PENGASUH

By Cratelius

149K 13.8K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

37

1.6K 168 17
By Cratelius

Lambat laun

*

"Lama ga jumpa, Olla dan Azizi," sapa Feni seraya tersenyum lebar pada dua anak didiknya dahulu yang baru saja tiba di suatu cafe. "Udah cocok jadi Bu Boss cabang, nih."

Olla hanya nyengir kuda menanggapinya, sedang Azizi tetap memasang muka datarnya seperti biasa. "Tumben banget kalian manggil aku? Ada mau 'kan?" Terka Feni yang memang benar adanya.

Entah kenapa semua orang organisasi ini selalu saja menghubungi Feni saat membutuhkan keahliannya, dasar.

"Kakak pasti udah baca berita 'kan?" Tanya Olla sembari menyodorkan ponselnya yang menampilkan berita tentang penangkapan Adel yang membabi buta di kantor polisi.

Netra Azizi kini menatap Feni. "Kami minta bantuan kakak—"

"Itu ulah aku," potong Feni masih dengan senyum nya yang lebar.

"Hah?" Azizi dan Olla serentak kebingungan, penuh tanda tanya kenapa Feni melakukan hal yang membuat Adel di tangkap.

"Lebih tepatnya, aku nyuruh anak buah Indah buat ngebantai Ragustiro. Hadirnya Adel di situ, itu di luar ekspektasi aku," jelas Feni lagi.

"Kenapa—"

"Kenapa, ya? Gabut mungkin," jawab Feni main-main yang membuat darah Azizi jadi mendidih. "Simpel nya gini, Zee. Orang lain yang berbuat demikian dan aku memodifikasi nya. Kalian tahu 'kan, itu keahlian aku?"

Azizi menggerak-gerakkan giginya. Feni sedari dulu memang selalu bisa memancing emosi seseorang. Padahal dahulu Azizi lah yang selalu membuat Feni naik darah. "Apa lagi yang kakak modifikasi?"

"Mmh. . Let me see! Kebakaran Resto istri Ragustiro, pembantaian keluarga Ragustiro, dan. . Hilangnya Marshalina Putri Ragustiro."

Azizi berdiri, melewati meja yang menghalangi mereka berdua. Tangannya dengan kuat mencengkram kerah baju Feni hingga membuatnya tercekik dan mau tak mau harus bertatap wajah dengan wajah Azizi yang terlihat sangat marah.

Olla menghela napasnya lalu menepuk punggung Azizi, memintanya untuk melepaskan tangannya dari Feni. "Lepas, Zee. Harusnya gue ngajak Fiony aja tadi," keluh Olla yang seakan sudah meramal bahwa hal ini akan terjadi.

"Azizi, Azizi, Azizi," panggil Feni beruntun dengan seringainya yang lebar, tak peduli dengan tangan Azizi yang satunya lagi sudah mengepal dengan erat, siap memukul wajah Feni kapan saja. "Tenang aja, Marsha aman kok sama aku," sambung Feni seraya mendorong tubuh Azizi dengan kuat, membuat cengkraman nya terlepas dari kerah baju Feni.

"Kayaknya kita ga bisa negosiasi kali ini. Kita berjalan di jalan yang berbeda, Zee." Feni lalu berjalan pergi, meninggalkan Azizi dan Olla yang masih berada di meja cafe dengan emosi mereka yang tak bisa mereka keluarkan.

"Untung aja senior," cercah Olla yang sebenarnya tak kalah kesal dengan Azizi.

"Gue mau ketemu Aldo," ucap Azizi sekilas lalu ikut pergi meninggalkan Olla.

"Yee, si bangsat main ninggalin aja."

Baru saja Olla hendak berdiri, tiba-tiba seorang pelayan datang membawa tiga jenis minuman yang sudah Feni pesankan sebelumnya. "Kak, pesanan nya," sela pelayan itu menghentikan Olla yang hendak pergi.

"Udah di bayar, kak?"

Pelayan itu menggeleng lalu mengeluarkan struk pesanan.

"Totalnya seratus ribu, kak."

Helaan napas berat keluar dari mulut Olla, tangannya merogoh saku celananya dan mengambil dompet miliknya di dalam. Mata Olla seketika membulat, terkejut karena tak ada apa-apa di dalam dompet nya, alias kosong.

"Kak, gue cuci piring aja bisa ga?"

-

Deruan air dari shower menerpa sekujur tubuh Gita, membasuh kulitnya yang terasa lengket karena permainannya dengan Kathrina tadi sore. Pikiran Gita melayang, bukan pada kenikmatan yang ia rasakan melainkan pada suatu hal yang sangat amat penting baginya.

Kehancuran seseorang.

Gita memejamkan mata, membiarkan air dingin kembali mengguyur tubuhnya. Otak Gita terasa segar hingga ingatan- ingatannya menjadi lebih tajam. Sebuah memori tipis terlintas, membuat salah satu tangan Gita mengepal dengan kuat.

"Faradisha Flora Rinaldi," gumam Gita sendirian.

Pikirannya kini penuh oleh Flora, gadis yang Gita tetapkan menjadi target utamanya. Dua orang temannya telah Gita bereskan dengan sempurna dan sesuai rencana.

Yang satu mati terbakar dan yang satu memiliki rasa trauma. Sangat sesuai dengan apa yang Gita inginkan. Merasa rencana selanjutnya akan berhasil juga, tanpa sadar dua sudut bibir Gita tertarik hingga menampilkan senyum puas di wajahnya.

Untuk pertama kalinya, Gita tersenyum bukan karena Kathrina.

Baru saja Gita memikirkan nama kekasihnya, Kathrina membuka pintu kamar mandi lalu masuk dengan senyum tengil di wajahnya. "Aku keringkan rambut kamu, ya?" Pinta Kathrina yang berdiri berjarak dari Gita yang masih berada di area shower.

Kepala Gita terangguk kecil seraya tangannya mematikan keran air. "Ada yang mau aku obrolin sama kamu," ucap Gita. Tangannya menarik lengan Kathrina lalu mengajaknya keluar dari kamar mandi.

Gita, yang tubuhnya tidak ditutupi sehelai benang pun langsung duduk di pinggir kasur, diikuti oleh Kathrina yang sudah beranjak ke belakang Gita. Ia menyalakan pengering rambut lalu mengarahkannya pada rambut Gita yang masih basah.

"Mau obrolin apa, sayang?" Tanya Kathrina dengan fokusnya pada pengering rambut.

"Papa aku pengedar narkoba," ungkap Gita. Kathrina hanya mengangguk, tak ada reaksi lain selain bibirnya yang membentuk huruf O. Kathrina sudah terbiasa dan tak heran lagi dengan orang-orang kaya yang melakukan bisnis seperti itu.

Bisa dibilang, lingkup kerja Kathrina pun ada juga yang bekerja sebagai pengedar narkoba. Sedari kecil pun Kathrina sudah terbiasa tahu jika ada yang melakukan transaksi seperti itu.

Bagi Kathrina itu adalah hal lumrah.

"Kamu marah ga sama papa?" Tanya Kathrina. Gita menggelengkan kepalanya lalu menatap ke arah tubuh telanjangnya yang masih ada bulir air yang mengalir di kulitnya. "Justru aku mau berterimakasih sama papa," jawab Gita yang membuat satu alis Kathrina terangkat, merasa heran kenapa Gita justru merasa berterimakasih pada Anton yang sudah menjadi pengedar narkoba.

"Kenapa?"

"Suatu saat nanti kamu tahu." Gita berdiri, menghentikan kegiatan Kathrina yang sedang mengeringkan rambutnya. "Permintaan aku ke kamu untuk bunuh Flora itu ga usah di jalanin. Aku cuma bercanda," imbuh Gita sambil menoleh pada Kathrina dan tersenyum.

Kathrina ikut tersenyum, ia menggaruk kepalanya sekilas lalu berdiri. "Kalau beneran juga akan aku turutin, kok."

"Jangan kotorin tangan kamu," tegas Gita dengan datar. Tubuhnya perlahan di peluk oleh Kathrina lalu kepalanya di elus dengan pelan.

"Iya, sayang."

Gita tak tahu saja kalau tangan Kathrina ini sudah kotor sedari dulu. Banyak darah orang-orang yang bertetesan di ujung jari Kathrina. Bahkan, darah kedua orangtuanya sendiri.

-

"Kamu udah netapin pilihan kamu, Fre? Malam ini kita udah harus rapat lagi," tanya Fiony pada Freya. Mereka berdua berada di mobil dengan Freya yang menyetir.

Freya menggeleng, matanya yang tadinya tajam fokus pada jalanan kini berubah sendu karena pertanyaan Fiony. "Ga ditunda dulu? Adel masih di kantor polisi," kilah Freya menghindari rapat penting mereka.

Fiony menggeleng mantap. "Tetap harus berjalan dengan adanya atau tidak adanya Adel."

Freya menghela napasnya, masih belum siap untuk merelakan kekasihnya yang bahkan belum menghubungi dirinya seminggu ini.

Kemanakah Flora? Bagaimana kabar Flora? Sedang apa dia sekarang? Freya benar-benar tidak tahu kabar sederhana dari kekasihnya. Seakan mereka berdua tak pernah kenal, semenjak Freya pamit keluar kota saat itu, mereka berdua benar-benar tak menghubungi satu sama lain.

"Aku masih belum siap," lirih Freya membuat Fiony berdecak kesal seraya membanting dirinya ke bangku tempat duduknya sendiri. "Aelah kamu tuh nunda-nunda aja," keluh Fiony yang langsung memiliki gambaran bagaimana jalannya rapat mereka nanti malam.

Bukan dengan Adel lagi Freya akan beradu, mungkin saja Olla akan langsung turun tangan atas ketidaksetujuan Freya terhadap rencana eksekusi mereka pada Flora.

"Cepat atau lambat Flora akan tetap kita eksekusi, Fre."

"Aku tahu."

Mereka berdua menghela napas. Masih tak menemukan titik terang yang padahal semudah itu ditemukan jika Freya menyetujui untuk merelakan kekasihnya.

"Di saat-saat seperti ini kadang aku berharap ada Jessi." Mata Fiony perlahan terpejam. Membiarkan pikiran dan hatinya untuk beristirahat sejenak.

Sedang, Freya menanggapi perkataan Fiony dengan anggukan kecil. "Aku juga," lirih Freya dengan suaranya yang bergetar menahan tangis. Benak Freya benar-benar sakit, seakan ada duri besar yang menancap.

Bendungan mata Freya yang semula ia bangun dengan kokoh hancur dalam sekejam, air mata Freya mengalir, membahasi pipinya. Isak Freya lolos dan Fiony mendengarnya.

"Kamu nangis?" Fiony membuka matanya, lalu memegang pundak Freya mencoba menenangkannya. "Kalau nangis kita menepi dulu, Fre. Aku takut tabrakan," imbuh Fiony yang juga menyayangkan nyawanya.

Mobil mereka perlahan berhenti ke tepi. Benar apa kata Fiony, Freya tak ingin dua nyawa mereka melayang hanya karna emosional lebay Freya yang tiba-tiba muncul ini.

"Aku kangen Jessi," lirih Freya sembari mengusap matanya menggunakan tisu yang di berikan Fiony barusan. "Aku ngerasa bersalah sama Jessi karna nunda rencana kita," sambung Freya membuat isakan nya makin menjadi. Hidung Freya merah dan berair, membuat Fiony yang berusaha menenangkan Freya jadi gagal fokus.

"Anu, Fre! Awas ingus kamu masuk ke mulut."

.
.
.
.
.

Ya elah Fiony Fiony

Continue Reading

You'll Also Like

20K 1.6K 30
menceritakan regie yang menyukai seorang ketos di sekolah nya,dan cinta yang bertepuk sebelah tangan karena ketos yang ia sukai menyukai orang lain y...
59.3K 3.9K 25
menceritakan cerita yang ge jelas hehe bercanda baca aja ya yang mau request cerita boleh isi link di sini, Terima Kasih https://saweria.co/LeoLLCKP...
146K 13.1K 42
kepala pundak, delshel lagi delshel lagi.. mohon untuk tidak dibawa ke rl guys! apalagi sampe ke member ya. terimakasih🫰🏻 ❕H A P P Y R E A D I N G...
151K 14K 70
"Lebih baik menyakiti satu hati dari pada kedua nya" -L