CERPEN KU

Galing kay Adwlya

227 13 2

Cerita demi cerita tertulis dalam sebuah buku cerpenku. Ada cerita tentang cinta, kasih sayang terhadap orang... Higit pa

Sebuah Kerinduan
Andai Bisa Terulang Kembali
Indahnya Persahabatan
Kandasnya Harapan Monica
Happy Ajalah!
Cintya
Surat Undanganmu
"Jangan Tunggu Sampai Dia Tiada."
Biar Cinta Ini Menghilang
Kerinduan Di Penghujung Ramadhan
Berbeda Tapi Kita Akur

Isabella

5 1 0
Galing kay Adwlya

Suatu hari di kantor lagi ada yang jadi perbincangan hangat. Semua temanku membicarakannya. Namanya Bella, lengkapnya Isabella. Semua ceritanya bernada miring, ada yang bilang dia suka membuat kebisingan di kantor dengan suaranya hingga semua staf di kantor merasa tidak nyaman. Anehnya semua temanku nggak berani membicarakan kejelekan si Bella kalau lagi didepan Big Boss. Aneh Khan? Sepertinya bos sangat sayang sama si Bella ini. 

Orang lain pasti mengira kalau si Bella staf paling cantik di kantor ini, pintar hingga sangat disayang sama bos. 

Apa iya begitu? Ternyata salah! Bella bukanlah seorang gadis cantik tapi dia adalah seekor kucing dengan tiga ekor anaknya yang baru lahir. Bella tinggal di dalam kantor, yah! di dalam kantor … Tau aja nih! Si Bella kalau si boss Bu Adeline suka dan sayang banget sama  kucing!

Ibu Adeline setiap pagi menyapa kami tapi ia juga tak ketinggalan menyapa si Bella kucing yang menurutku biasa aja dan Bella bukanlah dari jenis kucing mahal seperti anggora dan sejenisnya. Bella hanya kucing kampung dengan warna hitam dan orange.

Seperti biasa Bu Adeline tiba di kantor dengan wajah ceria sambil turun dari mobil dan melangkah memasuki kantor. Dia menyapa kami dan tentu saja kesayangannya si Bella.

“Morning All, Hai Bella apa kabar kamu hari ini? “ Sapa ibu Adeline seorang bule cantik asal Jerman sambil mengusap kepala Bella dan si Bella juga jadi begitu manja padanya. Bella menempelkan badannya ke kaki Bu Adeline.

Keluhan tentang Bella dan anak anaknya mulai santer terdengar.

Anak Bella yang masih kecil BAB dan pipisnya di pasir yang sudah disiapkan oleh cleaning service yang terkadang mengeluh karena tugasnya menjadi bertambah karena kehadiran Bella dan keluarga kecilnya hingga suatu hari cleaning service, teman sesama staf kantor termasuk aku kembali terlibat pembicaraan seputar si Bella selebritinya kantor kami … Topik pembicaraannya adalah tentang rencana membuang si Bella dan anak-anaknya dari kantor ini. Duh! Terdengar satu rencana yang pastinya tidak akan disetujui oleh Bu Adeline.

“Hari-hari tambah nakal saja anak-anak si Bella, lari kesana-kemari berkejaran membuat saya kaget hingga hampir jatuh karena di tabrak anak si Bella.” Demikian salah satu curhatan temanku yang lama-lama merasa terganggu dengan kehadiran Bella dan anak-anaknya. Aku sih senang-senang aja melihat tingkah kucing-kucing itu. Lucu!.

Tiba-tiba ibu Adeline keluar dari ruangannya dan berjalan kearah kami kemudian dia berkata bahwa dia mendengar bahwa ada yang mau buang kucing-kucing itu dari kantor. Ku lihat ibu Adeline tampak sedikit kurang senang dari nada bicaranya, kami semua diam dan hanya lirik-lirikan saja tanpa komentar apa-apa.

“Bu, bagaimana jika kucing-kucing itu kita titip di rumah Dita aja Bu. Dia juga suka dan sayang sama kucing.” Ira dari bagian Human Resource Department memberikan usulan agar menampung kucing itu di rumahku. 

Hah? Ke rumahku? Kucingku sudah banyak Bu nanti mereka ngajak berantem!" Baru saja aku mau mengatakan nya keburu dipotong sama Bu Adeline.

"Ok! Titip di rumah Kamu saja Dita! Sekarang kita antar mereka ke sana." 

Aku hanya tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan Bu Adeline sementara semua orang memandang ke arahku dengan senyuman bahagia!

Sopir memasukkan Bella dan anak anaknya kedalam mobil dan segera berjalan menuju rumahku. Kulihat Bu Adeline menggunakan kaca mata hitam menutupi matanya yang berkaca-kaca sedih sambil memangku Bella. Duh! Aku jadi terharu dan mana mungkin aku bisa menolaknya Bella dan keluarga kecilnya.

 Kelihatan sekali ibu Adeline sangat berat berpisah dengan Bella dan keluarganya, dia memilihnya di rumahku daripada harus dibuang dan hidup di jalanan.

“Tidak apa Bu, Bella nggak usah dibuang biar ditaruh di rumah saya saja, kebetulan saya juga suka sama kucing.” Aku coba meyakinkan ibu Adeline. Akhirnya ibu Adeline percaya mendengar penjelasanku. Dia segera menyuruh sopir untuk mengantarkan dirinya dan kucing-kucingnya untuk pindah migrasi ke rumah ku.

“Mereka masih kecil, kalau dibuang di jalan mereka tidak pandai cari makan sendiri.” Bu Adeline berkata dengan bahasa Indonesia yang lancar, sejauh itu perhatiannya sampai terpikirkan bagaimana caranya kucing-kucing itu cari makan di luar sana.

Sampai di rumahku, Bella dan tiga ekor anaknya di tinggalkan di rumahku. Untung kucingku si manis tidak mengajak berantem si Bella. Setelah itu kami balik lagi ke kantor karena sepeda motorku masih ketinggalan di kantor hingga jam kantor usai.

Aku disambut Bella dan anaknya serta si manis kucingku yang sedang bermain di teras rumah. Ada yang berwarna hitam, belang-belang dan abu-abu dan saat malam tiba, kira-kira jam delapan malam, kucing-kucing itu mulai mengeong dan selalu mengikuti kemana saja aku pergi. Mereka baru tenang setelah kusiapkan makan malam mereka sepiring nasi yang telah dicampur dengan ikannya. Setelah semua kucing makan malam dengan kenyang aku mengeluarkan mereka agar mereka tidur di teras depan rumahku. Begitu juga pagi hari, setelah sarapan pagi mereka kembali ku lepas bermain di depan rumah. Pokoknya Bella, anaknya dan si Manis makan tiga kali sehari sama seperti Dita.

Keesokan harinya saat aku membuat laporan hasil rapat staf mingguan, aku mendengar suara ibu Adeline.

“Dita, bisa kemari sebentar … “ Bu Adeline memanggilku dan akupun masuk ke ruangannya.

“Ada apa buk?’” tanyaku bertanya tanya. Apa ada tambahan kucing lagi ya? Waduh!

“Ini untuk kamu …” Bu Adeline mengeluarkan sebuah amplop putih dan menyerahkan padaku. Uang? Untuk apa? AA karena aku sudah menjaga Bella di rumahku?

“Nggak usah Bu, saya tidak keberatan merawat Bella.” Aku mencoba menolak pemberian Bu Adeline.

“Ok, ini untuk Bella.” Kata ibu Adeline sedikit memaksa. Aku pun jadi susah untuk menolaknya. Aku menerimanya dan memgucapkan terima kasih sebelum aku beranjak keluar dari ruangannya.

Aku membuka amplopnya ada lembaran uang ratusan ribu yang setelah kuhitung jumlahnya ada satu juta rupiah.

“Hebat banget nih si Bella, uang jajannya aja satu juta rupiah. Buat beli ikan berapa bulan ya? Akh! Mungkin bu Adeline kasih banyak sekalian buat jajan aku.” Kataku dalam hati sambil tersenyum. Aku sendiri heran mengapa ia sangat sayang dan perhatian sekali sama kucing. Padahal bukan kucing anggora melainkan hanya kucing kampung yang biasa dipelihara di rumah warga termasuk kucing milikku juga kucing kampung biasa

 dimana mereka bisa bebas bermain di luar rumah tanpa takut hilang diambil orang. Tak jarang ibu adeline turun dari mobil di pasar hanya untuk membeli ikan. Entah untuk apa ikan sebanyak itu dia beli? Apa dirumahnya juga banyak kucing yang tinggal di sana? Yah, mungkin saja begitu.

“Dita, nanti siang saya mau pergi ke luar kota untuk beberapa hari, saya titip kunci rumah. Nanti kamu bisa kesana pagi sama sore.” Katanya suatu hari. Aku bertanya-tanya untuk apa aku disuruh datang kerumahnya pagi dan sore? Hmm … aku jadi penasaran!

“Ok, bu. Saya akan ke rumah ibu pagi dan sore.” Aku meyakinkan Bu Adeline kalau aku akan datang ke rumahnya pagi dan sore sambil mengambil kunci yang ia berikan padaku.

Pagi itu dengan rasa penasaran didada aku mengarahkan sepeda motorku ke sebuah rumah yang di pinggir jalan rumah yang cukup besar berwarna putih dengan halamannya yang luas. Ku dengar Bu Adeline menyewa rumah ini dengan sewa lima juta per bulannya. Harga fantastis buatku tapi mungkin baginya itu angka yang biasa saja. Setelah membuka pagar rumahnya, aku segera membuka pintu tumahnya. Tidak terlalu banyak barang-barang di dalamnya. Hanya sofa, kulkas dan ketika ke ruangan dapur hanya ada beberapa petalatan memasak, kamar mandi dengan air dari mata air yang berasal dari bukit di belakang tumah, ada spring bed di kamarnya dan ada beberapa buku di dalam kotak kardus seperti novel berbahasa Inggris. Aku membuka kulkas, kupikir aku akan menjumpai sejumlah makanan dan minuman disana tapi aku salah! Isinya hanya ada ikan tongkol yang sudah direbus! Pasti ikan-ikan ini disiapkan untuk kucing-kucing di sini tapi mana kucingnya? Aku mencari sekeliling ruangan siapa tau ada kucing yang tertidur di sana. Tidak ada seekor kucingpun disini! Hanya ada beberapa piring plastik tersebar di ruangan tengah dengan sisa tulang ikan yang berserakan. Sepertinya itu adalah piring makan kucing. Aku baru mengerti kenapa jendela di kamar tidur dan ruang tengah ini terbuka, sepertinya bu Adeline sengaja melakukannya agar kucing-kucing bisa keluar masuk dengan bebas. Jadi, apa tugasku disini? Apa aku harus menyapu rumah ini? Biar kucing liar disekitar rumah ini bisa bebas keluar masuk dan makan ikan tongkol pagi dan sore

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya masuk dari pintu depan yang tidak ku kunci. Rupanya dia pemilik rumah ini, dia bilang kalau rumah ini setiap hari dia bersihkan termasuk membersihkan piring dengan sisa tulang ikan yang berserakan plus semut-semut yang ikut makan di piring itu.

Aku memperkenalkan diriku sebagai staf di kantor Bu Adeline yang mendapat tugas tambahan selain tugas kantor yaitu mengecek kucing-kucing di rumahnya setiap pagi dan sore. What? Aku tersenyum sendiri mendengar tugas tambahan ku tapi apapun itu selagi tugas yang diberikan tugas yang baik insyaAllah pasti akan jalankan dengan baik tapi kalau sudah ada orang yang bersihkan rumahnya, terus ngapain aku disini? Sudah pasti cuma mengecek ketersediaan makanan kesukaan kucing yaitu ikan yang tadi kulihat masih banyak didalam kulkas. Semuanya aman dan terkendali!

Hingga hari kepulangan Bu Adeline tiba, ia datang bersama seorang laki-laki berkulit hitam dengan rambut keriting kecil-kecil seperti dari daerah Papua atau Flores. Siapa ya kok mereka terlihat akrab sekali?

“Dita, kenalkan ini suami saya, dia orang Indonesia berasal dari Flores.” kata buk Adeline sambil memperkenalkan suaminya.

“Selamat datang Pak, semoga liburan di sini menyenangkan.” Jawabku sambil menyalaminya.

“ Kok bisa kenal sama ibu Adeline? Gimana ceritanya Pak?” Tanyaku suatu hari pada Pak Des suami Bu Adeline saat jam istirahat sambil minum teh panas di kantin kantor.

“Dulu bapak adalah mahasiswa yang dapat beasiswa di Jerman dan ibu Adeline adalah dosen bapak. Sekarang bapak tinggal dan kerja di Kedubes Indonesia di Jerman” Kata pak Des menceritakan awal perjumpaannya dengan ibu Adeline.” Aku jadi terkesan sekali mendengar ceritanya.

“ Ibu cantik sekali dan banyak yang suka sama ibu tapi bapak tidak menyerah begitu saja, walaupun saingan bapak semuanya orang bule tapi justru ibu malah memilih bapak,” sambung pak Des semangat sambil tersenyum.

Aku kasih dua jempol buat pak Des, salut atas semangatnya yang pantang menyerah hingga akhirnya mendapatkan hati ibu Adeline.

Siang itu Bu Adeline, pak Des dan beberapa teman sesama bule ingin ke rumahku, mereka ingin menengok Bella dan tiga ekor anaknya yang masih kecil. Sampai di rumahku mereka langsung menggendong dan mengelus kepala Bella dan keluarga kecilnya. Ekspresinya sama seperti kalau kita berjumpa dengan salah seorang keluarga yang lama tidak berjumpa. Bahagia! Sesekali mereka tertawa bercanda dengan kucing-kucing kecil itu sementara aku hanya berdiri melihatnya menjawab pertanyaan mereka seputar Bella. Saat mereka pulang salah satu dari mereka kembali memberikan amplop putih padaku. uang lagi? Ternyata yang menyayangi Bella banyak banget!

Esoknya pak Des bilang bahwa Bu Adeline akan memberikan sofa, kursi rotan dan juga spring bed yang cuma tiga hari dia pakai karena tidak nyaman katanya. Saat ku tanya kenapa semua barang itu diantar untukku, dia bilang waktu mereka main ke rumahku saat lihat Bella mereka mendapati rumahku kosong dan tidak ada kursi dan Sofanya. Duh! Segitunya mereka melihat isi rumahku, kataku tersenyum dalam hati menahan rasa malu. Malu-malu kucing tepatnya …

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

90.1M 2.9M 134
He was so close, his breath hit my lips. His eyes darted from my eyes to my lips. I stared intently, awaiting his next move. His lips fell near my ea...
226M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
1.1M 67.8K 77
The year is 1988, and Finn, Ronan, Becca and Jasper are spending the summer at a reformatory camp located deep in the Alaskan wilderness. The camp, n...