TANAH BAGHDAD

By frasaberliana

898K 80.4K 53.9K

Menikah dengan seseorang yang pernah kamu cintai dalam diam saat hatimu sedang dirundung kecewa? Bukankah itu... More

Attention
Profil Penulis
Wajib dibaca!
Prolog
TB1 - Khaizuran
TB2 - Khitbah
TB3 - Pernikahan
TB4 - Malam Pertama?
TB5 - Mujahadah
TB6 - Baghdad
TB7 - Dua Garis
TB8 - Prioritas
TB9 - Terhalang
TB10 - Luka
TB11 - Ingkar
TB12 - Dingin
TB13 - Satu Hati
TB14 - Bayangan Kelam
TB15 - Setetes Embun
TB16A - Tasbih dan Rosario
TB16B - Tasbih dan Rosario
TB17 - Pengakuan
TB18 - Perjanjian
TB19 - Right Path
TB20 - Sleepover
TB22 - Ujian Untuknya
TB23 - Hilang
Part 24?
TB24 - Pergi

TB21 - Tergoda

26.7K 3.5K 3.9K
By frasaberliana

Jadwal update wattpad Tanah Baghdad: Setiap hari Jumat sekitar pukul 18.00-19.00 WIB

Jadwal hanya berlaku apabila target vote dan komen terpenuhi.

Tiket menuju part 22: 2.5K vote + 3.2K komentar

Follow instagram frasaberliana dan ceritaberliana untuk membaca versi AU/pov/chat dari Tanah Baghdad

"Ia (Iblis) berkata, 'Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) tampak indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.' Dia (Allah) berfirman, 'Ini adalah jalan yang lurus (menuju) kepada-Ku.' Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang yang sesat." (QS. Al-Hijr 39-42)

-Wattpad Tanah Baghdad by frasaberliana-

***

Tengah malam ini kian panjang. Fikra tidak mampu memejamkan matanya barang sedetik saja. Dia memikirkan istrinya yang tidur di rumah orang. Tangannya membolak-balik kartu nama berwarna putih milik Zalina Kamila. Akhirnya Fikra memilih mengeluarkan ponselnya dari saku. Diketiknya pesan singkat untuk sahabat istrinya yang dia tebak adalah putri dari seseorang yang kaya raya. Dia berniat menghubungi Zalina, tetapi ada panggilan masuk yang membuatnya kembali terbangun dari posisi rebahannya di sofa.

Incoming call: Mr. Moses

***

Ketidaknyamanan tidur juga dirasakan perempuan hamil yang usia janinnya sekarang sudah memasuki 4 bulan. Dia menunggu pemilik rumah dari bangunan yang dihuninya di ruang tamu. Malam yang semakin larut membuatnya memutuskan untuk mengunci pintu. Namun, suara hujan yang semakin deras membuatnya sedikit was-was. Gemuruh di langit membuat nyalinya menciut.

Alenta menaiki tangga dan ingin meringkuk di kamar. Dia terpaku. Ranjang yang biasa dia tempati untuk beristirahat sudah basah kuyup. Kepalanya mendongak. Atap kamarnya bocor di tiga titik dengan rembesan air hujan di dinding.

"Oh my God ...."

Dia selamatkan ponsel dan barang-barangnya dari nakas. Ember kecil dari kamar mandi sempat dia letakkan untuk menampung tetesan air hujan. Alenta kembali turun membawa tas tangan yang dia sampirkan di bahu sambil mencoba menghubungi Fikra. Hasilnya tidak ada jawaban. Sementara angin berembus kian kencang seolah-olah akan mengangkat seluruh genteng atap rumah dan merobohkan bangunan.

Alenta semakin bergidik ketakutan. Perempuan itu terlihat sangat resah duduk di sofa ruang tengah. Air matanya mulai bergulir turun dengan tangannya yang tak pernah beranjak dari telinga untuk memegang handphone. "Baghdad, where are you?"

Petir menggelegar. Alenta tidak bisa jika menahan gelisahnya terus-terusan di sofa. Dia putuskan masuk ke kamar Fikra dan Keisya. Menggulung tubuhnya yang gemetar dengan selimut di ranjang. Tangannya terus tertaut. Alenta memejamkan mata dan berdoa meminta perlindungan pada Tuhannya.

Saat itulah ponselnya berdering pelan. Bukan dari Fikra, tetapi dari ayah yang sangat dirindukan olehnya. Ada yang bilang, bahkan sekalipun sudah menikah, bagi sebagian anak perempuan tempat pulang terbaik akan selalu menjadi milik ayahnya. Alenta belum menikah, belum juga memiliki kekasih di dalam hatinya, walau di dalam rahimnya sedang tumbuh sosok bayi tanpa ada yang mau mengakui sebagai bapaknya. Tangannya tergerak begitu saja menjawab panggilan.

"Dad ..." ucapnya tertahan tangisan.

"Thanks God, my dear. How have you been?"

Alenta tidak menjawab pertanyaan Tuan Moses. Dia hanya terus menangis hingga laki-laki tua di Benua Eropa sana juga menitikkan air matanya.

"Apa yang terjadi pada putri kecilku? Don't cry, dear."

Kalau Alenta memiliki lebih banyak kekuatan, dia ingin tumpahkan semua yang ada di dalam hatinya. Dia ingin berkata, "Dad, seharusnya waktu itu aku mendengar nasihatmu. Tidak pergi ke malam pesta kelulusan. Aku dilecehkan oleh seseorang yang aku belum tahu pasti apakah dia pelakunya atau bukan. Aku hamil, tetapi bodohnya aku sama sekali tidak ingin menggugurkannya.

"Aku menyayangi dia sebagai anakku karena mendengar detak jantungnya. Aku ingin pulang, aku ingin menjalani hidup dengan baik esok hari. Melahirkan dan membesarkan anak ini. Tinggal bersamamu lagi dan keluar dari seluruh rasa sakit di hati."

"Zevanya, apa yang terjadi denganmu, Nak? Kenapa kau bisa sampai di Indonesia dan tinggal bersama Fikra?"

Alenta tersentak. Rasanya seperti diterjunkan pada lubang realita bahwa Daddy ternyata mengetahui keberadaannya. "Daddy ...."

"Apakah kau masih mencintainya?"

Pertanyaan itu mengeraskan tangisnya. Bisa dibilang Alenta sedang mengalami kekacauan perasaan. Tidak tahu karena hamil atau karena kejadian buruk yang menimpanya. Alenta tak mampu bicara. Dia hanya terus terisak, terbatuk-batuk sedikit parah, hingga perut bagian bawahnya tegang.

"Zev, Daddy tahu kau sangat menyayanginya, tetapi Tuhan sudah takdirkan kalian berbeda."

Tangis Alenta semakin deru. Hingga dia sendiri tidak bisa mengendalikan dirinya. Ponselnya terlempar dan Alenta terus meluapkan emosi hingga oksigen seperti hilang dari segala sisinya. Belum lagi suara petir semakin membuatnya merapatkan selimut hingga seluruh tubuhnya dari kepala hingga kaki tertutup semua.

Pintu kamar terbuka dengan kasar. Tampak laki-laki tinggi semampai dengan rambut hitam kecokelatannya yang sedikit basah berlari masuk ke kamar. "Alenta!" panggilnya sedikit keras karena bersaing dengan rintihan sahabatnya.

"Alenta, ini gue!" Fikra membuka selimut. Perempuan dengan rambut panjangnya yang menutup sebagian wajah seperti mendapati seorang malaikat yang menyelamatkan kegelapan hatinya.

Alenta segera terbangun dan menyergap Fikra dengan pelukan.

Fikra memejamkan mata sekilas. Kali kedua. Dia memeluk wanita lain di kamarnya dengan Keisya. Bodohnya, dia tak mampu menahan. Kebimbangan hati atas posisi Alenta di hatinya membuyarkan iman. Sekarang yang hadir malah rasa bersalah karena sudah egois meninggalkan Alenta sendirian di rumah saat kondisi hujan deras.

Seharusnya Fikra sudah hafal di luar kepala bahwa Alenta memiliki ketakutan pada hujan, petir, dan angin. Dulu, saat mereka tinggal bersama di London pun, Tuan Moses melarang Fikra untuk meninggalkan Alenta seorang diri di rumah saat cuaca buruk. Ketakutan Alenta muncul karena pernah terjebak di taman bermain saat kecil waktu badai datang.

"Sorry," ucap Fikra.

Sesuai dugaan Fikra, tubuh Alenta bergetar sedikit kuat. Dia lepaskan pelukan Alenta dari dirinya. Fikra ambil selimut dan melingkupi tubuh Alenta yang terduduk dengan kain tebal penutup ranjang.

Alenta kembali menikmati perlakuan manis dari Fikra. Bahkan dia berani untuk terus memandang dalam laki-laki yang begitu khawatir padanya.

"Gue ambilin minum sebentar."

Alenta menggeleng kuat. Tangannya terus memegang lengan Fikra yang tertutup hoodie berwarna hitam. "It hurts...."

"Apanya yang sakit, hm?"

Alenta terdiam beberapa saat. Karena sejujurnya tidak ada yang sakit di fisiknya. Semua perilaku baik Fikra yang terus menggores hatinya. Bahkan sampai di titik yang sebenarnya dia membutuhkan bantuan, tetapi dia lebih ingin Fikra tidak datang untuknya.

Sepertiga malam memang sudah terlewat saat Fikra teringat akan kondisi Alenta di rumah. Dia kembali dalam kondisi sudah menunaikan solat subuhnya di toko kopi terlebih dahulu. Maka dari jendela kamar yang tidak tertutup gordyn dengan sempurna, mulai terlihat langit hitam yang dihiasi air hujan mulai berubah warna menjadi biru secara perlahan-lahan.

"It hurts watching you always look after me while you are not mine." Ini menyakitkan. Melihatmu memberikan perhatian padaku di saat kamu bukan milikku. Begitu kata Alenta diiringi isak tangis merayakan patah hati yang terus-terusan menyakiti batinnya sejak berada di Jakarta.

"It hurts watching you tried to make me laugh in supermarket while someone cried out loud because of my presence." Ini meyakitkan. Melihatmu berusaha membuatku tertawa di supermarket saat ada orang lain yang menangis tersedu-sedu di luar sana.

"Gue udah bilang, lo nggak perlu pikirin Keisya. Dia biar jadi urusan gue."

"Lo yakin dengan ucapan lo, Fik?"

Saat itu juga di dalam kamar dengan cahaya yang temaram. Desakan emosi membuat Alenta berlaku nekat. Dibukanya satu per satu kancing pada kemeja oversize yang dikenakannya. Leher jenjang serta bahu dengan kulit putih yang sangat mulus itu terpampang jelas di penglihatan Fikra.

"Le ...."

Dengan wajahnya yang masih dihiasi air mata dan pergolakan batin antara sebuah kebenaran dan kesalahan. Alenta memainkan tangannya di bahu Fikra. Dia tangkup wajah laki-laki yang memabukkan dunianya. Raut sendu itu berubah menjadi tatapan penuh goda dan ekspresi dingin dari si perempuan.

"Make me yours if you keep deny about Keisya."

Alenta sedang melampaui batas ketakutannya pada Tuhan. Pun, Fikra. Dia tahu situasi ini tidak benar, tetapi dia tak mampu menghindar. Alenta meminta Fikra memilikinya seutuhnya jika benar mereka tidak harus memikirkan kehadiran Keisya di antara mereka.

"Le, jangan."

"Kenapa? Bukannya kalau lo udah milikin gue seutuhnya, lo jadi ada tanggung jawab buat menjadikan gue hadir di antara kalian?" balas Alenta.

Perempuan itu berdiri dan mereka sudah berhadap-hadapan dalam posisi sejajar. Selimut yang tadi melindungi tubuhnya sudah jatuh. Fikra dihadapkan dengan perempuan yang secara kasat mata memang tidak terlihat sedang mengandung. Kemeja longgar yang kancingnya sudah terbuka sempurna menampakkan kaus hitam tanpa lengan.

"Lo bisa nikah dengan lebih dari satu perempuan, kan?"

"Alenta ...." Fikra berusaha menjauhkan Alenta darinya, meski saat satu langkah dia mundur ke belakang, maka Alenta juga memajukan satu langkahnya ke depan.

"Kenapa? Kenapa lo nolak?" tanya Alenta dengan ekspresi sinis menyiratkan kebencian.

Fikra tidak bisa menemukan Alenta yang selama ini dia kenal. Tatapan hangatnya sudah berubah menjadi dingin seperti diisi oleh ruh yang bukan pemilik raga sesungguhnya.

"Lo sendiri yang pernah bilang sama gue, lo suka sama gue dan berharap punya masa depan sama gue."

Fikra berusaha menahan semua reaksi kimia di tubuhnya. Sejauh apa pun dia melangkah dari pondok pesantren Umi dan Abinya. Melakukan zina, mabuk, dan judi tidak pernah terlintas dalam pikirannya.

"Tapi waktu itu, gue nggak ungkapin perasaan gue."

Perempuan akan tersilaukan dengan harta benda dunia, sedangkan laki-laki menjadikan wanita sebagai godaan utama dalam hidupnya. Maka yang Allah tekankan dalam kitab sucinya adalah jangan mendekati zina. Yang Rasulullah saw. sampaikan dalam nasihat-nasihatnya janganlah terlalu dekat dengan lawan jenis dan bercampur baur berlebihan.

"Gue juga suka sama lo, Fikra. Hidup gue berantakan setelah lo pulang ke Indonesia."

Kadar keimanan manusia tak mampu bersifat stagnan. Apalagi mereka yang hidup jauh sekali dari zaman tarbiyah dari Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa pernikahan yang terlalu dekat, bagaikan bom waktu yang akan meledak tanpa diketahui waktu pastinya. Salah satu akan ada yang terjatuh ke dalam sumur dosa.

Wajah Alenta semakin mendekat ke arah wajah Fikra. "Kalau lo minta gue nggak usah pikirin Keisya, gue juga minta lo nggak perlu pikirin Daddy. Nggak usah pikirin semuanya supaya kita bisa bersama."

***

Lima menit yang lalu, saat pagi sudah menjelang. Seorang istri memaksakan diri pulang ke rumah. Perasaan zalim karena meninggalkan rumah suami begitu saja yang membawanya untuk pulang.

Dia berdiri di depan pintu kamar yang tertutup tak rapat. Dari celah-celah yang ada, dia tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan dua orang di dalam sana. Hanya ada tiga hal yang mampu ditangkap oleh matanya.

Ada perempuan dengan pakaian kurang bahan bersama suaminya. Serta suami dan perempuan yang sangat cantik fisiknya saling melempar tatapan dalam jarak sangat dekat seperti sedang bercumbu jika dilihat satu kali lewat.

Keisya meremas tangan Zalina yang berdiri di sisinya. Air mata itu sudah tidak lagi mampu dibendung olehnya. Sementara si pengacara muda yang hari ini memiliki jadwal untuk maju ke persidangan di sore harinya hanya membisu menyaksikan apa yang dilihat sahabatnya. Namun dia tak biarkan perasaannya terhanyut terlalu dalam. Zalina harus segera membawa Keisya beranjak sebelum hati sahabatnya hancur tak bersisa.

"Yuk, Kei." Zalina menggandeng Keisya tanpa persetujuan. Dia ajak perempuan itu keluar dari rumah dan kembali menuju mobilnya. Bersamaan dengan mereka keluar, Zalina membanting pintu utama sekeras-kerasnya dengan sengaja.

***

Suara dentaman pintu utama menyadarkan Fikra. Dia lawan nafsunya untuk mendorong tubuh Alenta, walau tidak dengan cara yang kasar. Bergegaslah dia mengambil selimut dari atas kasur lalu melingkupi tubuh mungil Alenta.

Perlakuan Fikra juga menyadarkan seluruh akal sehat Alenta. Ada yang salah di dalam dirinya. Seketika Alenta lemas menyadari perlakuan kotor yang tadi sempat terpikir olehnya untuk mendapatkan Fikra.

Alenta mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang dengan air matanya yang mengalir perlahan-lahan.

"Kenapa lo lakuin ini ke gue, Le?" tanya Fikra membelakangi Alenta.

"Gue udah gagal jaga lo sebagai sahabat, kenapa lo mau jadiin gue laki-laki yang ngerusak lo untuk kedua kalinya?"

Keduanya sekarang tertunduk. Mereka tahu ada tali yang harus diputus tak peduli pada status. Dua anak manusia harus menyelesaikan kisah demi masa depan masing-masing yang lebih baik.

Balas budi itu tidak ada yang ada hanyalah manusia yang belum mampu menerima kenyataan hidup yang dijalani olehnya. Lari dari masalah juga bukan pilihan yang tepat seburuk apa pun hari yang dilaluinya. Alenta harus mau menghadapi kenyataan apa pun reaksi Daddy atas kondisinya.

Perempuan dengan mata biru keabu-abuan memejamkan mata. Dia sentuh perutnya. Hadir perasaan bersalah di sana. Kenapa dia harus gelap mata pada Fikra tanpa memikirkan bayi yang dia putuskan untuk diterima kehadirannya.

"Lo deserve untuk dapat laki-laki yang lebih baik dari gue. Laki-laki yang nggak akan merebut apa pun dari hidup lo. Laki-laki yang bisa sama-sama ke gereja bareng lo, ngerayain malam natal bareng, dan bahagiain anak lo."

Fikra berbalik badan. Sekarang mereka saling menatap dengan dalam. Bukan untuk mengungkap cinta, tetapi lebih tepatnya melepas keterikatan.

"Orang itu bukan gue, Alenta. Maaf, kalau cara gue selama ini malah nyakitin lo. Gue cuma mau lo sembuh dan kuat supaya bisa balik ke London. Daddy rindu banget sama lo."

"Gue takut pulang, Fik."

"Gue udah ceritain semuanya ke Tuan Moses."

"Fikra ...."

"Le, bokap lo adalah laki-laki yang baik. Dia sayang banget sama lo. Bahkan dia bilang, kapan pun lo siap untuk pulang, dia mau jemput lo dan nemenin lo pulang ke London."

Mendengar ungkapan itu, Alenta pun mengakui kesalahannya. Tentang perempuan dengan kerudung dan cadar yang kehadirannya sempat tertangkap oleh matanya. "Tadi ada Keisya di depan pintu, Fik. Jadi gue rasa—"

Fikra tak kembali mendengar ucapan Alenta. Putra Kyai Sobari segera menyambar kunci mobil. Lagi-lagi dia harus berkutat dengan kegiatan mencari istrinya. Sebelum ada kesalahpahaman yang akan menghancurkan rumah tangganya lebih dalam.

***

Zalina menghentikan mobil di depan mini market. Dia belikan cokelat hangat untuk Keisya. Keisya masih terisak-isak di sana, sedangkan Zalina hanya mampu memberikan pelukan sambil sesekali dia usap air mata di wajah sahabatnya. Air mata yang Zalina ketahui seharusnya tak pernah turun.

Jangankan dibuat menangis, setahu perempuan dengan blazer warna krem itu di pesantren milik Ustaz Salman, seluruh mahasantri sangat menjaga adab dengan Keisya. Tidak pernah para mahasantri membuat Keisya meninggikan suara demi menjaga perasaan seorang anak dari guru yang sangat digugu dan ditiru oleh mereka.

"Aku nggak mau pulang, Za ...."

"Aku juga nggak suruh kamu pulang, kan? Udah, ya, Kei. Berhenti sakitin diri kamu sendiri."

"Aku sayang banget sama dia, Za. Kenapa dia enggak?"

"Kei, udah ...." Zalina memeluk Keisya semakin erat dan akhirnya dia luruh juga. Tangisnya menetes deras.

"Aku cuma anak angkat di keluargaku, Za. Aku bukan anak kandung Abah dan Umi. Kenapa suamiku nggak bisa sedikit aja ngertiin perasaanku kalau duniaku sekarang cuma dia?"

Sebenarnya Zalina masih terkejut dengan pengakuan Keisya, tetapi bukan seorang ahli hukum namanya jika belum mampu mengendalikan antara perasaan dengan logika. Zalina menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan. Dia tenangkan Keisya dan pelan-pelan kembali melajukan mobilnya. Keisya akan dibawa oleh Zalina ke rumahnya karena tempat itu adalah wilayah paling aman yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali oleh otoritas negara.

Jari-jari Zalina meremas setiran mobil sedikit kuat. Tidak boleh ada yang menyakiti orang-orang di sekeliling keluarga Bratadikara. Terutama Keisya. Sekalipun, Keisya adalah putri angkat dari Ustaz Salman dan Ustazah Isna.

Pertemuan Keisya dengan Zalina pertama kali terjadi saat Papa memaksanya mengikuti pesantren kilat di PPMI Fathimah Al-Fihriyah saat masih berkuliah. Namun, Ustaz Salman dan Ustazah Isna bukan hanya menjadi pembimbingnya saat berhijrah, tetapi mereka juga sangat berjasa dalam menghangatkan keluarga inti milik Zalina saat mama dan papanya pernah di ambang kehancuran rumah tangga.

***

Lanjut?

Spam next di sini.

Coba ceritain kesan dan pesannya baca part ini.

Apa yang kira-kira akan terjadi di rumah tangga Fikra dan Keisya?

©Berliana Kimberly | Part 21 published 5 April 2024 | Genre: Romance-Spiritual | Karya ini dilindungi oleh Undang-Undang No.28/2014 tentang Hak Cipta dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Continue Reading

You'll Also Like

130K 10.2K 39
"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala gadis kecil di gen...
23.2K 555 54
Brukkkk!!! "aduhhh"ringis nya "Minggir" "HEH LO MINTA MAAF DULU KEK UDH NABRAK GK MINTA MAAF LAGI, WOYYY"teriak nya saat orang itu pergi tanpa memint...
83.9K 6.6K 27
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
2.5K 295 2
Sorai dan kehidupan barunya yang ternyata jauh lebih pahit.