Hi, We Are ZxVorst Team

matchaIatte által

18.4K 702 541

Tongkrongan bukan sembarang tongkrongan. Tongkrongan kami bukan kumpulan anak berandal, tapi anak-anak yang i... Több

Prawacana
Chapt. 1
Chapt. 2
Chapt. 3
Chapt. 4
Chapt. 5
Chapt. 6
Chapt. 7
Chapt. 8
Chapt. 9
Chapt. 10
Chapt. 11
Chapt. 12
Chapt. 13
Chapt. 14
Chapt. 15
Chapt 16
Chapt 17

Chapt. 18

124 5 0
matchaIatte által

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Chaens!! Selamat hari raya Idul Fitri!! Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin 🙏

Maaf, yaa. Matcha baru kembali lagi.
Kalian apa kabar?

Tahun ini dapat THR nggak, nih?
Yang nggak dapat, sabar, yaa. Semoga diberikan rezeki yang lancar.

Kangen Zx, kan? Yuk, baca! Matcha akan spill lagi, siapa itu Daksa!!

==========================================

Menunggu Aiden menyelesaikan makan bapaunya cukup membutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, tak hanya bapau. Setelah ada suster memberikan sarapan paginya, langsung dilahap habis oleh Aiden. Jika dipikir, setelah ia minum obat juga, lalu berhenti. Itu salah! Justru Aiden melanjutkan makannya lagi dengan memakan buah yang ada di nakas.

"Den, sumpah! Ini mah gue udah ngantuk duluan nungguin lo selesai makan," gerutu Hazell yang matanya tinggal setengah watt.

Sementara Aiden dengan rasa tak bersalahnya, ia hanya diam saja. "Bentar, kek. Lo pada nyuruh gue cerita, tapi bensinnya kagak diisi. Ya, berhenti tengah jalan gue."

"Iya, kita tunggu. Cepat!" suruh Varess, meskipun ekspresinya sudah jengah menunggu Aiden bercerita.

Akhirnya, setelah beberapa menit. Aiden sudah sangat kenyang. Namun, kekenyangan itu membuatnya hampir mengantuk. Terlebih efek obat yang ia minum rupanya menimbulkan rasa kantuk juga.

"Gue mau cerita, tapi ini mata ngajak gue merem," ujar Aiden bersiap tiduran di atas ranjangnya.

Melihat Aiden yang hendak tertidur, semuanya lantas mencegah. "Kagak!"

"Lo hutang cerita, Den! Ucapan adalah doa. Doa adalah janji yang baik harus ditepati!" sahut Jessie.

Karena paksaan dari temannya, Aiden pun tak jadi tidur. Meskipun dengan rasa kantuk, sebisa mungkin ia tahan hanya untuk bercerita. Siapa itu Daksa, secara lengkap menurut pengetahuannya.

Dirasa posisinya yang kurang nyaman, Aiden memilih untuk duduk di bawah bersama teman-temannya. Tangannya yang masih bersama infus itu ia bawa dengan hati-hati, tiang infusnya pun ia bawa berdekatan dengan tempat ia duduk.

"Gue mau mulai cerita, tapi, tolong ambilin gue camilan dulu kek. Gue masih laper, sumpah!" suruh Aiden sembari memegangi perutnya.

Lantas, semuanya melongo. Sejak tadi, Aiden terus saja makan tanpa henti dan ... Apa katanya? Masih lapar? Seberapa besar kapasitas perut Aiden sampai hampir semua makanan ia makan, tetapi belum juga kenyang.

Karena dilanda penasaran yang cukup tinggi, akhirnya Hazell dan Ravend mengambil semua camilan ke hadapan Aiden. Mulai dari keripik pisang, yupi, keripik buah, kacang tanah, sampai semua toples di atas meja pun ada di hadapannya.

"Kan, gue udah cerita soal Daksa. Jadi, apa yang buat kalian penasaran?" tanya Aiden.

Varess mendelik sebal. Sebenarnya, Aiden itu tahu nggak, sih, seberapa penasarannya mereka dengan si Daksa?

Melihat temannya yang memasang wajah kurang tak mengenakkan, akhirnya Aiden pun mulai bercerita. "Gue kenal si Daksa mulai dari SMA. Yang gue bilang sejak dia salah pesan jus dan kita mulai tukeran nomor itu."

Sembari memakan keripik pisang, Aiden masih melanjutkan ceritanya. Bahkan, tak ada yang protes sama sekali meskipun ucapan Aiden bersahutan dengan bunyi kriuk keripik pisang.

"Menurut gue, Daksa itu perlahan diajak gabung sama gengnya Elang. Kenapa gue mikir gitu? Ya, karena gue juga sempat curiga. Daksa ini dulu bisa dibilang cupu banget. Eh, nggak juga deng. Intinya, dia itu nggak banyak yang nemenin. Entah karena apa.

Nah, selama gue sekolah. Gue yang bloon atau gimana ini. Gue baru tahu kalau si Daksa ini kelasnya sebelahan sama gue. XI MIPA 2. Gue di MIPA 1," cerita Aiden.

"Hajell kelas berapa, Den?" tanya Varess.

"Sama kek gue, tapi dulunya kita beda kelas. Gue X-A, dia X-D," jawab Aiden.

"Wah, wah. Jel, lo tahu nggak? Kenapa lo itu di kelas D?" tanya Ravend pada Hazell yang sedang mengunyah permen karet.

Merasa dirinya dipanggil, Hazell pun menautkan alisnya seraya bertanya, "Apa?"

"Aiden itu sesuai dengan inisialnya—"

"Terus gue itu H, dan kelas gue harusnya H juga gitu?"

"Ya, kagak. Gue belum selesai ngomong elah!"

"Terus, terus?"

"Iden tuh A, Aiden. Terus, kelas A itu artinya Apik. Kalau B artinya Baik/Bagus, kelas C itu artinya Cukup."

"Kalau D? Apaan?" Hazell bertanya.

"D itu dedel, whahahaha," tawa Ravend menggema seluruh ruangan. Terbahak-bahak seorang diri layaknya orang gila, sembari ia memegangi perutnya, dan mata yang mulai merembes air mata saking ngakaknya.

"Emang, lo dulu kelas apa, Pen?" tanya Varess.

Ravend bangun, kemudian menjawab, "G. G itu good."

"Goblok," ujar Dragon yang sejak tadi diam.

Mendengar ucapan dari Dragon, lantas semuanya pun ikut tertawa, terkecuali Aiden dan Ravend. Sama halnya seperti Hazell yang tawanya sangat kencang dibandingkan yang lain, seakan ia juga ingin membalas dendam.

"Ssutt, udah. Mau dengerin cerita atau gue tinggal turu?" sela Aiden menyelamatkan harga diri Ravend yang telah ditertawakan habis-habisan.

"Lanjut!" seru lainnya.

"Singkatnya aja, gue udah kenal si Daksa sejak salah jus itu, kan? Nah, di situ gue mulai temenan sama dia. Berhubung gue dulu juga anggota OSIS–"

"Lo dulu ketuanya, bukan anggota!" sahut Hazell.

"Iya, iya. Nah, gue ajak dia buat interaksi juga. Terus, gue juga sempat ajak dia gabung OSIS. Dianya nggak mau. Ya, gue nggak mau maksa juga.

Gue tiap hari pasti nongkinya sama anak OSIS, kan. Termasuk Hazell. Nah, di situ gue sering ketemu sama si Daksa ini. Dia ngikut sama Elang mulu. Enggak tahu kenapa. Gue, ya, biasa aja sama si Elang. Tapi, ntah, Elang ini kalau sama gue agak kesel atau gimana gitu. Kek ketemu musuhlah intinya," jelas Aiden.

"Kok, bisa gitu?" tanya Starlie.

"Lo ada salahkah sama si Elang?" lanjut Jessie bertanya.

"Iden mah Nggak ada salah. Emang dia itu yang terlalu amanah," sahut Hazell.

"Maksud?" tanya Arsen.

"Kan, gue OSIS. Nah, disuruh sama pembina dan kepsek, kalau ada anak yang bandel, itu ditegur dan kasih semacam hukuman gitu. Tapi, kalau hukuman nggak terlalu berlaku, sih, kasian gue lihatnya. Gue cuma tegur, terus, ya, gitu. Sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Kan, kalau cowok nggak boleh semir, rambut panjang, atau di model-model. Nah, kalau cewek, yang nggak berhijab juga sama, nggak boleh disemir. Model rambut mah terserah, yang penting rapi menurut kriteria sekolah. Pakaiannya cowok cewek juga nggak boleh ketat.

Nah, si Elang ini bandel emang. Dia pakaiannya ketat, rambut panjang, ditambah sering ketahuan ngerokok. Gue tiap pagi yang jaga gerbang, gue tegur mulu, kan. Dianya tetap aja bandel.

Akhirnya, mau nggak mau, gue paksa dia ikut gue. Gue temuin pembina OSIS sama dia. Ada guru BK juga. Dengan persetujuan dan perundingan. Yang bandel gini ditindaklanjuti.

Elang yang rambutnya panjang akhirnya dibotak. Yang botakin gue, disaksikan seluruh siswa di sekolah dan guru-guru juga. Terus, seragamnya yang ketat, dikasih tulisan. "Calon pocong."

Tapi, tenang. Tulisan itu nggak pakai spidol atau apa. Itu pakai kertas, terus ditempel pakai solatip. Kenapa calon pocong? Karena, kan, ketat. Dah mirip kek pocong," tutur Aiden panjang lebar.

"Lah, eh? Kenapa harus pocong sebutannya? Kan, bisa aja lontong kek, atau apa. Serem amat pocong," komentar Varess.

Tak menanggapi ucapan Varess, Aiden kembali melanjutkan ceritanya. Ia berencana akan membahas tuntas mengenai Daksa dan Elang agar temannya tak lagi penasaran. Di balik itu, ia sebenarnya juga sudah lelah dan mengantuk.

"Semenjak kejadian itu, gue sering dimusuhi sama Elang. Gue lewat aja langsung kena bombastic side eye. Nggak cuma Elang, bahkan Daksa yang biasanya gue ajak ngobrol biasa aja, mulai ikutan ngejauhin gue. Padahal, ya, setahu gue, mereka nggak ada hubungan apa-apa. Anggotanya si Elang aja bukan.

Tapi, ntah kenapa. Semenjak si Daksa ini ngejauh dari gue, tiap gue mau ngajak Daksa nongki atau apalah, si Elang ini kayak ngelarang gue gitu. Bahkan, ketika gue sempat mau ngajak dia gabung Zx, Daksa nolak. Dia bilang, "kalau gue aja nggak ikut gengnya Elang, gue juga nggak ikut geng manapun. Gue maunya netral."

Lah, padahal, kan, kita juga netral. Sejak kapan kita ini musuhan. Bahkan, si Elang yang nyoba buat gue celaka aja masih gue anggap teman."

"Lo terlalu baik, Den. Orang sebaik lo ini emang agak tolol," ucap Ravend, melempar biji semangka ke arah Aiden.

"Gue selama ini selalu cari tahu tentang Daksa dan Elang. Sayangnya, nggak ada yang bisa gue temukan. Gue cuma dapat info latar belakang keluarga Elang. Itu pun gue dapat ketika dia lagi disidang sama guru BK karena bandel. Selain itu, gue juga sempat lihat daerah di mana markas gengnya Elang berada," ungkap Aiden.

"Terus, lo dapat info lanjutan tentang Daksa itu, nggak? Sebenarnya, kita lebih penasaran ke si Daksa. Kenapa sampai sebegitunya kayak dilindungi sama Elang. Jangan-jangan mereka ada ikatan saudara?" tanya Ravend.

Aiden mengendikkan bahunya seraya menggeleng. "Entah. Tapi, gue rasa enggak. Seminimnya gue tahu soal si Daksa, dia anak terakhir. Dia pernah bilang, punya kakak cewek, bahkan udah nikah dan punya anak satu."

"Lo tahu nama kakaknya?"

"Hm, tahu. Seingat gue namanya–"

Ucapan Aiden terpotong karena dering telepon yang cukup keras memekik telinga. Bersumber dari atas nakas, yang tak lain dan tak bukan ialah ponsel Aiden.

Ravend yang berada cukup dengan dengan nakas pun beranjak berdiri dan mengambilnya. Kemudian, ia lihat siapa yang menelepon Aiden.

"Den, Kanjeng mami menelepon," ujarnya.

Terlihat jengah Aiden mendengarnya. Namun, mau tak mau ia harus mengangkat telponnya. Semenjak ia dirawat di RS, ia sama sekali tidak menyalakan lagi ponselnya. Entah, siapa juga yang mengecas ponselnya. Yang jelas, baru pagi tadi ia menyalakannya tanpa melihat notifikasi apapun. Ia hanya cek jam, kemudian ia tutup kembali.

Sebenarnya, ia sempat heran juga dengan sebaris notifikasi dari nomor tak dikenal. Tetapi, meskipun begitu, ia tidak melihat lagi apa isi pesannya. Ia sangat lapas tadi pagi, sampai tak ingin membuka ponselnya karena takut kebablasan sampai lupa makan.

Sembari mengangkat teleponnya, Aiden sedikit menjauh dari teman-temannya. Sementara yang lain sebenarnya juga cukup penasaran.

Tetapi, ketika Aiden tahu apa yang akan dibicarakan oleh Maminya, ia pun mengeraskan suaranya sampai ia menyalakan tombol speaker agar temannya tak penasaran.

"Kamu dari mana aja? Beberapa hari ini nggak ada kabar," tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon.

"Iden di RS, Mi."

"Ya Allah, Nak. Kamu ngapain di RS? Kenapa nggak bilang sama Mami? Mami beberapa hari ini telepon kamu, chat kamu, semua nggak dibalas. Mami chat teman-teman kamu juga nggak ada yang balas."

Mendengar ucapan Maminya, Aiden lantas melirik temannya. Namun, yang ia dapat hanya cengiran tak berdosa dari wajah temannya.

"Mereka lagi pada sibuk, Mi. Beberapa dari mereka juga ganti nomor. Mami juga nggak nyimpan semua nomor, kan?"

"Iya, Mami cuma nyimpan nomornya nak Hazell, Jessie, sama Ravend."

"Nah, semuanya ganti nomor, Mi. Kalau Hazell emang hpnya kan sempat ngedrop, jadinya nggak bisa balas chat Mami."

"Iya, nak, iya. Kamu gimana sekarang? Sakit apa? Di rumah sakit mana? Kenapa kamu nggak bilang sama kita?"

Berentet pertanyaan timbul dari Maminya. Aiden sampai bingung harus menjawab apa.

"Iden cuma kecapekan, Mi. Iden juga di RS yang biasanya kita kunjungi kalau lagi pada sakit. Masalah Iden nggak ngabari kalian, karena Iden nggak sempat buat buka hp."

"Apa karena kamu memikirkan masalah itu, Nak?"

"Udahlah, Mi. Masalah itu nggak usah lagi dibahas. Iden pusing. Lagipula Iden juga belum siap sepenuhnya."

Tanpa menguping karena memang telepon itu diaktifkan speakernya. Teman-teman Aiden saling pandang. Sebenarnya, Aiden ada masalah apa? Apakah terkait dengan perjodohan itu?

"Pstt, Iden ada masalah apa, Jel?" bisik Varess.

Hazell menoleh sambil mengendikkan bahunya. "Entah, gue aja nggak tahu."

"Nak, tolong nanti baca pesan dia, ya?"

"Iya, Mi. Nanti Iden balas semua chat yang menurut Iden penting."

"Meskipun nggak penting, dia akan menjadi hal yang terpenting di hidupmu nanti, Nak ..."


==========================================

Ohoo
Apakah kalian kenyang ges? Ya, kali, nggak kenyang dengan part segini banyaknya.
Eh, nggak juga deng. Beda tipis ajalah yak

Seperti biasaa, jangan lupa vote dan komen yaa!!

Yang nggak mau vote, matanya shimmer-shimmer 😏

Olvasás folytatása

You'll Also Like

2.4K 34 13
"So you really love me?" "Yk I do ma don't act like det" © NARDOOWICKK PRODUCTIONS
4.5K 71 18
this is coming soon trust also made this because I'm bored also this shit is probably inaccurate but wtvs
SAGARA - Ongoing Oren által

Ifjúsági irodalom

28.5K 703 44
"Meski hidup itu kadang tidak adil, tapi gue yakin kalo Tuhan selalu adil" -Sagara "Gue Sagara, Silvester Arjuna Sagara. Hidup itu indah bro kalo lo...
1.4K 108 9
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Zearita Amalia Leysan, gadis cantik yang akan menguak misteri kematian pacar nya, Sagara Alverian Zerrano. Zea tak sendiri...