He Fell First and She Never F...

Por vousmezera

304K 23.1K 3.3K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... Más

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103

46

2.5K 225 39
Por vousmezera

Dunia selalu berputar di kehidupan setiap semua umat manusia, setiap garis kehidupan manusia menjadi langkah awal dan akhir tujuan manusia, waktu bergerak di kehidupan semua manusia, dan kita sebagai manusia hanya terus melanjutkan hidup dari hari ke hari dengan segala rasa lelah akan tuntutan dunia.

Waktu terus berjalan, bulan berganti bulan, dan hari juga berganti hari. Di sepanjang tahun ini, semua rasa sedih, bahagia, kecewa, dan tangisan jalan beriringan. Seakan akan alam semesta mengatakan, apapun ketetapan Tuhan, akan selalu berjalan berdampingan.

Vanessa dengan rentetan kesibukan sepanjang tahun ini dengan dunia koasnya, dari stase satu ke stase lainnya, dari laporan stase ke laporan stase berikutnya, ia jalani dengan segala rasa bahagia dan rasa syukur.

Begitu juga dengan Mayor Teddy, laki laki cekatan, berpendidikan, berintelektual, berwibawa, mapan, visual nan indah, memiliki aura maupun pesona tersendiri hingga tanpa ia sadari menciptakan fenomena yang ternyata belum kunjung berakhir.

Di akhir purna tugasnya menjadi seorang Ajudan Menteri Pertahanan RI, sosok yang sangat ia idolakan dan dikagumi oleh seluruh masyarakat, ia bersyukur karena menjalani satu demi satu titik kehidupannya kini menjadi penuh warna, tidak hanya tentang kesibukan pekerjaan yang monoton, tidak hanya memikirkan kelanjutan karirnya, namun kini kehidupannya menjadi sangat berwarna karena ia jatuh cinta, tidak hanya sekali saja, tapi berkali kali ke sosok gadis yang tak pernah ia duga.

Kata orang, hidup tanpa rasa cinta sangat hambar. Walaupun kata orang lagi, kalau berani jatuh cinta, resikonya hanya dua, dicintai kembali atau dikhianati.

Mayted setuju dengan hal itu karena apapun di dunia ini tentu ada resikonya. Setelah menutup hati beberapa tahun belakangan ini, setelah melewati kehidupan yang tertatih tatih, setelah melewati badai dan hujan yang selalu hinggap di hidupnya, setelah rasa sakit hatinya, setelah melakukan perayaan mati rasa, Mayted bisa kembali meraih hidupnya dan itu semua berkat gadis berusia 22 tahun yang dulu sangat ia harap untuk bisa jauh dari bocil kematian yang sangat menyusahkannya.

Namun, siapa sangka ternyata laki laki kaku, dingin, tegas, cuek, dan cool tersebut luluh hanya karena gadis yang memiliki banyak tingkah aneh yang sangat berbanding terbalik dengan kepribadiannya, namun ternyata sangat memikat.

Mendekati waktu Bapak dilantik menjadi Presiden ke-8 Indonesia, Mayted tetap sibuk dan tetap setia disamping sosok tokoh penting itu. Semakin mendekati waktu pelantikan, jadwal Bapak semakin padat dan tentu waktu dengan gadis kesayangannya kian berkurang.

Namun, jika orang-orang berkata Mayted sangat super sibuk dan sulit membagi waktunya, tapi Vanessa lebih dari itu. Jika Mayted sudah dibilang orang-orang sangat sibuk, Vanessa lebih dari itu. Gadis itu sangat susah ditemui akhir akhir ini karena stase demi stase yang dilewati gadis itu kian berat.

Tapi, hal itu bukan masalah bagi keduanya karena sudah sama sama mengerti dan paham. Jika dibilang, saat ini pun mereka juga sangat jarang chattingan bahkan telfonan, memang keadaan yang belum berpihak untuk memberi waktu mereka bersama.

Tapi, Mayted disela sela kesibukan dan rasa lelahnya itu, ia selalu berusaha mengunjungi gadis kesayangannya di RSCM. Terkadang melihat Vanessa melakukan penanganan di IGD, terkadang mendengar Vanessa ikut operasi, terkadang melihat gadis itu keluar masuk ruang rawat inap, atau mengekori dokter spesialis, dan terkadang melihat Vanessa di lobby rumah sakit memberi pertolongan pertama diatas ranjang pasien dengan baju berlumuran darah menuju ruang operasi.

Dan terkadangnya lagi, Mayted mengunjungi Vanessa ketika gadis itu sedang tertidur, sedang mengerjakan laporan, membuka buku kedokterannya/jurnal, bahkan ketika gadis itu menahan kantuknya di sela sela jadwal koasnya.

Hanya melihat kesibukan gadis itu, laki laki itu sudah cukup melepas rasa rindunya walaupun tak bisa terlalu lama menikmati quality time bersama gadis itu, setidaknya beberapa kali ia selalu mendengarkan cerita gadisnya, keluh kesahnya, rasa kesal maupun marahnya, ataupun hal hal kecil yang membuat gadis itu bahagia. Mayted tak akan pernah bosan mendengar tentang dunia Vanessa.

Jika Vanessa adalah Bumi, maka Mayted adalah Bulannya. Kemanapun Bumi berputar, Bulan juga ikut kemanapun Bumi pergi. Bahkan ketika Bumi sedih dan lelah, Bulan tak akan meninggalkannya, karena Bumi dan Bulan hanya memiliki satu sama lain.

"Adek..." Panggil Mamanya, laki laki itu tengah bermain piano di ruang tengah rumahnya. Sudah beberapa hari Mama dan Papa menginap di rumahnya.

"Iya ma?" Sahut Mayted sedikit berteriak, karena sepertinya Mama berjalan dari arah dapur.

"Sini." Perempuan yang sudah berumur itu menepuk sofa disebelahnya. Menyuruh anak bungsu laki lakinya itu duduk disebelahnya. Mayted beranjak dari kursi pianonya, tak ia lanjutkan lagi karena Mama memanggilnya.

"Besok lanjut kegiatan Bapak ya? Hanya hari ini saja dapat jatah libur?" Tanya Mama.

"Iya ma, besok ada Kunker lagi di beberapa daerah, kayaknya ada juga sama beberapa menteri dan Pak Jokowi." Mayted mendaratkan pantatnya duduk disebelah Mamanya.

"Katanya semua Cucu Bapak udah pada jarang di rumah?"

Mayted mengangguk. "Iya, udah sepi banget rumah di Hambalang maupun Kertanegara. Vanessa sama Ati udah kayak pindah rumah, jarang banget pulang, setiap hari di rumah sakit, sebulan belum tentu pulang. Habib sama Bintang udah sibuk kerja juga kan setelah wisuda kemarin. Bintang udah mulai masuk posisi di partai sedangkan Habib bentar lagi bakal join di Freeport Ma. Rumah nggak ada lagi tuh keributan mereka berempat. Kadang kadang Bapak sedih kalau liat isi rumah udah beda, Bapak juga nggak sekali dua kali ngecek kamar mereka berempat masing masing dan duduk di ranjang mereka. Rumah sekarang ramai karena Ajudan/Sekpri/ADC aja Ma, atau ya tiap hari memang ramai karena tamu Bapak."

"Kadang Bapak juga sering curhat sama Adek atau sama yang lain, Saya kangen dengan cucu cucu saya, saya rindu kebersamaan dengan cucu cucu saya, saya rindu ditemani kerja sama mereka, saya bahagia mereka sudah punya jalan hidupnya masing masing, tapi saya juga sedih ternyata pada akhirnya mereka nggak akan selamanya sama saya. Saya semakin tua dan mereka semakin melangkah untuk terus mengejar kehidupannya."

Mama yang mendengar cerita anaknya tentang Keluarga Pak Prabowo turut sedih dan hatinya terasa diiris pisau mendengar kisah yang cukup menyedihkan dan pilu itu.

"Namanya hidup dek, semakin dimakan waktu, semakin banyak hal yang sudah dilewati, tugas kita hanya terus melangkah dengan kenangan yang akan terus berdampingan dengan hidup kita." Ujar Mama, mengelus paha anak bungsunya itu.

"Vanessa gimana? Anak cantik itu kabarnya gimana dek? Mama kangen loh. Belum ada libur ya?"

Mayted tersenyum simpul. "Jangankan Mama, Adek juga kangen. Padahal udah sering temuin dia di rs, tapi tetap aja."

"Sibuk banget ya?"

Mayted mengangguk pelan, setiap hari ia merindukan gadisnya. "Kayaknya dua minggu sebelum Bapak dilantik udah selesai stase nya yang sekarang. Tapi kayaknya beberapa hari ke depan ada kemungkinan pulang-pergi rumah sakit. Tapi itu juga belum pasti."

"Dek, kamu serius sama Vanessa?" Sepertinya Mayted mengerti arah pembicaraan ini.

"Iya ma, serius. Adek bertahun tahun loh menutup diri, dan ini akan jadi awal dan akhir hidup Adek, Ma." Ucap Mayted.

"Sudah pernah bicarakan ini sama Vanessa?" Tanya Mama lagi.

"Kalo ngomongin serius banget belum, tapi Adek sering bercanda ajakin dia pengajuan." Sahut Mayted.

"Respon Vanessa gimana?"

"Belum siap, Ma." Ada rasa sedih ketika laki laki itu mengatakan kepada Mamanya.

Mama terdiam beberapa saat melihat anak bungsunya ini tertunduk, menatap gelas berisi teh itu dengan tatapan kosong. Ia paham perasaan anaknya. Keinginan dan tekad anaknya itu sudah ada, tapi gadis yang ia cintai itu belum kunjung memberi jawaban dan kepastian. Ia paham perasaan anaknya itu.

"Alasannya belum siap kenapa?"

"Vanessa mau spesialis dulu, lagian umurnya juga masih muda, Ma. Kadang Adek juga nggak tega memaksakan keinginan Adek sedangkan Vanessa masih berusaha dan melangkah untuk mimpinya. Adek nggak mau menghalangi Vanessa, Ma. Kalau Adek kan udah setengah jalan, Ma. Wajar kalau Adek mikirin tujuan hidup lainnya, sedangkan Vanessa belum ke arah sana, Ma. Adek cuma bisa nunggu aja sekarang." Jelas Mayted dengan pelan.

"Dek, lama waktunya sekolah kedokteran itu udah jadi pengetahuan umum. Kurang lebih 10 tahun dek, kamu pikir setelah Vanessa koas udah selesai gitu aja? Nggak dek, kamu pasti tahu lah perjalanannya gimana. Sedangkan spesialis itu bisa dikatakan pijakan terakhir. Kamu mau nunggu Vanessa sampai dia umur 27-30 tahun? Terus kamu gimana?" Perkataan Mama sangat menusuknya.

"Hubungan dengan jarak umur yang jauh itu nggak mudah, dek." Lanjut Mamanya.

"Mama kayaknya udah nggak setuju ya?" Tanya Mayted tiba tiba dengan rasa takut, karena restu Mama yang paling utama.

"Mama bukannya nggak setuju, Mama mikirin kamu dek. Umur kamu udah berapa sekarang? Mau nunggu Vanessa diumur kamu yang ke berapa?"

"Mama tahu itu pilihan yang sulit, terutama Vanessa. Tapi dek, kalau alasannya hanya karena spesialis, menurut Mama itu nggak wajar. Kamu nikahin Vanessa bukan berarti kamu hancurin masa depannya. Bahkan setelah kalian menikah, Vanessa masih bisa lanjutin spesialisnya. Atau Vanessa jadiin alasan itu karena dia takut nikah muda." Jelas Mama.

"Maksud Mama, kalau nantinya kamu udah bahas ini dengan Vanessa dan seandainya pada akhirnya kalian udah nggak satu visi misi dan udah nggak punya goals yang sama. Jangan dipertahankan dek, kamu yang sakit. Kamu udah berharap lebih bisa hidup bersamanya, tapi Vanessa? Umur 22 tahun belum ada pikiran mau nikah dek. Bahkan perempuan perempuan sekarang yang berumur 25 tahun keatas saja belum ada pikiran ke arah sana. Mereka masih sibuk dengan dunia dan pencapaiannya. Beda dengan kamu yang hampir sudah melewati fase itu."

"Atau bisa jadi karena traumanya dek. Kegagalan rumah tangga orang tuanya menjadi pemicu dia takut nikah. Walaupun dia udah anggap kamu laki laki baik yang nggak akan nyakitin dia, siapa yang tahu tentang rasa traumanya selain dirinya sendiri dek?" Mayted hanya bisa diam dan terus mendengarkan Mamanya satu demi satu masuk ke telinganya dan merasuk ke otaknya.

"Dan satu lagi, kamu bakal purna tugas dan dipindah tugaskan. Kamu juga mau lanjut pendidikan ke Amerika kan?"

"Dek.. Jangan buang buang waktu hanya karena kamu cinta sama dia. Ada kalanya kamu harus mengikhlaskan dan cari seseorang yang selain mencintai kamu, dia ngerti dan dukung semua goals kamu." Jelas Mamanya, seakan akan ia diserang habis habisan oleh Mamanya di medan perang.

"Ma.. tapi Adek nggak bisa tanpa Vanessa, Ma. Nggak bisa, Adek nggak masalah mau nunggu sampai Vanessa siap. Adek udah bilang tadi, nggak masalah mau nunggu berapa lama pun." Ada rasa gusar dan gelisah dibenaknya.

"Coba deh omongin sama Vanessa. Tapi kamu pengennya mau nikah sama dia kapan?" Tanya Mama lagi.

Mayted menghela napasnya panjang. "Secepatnya, Ma. Bahkan Adek ada kepikiran sebelum berangkat pendidikan."

Mama tertawa kecil. "Kamu secinta itu ya?"

Mayted juga ikut tertawa. "Cinta banget, Ma. Dia dunia Adek, Ma. Makanya Adek beneran nggak bisa hidup tanpa Vanessa. Adek rela nunggu berapa lama pun itu."

"Ya ampun, anak Mama" Mama mengelus punggung tangan anak bungsunya itu.

"Kejar lah dek, sampai kamu lelah. Mama cuma mau yang terbaik untuk kamu. Mama nggak mau kamu terluka lagi, dek. Cukup sekali Mama lihat kamu sehancur itu."

"Iya, Ma. Adek nggak akan kayak gitu lagi. Adek cuma mau nikah sama yang Adek cintai, Ma. Cinta Adek udah habis di Vanessa. Jadi Adek bakal perjuangin sebisa Adek." Ujar Mayted meyakinkan Mamanya.

Wajar jika Mama berkata seperti itu, jangankan Mama, setiap malan pun Mayted memikirkan hal itu. Tapi ia tegak lurus dengan keyakian dan kepercayaannya. Ia mengerti kekhawatiran Mama dan ia menghargai itu. Tapi, Mayted juga tak akan goyah. Ia yakin akhir cerita cintanya berakhir bahagia, bersama gadis kesayangannya.

"Sebulan lagi ya, Bapak dilantik?" Tanya Mama yang kini sudah mengalihkan pembicaraan.

"Iya dan Adek rasanya nggak rela, Ma. Bukan nggak rela Bapak jadi presiden. Tapi nggak rela karena Adek bakal pisah dari Bapak, keluarganya, dan anak anak ADC lainnya."

"Gapapa, bertahan setahun, nanti kamu ditarik lagi dan bisa kembali bareng mereka. Inget ya, semuanya ada perjuangan dan pengorbanan." Mama mengelus punggung anaknya itu.

"Ma.." Panggil Mayted.

Mama bergumam. "Hm?"

"Seandainya, Adek nikahin Vanessa setelah Adek pendidikan, menurut Mama gimana? Vanessa bakal nunggu nggak ya, Ma? Tapi kalau ternyata setelah Adek pulang pendidikan, Vanessa tetap belum siap gimana ya, Ma?" Mayted membutuhkan saran dari Mamanya.

"Lepasin, dek."

Seguir leyendo

También te gustarán

451K 8.4K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
45.6K 3.9K 18
Banyak orang berkata kalau masa SMA adalah masa yang paling indah, dimana kita bisa merasakan cinta monyet dan persahabatan yang tulus. * * ...
128K 10K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
7.8K 769 32
Suka dengan tetangga sendiri? Itulah yang dialami oleh Manuel Neuer dan tetangga barunya