Cahaya Negeri

By romanceholic

17.1K 3.9K 1.4K

๐Ÿ’™ Cryptic Ops. Vol. 3 Sejak dulu Kristal sudah tahu kalau seumur hidup dirinya hanya akan mencintai satu lel... More

Blurb
Prolog
Bagian 1 : -Kebenaran Pahit-
Bagian 2 : -Surreptitious Affair-
Bagian 3 : -Dirty Tricks-
Bagian 4 : -Malicious Tactics-
Bagian 5 : -Lone Wolf-
Bagian 6 : -Reconnaissance-
Bagian 7 : -Bajradaka-
Bagian 8 : -Source Of Distress-
Bagian 9 : -Omega-
Bagian 10 : -Rumah Danau-
Bagian 11 : -Naivete-
Bagian 12 : -Machiavellianism-
Bagian 13 : -Ad Libitum-
Bagian 15 : -Pelindung Cahaya-

Bagian 14 : -Perburuan-

818 188 59
By romanceholic


Seperti yang sudah Kristal duga, Wolf meninggalkannya begitu saja setelah memberitahunya tentang identitas Marco. Lelaki itu pergi dan tidak kembali lagi setelah mengantar Kristal ke kamar mereka.

"Dasar bajingan licik!" geram Kristal ketika menyadari pintu kamarnya langsung dikunci dari luar sesaat setelah Wolf pergi. Bukan hanya itu, empat orang pengawal sudah berjaga di depan pintu. Keempat pengawal itu tampaknya bukan orang yang Wolf pilih secara asal-asalan. Wajah mereka terlihat dingin dan tanpa emosi layaknya robot yang sudah diatur untuk mengikuti perintah.

Sial! Tidak ada jalan keluar. Sepertinya Wolf sudah memperhitungkan segalanya. Hanya saja, kenapa lelaki itu merasa perlu mengurung Kristal di sini?

"Baiklah, kalau itu maumu." Kristal menyerah. Daripada ngotot melakukan hal yang belum tentu berhasil, lebih baik ia menyimpan energinya selagi masih memiliki kesempatan.

***

Suara alarm yang berdering membangunkan Kristal dari tidurnya.  Meski enggan bangun, Kristal mengulurkan tangannya  mencari jam digital yang berada di atas nakas. Namun, di tengah perjalanan jemarinya malah menyentuh otot yang keras dan hangat.

Kristal sontak membuka kelopak matanya dan langsung berhadapan dengan sepasang mata gelap milik Wolf yang balas menatapnya tajam. Untuk beberapa saat, Kristal seolah terhipnotis dan tenggelam dalam kegelapan tak berdasar mata lelaki itu hingga suara alarm berhenti dengan sendirinya.

Wolf berbaring miring dan menyangga kepalanya dengan sebelah tangan. Segaris bakal cambang tampak menghiasi rahang dan bagian atas bibirnya. Rambut gondrong bergelombangnya disisir rapi ke belakang, membuat Kristal gatal ingin menenggelamkan jemarinya dan membuat sedikit kekacauan di sana.

Sampai kemudian, suara alarm kembali terdengar.

"Kau sudah kembali?" Kristal menguap seraya merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.

Wolf mengulurkan tangan menggapai jam weker digital untuk menghentikan suara alarmnya."Kenapa kau memasang alarm setiap jam?" tanya lelaki itu datar.

"Supaya aku tahu jam berapa kau kembali." Kristal bangkit duduk dan membiarkan selimut meluncur dari tubuhnya yang hanya terbalut gaun tidur tidak senonoh lainnya. Wolf tidak tampak terkejut atau tertarik untuk sekedar meliriknya.

Ck, dasar pengecut!

"Yang benar saja, kau bahkan tidak terbangun meskipun alarm ini berbunyi lima jam lalu."

"Benarkah?" Kristal menghitung dalam kepalanya, lantas mendelik sinis. "Jadi, apa yang kau lakukan sampai jam dua pagi sementara aku terkurung di sini?"

"Bukan hal yang menarik untukmu."

"Benarkah? Bilang saja kau malu terlihat bersamaku dan merasa perlu untuk mengurungku agar tidak ikut campur urusanmu!"

"Syukurlah kau tahu."

"Kenapa kau mengurungku di sini, Wolf? Kenapa ada empat pengawal menjaga pintu kamar ini?"

"Aku hanya melakukan pencegahan."

"Pencegahan apa? Ck, kau pikir aku akan membuat masalah?"

"Ya. Masalah adalah nama tengahmu dan biang onar adalah nama aslimu." Wolf turun dari ranjang dan berdiri tegak. Lelaki itu tampak segar dengan pakaian berburunya yang terdiri dari celana kulit cokelat ketat, kemeja putih tangan panjang yang pas badan, serta rompi berburu.

"Wow, kau sudah mau pergi lagi?" Kristal melihat lelaki itu mengenakan sepatu boots koboi cokelat tua, serta memegang topi stetson senada.

Wolf mengangguk. "Hari ini para tamu akan berburu di hutan pribadi Vasco."

"Berburu?"

"Ya, aku harus pergi untuk memeriksa persiapannya sebelum acara dimulai beberapa jam lagi."

"Berburu apa?"

"Kebetulan tahun ini banyak babi hutan yang harus segera dibasmi sebelum menjadi hama."

"Babi hutan? Apa itu artinya kita akan berburu dengan senapan?" Kristal tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya ataupun kedua matanya yang saat ini berbinar-binar.

Wolf menyipitkan matanya. "Tentu, tapi aku terpaksa memperingatkanmu untuk tidak memamerkan keahlian menembakmu di acara berburu nanti."

"Kenapa tidak?" Binar di mata Kristal sedikit meredup. "Itu kan acara berburu! Aku akan menembak lebih banyak babi hutan daripada yang lainnya."

"Itulah sebabnya aku memperingatkanmu." Wolf menghela napas lelah. "Ingat peranmu, Light. Saat ini kau hanyalah seorang wanita yang tidak tahu cara memegang senjata api, apalagi menggunakannya."

Kristal berdecak dan mengempaskan tubuhnya ke ranjang, lalu menutupi wajahnya dengan bantal sebelum berteriak kencang, "Aarghh! Kau menyebalkan, Wolf! Aku benci kau!"

"Itu melegakan."

Kristal menyingkirkan bantal hingga ia bisa melihat sosok Wolf lagi. "Meski begitu, aku tetap merasa kau sangat menarik. Perasaanku tidak berubah."

"Ya Tuhan, ternyata kau masih bodoh." Wolf berjalan menuju pintu. "Aku harus pergi sekarang."

"Tunggu!" Kristal bangkit duduk. "Apa Marco akan datang ke acara berburu nanti?"

Wolf sontak berbalik dan melemparkan tatapan memperingatkan. "Kau tidak berencana menembaknya kan?" tanyanya curiga.

Kristal memilih tidak menjawab dan menatap langit-langit kamar yang tinggi.

"Light, berjanjilah padaku kau tidak akan melakukan apa-apa selain duduk manis selama acara berburu nanti. Kau juga dilarang membuat masalah atau membuat para tamu tidak nyaman dan merasa terancam."

"Astaga, memangnya aku penjahat?" Kristal mengamati smoke detector yang tampak mencurigakan karena dipasang di tempat yang tidak direkomendasikan untuk memasang pendeteksi asap. "Hei, apa itu kamera pengintai?"

"Apa maksudmu kamera pengintai?" Wolf mengikuti arah pandang Kristal, lalu mengumpat pelan. "Berengsek, Vasco sedang mengamati kita!"

"Bagaimana kau tahu itu Vasco?" Kristal menatap Wolf tidak setuju, "bisa saja itu perbuatan Marco."

"Tapi Marco bukan pemilik vila dan dia tidak memiliki akses masuk ke kamar ini!" Wolf berjalan menuju smoke detector palsu itu terpasang, lalu menaiki meja dan sedikit melompat untuk meraihnya. "Sialan! Benda terkutuk itu terlalu tinggi."

Kristal melihat Wolf melompat-lompat beberapa saat, lalu menempatkan kursi di atas meja dan menaikinya. "Bagaimana kalau Marco ternyata bekerja sama dengan Vasco untuk menyingkirkanmu?"

"Kalau saja itu benar, aku pasti sudah lama menyingkir dari sini," jawab Wolf terdengar muak, lantas kembali melompat. Kali ini tangan lelaki itu hampir berhasil menyentuh smoke detector palsu. "Berengsek."

"Wolf apa kau bawa karet?" Kristal berguling di atas tempat tidur untuk mengambil permen karet yang selalu tersedia di tas peralatan pribadinya.

"Karet apa?" Wolf menoleh dan menatap bingung pada Kristal yang sudah mengunyah permen karet dengan cepat.

"Karet gelang yang selalu kau jepretkan di pergelangan tanganmu setiap kali pikiranmu terganggu."

"Bagaimana kau tah― tsk, sudahlah. Untuk apa?"

"Cepat!"

Wolf menghela napas, lantas melompat turun. Sedetik kemudian lelaki itu sudah berdiri di samping Kristal dan mengulurkan tangannya.

Kristal menarik karet gelang itu seraya mengeluarkan permen karetnya yang sudah menggumpal dan lengket, kemudian berbaring dan membidik ke arah lensa kamera kecil yang terdapat pada smoke detector palsu.

"Kau pikir kau bisa―" Ucapan Wolf terhenti ketika gumpalan permen karet itu melayang tinggi, lalu dengan akurat mengenai lensa kamera pengintai dan menutupi semua bagiannya dengan sempurna.

"Maaf, tadi kau bilang apa?" Kristal menoleh dan melihat Wolf melemparkan tatapan yang membuat kepercayaan dirinya sedikit naik. Lelaki itu tampak terkesima sampai tidak sanggup berkata-kata.

"Wah," Kristal tersenyum geli, "ternyata selama ini aku salah strategi."

"S-salah strategi bagaimana?" Wolf terlihat linglung.

"Sepertinya aku harus sering-sering memamerkan kemampuan menembakku ketimbang tubuh seksi untuk menarik perhatianmu."

Wolf berdeham dan tampak seperti orang yang sudah tertangkap basah. Lelaki itu menatap lantai seraya menenggelamkan kedua tangan di saku celana berburu yang melekat erat di kaki kekarnya. "Aku hanya penasaran bagaimana kau melakukan tembakan akurat hanya dengan sekali melihat sasaran, sekali tembak, dan dalam posisi yang tidak biasa. Entahlah, kau membuat hal itu tampak mudah dilakukan."

Kristal menaikturunkan alisnya dengan bangga. "Entahlah, aku juga penasaran. Padahal kau adalah orang yang mengajariku menembak, tapi kenapa aku yang lebih hebat darimu," ujarnya menyombongkan diri.

"Yeah." Wolf memutar matanya bosan dan kembali berjalan menuju pintu. "Aku mulai menyesalinya sekarang."

"Tunggu dulu!"seru Kristal tiba-tiba.

"Apa lagi?" Wolf menoleh.

"Karetmu." Kristal duduk, lalu menjepretkan karet itu hingga melayang di udara sebelum Wolf berhasil menangkapnya.

"Apa kau tidak akan memberiku ciuman selamat pagi? Siapa tahu ada kamera lain yang mengamati kegiatan kita pagi ini," ujar Kristal seraya memonyongkan bibirnya.

"Kurasa tidak perlu." Wolf langsung menolak ide itu mentah-mentah.

"Aku serius! Bagaimana kalau ternyata kamera itu bukan satu-satunya?"

"Semakin berusaha membuktikan, akan semakin mencurigakan. Lagipula...," Wolf mengamati gaun tidur Kristal yang provokatif, "siapa pun yang mengintaimu sekarang, mereka tidak akan memperhatikan interaksi kita karena sibuk membayangkan sesuatu yang jorok."

"Kurang ajar!" Kristal mengambil bantal dan melemparkannya ke punggung Wolf. Sayangnya, lelaki itu bergerak sangat cepat sehingga bantal itu hanya menghantam pintu.

***

Lokasi hutan tempat acara berburu letaknya lumayan jauh dari vila utama. Total ada lebih dari sepuluh four wheeler yang masing-masing terdiri dari enam penumpang, termasuk sopir dan seorang pengawal, yang akan membawa mereka menuju lokasi.

Kristal menatap tiga wanita cantik yang berada semobil dengannya. Ketiga wanita itu mengenakan pakaian berburu yang elegan dengan Wellington boots selutut. Jauh berbeda dengan Kristal yang harus tetap konsisten mengenakan kostum konyolnya berupa rok kulit pendek berwarna hitam, sepatu hak tinggi runcing yang akan langsung terbenam begitu ia menginjakkan kaki di atas tanah, serta blus hitam tembus pandang yang memperlihatkan bra hitamnya yang tidak sopan.

Kristal baru saja membayangkan betapa nyamannya seandainya saat ini ia mengenakan celana kargo, kaus tangan pendek serta rompi berburu ketika seseorang menepuk pundaknya. Kristal menoleh dan melihat seorang wanita cantik mengenakan topi fedora cokelat, seolah-olah wanita itu baru saja keluar dari salah satu adegan film Indiana Jones.

"Pertama kali berburu?"

"Hah?" Kristal berdeham, berusaha tidak terlihat masa bodoh demi kesopanan. "M-maksudku ya. Ini pertama kalinya aku berburu. Aku sedikit gugup."

Suara tawa tertahan tiba-tiba terdengar dari arah kursi belakang. Kristal menoleh dan melihat seorang wanita yang mengenakan topi pet dan mantel wol hijau tua tertawa semakin keras saat mereka bersitatap.

"Apa ada yang lucu?" tanya Kristal mendadak sebal dan tidak bisa menyembunyikan ekspresinya.

Wanita topi pet itu tidak menjawab dan malah menepuk pundak wanita topi fedora. "Kau sengaja, bukan? Sudah jelas dia tidak pernah berburu apalagi pegang senapan," ujarnya tanpa berusaha merendahkan suaranya.

"Hush!" Si topi fedora meletakkan telunjuknya di depan mulut seolah sedang memperingatkan si topi pet. Meski begitu, ekspresinya malah tampak senang dan terhibur.

Kristal berdecak dan memilih menatap pemandangan di luar jendela. Sayangnya, suara percakapan di belakangnya masih terdengar jelas dan malah semakin panas.

"Aku tidak percaya Sena mengajak wanita semacam dia ke acara ini." Kali ini giliran wanita yang tidak mengenakan topi angkat bicara. "Astaga, apa yang dia pikirkan saat mendengar kata berburu? Apa dia pikir bisa berjalan dengan sepatu semacam itu di tanah berlumpur?"  Ucapan wanita itu langsung disambut gelak tawa semua orang, termasuk sopir yang diam-diam sibuk memperhatikan mereka lewat kaca spion depan.

"Lihat bajunya, aku yakin dia berpikir kalau ini adalah acara berburu Sugar Daddy." Si topi pet mencari perkara.

"Harap maklum karena pekerjaannya memang mencari mangsa untuk mendapatkan uang." Ketiganya langsung terkikik begitu si tanpa topi ikut mencari perkara.

"Siapa pun bisa melihat kalau dia... begitulah." Si topi pet memperpanas situasi.

"Bayangkan dia berguling-guling di atas lumpur bersama babi hutan ketika tidak mendapatkan mangsa." Si tanpa topi menimpali.

"Hush!" Seru si topi fedora dengan nada marah, tetapi ekspresi wanita itu yang terpantul dari kaca jendela di depan Kristal mengatakan sebaliknya.

Ck, dasar wanita licik! Kristal tidak tahan ingin membalas ketiga wanita itu. Hanya saja ia sudah berjanji pada Wolf untuk tidak membuat masalah. Jadi, Kristal hanya perlu berpura-pura dungu supaya tidak memancing keributan.

"Sena tidak benar-benar tertarik pada wanita penghibur kan?" tanya si topi pet.

"Tentu saja tidak," timpal si topi fedora terdengar yakin. "Lelaki menarik seperti Sena pasti memiliki kebutuhan pribadi yang besar, dia butuh melepaskannya sesekali. Tapi pada waktunya nanti Sena pasti akan bosan hidup selibat dan meninggalkan wanita semacam itu demi wanita yang lebih baik untuk dinikahi."

Apa para wanita ini sedang membicarakan kehidupan seks Wolf? Kristal tersenyum lebar meskipun ingin sekali menendang bokong mereka semua. Ia harus tetap menahan diri dan berpura-pura tidak memahami apa yang mereka bicarakan.

"Kalian dengar kan ucapan Vasco kemarin malam?"

Tunggu, Vasco? Jadi semalam ada Vasco? Pasti pria tua itu muncul saat Wolf mengurungnya di kamar, batin Kristal sebal seraya memejamkan mata.

"Ya, Vasco bilang siapa pun yang hari ini berhasil menembak babi hutan paling banyak, Sena akan menjamunya secara pribadi." Itu suara si topi pet.

"Aku sudah tidak sabar." Itu suara si topi fedora. "Vasco menyebut-nyebut tentang kesempatan menjadi pendamping hidup untuk Sena bagi para wanita lajang yang menang."

Apa? Kedua mata Kristal sontak terbuka.

"Aku tidak sabar menembak banyak babi hutan. Tahun lalu aku hanya berhasil menembak tiga," ujar si fedora.

"Kau beruntung. Aku hanya satu," ujar si topi pet.

"Kalian berdua beruntung," ujar si tanpa topi, "tapi siapa pun diantara kita pemenangnya, aku tidak masalah. Asal jangan...."

Kristal merasa semua tatapan tertuju padanya, lalu menatap mereka satu persatu. "Asal jangan apa?"

"Nona-nona, kita hampir sampai." Pengawal yang duduk di samping sopir tiba-tiba berbalik sambil menyodorkan empat buah senapan berburu. "Saatnya memilih senapan."

Kristal mendadak antusias melihat empat buah senapan berburu berbagai model.

"Tunggu dulu." Si topi fedora tiba-tiba menghentikan si topi pet yang hendak memilih senapan. "Karena ini pertama kalinya bagimu, kau boleh memilih senapanmu lebih dulu," ujarnya pada Kristal.

"Benarkah?" tanya Kristal takjub seraya menyentuh senapan-senapan itu satu persatu dengan kagum.

"Astaga, apa ini juga pertama kalinya bagimu melihat senapan?" tanya si topi pet dengan nada mengejek, lalu mengambil tiga senapan yang tampak baru dan menyisakan senapan usang yang memiliki banyak goresan. Meski begitu, Kristal tidak merasa terganggu dan mengambil senapan itu.

"Steyr, bolt action," gumam Kristal tanpa sadar, lalu beralih membuka kotak magasin yang kosong. "Kaliber .308!" Kristal buru-buru mengokang senapan itu untuk memastikan mekanismenya masih berfungsi dan tidak menyadari ketika moncong senjatanya membidik tepat ke arah si topi pet hingga membuat wanita itu terlonjak kaget.

Mengetahui senapan itu masih sangat layak pakai dan malah terasa nyaman di tangannya, Kristal pun menyeringai senang.

"Kau gila!" jerit si topi pet sambil menepis moncong senapan itu dari kepalanya. "Kau bisa membunuhku!"

"Kenapa bisa? Ini kan tidak ada pelurunya." Kristal menarik pelatuk dan melepaskannya untuk menunjukkan maksudnya, tetapi si topi pet malah berteriak histeris.

"Pengawal, aku rasa tidak bijak memberi senjata pada wanita ini," protes si topi fedora, "benda itu sangat berbahaya di tangan orang yang tidak berpengalaman!"

Tidak berpengalaman? Kristal tersenyum dalam hati. Kalau saja dia tahu kalau selama ini Kristal berburu otak manusia, bukan babi hutan.

Pengawal yang duduk di depan Kristal itu mengerjap, lalu menatapnya hati-hati. "A-aku ragu dia tidak berpengalaman."

"Apa maksudmu ragu?" Si topi pet tidak terima. "Dia nyaris menembakku karena sok tahu soal senjata!"

"Astaga, kenapa kalian berisik sekali sih?" Kristal memutar mata, lalu menurunkan senapan itu dan memeluknya dengan protektif.

Tak lama kemudian mobil yang mereka tumpangi akhirnya berhenti. Sesuai dugaan Kristal, hak sepatunya langsung melesak begitu kakinya menginjak tanah. Ia mencoba menarik kakinya hanya untuk kembali terbenam ke dalam lumpur. Kali ini semakin dalam hingga nyaris menyentuh tumit sepatunya.

Sial! Kini pilihannya hanya satu. Lepaskan sepatunya, lalu berjalan tanpa alas kaki selama berburu.

"Oh, sayang sekali." Si tanpa topi melemparkan tatapan mengejek begitu menyadari Kristal terjebak.

"Bukankah itu bagus," sahut si topi pet seraya menarik tangan si tanpa topi. "Ayo, kita tinggalkan saja dia."

"Oh, silakan saja. Lagipula aku tidak butuh bantuan kalian!" balas Kristal tidak mau kalah.

Saat Kristal hendak melepas kakinya dari sepatu, ia mendengar si topi Fedora yang sudah berjalan lebih dulu menyahut. "Tunggu! Sebaiknya kita jangan terburu-buru."

Kristal mendongak dan melihat ketiga wanita itu tampak sibuk merapikan riasan dan pakaiannya masing-masing, sebelum akhirnya menyadari kalau seseorang tengah berjalan ke arah mereka.

Itu Wolf. Lelaki itu tampak tangguh, maskulin, bahkan sejuta kali lebih menarik dengan rambut berantakan, otot tangan yang mengintip di balik lengan kemejanya yang terlipat, kulitnya yang semakin cokelat karena terpapar matahari, serta peluh yang mengucur di dahi.

Ya Tuhan, kenapa sih lelaki itu semakin menggiurkan saja?

"Hei, Manis," ujar Wolf seraya mengecup bibirnya singkat. Kristal bergidik, tidak terbiasa dengan sikap Wolf yang seintim ini, apa lagi mendengar lelaki itu memanggilnya dengan nada mesra, bukan nada kesal atau nada marah seperti biasanya.

Saat Kristal masih terpengaruh oleh sikap mesra Wolf, lelaki itu membungkuk dan mengangkat tubuhnya hingga hak runcing Stiletto Kristal terbebas dari tanah berlumpur, sebelum kemudian menurunkannya di tanah yang lebih kering dan keras. Wolf bahkan tidak langsung melepaskan tangannya di pinggang Kristal.

"Kalian yang paling terakhir tiba di sini! Tiga puluh menit, astaga, aku hampir menurunkan tim pencari." Nada bicara Wolf langsung berubah tajam saat akhirnya mereka bertatapan. Namun, bagi siapa pun yang melihat, Wolf hanya akan tampak seperti sedang menggodanya.

"Apa kau tidak membuat masalah?" Lelaki itu mencengkeram pinggang Kristal, menuntut jawaban.

"Kenapa kau yakin sekali aku membuat masalah?" tukas Kristal tak terima. Ini pasti gara-gara si sopir yang sempat tersesat karena malah asyik menonton persaingan antar wanita lewat kaca spion depan ketimbang memperhatikan jalan.

"Karena aku bisa melihat salah satu dari tamuku pucat. Apa yang kau lakukan padanya?"

"Aku tidak melakukan apa-apa!"

"Benarkah?" tanya Wolf sangsi, lalu mengalihkan perhatiannya pada teman seperjalanan Kristal yang berpura-pura sibuk melakukan sesuatu. "Halo Nona-nona, kuharap perjalanan kalian menyenangkan."

"Kuharap juga begitu." Si topi Fedora menghampiri mereka, nada suaranya berubah manja. "Sayangnya kami tidak menikmatinya. Salah satu temanku nyaris kehilangan nyawa karena seseorang yang baru pertama kali memegang senapan berburu, bermain-main dengan benda itu." Tatapan ketiga wanita itu kompak tertuju ke arah Kristal.

"Ah, baru pertama kali ya?" Wolf mengangkat sebelah alis sambil menatap Kristal penuh arti. Kristal mengangkat bahu seraya membuang muka.

"Temanku benar." Kali ini giliran si topi pet yang buka suara dan terang-terangan menuding Kristal dengan telunjuknya. "Dia menodongkan senjata ke arahku. Maksudku, bagaimana kalau dia benar-benar menembakku?"

"Ah, maafkan kelalaianku, Nona. Seharusnya kami tidak langsung memberi untuk PEMULA." Wolf tampak benar-benar menyesal, sebelum kemudian menoleh dan berbisik di telinga Kristal. "Kurasa antusiasmemu terhadap segala hal berbau senjata api membuat mereka takut. Menodongkan senapan? Astaga, apa yang kau pikirkan?"

"Kau pasti tahu senapan itu tidak ada amunisinya!" sergah Kristal sebal. "Mereka berlebihan dan―"

"Kalau Anda tidak keberatan," si topi fedora menyela, "bolehkah kami meminta naik mobil lain untuk perjalanan pulang nanti? Aku tidak ingin mengambil risiko lagi."

"Ah, tentu. Tentu saja." Wolf tersenyum hangat hingga membuat si topi fedora salah tingkah. "Aku minta maaf. Kurasa teman kencanku hanya gugup karena ini pertama kalinya dia datang ke acara seperti ini."

Kristal melihat ekspresi ketiga wanita itu mendadak berubah cerah. Untuk sesaat ia bahkan bisa menebak isi pikiran mereka.

Kubilang juga apa? Hanya teman kencan? Bukan kekasih?

Benar, tidak mungkin Sena memilih wanita murahan seperti dia untuk menjadi kekasihnya.

Sena sepertinya terlalu malu untuk mengakuinya sebagai kekasih. Ck ck ck, dan ternyata wanita itu memang hanya mainannya.

"Dia mengingatkanku pada anjingku yang gugup setiap kali bertemu orang baru," ujar si topi pet tiba-tiba.

Apa maksudnya anjing?

"Terkadang kita tidak bisa mengendalikan peliharaan kita, bukan? Dia masih bisa menggigit meskipun kita rajin memberinya makan."

Apa-apaan? Peliharaan? Kristal menggertakkan gigi dan siap membalas. Hanya saja Wolf tiba-tiba membelai lembut punggung Kristal dan membuat kemarahan yang siap diluapkannya mendadak hilang karena otaknya berantakan dalam sekejap.

Sialan! Lelaki itu tahu kelemahannya dan kini sedang memanfaatkannya. Kristal benci merasa tidak berdaya dan dipermalukan seperti ini.

"Bagaimana kalau nanti kalian naik mobilku saja?" Wolf mengedik ke arah satu-satunya helikopter yang ada di sana. Warnanya putih bersih dan, yah, cukup menakjubkan untuk bisa memikat para wanita menyebalkan  di hadapannya.

Ketiga wanita itu sontak terkikik senang. "Sempurna." Si topi fedora mengedip-ngedipkan matanya malu-malu dan menggoda. "Terima kasih, Tua―"

"Panggil saja Sena. Senapati."

"Senapati. Nama yang indah. Sekali lagi terima kasih. Namaku Nikki." Wanita itu mengulurkan tangannya.

"Jangan sungkan, Nikki. Kau dan teman-temanmu adalah tamuku di sini. Dan tamu adalah ratu." Wolf membalas uluran tangan wanita itu, bahkan mencium punggung tangannya dengan sangat akrab.

Karena tidak suka melihat adegan itu, Kristal segera menarik tangan Wolf dan menjauhkannya dari Nikki. "Aku ingin bicara denganmu berdua saja!"

"Um, Sena, karena sepertinya kami tertinggal, bolehkah aku memintamu untuk memandu kami ke tempat perburuan?" Si topi fedora Nikki menyela seolah tidak ingin memberi kesempatan pada Kristal untuk berbicara dengan Wolf.

"Ide bagus." Wolf langsung menyetujuinya tanpa berpikir panjang atau memikirkan akibatnya para perasaan Kristal.

"Nikki sayang, bagaimana kalau kau dan teman-temanmu pergi lebih dulu ke tempat kami memasang tenda dan menyimpan peralatan di sana." Wolf menunjuk ke arah Utara diiringi senyuman memikat yang terukir di bibir lelaki itu. "Tunggu aku lima menit lagi, aku akan segera menyusul."

Selepas ketiga wanita itu pergi, Kristal segera mendorong Wolf. "Bajingan! Kau merayu wanita lain di depanku!"

"Tapi kau hanya seorang wanita penghibur."

"Tapi aku bukan wanita penghibur!"

"Tapi itu peranmu sekarang, Light." Kristal menatap Wolf dengan tatapan membunuh, sebelum mengangkat senapannya, lalu menekankan moncongnya ke dahi Wolf. "Kau tahu aku bisa membunuhmu dengan ini meski tanpa peluru."

"Dengar, Manis... Apa pun yang kulakukan padamu, sebaiknya jangan dimasukkan ke hati."

"Peduli setan! Kau kasar padaku setiap saat. Kau merendahkanku, menghinaku, mempermalukanku."

"Itu karena kau terlalu mencolok. Kau sudah cukup mencolok dengan wajah cantik bak bonekamu. Para tamu wanita menatapmu iri, para tamu pria tidak berhenti menatapmu meskipun tahu kau bersamaku. Aku tidak ingin kau menimbulkan masalah lain yang tidak perlu di antara para tamu. "

"Tapi itu bukan salahku!"

"Aku tahu. Karena itu sebaiknya kau tidak ikut berburu."

"A-apa?" Kristal sontak menurunkan senapannya, "apa maksudm―"

"Aku akan memanggil seseorang untuk mengantarmu kembali ke Vila." Wolf berbalik pergi.

"Dasar bajingan!" Kristal berteriak lantang, sengaja agar Wolf mendengarnya. Namun, lelaki itu mengabaikannya dan terus berjalan. Kristal membanting senapannya, kemudian menyugar rambutnya frustrasi.

Wolf benar-benar bajingan. Namun, yang lebih menyedihkan lagi adalah perasaan Kristal untuk lelaki itu sama sekali tidak goyah. Ia masih menginginkan Wolf.

Saat Kristal masih sibuk mengasihani diri sendiri, tiba-tiba saja seseorang membekap mulutnya dari belakang, kemudian menyeretnya menuju area hutan yang lebih gelap.

_____________________

Happy reading, Readers!

Kayaknya Wolf bakal meriang kalo nggak bikin Kristal marah-marah. Dia pengen banget dibenci Kristal, tapi usahanya malah bikin Kristal lebih ngegas. 😂😂😂

Terima kasih kepada Readers yang sudah setia menunggu.

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Continue Reading

You'll Also Like

8M 1M 48
"๐™ท๐šž๐š“๐šŠ๐š— ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐šŽ๐š›๐š๐š’ ๐š”๐šŽ๐š—๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š‘๐šŠ๐š›๐šž๐šœ ๐š๐šž๐š›๐šž๐š—." -๐“๐“ถ๐“ฎ๐”‚๐“ผ๐“ฒ๐“ช๐“ช, 01.00 โ€ขโ€ขโ€ข "Kematian yang mencintai kehidupan." - 01.00 ...
1.3M 254K 33
"Tแฅฑrแฅ’แƒงแฅฒtแฅฒ ฯแฅฑแฅ’แฅฑror ฮนtแฅ™ tแฅฑmแฅฒแฅ’ kฮนtแฅฒ sแฅฑแฅ’dฮนrฮน."
277K 43.5K 35
R13+ S E L E S A I โš TEORI BERTEBARANโš  "ษขแดแดแด… สŸแดแดแด‹ษชษดษข โ‰  แดขแด‡ส€แด แด˜ส€แดส™สŸแด‡แด" **** Siapa sangka sekolah khusus perempuan yang mengutamakan kecantikkan ini memp...
271K 44.6K 42
[end - revisi] genre : teenfiction-suspense [part masih lengkap] Karena sebuah program, empat murid blacklist ini terpaksa menjadi detektif dadakan: ...