Ma. Setiap aku pulang, pasti yang ada cuma pelayan atau pembantu rumah. Nggak kuat aku pulang, rasanya yang ada makin lelah aku pulang. Mas juga udah mulai sulit dihubungi, nggak ada tempat keluh kesah aku, biasanya Mas selalu ada dengerin, sekarang balas chat aku aja bisa berjam jam. Bahkan Mbak Ati yang satu rumah sakit dengan aku aja juga susah ditemuin Ma." Air mata Gadis itu semakin deras mendarat di pipinya.

"Ma.. rumah sebesar dan seluas itu sama sekali nggak layak untuk dibilang rumah. Aku mau lari ke siapa ya Ma kalau lagi capek capeknya kayak gini? Disatu sisi aku butuh Mas, disatu sisi yang lain aku juga mengerti pekerjaan Mas yang sekarang, aku berusaha untuk tidak mengeluh dan mengontrol egoku sendiri, tapi terkadang aku juga lelah Ma nahan sendirian." Vanessa dengan segala keluh kesahnya ini berhasil menyayat hati Mama Mas.

Bahkan Mama yang mendengar itu sangat sedih, bagaimana bisa anak sebaik dan seceria ini akhirnya runtuh dihadapannya?

Mama memeluk Vanessa, membiarkan gadis itu menangis. Mama tahu betapa lelahnya Vanessa dengan profesinya sekarang, apalagi dunia koas sungguh menyita waktu, energi, mental, dan dirinya sendiri. Belum lagi stase sekarang sepertinya semakin membuat gadis itu terguncang hebat. Vanessa memang sedang butuh seseorang untuk mengerti dirinya walaupun sebentar saja.

"Vanessa sayang.. pulang lah kesini, kapanpun kamu butuh, kapanpun kamu ingin, kapanpun kamu merasa butuh sebuah pelukan, kapanpun kamu merasa lelah, datang kesini, pulanglah kesini nak. Mama akan selalu menyambut kamu, mendengar keseharian kamu, dan mendengar keluh kesah kamu. Maaf sayang, maaf kalau si Adek bikin kamu cukup sedih tapi yang harus kamu tahu dia sangat sayang sama kamu, Nes. Maaf ya nak sayang jika pekerjaan Adek bikin kamu merasa tidak diprioritaskan. Maafin keluarga kamu kalau memang bikin kamu semakin kesepian dan kehilangan arti rumah yang sebenarnya. Tapi kamu harus ingat, kamu juga punya rumah disini." Sahut Mama dengan pelan.

Mama melepas pelukannya dengan Vanessa, menghapus air mata yang terus membasahi pipinya. "Nanti, Mama sering sering ke rumah sakit ya. Mama bawain banyak makanan padang nanti, Mama bakal temenin kamu juga makan di kantin, Mama harus pastiin kamu makan teratur mulai sekarang."

"Vanessa, kehilangan 5kg itu nggak wajar sayang, jangan menyiksa diri sendiri atas apa yang sedang kamu alami, sayangi diri kamu. Perempuan itu harus bisa berdiri di kakinya sendiri, perempuan itu harus kuat Vanessa, sebanyak apapun badai yang datang ke kehidupan kamu, kamu jangan kalah, semaki kencang badainya kamu harus semakin kuat Vanessa. Kalau tidak kuat, pulanglah kesini, jangan menyiksa diri sendiri ya mulai sekarang. Ingat kamu masih ada rumah, jangan bikin Mama khawatir lagi lihat kamu pulang kesini dengan keadaan kayak gini Nes. Perjalanan koas kamu masih panjang, jangan bikin semuanya hancur dan berantakan karena diri sendiri." Mama menasehati Vanessa dengan pelan pelan. Gadis seusia ini memang harus banyak dituntun dan diarahkan, jika tidak ia akan semakin kehilangan arah.

"Ma, makasih ya. Aku nggak tahu harus balas kayak gimana." Sahut Vanessa dengan suara yang cukup bergetar.

"Nes, semenjak kamu punya hubungan dengan anak Mama, kamu juga sudah jadi anak Mama, Vanessa. Mama bakal memperhatikan kamu seperti Mama memperhatikan Teddy." Ucap Mama, gadis itu hanya tersenyum walaupun air matanya masih sesekali membasahi kembali pipinya.

"Kamu disini aja ya? Udah jam 9 malam, atau mau pulang?" Tanya Mama ketika Vanessa sudah menghabiskan makanannya.

"Disini aja Ma, males pulang." Sahut gadis itu.

"Besok ke rumah sakit jam berapa Nes?" Tanya Mama lagi.

"Sembilan Ma." Vanessa merapikan piring kotornya.

"Yaudah kamu ganti baju dulu, mandi sekalian. Tidur di kamar Adek aja ya. Besok Mama bangunin biar nggak telat." Kata Mama.

"Aku ke mobil dulu Ma, mau ambil barang barang ku." Sahut Vanessa dan dijawab anggukan oleh Mama.

Gadis itu membuka pintu mobilnya, mengambil tas ransel dan macbooknya. Lalu masuk kembali dan langsung masuk ke kamar Mas-nya.

Vanessa duduk ditepi ranjang, bahkan ketika masuk kamar Mas saja ia langsung merindukan sosok laki laki itu. Aroma parfumenya yang entah kenapa sangat kuat sekali padahal ia yakin Mas-nya pun jarang pulang ke rumah orang tuanya.

Vanessa menghela napasnya kasar, ia langsung beranjak kembali dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari kehectic-an banyaknya operasi hari ini.

Beberapa menit setelahnya, ia sudah segar dan kembali membuka macbooknya menyusun laporan koas stase saraf, sesekali ia melihat video operasi dari dokter konsulennya, membaca beberapa jurnal kedokterannya, dan melihat beberapa file materi saraf. Bukannya istirahat, Vanessa justru menghabiskan waktu untuk belajar. Kacamata radiasi yang ia pakai terus bertengger ditulang hidungnya.

Ranjang milik Mas-nya itu penuh dengan perintilannya, hingga akhirnya Vanessa ketiduran dengan posisi duduk sambil memeluk kedua kakinya.

"Loh Adek? Kapan tibanya?" Mama yang keluar dari dapur sangat terkejut ketika melihat anak bungsunya tiba tiba pulang dengan pakaian loreng lorengnya.

"Ma, itu didepan mobil siapa? Kok aku kayak nggak asing ya?" Tanya Mas tanpa menjawab pertanyaan Mamanya.

"Mobil Vanessa." Jawab Mama.

Mas mengernyit bingung. "Hah? Vanessa disini?"

"Iya, pacar kamu itu lari kesini dengan segala keluh kesahnya. Udah tidur kayaknya di kamar kamu. Vanessa capek banget hari ini, Dek. Katanya dia juga nungguin kamu bales chatnya." Ujar Mama.

"Iya, Adek sibuk banget di lapangan hari ini, nggak ada megang hp. Ini aja aku baru baca chat Mama tadi dan ngasih tahu Papa sakit. Makanya aku kesini." Mas menghela napasnya sembari menjatuhkan tubuhnya keatas sofa.

"Papa baik baik aja?" Tanya Mas.

"Udah membaik." Jawab Mama.

"Aku ke kamar ya, Ma. Mau lihat bocil, kangen banget soalnya." Mas kembali beranjak dan langsung pergi ke kamarnya.

"Kamu nginep atau pulang? Mama mau kunci pintu pagar!" Mama sedikit berteriak.

"Nginep jadinya, mau nganter Vanessa juga besok sebelum ke Batalyon." Sahut Mas.

Mas melangkah dengan sangat pelan pelan, membuka pintu kamarnya dengan sepelan mungkin. Mas sedikit terkejut melihat kamarnya, bukan karena ranjangnya yang berserakan, tapi karena posisi tidur Vanessa yang sangat tidak nyaman.

"Ya ampun sayang." Ucap Mas dengan sedikit berbisik. Ia melihat Vanessa tertidur dalam posisi duduk dengan pipi kirinya bertumpu diatas lututnya dan memeluk kakinya itu.

Mas melihat segala perintilan gadisnya itu, sepertinya Vanessa ketiduran setelah belajar disaat dirinya sendiri sudah kelelahan. Bahkan layar macbooknya saja masih memutar video operasi yang tidak dimengerti oleh Mas.

Mas merapikan alat tulis dan barang barang Vanessa, Mas juga menutup macbook Vanessa dan memindahkannya ke atas meja.

Dan ternyata pergerakan Mas membuat Vanessa terbangun.

"Mas?" Panggil Vanessa sedikit ragu.

"Maaf sayang, kebangun ya?" Mas duduk diatas ranjang yang berhadapan dengan gadisnya.

"Mas dari mana aja?" Tanya Vanessa dengan suara seraknya.

"Mas baru balik dari Batalyon, sayang. Maaf ya sayang, maaf mas nggak balas chat kamu." Mas mengelus pipi gadis itu.

"Jahat banget, katanya sesibuk apapun kamu nanti bakal punya waktu untuk aku. Jahat banget sumpah, berjam jam kamu diemin aku." Gadis itu menahan rasa kesalnya.

"Mas sibuk di lapangan seharian sayang, mas nggak megang hp, chat Mama aja baru mas balas waktu mau pulang." Mas sangat merasa bersalah.

"Kamu mau berantem sama aku gara gara nggak bisa megang hp? Aku juga sibuk mas, aku berjam jam di ruang operasi, pindah ke igd, pindah ke icu, pindah ke rawat inap dalam satu hari, tapi masih bisa ngecek kamu bales chat aku atau nggak, aku lagi capek aja masih bisa chat kamu loh. Sesusah itu ngasih kabar mas? Gimana mau berhasil ldr nanti? Kayak gini aja kamu udah punya banyak alasan." Vanessa mengeluarkan semua unek uneknya beberapa hari ini.

"Iya mas salah sayang, maaf ya. Gapapa marah aja mas terima." Ucap Mas dengan pasrah.

"Gimana hari ini sayang? Ada cerita? Kenapa tiba tiba ke rumah?" Tanya Mas dengan banyak pertanyaannya.

"Capek, pengen lari tapi nggak tau lari kemana, soalnya semua rumah yang aku punya nggak ada waktu untuk nyambut aku kalau mau pulang." Sindir Vanessa dengan mata yang mulai berlinang.

Mas sepertinya mulai sadar jika ia sudah lama membiarkan Vanessa memendam segala keluh kesahnya beberapa waktu belakangan ini dan itu semua karena dirinya yang tidak sempat hanya sekedar mendengar gadisnya bercerita dan berkeluh kesah.

"Mas udah biarin kamu merasa sendirian ya? Mas udah jahat sama kamu ya sayang?" Ucap Mas.

"Boleh kalau mas dengar sekarang nggak? Sebagai permintaan maaf Mas ke kamu." Tanya Mas meminta izin takut Vanessa justru semakin marah.

"Aku nggak mau pulang, semenjak Kakek jadi Presiden, rasanya aku tersiksa dan nggak ada bahagia bahagianya. Rumah sebesar itu nggak ada penghuninya, Kakek yang selalu telat pulang, Mbak Ati yang jadwalnya nggak sama kayak aku, Bintang yang udah mulai sibuk di Gerindra, dan Habib yang udah nggak ada di rumah. Bunda dan Om Didit juga udah balik ke Paris, setiap aku pulang, setiap aku menginjakkan kaki ke Hambalang atau Kertanegara, nggak ada satupun keluarga aku disana, nggak ada yang nyambut aku, nggak ada yang nanyain kabar aku setelah cukup lama di rumah sakit, rumah ku yang satu lagi juga hampir lupa sama aku padahal aku lagi butuh dia banget." Vanessa menceritakan itu semua tanpa menatapnya dan itu semakin membuat Mas merasa bersalah.

"Harusnya aku senang kalau pulang ke rumah, tapi sekarang udah beda, yang ada setiap pulang ke rumah, aku jadi makin capek dan sedih."

"Aku mau lari ke siapa lagi?" Tanya gadis itu yang masih berusaha menahan air matanya.

Mas membawa Vanessa ke pelukannya, memeluk kesayangannya yang sangat ia rindukan. Mas juga sudah jarang untuk melihat Vanessa di rumah sakit, ia juga merasa komunikasi dengan Vanessa kurang baik karena kesibukannya sekarang.

"Maafin Mas sayang, maaf Mas ingkar janji dan biarin kamu ngalamin itu semuanya sendirian. Maaf ya, karena Mas belum jadi rumah yang seperti kamu inginkan. Mas usahain untuk tetap berkabar dengan kamu di kesibukkan Mas yang sekarang."

"Aku se lonely itu ya ternyata? Bahkan dalam hal ini aja aku bisa marah ke kamu padahal kamu juga punya kesibukan sendiri. Mas aku beneran udah berusaha untuk ngertiin pekerjaan kamu, tapi kenapa masih sulit ya? Aku bener bener bergantung banget sama kamu, Mas. Gimana kalau kamu berangkat pendidikan nanti, aku gimana?" Vanessa mulai menangis.

"Nggak sayang, memang Mas yang salah belum bisa menyesuaikan kesibukkan sekarang dan kurang bisa memprioritaskan kamu. Maaf sayang maaf, mas beneran minta maaf." Sahut Mas dengan cukup ketakutan.

"Aku kangen Mas." Gadis itu mengeratkan pelukannya.

"Iya Mas juga sayang."

"Makasih ya udah berusaha ngertiin pekerjaan Mas yang sesungguhnya sekarang, maaf untuk kesekian kalinya karena Mas bikin kamu kecewa." Mas mengelus punggung Vanessa.

"Mas jangan coba coba tinggalin aku ya? Aku beneran nggak sanggup kalau kamu pergi. Kamu kayak gini aja aku udah hilang arah mas." Sorot mata kegelisahan itu bisa terbaca oleh Mas.

"Nggak sayang, nggak akan." Mas menenangkan gadisnya itu.

"Makasih ya mbak sayang, udah hebat bertahan digempuran kesibukan dan stase kamu yang makin berat, makasih ya udah bekerja keras bahkan ketika Mas nggak ada disamping kamu dan dukung kamu. Hebat perempuannya Mas ini. Jangan nyakitin diri sendiri ya karena Mas, kamu kalau nggak Mas perhatiin pasti nggak makan. Jangan bikin Mas khawatir sayang, Mas udah nggak bisa selangkah atau nyampe dalam sekejap ke rumah sakit." Mas mengelus surai panjang gadis itu.

"Kamu kesini karena di rumah udah nggak ada Mas lagi ya?" Tanya Mas memastikan.

"Itu iya juga, karena setiap Kakek pulang, kedatangan yang aku tunggu itu kamu, sekarang kan udah beda Mas. Kadang aku belum bisa terima kalau kamu udah nggak kerja sama Kakek lagi. Biasanya kamu setiap hari ada di rumah, biasanya kamu pasti pamit pulang ke aku, biasanya kamu ngecheck aku ke kamar sebelum pulang, sekarang udah nggak lagi. Aku cengeng banget ya Mas? Kalau ingat tentang hal itu aku pasti nangis terus." Ucap Vanessa dengan tertawanya yang getir.

"Aku beneran kangen kamu setiap hari, mau nelfon kamu disela sela waktu luangku, tapi aku takut ganggu kamu karena untuk balas chat aku aja kamu nggak sempat."

"Mbak sayang, sabar ya? Sabar ya untuk sebentar aja, Mas pasti balik ke Bapak dan kita bakal seperti dulu lagi. Mas lagi mengusahakan itu untuk kamu, jadi maaf sayang kalau ditengah proses Mas untuk bisa balik ke Bapak dan balik ke kamu, kamu sedikit tertatih tatih dan banyak menangisnya. Maaf kalau kamu nanti merasa yang lebih banyak mengerti Mas dan lebih mengalah. Maaf kalau kali ini justru giliran kamu untuk nunggu Mas bisa balik ke kamu seperti sedia kala." Ucap Mas dengan wajah lelahnya itu.

"Mas takut nyakitin kamu, Mas takut kalau mas banyak ingkarnya karena selama ini mas selalu yakinin kamu kalau mas akan selalu ada untuk kamu kapanpun itu. Mas takut nggak bisa ngontrol itu, makanya sekarang Mas cuma bisa yakinin kamu untuk tolong tetap bertahan ya? Mas akan mengusahakan kamu." Sahut Mas dengan serius.

"Tolong jangan lelah sama penantian ini, sayang. Mas berharap kamu nggak nyerah dan tiba tiba berhenti. Ada mas yang juga berusaha untuk kamu, semua hidup mas hanya untuk kamu, mas takut banget nyakitin kamu dengan segala janji mas yang belum tentu bisa mas tepati. Tapi mas akan selalu berusaha untuk bikin kamu tetap percaya sama mas. Mas mati matian untuk bisa sama kamu." Lanjut Mas dengan sungguh sungguh.

"Mas, aku nggak tahu hari esok kayak gimana. Tapi aku berharap ditengah kesibukkan kamu, pekerjaan kamu, pendidikan kamu nanti, dan perjuangan kamu itu, tolong jangan lupain aku sedetik pun, karena di kesibukkan aku aja kamu selalu ada di pikiran aku, Mas. Aku nggak akan nuntut apapun ke kamu. Aku nggak papa kalau kamu nggak bisa balas chat aku setiap hari seperti dulu, aku nggak masalah kalau kamu nggak bisa ke rumah sakit sesering dulu, aku nggak masalah kita nggak perlu ada sleepcall lagi karena aku tahu kamu pasti udah lelah sama pekerjaan kamu, aku nggak akan nuntut kamu untuk ladenin omongan randomku di chat yang suka tiba tiba, tapi aku cuma berharap tolong ada ketika aku butuh kamu, Mas. Bisa nggak? Dari sekian banyaknya permintaan aku, aku cuma butuh itu. Aku beneran nggak punya siapa siapa, Mas. Kamu tahu gimana berantakannya hidup aku dan cuma kamu yang bisa ngertiin aku." Ucap Vanessa dengan memohon.

"Iya sayang, mas akan usahakan itu. Bahkan hal hal kecil seperti dulu itu akan Mas usahakan sayang. Di kesibukkan Mas kali ini, Mas nggak akan bikin kamu merasa sendirian lagi. Mas akan usahakan ini untuk terakhir kalinya." Jelas Mas.

"Makasih ya sayang untuk pengertiannya." Ucap Mas dengan senyum manisnya.

"Mas.. aku mau jawab sekarang ya?"

Mas menunggu jawaban gadis itu dengan sedikit gugup.

"Ayo pengajuan Mas, setelah kamu pulang pendidikan nanti. Sekarang biar jadi giliran aku untuk nungguin kamu balik ke aku. Sekarang giliran aku nungguin kamu, Mas." Vanessa mengenggam tangan Mas dengan erat.

"Entah apa rintangannya nanti, aku bakal berusaha untuk hadapin itu. Jadi tolong Mas kamu harus balik ke aku lagi, balik ke sisi aku kayak dulu, ayo kita wujud-in hidup bareng bareng sesuai impian yang udah kita bayangin, yang udah kita susun. Aku bakal selesain masa koas aku dan kamu harus secepatnya selesain pendidikan kamu dan balik ke aku." Pinta Vanessa dengan sungguh sungguh.

"Aku nggak kuat berjauhan sama kamu, Mas."

Mas yang mendengar itu menahan tangisnya, berusaha untuk tidak menangis dihadapan Vanessa karena jawaban mendewasakan dari gadis itu. Bocil kesayangannya itu sudah tumbuh dengan sangat dewasa.

"Sayang, makasih ya, makasih udah terima Mas untuk kedua kalinya. Makasih karena kamu mau mewujudkan impian kita bareng bareng, makasih untuk luasnya rasa sabar dan ikhlasnya. Mas akan secepatnya balik ke kamu, mas akan usahakan kita bisa bareng bareng kayak dulu lagi. Makasih mbak sayang, karena mau menunggu Mas." Mas kembali membawa gadisnya itu kembali ke pelukannya, diam diam ia jatuhkan air matanya itu karena perasaan haru dan bahagianya.

Penantiannya cukup lama untuk mendapatkan jawaban itu. Mas bertekad akan memegang semua janjinya kepada Vanessa, Mas akan secepatnya menyelesaikan urusannya. Vanessa memang harus menunggunya entah dengan kesabaran, kesedihan, atau kebahagiaan, tetapi Mas juga mati matian memperjuangkannya. Mereka sama sama kembali bertahan dan memperjuangkan cinta mereka.

Apapun rintangannya nanti Tuhan, Mas hanya berharap tolong kuatkan ia dan Vanessa untuk mengejar takdir mereka yang sedikit lagi akan menjadi milik mereka berdua. Mas berharap perjuangannya kali ini semesta juga mendukungnya dan ia berharap semesta juga selalu menemani gadisnya ketika ia juga sedang memperjuangkan semuanya dan menunggunya pulang.

Continue Reading

You'll Also Like

127K 10K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
4.7K 554 9
❗️INI FIKSI❕️ Seorang gadis bernama Indah Pratiwi diikuti sesosok arwah gentayangan bernama Oniel namun bukannya mengusir arwah itu ia malah membant...
61.5K 7.5K 23
WARNING! TATA KEPENULISAN MASIH ACAKAN! MOHON DIMAKLUMI. MELODRAMA | ROMANCE | FANFICTION | MYUNGZY Rank Category : #2 - December (191121) #1 - Bae S...
4.9K 579 23
ketidak beruntungan hidup mahasiswi biasa yang diusir dari rumah sewanya, Yang Heejoo, membawanya pada kehidupan Song Hayoung, salah satu profesornya...