He Fell First and She Never F...

By vousmezera

288K 22.3K 3.1K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100

50

2.6K 232 30
By vousmezera

"Mas, aku mau nanya deh. Sebenernya nggak penting sih tapi aku penasaran dari sudut pandang kamu sebagai laki laki aja." Gadis itu tengah duduk selonjoran di depan kolam renang, tepatnya di hotel yang dekat dengan lokasi IKN, besok Kakek dan Mas Gibran akan dilantik sebagai Presiden ke-8 dan mereka semua saat ini beristirahat setelah melakukan banyak kegiatan dan kesibukan hari ini untuk persiapan besok. Cukup deg degkan dan sangat takut, entah apa yang ditakuti, karena besok bisa dibilang pelantikan yang cukup sakral.

"Nanya apa mbak sayang?" Tanya Mas-nya yang kini memberikan segelas susu coklat kepada gadisnya itu.

Sebenarnya mereka sudah disuruh istirahat oleh Bapak dan kedua orang tua Vanessa, tapi mereka berdua memutuskan untuk diam diam kabur menikmati quality time sebelum waktu mereka kian sedikit dan sulit untuk bertemu apalagi sekedar bertukar cerita.

"Aku punya temen, cantik banget mas. Di kampus selalu jadi incaran juga, namaya Mayzida. Lumayan dekat sih tapi karena di beberapa blok terakhir aku jarang banget sama dia, jadi yaudah jarang juga untuk pergi main bareng." Cerita gadis itu, dan Mas-nya mendengarkan cerita Vanessa dengan sangat serius.

"Kenapa sama teman kamu yang namanya Mayzida itu?" Tanya Mas dengan penasaran.

"Dulu dia punya pacar, baik banget mas. Pokoknya kalau bahasa Gen Z nya itu laki laki green flag. Bisa dibilang 1:100 deh dapat cowok kayak dia. Namanya tuh Alvaro. Kayaknya celah untuk nyari kekurangannya atau keburukannya itu susah banget. Aku saksi hubungan mereka yang semulus itu. Bahkan mas si Mayzida yang agak red flag sedikit. Bukan red flag sih, lebih ke cuek dan gengsi banget, berbanding terbalik sama Alvaro. Intinya Mayzida itu Alpha Women banget, kayak Mbak Ati. Mungkin kalau dikhianti pun, dia bakal baik baik aja karena tipikal perempuan yang sangat mengutamakan logika." Lanjut gadis itu.

Mas masih terus menatap gadisnya yang asik bercerita kepadanya. Ini yang Mayted suka dan selalu menunggu jika Vanessa punya bahan cerita, karena ketika gadis itu bercerita, ia menemukan sisi lain yang menarik dari gadisnya itu dan hal tersebut yang membuat Mayted terpikat dan semakin jatuh hati.

"Hubungan mereka ya bisa dibilang cukup lama, 2 tahun kayaknya. Sebelumnya Alvaro ini sakit mas, dulu dia kena kanker getah bening. Sempat sembuh satu tahun dan bebas dari kankernya, tapi satu tahun setelah itu dia kena kanker leukimia, kayaknya karena dari kanker getah bening itu. Di ilmu medis, walaupun sel kanker sudah hilang, masih ada presentasi bakal tumbuh lagi."

"Kayaknya mas tahu deh, mas pernah anterin kamu ke Rumah Sakit Kanker Dharmais yang di Grogol kan?" Tebak mas setelah laki laki itu mencoba untuk mengingat hal itu.

Vanessa mengangguk."Iya, itu aku jenguk Alvaro mas, saat itu memang udah separah itu, karena Alvaro udah masuk ruangan RIIM. Jadi emang hanya dokter aja yang boleh masuk kesana, karena harus steril banget, bahkan orang tuanya aja harus nunggu diluar mas."

Mas terus mendengar gadis itu bercerita sambil menatap gadisnya dengan lekat.

"Beberapa hari sebelum ujian blok, Alvaro meninggal dan Mayzida sehancur itu mas karena dia yakin banget Alvaro bisa sehat dan menjalani kehidupan normal, karena saat itu stadium satu. Banyak harapan bisa sembuh, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain." Kata Vanessa dengan nada yang sedikit tidak enak didengar karena gadis itu menceritakan hal yang pilu.

"Aku nggak sanggup banget karena Mayzida hancur sehancur hancurnya, aku lihat semuanya hari itu gimana Mayzida hopeless banget sama kehidupannya, karena memang dunia temen aku itu cuma tentang Alvaro. Kemana mana berdua, belajar blok berdua, belajar osce berdua, pokoknya 24/7 always together."

"Aku saksi dimana tiga bulan terakhir, Mayzida nggak ada harapan untuk hidup. Nggak niat kuliah, nilai ujian hancur, setiap hari datang ke kampus dengan tangisan, mata merah, mata bengkak, setiap dosen ngajar di kelas nangis, setiap diajak bicara nggak pernah nyahut, bahkan lagi jalan atau nulis aja dia nangis mas. She's lost her human diary and soulmate. Setiap hari pulang kampus selalu ke makam Alvaro dan nangis sampai malam. Aku beneran sakit melihat teman aku seputus asa itu. Dia bener bener ditinggal selamanya tanpa pamit, tanpa aba aba, dan tanpa persiapan. Dia harus terima itu dengan paksaan tanpa dunia kasih dia waktu untuk mengerti dan menerima."

"Setelah setahun ditinggal Alvaro, Mayzida perlahan bangkit dan mulai ketawa dan ceria lagi walaupun dia bilang sesekali nangis karena rindu Alvaro. Selama itu juga dia nggak dekat sama siapapun dan nggak mau ngebuka hatinya untuk siapapun. Dia trauma dan belum siap. Tapi akhirnya beberapa waktu yang lalu, sebelum sidang skripsi, dia cerita mas kalau dia lagi dekat sama seseorang."

"I'm glad to hear that! Karena aku tahu banget gimana hancurnya dia dan terima semua rasa sakit itu sendirian. Akhirnya dia bangkit dan bisa memulai kehidupan baru walaupun Alvaro tetap selalu nomor satu di hatinya." Diakhir kata itu, raut wajah Vanessa berubah, ada rasa sakit dan sedih terpancarkan.

"Kenapa sayang? Teman kamu akhirnya berhasil menemukan bahagianya lagi kan?" Tanya Mas dengan sedikit cemas karena Vanessa seperti berat hati untuk melanjutkan ceritanya.

Vanessa menghela napasnya panjang. "Semesta kok jahat ya mas? Aku nggak ngerti sih, setelah rasa sakit kehilangan yang begitu besar, aku kira semesta bakal mengganti dengan sosok yang baik juga untuk mengganti semua air mata kekecewaan dan hatinya yang sudah hancur."

"Temen aku harus jatuh cinta sama laki laki brengsek mas, laki laki yang nggak tahu diri, laki laki pemain, nggak cukup satu cewek, udah berkali kali ketahuan check in dengan perempuan yang  berbeda, laki laki yang nggak bisa menghargai, laki laki yang nggak ada effortnya, laki laki suka insecure, laki laki yang selalu nyakitin teman aku. Rasanya dunia membalikkan posisi dunia teman aku, yang awalnya dapat laki laki baik dan tulus, sekarang justru dapat laki laki jahat dan sangat brengsek." Ujar gadis itu.

"Teman kamu ngecut off cowoknya langsung? Itu udah nggak bener banget mbak sayang. Nggak ada alasan untuk tetap bertahan dan terus berharap. Itu bukan laki laki, udah bencong namanya kalau berani nyakitin perempuan." Justru Mas menjadi sedikit emosi mendengar cerita teman gadis kesayangannya ini. Vanessa sedikit tertawa melihat respon Mas-nya.

"Ya kan mas? Nggak ada alasan lagi untuk tetap bertahan." Kata Vanessa dengan sedikit geregetan.

"Ini kasusnya sama kayak hubungan kamu yang dulu ya?" Tanya Mas, tiba tiba laki laki itu mengelap sudut bibir Vanessa yang belepotan karena susu coklatnya.

Vanessa memutar kedua bola matanya seperti sedang berpikir. "Hmm.. iya sih mas, kayaknya lebih parah dari mantanku."

"What happend with your friend after that?" Tanya Mas karena feelingnya ada yang tidak beres.

"Tetap bertahan mas. Aku udah berusaha dengan segala cara untuk nyadarin dia kalau this guy's not worth it. Bahkan Mayzida deserve better after she had a relationship with a good man in her past. Bahkan dia beda banget mas, dulu Alpha Women, cuek, gengsi, nggak takut ditinggal cowoknya. Sekarang justru berbalik mas, she kept begging him not to leave her. Kenapa ya mas? Apa ada yang salah? Menurut kamu gimana?" Kini pertanyaan itu menjadi giliran Mas untuk mengungkapkan pendapatnya.

"Karena dia kesepian." Jawab Mas-nya yang sedikit membuat Vanessa mengernyit bingung.

"Maksud mas?"

"Gini sayang. Ada kalanya kita memang harus menilai dan menanggapi apa yang terjadi di kehidupan kita dari berbagai sisi. Jangan dari satu sisi aja. Seperti yang kamu bilang untuk apa bertahan kalau laki lakinya memang udah jahat? Mas juga berpikir sama seperti itu, tapi mas punya penilaian lain juga." Jelas Mas, Vanessa kini semakin mendekatkan dirinya untuk mendengar serius tanggapan dan pendapat dari Mas-nya.

"Mas merasa ada alasan kenapa teman kamu bertahan walaupun dia udah disakitin dan selalu berjuang sendirian. Dia bisa jadi kesepian, itu sepertinya udah pasti karena setelah dia ditinggal pergi sama pacarnya untuk selamanya, dia kebingungan, dia kehilangan arah, dan dia kehilangan teman hidupnya. Yang kayak kamu ceritain tadi sayang, setiap hari mereka selalu bersama dalam situasi dan kondisi apapun."

"Dia kehilangan banyak hal dan ketika rasa trauma kehilangan itu terganti karena rasa kesepian, dia mencari cara untuk menghilangkannya tanpa mau menilai seperti apa penggantinya. Karena yang dia mau dan yang dibutuhkan memang harus ada sosok baru yang bisa temani dia kapanpun. Awalnya mungkin karena rasa penasaran, dia mau coba karena kalau teman kamu itu tetap dalam posisi yang dikelilingi rasa trauma, mungkin dia sadar dia akan semakin menyedihkan." Jelas Mas dengan serius, hingga laki laki itu hampir kehilangan fokusnya melihat ekspresi lucu Vanessa yang sangat serius mendengarkannya.

"Tapi mas, harusnya dia bisa langsung ngerti gitu loh. Ini cowok tuh nggak worth it banget, dia bisa ngelepas dan cari yang lebih baik. Aneh nggak sih mas ketika sama Alvaro aja dia nggak gini, lah sekarang sama cowok itu bener bener begging banget mas, aku yang sakit hati lihat dia begitu."

"Karena selama dengan Alvaro, teman kamu itu nggak pernah disakiti sayang. Makanya ketika dia dihadapkan dengan situasi seperti itu, dia nggak tau harus melakukan apa selain begging untuk tidak ditinggal, karena kalau ditinggal, teman kamu bakal mengalami hal yang dulu lagi. Ditinggal pergi itu jadi trauma buat dia. Kasarannya gini, terserah cowok itu mau nyakitin dia seperti apa, asal jangan ditinggal." Jelas Mas.

"Bukannya semakin kita toleransi kesalahannya, cowok semakin semena mena ya mas?" Tanya Vanessa.

"Iya sayang, karena laki laki itu semakin kamu pegang, semakin dia berusaha untuk melepas diri. Semakin kamu selalu mewajarkan kesalahannya, semakin dia nggak tahu diri, karena dia yakin akan selalu dimaafin. Ada kalanya perempuan harus tegas sama dirinya sendiri sayang, terlepas sekuat apa perasaannya karena kalau situasinya seperti ini, yang rugi perempuan. Laki laki itu dominan logika, beda dengan perempuan yang 100% perasaan. Bahkan ketika disakiti aja mereka tetap memaafkan, karena mereka udah serahin 100% perasaannya ke laki laki itu tanpa menyisakan untuk dirinya sendiri." Mas mengelus surai panjang gadisnya dengan lembut.

"Mayzida tuh udah sering banget mas bilang gini gue yakin dia bisa berubah, gue yakin dia pelan pelan bakal menjadi lebih baik, gue yakin dia bisa baik sama gue, gue yakin dia nggak akan bohong lagi. Tapi mas dari keyakinan dia itu nggak ada yang terjadi." Sahut gadis itu dengan heran.

"Karena dia udah cinta, mbak sayang. Dia yakin cowoknya itu bakal berubah karena dia pikir cowoknya juga takut kehilangan. Sama kayak mas ke kamu." Tiba tiba Vanessa semakin bingung dengan perkataan mas diakhir.

"Hah? Maksud mas?" Tanya Vanessa bingung.

"Kamu suka tarik ulur mas, suka bikin mas bingung, suka bikin mas berada diposisi yang nggak jelas sama kamu, mas ngerasa kamu nggak seserius itu dan dengan segala hal sifat dan sisi dari diri kamu yang terkadang bikin mas juga capek, mas selalu yakin kalau kamu nggak akan kayak gitu lagi, mas yakin kalau kamu pasti nggak bikin mas bingung lagi, mas yakin kalau kamu juga takut kehilangan mas, mas yakin kalau mas lebih effort lagi kamu bakal ngasih feedback yang sama. Itu semua karena mas udah cinta sama kamu, mas selalu berkeyakinan kamu bakal sedikit berubah untuk mas." Jelas laki lakinya itu yang sedikit membuatnya tertegun.

"Jadi ternyata aku bikin kamu capek ya mas? Aku kira dengan kebiasaan jelek aku terutama yang bangu—"

"Bukan sayang, kalau masalah ngurusin kamu, mas nggak pernah capek." Mas langsung memotongnya, takut gadis itu berspekulasi hal lain.

"Mas pernah capek sama cara aku memperlakukan kamu ya?" Tanya gadis itu dengan cemas.

"Pernah dan itu hal yang wajar, tapi itu semua kalah dengan rasa sayang dan cinta mas ke kamu mbak. Makanya mas nggak capek ngejar dan ngeyakinin kamu." Jelas Mas-nya, entah beberapa detik, mereka berdua saling menatap satu sama lain hingga Vanessa memutuskannya.

"Tapi itu bukannya nyakitin mas ya? Kayak kasusnya temen aku?"

"Iya, tapi mau gimana sayang? Kalau dia nya belum capek dan belum mau menyerah, nggak akan ada yang bisa berhentiin sekuat apapun kamu menentangnya. Bahkan kalau kamu malah lepasin atau nolak mas, mas bakal tetap ngejar sampai mas kepentok kalau akhirnya kita emang nggak bisa dipaksakan lagi." Laki laki itu tak sekalipun berhenti menatap gadisnya.

Gadis itu cukup terdiam lama, mencari keraguan dari sorot mata Mas-nya. Tapi, ia tidak menemukan apapun, disana hanya ada sorotan secercah harapan dan cinta.

Mas-nya itu berharap besar kepadanya. Vanessa menelan salivanya dengan ragu.

"Mas, seandainya yang terjadi dengan Alvaro, terjadi ke aku juga, kamu gimana? Gimana kalau aku nanti tiba tiba didiagnosis kanker terus umur aku nggak panjang?"

"Mas bakal berjuang untuk bisa sembuhin kamu, nemenin kamu kemana pun tempat atau rumah sakit yang bisa sembuhin kamu, mas nggak peduli berapapun biayanya." Ucap Mas-nya yang semakin membuat Vanessa yakin keputusan untuk menerima Mas sudah bukan hal yang harus dia pikirkan lagi.

"Kalo akhirnya aku kayak Alvaro, gimana?"

"Mbak sayang.. nggak usah bahas deh, mas nggak sanggup." Mas mengubah posisinya berganti yang tadi menatap gadis itu dari awal obrolan mereka, kini beralih menatap kolam renang tenang yang luas itu.

"Kan nanya aja mas sayang. Aku buktinya sehat kok!" Gadis itu memeluk lengan berotot milik Mas-nya.

"Kayaknya mas akan seperti teman kamu. Harapan hidup mas satu satunya udah pergi, dunia mas udah  ninggalin mas selamanya, setengah jiwa mas juga udah hilang, mas bakal hancur banget, Vanessa. Hidup mas udah nggak ada artinya lagi karena mas hidup untuk kamu dan akan selalu hanya untuk kamu. Mas akan tetap melanjutkan hidup tapi bedanya mas nggak akan nikah sama siapapun lagi atau dekat sama siapapun. Mas bakal tetap sendiri bahkan sampai waktu kehidupan mas udah selesai. Mas akan menikmati kesendirian mas dengan kenangan kita. Mas sudah bilang, cinta mas udah habis di kamu mbak sayang." Mas kembali menatap gadisnya itu dengan penuh sayang, seakan akan Vanessa bisa mengerti jika ia setakut itu kehilangannya.

"Dari segala hal di dunia ini, mas takut kehilangan Mama dan kamu." Kata Mas-nya lagi.

"Kamu bilang, laki laki kalau jatuh cinta, logikanya melebihi perasaannya, tapi menurut aku, kenapa mas kebalikannya ya?"

"Itu sudah tahap tertinggi laki laki kalau dia serius sama perempuannya, sayang. Itu tahap tertinggi kalau laki laki itu memang menyayanginya tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Logikanya akan mengalahi cinta tulusnya bahkan ketika perempuannya tidak merasakan hal yang sama. Dia akan membuktikan cinta tulusnya itu, menurut mas itu laki laki yang gentlemen." Kalimat Mas yang terakhir lagi lagi membuat Vanessa tak bisa berkata berkata.

"Mas, makasih ya udah memperlihatkan ke aku cinta yang tulus itu ternyata benar adanya. Setelah dari perjalanan hidup yang aku lalui sendirian, nggak sering aku berpikir, kenapa ya cinta yang menyatukan dua insan tapi ternyata cinta juga yang memisahkan mereka. Kenapa ya cinta yang membuat dua insan untuk saling setia, tapi cinta juga yang memunculkan pengkhianatan. Maafin aku ya mas karena kamu sampai lelah untuk mengerti aku dengan segala banyaknya pikiran yang aku buat sendiri. Maaf juga karena kamu harus jatuh cinta sama sosok yang sudah hancur lebur, sama sosok yang sulit untuk menaruh rasa percaya." Vanessa menyematkan jemarinya dengan jemari Mas-nya.

"Mas bahagia bisa jatuh cinta sama kamu, apapun kata orang, apapun omongan jelek orang orang ke kamu, itu nggak berdampak apapun ke mas. Disaat orang lain untuk nyuruh mas ninggalin kamu, disaat orang lain menyuruh mas untuk mencari pengganti yang lebih baik dari kamu, mas tetap berdiri di perasaan mas sendiri, mas tetap percaya dengan perjuangan cinta mas, dan mas yakin apapun keraguan kamu, dengan usaha dan tekad mas, kamu akan luluh dan akan berusaha untuk menyambut perasaan mas dengan perasaan yang tulus juga—"

Mas mengelus kedua pipi Vanessa. "—mbak sayang.. terima kasih ya, terima kasih sudah meluangkan waktu yang kamu punya untuk berusaha jatuh cinta kepada mas, terima kasih sudah berusaha melawan rasa ragu dan ketidakpercayaan diri kamu, dan terima kasih karena kamu juga sudah memperjuangkan perasaan kamu untuk mas. Apapun keputusan kamu nanti, mas akan terima. Sakit atau tidaknya itu bukan tanggung jawab kamu."

"Mas kenapa banyak ngomong terima kasih sih? Kayak mau pergi jauh aja?" Gadis itu seperti ingin menangis.

Mas tertawa kecil. "Loh mas memang mau pergi jauh kan?"

"Nggak jauh mas, masih satu planet!" Ucap gadis itu kesal.

"Udah yuk, tidur. Besok pagi pagi banget." Ajak Mas-nya.

"Ini bakal jadi tugas mas yang terakhir. Nggak sedih?" Tanya Vanessa.

"Ngapain sedih, nanti ada pesta perpisahan juga kan?" Tanya Mas.

"Aku mau jawab sekarang, boleh?" Tiba tiba detak jantung Mas menjadi berdetak tak karuan. Mas tiba tiba diam tak berkutik. Entah apa yang akan Vanessa putuskan, sejujurnya ia takut sekali. Sungguh sangat mati ketakutan.

Mas membawa gadis itu ke pelukannya. "Nanti aja, setelah Bapak dilantik. Mas mau terima jawaban kamu setelah mas selesai dengan tugas mas disini. Jadi mas nggak ada beban atau tekanan."

Vanessa mendongakkan kepalanya. "Yakin nggak penasaran?"

"Penasaran sih, tapi nanti aja sayang." Mas mengelus puncak kepalanya.

"Serius?" Vanessa justru menggodanya.

"Udah deh cil jangan sengaja mancing mas ya." Mas mencubit hidung mancungnya dengan gemas.

"Kenapa mbak sayang?" Tanya Mas ketika Vanessa tiba tiba kembali memeluknya.

"Gapapa, mau ngabisin waktu untuk meluk mas aja malam ini."

"Terus nggak tidur?"

"Gimana kalau kita tidur berdua aja?" Entah keberanian dari mana Vanessa menggoda Mas-nya se brutal itu.

Mas terdiam beberapa detik hingga ia ketawa salah tingkah. "Makin malam makin serem pemikiran kamu ya."

"Loh emangnya mas nggak mau?" Vanessa tak henti hentinya membuat Mas salah tingkah, lihat saja sekarang. Telinga Mas-nya sudah sangat memerah.

"Nanti ya mbak sayang, belum waktunya. Yang ada Mas bisa didor sama Bapak." Sahut Mas-nya dengan sangat lembut. Namun jawaban Mas-nya itu berhasil membuat jantung gadis itu berdetak tak normal.

"Ayo sayang, mas anterin ke kamar. Besok harus bangun pagi." Ucap Mas-nya. Vanessa mengangguk setuju.

"Makasih ya mas udah dengerin cerita aku hari ini." Ucap gadis itu dengan senyum manisnya.

"Sama sama sayang." Mas mengelus genggaman tangan mereka.

Ketika sama sama melangkah meninggalkan area kolam renang, gadis itu mengecup pipi Mas-nya dengan secepat kilat, tanpa diduga juga Mas justru membalasnya. Hingga mereka hanya saling tertawa dengan tindakan romantis yang mereka lakukan.

Mereka masuk kembali ke dalam hotel, meninggalkan mas dengan rasa penasaran akan jawaban gadis itu. Apapun itu, Mas akan terima tanpa protes dan kekecewaan.

Continue Reading

You'll Also Like

61.4K 7.5K 23
WARNING! TATA KEPENULISAN MASIH ACAKAN! MOHON DIMAKLUMI. MELODRAMA | ROMANCE | FANFICTION | MYUNGZY Rank Category : #2 - December (191121) #1 - Bae S...
45.5K 3.9K 18
Banyak orang berkata kalau masa SMA adalah masa yang paling indah, dimana kita bisa merasakan cinta monyet dan persahabatan yang tulus. * * ...
4.8K 576 23
ketidak beruntungan hidup mahasiswi biasa yang diusir dari rumah sewanya, Yang Heejoo, membawanya pada kehidupan Song Hayoung, salah satu profesornya...
66.2K 2.7K 35
High ranking #60 dalam short story Jatuh dan Cinta adalah sesuatu yang saling berhubungan