Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

864 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

47

7 2 0
By Liana_DS

Musik diputar. Lighting diatur sedemikian rupa untuk menyorot catwalk dan para pejalannya baik-baik. Para model telah berbaris rapi dengan riasan dan look masing-masing. Tim Kevin Huo pun telah siap di beberapa titik untuk mengarahkan jalannya rehearsal. Setelah segala persiapan itu, Ling harusnya melakukan yang terbaik untuk fokus pada perannya, tetapi sosok Xiang selalu mengancam fokusnya. Begitu lama mereka berdua tidak bertemu; mana puas Ling dengan sapaan sederhana seperti sebelumnya? Membayangkan pertemuan dengan Xiang setelah rehearsal nanti justru membuatnya lebih berdebar-debar dibandingkan rehearsal di depan mata, tetapi Ling masih sadar akan tanggung jawabnya.

Ini fashion show yang penting untuk kami semua, jadi jangan main-main! Fokus, Zhang Ling, fokus!

Koordinator model memberi isyarat pada Xiang. Dalam waktu yang sempit itu, Xiang menyempatkan diri menepuk bahu Ling, lalu berjalan lebih dulu untuk memperagakan long coat-nya. Dari belakang saja, Xiang tampak begitu gagah. Langkahnya mantap tanpa keraguan sedikit pun, seakan-akan ia masih Xiang yang hanya bisa Ling lihat di browser alih-alih secara langsung. Seakan-akan, mereka tak pernah bergelung letih bersama di ruang latihan, mencuri waktu di sela padatnya jadwal.

Untuk menjadi sepertinya, aku berlatih. Hari ini, akan kutunjukkan bahwa aku pantas bersanding denganmu!

Saat Xiang sudah setengah jalan, koordinator melambaikan tangannya–dan Ling memulai langkah pertamanya di runway asli. Betapa luas, betapa bersimbah cahaya; jauh sekali bedanya dengan ruang latihan. Beruntung, Ling sudah sering membayangkan diri di tempat yang lebih luas dengan lebih banyak audiens, maka besarnya venue dan panjangnya jalur jalan tidak menggentarkannya.

'Ekor' tulle dari blazer kombinasi Ling terembus oleh angin kecil yang ditimbulkan langkahnya, sementara kedua kaki yang terbalut sepatu tumit tinggi menapak bergantian dalam satu garis. Pandangan Ling lurus ke depan. Bagian tulle dari blazer itu lantas ia kibaskan dengan tangan kiri di tikungan, berbelok dramatis, sebelum berjalan ke belakang panggung.

Tidak buruk juga? Ling membatin, cukup puas dengan jalan pertamanya. Lepuasan koordinator yang menyambutnya di belakang panggung lebih besar lagi. Ia memuji Ling habis-habisan, tetapi sambil membantu sang model berganti pakaian dengan kecepatan yang gila. Begini rupanya pacing fashion show. Ling agak kelimpungan, bagusnya para staf sudah berkoordinasi sehingga me-retouch mekap bisa jalan bersamaan dengan mengganti look-nya; Ling tinggal mengikuti alur mereka.

Setiap ganti pakaian, model kembali berbaris sesuai urutan mereka sebelumnya, jadi Ling kembali lagi berdiri di belakang Xiang. Kali ini, Xiang mengenakan blazer satin modifikasi berlengan lebar, mirip hanfu pria pada Dinasti Ming. Warna blazer itu biru navy-perak dengan aksen kupu-kupu kecil di bagian bahu. Xiang tampak seperti pendekar misterius yang sebetulnya lembut–dan Ling, dengan ruqun emasnya, adalah putri yang hendak diselamatkan.

Mungkin karena merasakan kehadiran Ling, Xiang berbalik. Begitu bersitatap, keduanya saling tersenyum lagi.

"Kamu cantik." Xiang mengucapkannya pada Ling tanpa tedeng aling-aling, padahal banyak orang memperhatikan. "Bagaimana, kaget dengan kecepatan kerja di belakang runway?"

"Kau meremehkanku?" Ling pura-pura tersinggung walaupun setelahnya terkekeh. "Yah ... jujur agak kewalahan, tetapi para staf bekerja dengan teratur sehingga aku tinggal ikut arus saja. Mereka semua hebat."

"Kamu juga hebat." Sering sekali Feng Xiang memujiku hari ini; kenapa, sih? Itu tidak baik buat jantung, keluh Ling selagi Xiang bicara menghadapnya. "Selama kita tidak bertemu, kamu membentangkan sayap dan memesona semua orang."

Suara Xiang kemudian melirih, berhati-hati agar para model tidak mendengar. "Setelah semua yang Kakak lakukan padamu, setelah semua kegagalanku melindungimu, aku senang kamu masih bisa bangkit dan menunjukkan kekuatanmu. Maafkan aku ... maafkan kami, Zhang Ling."

"Feng Xiang," sahut Ling, "kalian tidak bersalah padaku. Posisi kalian memang sulit dan kuakui tingkahku kadang memperumit semuanya. Namun, ketika tidak bersamamu itu, aku jadi sadar bahwa satu hal tentang kita tak akan berubah."

"Hal apa itu?" Xiang mengerjap-ngerjap cepat, antisipatif. Ling jadi ingin menggodanya.

"Akan kujawab," ujar Ling sembari mendorong punggung Xiang, "setelah kau jalan!"

Namun, pada giliran berikutnya pun, Ling tidak menjawab pertanyaan Xiang sebelumnya, menghindar dengan 'nanti, deh, setelah kita bikin unggahan di Weibo resmi Kevin Huo; kita harus berfoto bersama biar pengikut tidak kangen!' Xiang tertawa, gemas dengan keisengan Ling, lalu kembali berjalan dengan jaket bomber-nya yang bermotif naga-nirwana, terinspirasi dari pakaian raja-raja Qing.

Untuk look keempat, Ling butuh persiapan lebih lama. Gaunnya yang agung mesti dikenakan dengan amat telaten agar tak satu pun elemennya–yang dikerjakan dengan tangan Wei sendiri hingga berhari-hari–mengalami cacat sebelum diperagakan. Bersama gaun agung itu, Ling juga dirias dengan megah: eye shadow kejinggaan, riasan mata menyerupai bentangan sayap berapi, bibir semerah darah, dan gaya rambut keriting Republikan yang dipercantik dengan jepit rambut mutiara. Ketika bercermin, Ling menghela napas kagum dan juga pangling, lalu setelah mengenali siapa sosok menakjubkan di hadapannya, Ling sejenak mengalami kilas balik.

"Xiao Wei, baju yang kaugambar ini bisa kubeli di mana? Aku ingin mengenakannya! Baju putri yang kumiliki tidak ada yang sehebat ini."

"Tidak dijual di mana-mana .... Kan itu cuma gambar."

"Bisa tidak kaubuat?"

"Tidak bisa."

"Sayang sekali! Oh, betapa inginnya aku jadi putri seperti yang kaugambar! Kenapa, sih, orang-orang yang biasa membuatkanku baju putri tidak bisa bikin yang begini?"

"... tapi mungkin ... aku bisa belajar ... untuk membuatnya."

Air mata Ling membumbung. Ia mendongak agar air matanya tak jatuh sambil tertawa gemetar dan berucap pada diri sendiri, "Ya ampun, aku tidak boleh menangis di sini."

"Ada apa, Nona Zhang?" Penata rias Ling bertanya geli. "Begitu bagus bajunya sampai terharu, ya?"

"Antara lain. Adik saya memang berbakat dan saya senang dilahirkan cantik untuk memeragakan gaun seindah ini," canda Ling, berusaha agar keharuannya tak terlalu menguasai. Namun, bayangan Wei masuk ke cermin dan tanpa buang tempo, Ling langsung memeluknya erat.

"Ling!" ujar Wei terkejut. "Hati-hati dengan pakaian–"

"Terima kasih, Xiao Wei. Aku tidak pernah akan bosan memuji gaun menakjubkan ini," bisik Ling menyela, matanya berkilapan, sebelum menepuk pipi adiknya dari kedua sisi dan mencubitnya. "Ih, keren sekali adikku! Kau seperti Ibu Peri yang mengubah gadis manapun menjadi putri!"

"Jangan ngomong sembarangan seperti orang mabuk." Wajah Wei memerah malu ketika menurunkan tangan Ling dari pipinya. Ia lantas melanjutkan dengan suara pelan. "Aku juga berterima kasih padamu karena telah memberiku mimpi dan membantunya tumbuh sampai ke tahap ini. Sebelum tinggal bersama Paman dan Bibi, kupikir aku tidak akan pernah mendapatkan kesempatan seperti ini, tetapi kalian membangkitkan harapanku."

Dada Ling penuh sesak oleh rasa bangga; sulit sekali mencari kata-kata yang pas untuk mengungkapkannya. Jadi, akhirnya Ling cuma mengusap-usap kepala sang adik angkat, lalu menggandengnya untuk penampilan terakhir.

Model terakhir yang menampilkan look ketiganya telah mencapai tikungan, maka tepat ketika Ling datang, Xiang–dengan look terakhirnya–disilakan untuk berjalan. Namun, Xiang melewatkan sedikit timing-nya lantaran Ling memasuki ruangan bersama Wei. Sama seperti Xiang, para model lainnya juga terpukau dengan sang 'ratu'.

Look terakhir Ling adalah ball gown merah yang potongan atasnya seperti cheongsam, tetapi lengan transparannya off-shoulder dan bagian roknya mengembang lebar. Bagian dada kiri dan ujung rok beraksen bulu merah-jingga yang membuat gaun tampak berkobar. Pada bagian belakang leher dan bahu, terjahit jubah transparan berwarna emas. Jubah itu membentang sampai kira-kira tiga puluhan sentimeter di belakang kaki Ling, berkilau ditimpa cahaya lelampu. Siapa tak tersita perhatiannya?

Agak susah berjalan dalam gaun ini, tapi kalau melihat pandangan kagum orang-orang, apalagi Feng Xiang, rasanya balasan atas pengorbananku setimpal.

Sebelum Xiang bertolak, Ling sempat mengamati sejenak look terakhirnya dan sangat berterima kasih pada Tian yang merancang pakaian itu. Xiang mengenakan cheongsam era Republik berwarna hitam yang panjang mencapai betis, berlapis celana bahan di dalamnya karena pakaian itu belahannya sampai ke pinggang. Namun, highlight dari look itu adalah jubah hitam lebar berbordirkan simbol naga besar dan bunga tengguli yang menutup sisi kiri tubuh Xiang. Rantai emas mengaitkan bagian depan jubah itu dengan cheongsam, lalu sebuah bros dari rubi palsu lebih jauh mengamankan jubah agar tak jatuh dari bahu Xiang. Pria itu menjadi pangeran dongeng yang hidup–dan saat koordinator memberi isyarat Ling untuk jalan, rasanya kaki Ling gatal ingin mengejar.

Sayangnya, begitu memasuki runway, Ling tahu Xiang bukan lagi tujuan utama.

Satu kaki di depan kaki lainnya. Bentangkan tangan. Tampillah percaya diri, jangan takut.

Tujuan Ling detik ini adalah berjalan dengan selamat dalam gaun yang menantang ini, memamerkan keindahannya, dan menebarkan pesonanya sendiri sebagai duta wanita pertama Kevin Huo. Sesuai mantra yang berdengung dalam kepalanya, Ling membuka lengan, lalu meletakkan kaki kanan di depan kiri, berjalan dengan konsentrasi tinggi.

Tapi, tumit sepatu ini tinggi sekali ....

Dalam sepuluh langkah, Ling menemui kesulitan pertamanya: telapak kaki kanannya sedikit keluar dari sepatu, membuatnya hampir keseleo. Suzanne pernah bilang dirinya dapat berhenti jika hal itu terjadi, tetapi sebentar saja, jangan sampai kehilangan beat musik pengiring. Dengan jantung berdebar kencang, Ling membenahi posisi kakinya dan berjalan kembali.

Sial, umpat Ling ketika lima langkah kemudian, kaki kirinya yang bermasalah. Anak tangga pertama sudah dekat, pula. Ling menghela napas dalam, memosisikan telapak kaki kirinya dan selanjutnya menerapkan nasihat Xiang: 'jika langkahmu terasa sulit, pelankanlah, jadi kau dapat lebih cermat mengatur posisi kakimu'.

Berhasil. Ling melewati tiga anak tangga pertama dengan lancar. Ia menarik sedikit bagian kiri jubahnya di tikungan untuk mengibaskannya, lalu berjalan di sisi lain runway. Lagi-lagi kakinya nyaris selip di anak tangga pertama, kali ini karena menginjak bagian dalam gaun tanpa sengaja. Terpaksa Ling melebarkan langkahnya untuk mendorong bagian rok yang menghalangi itu agar menyingkir, melewati dua anak tangga sekaligus mumpung kakinya tak terlihat, lagi pula anak tangga itu tidak tinggi-tinggi amat. Ia masih on-beat, bagus.

Dari titiknya berada sekarang, Ling dapat melihat Wei dan Xiang di pintu keluar runway.

Tinggal sedikit lagi!

Namun, ilusi rasa aman itu justru membuat Ling gegabah. Ia berjalan mendahului irama, lebih cepat dari sebelumnya, dan menjadi kurang waspada. Kaki yang susah-payah dikondisikannya agar tak selip akhirnya betul-betul keluar jalur--dan untuk sejenak jantung Ling seakan berhenti. Tubuhnya miring, tetapi tidak cukup miring untuk jatuh.

Ling dapat melihat Wei terbelalak dan Xiang maju selangkah, panik.

Bangkit, cepat!

Demikianlah Ling melecut diri sendiri walaupun mata kakinya nyeri. Krisis seperti ini tidak perlu disikapi terlalu heboh jika bisa dikembalikan dengan mudah pada keadaan seharusnya, Suzanne mengajarkan. Jadi, dengan tetap menjaga mimik muka dan bentangan lengannya, Ling berjalan lagi setelah membenahi posisi kakinya.

Satu meter sisa runway dilalui tanpa kendala. Memastikan dirinya tak lagi tersorot kamera yang menayangkan rehearsal di dua layar atas, Ling mengulurkan kedua tangannya ke arah Wei dan Xiang. Dua pria itu menangkap tangannya tepat ketika ia mendesah lega.

"ITU TADI SANGAT SULIT!"

"Tapi sangat bagus untuk catwalk pertamamu," puji Xiang. "Selamat, Zhang Ling. Sekarang waktunya penutupan."

'Penutupan' yang Xiang maksud adalah ketika semua model keluar, berbaris di seluruh bagian runway dengan look terakhir mereka, lalu desainer utama koleksi ini berdiri di antara mereka untuk memberikan salam kepada audiens. Tian ternyata sudah ada di sana juga, memandang Ling dengan mata berbinar, tetapi segera memalingkan muka, seakan memungkiri kekagumannya.

Ling, Wei, Xiang, dan Tian akan berdiri di tikungan yang berada di tengah, jadi separuh dari jumlah model saat ini berjalan mendahului keempatnya dan separuh lagi setelah mereka. Buat membantunya berjalan, juga karena ia tidak lagi perlu memeragakan busananya, Ling menggandeng Wei erat-erat dengan satu tangan dan mengangkat sesisi roknya dengan tangan yang lain. Kakinya masih terasa agak sakit pula, maka menjadikan Wei tumpuan amat krusial. Begitulah akhirnya Ling dapat mencapai ujung runway tanpa kurang suatu apa, membungkuk dan melambai ke arah audiens imajiner bersama Wei sesuai arahan koordinator panggung.

Rehearsal dinyatakan selesai. Ling masih tercenung karena penutupan tadi terasa begitu nyata. Fashion show asli bahkan belum dimulai, tetapi latihan penutupan show tadi membangkitkan rasa haru dan lega yang tiada bandingnya. Kenangan akan bermacam tantangan saat pemotretan, syuting fashion film dan douyin, tinggi-rendah perasaannya dalam setiap langkah promosi, serta semua momen yang ia lalui bersama pangeran berbaju era Republik di sebelahnya lewat dalam kilasan cepat.

Tepat, Xiang yang sadar tengah dipandangi menoleh kepadanya–dan lagi-lagi, entah untuk keberapa kalinya, mereka bertukar senyum tanpa malu-malu.

"Mari kita monitoring dulu," ajak Xiang.

Benar. Sangat disayangkan, ini bukan akhir yang benar-benar dari rangkaian promosi koleksi Fenghuang. Ling pun menyambut uluran tangan Xiang dan turun runway untuk melakukan monitoring.

Secara keseluruhan, koordinator panggung sudah puas dengan hasil rehearsal kali ini dan hanya menekankan agar Ling ekstra hati-hati besok untuk look terakhir. Ling menggigit bibir kecewa; kondisi hampir-jatuh tadi telah mencederai penampilannya.

"Boleh saya berlatih–"

Belum tuntas menyampaikan pintanya, mendadak jantung Ling bergemuruh sangat kencang, pandangannya menggelap, dan tubuhnya terhuyung.

Eh? Mengapa tiba-tiba aku begini?

Ling ingat Xiang memanggilnya panik dan merengkuhnya, tetapi setelah itu segalanya menghitam. []

Continue Reading

You'll Also Like

204K 10.4K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
1.1K 221 53
Tentang ambalan dan kisahnya... start: 29 Juni 2021 end: -
20.5K 2.4K 14
Sebagian besar sudah DIHAPUS Pindah KBM dan Karyakarsa Bagi Saraswati, mencintai seseorang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi me...
576K 80.6K 35
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...