He Fell First and She Never F...

By vousmezera

272K 21.3K 3K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97

26

2.8K 220 31
By vousmezera

Setelah perjalanan hari ini yang sangat melelahkan, rombongan Bapak tiba di Hambalang. Vanessa yang sedari di pesawat tertidur hingga sampai di Hambalang ia tetap tertidur.

Mayted yang menggendongnya turun dari pesawat, laki laki itu langsung terbangun ketika ia menyadari dirinya tertidur. Ia melanjutkan sedikit pekerjaannya untuk besok di pesawat. Sedangkan Vanessa ia sangat tertidur pulas hingga Mayted harus menggendongnya dan menuruni tangga dari pesawat dengan sangat hati hati.

Namun, entah kenapa gadis itu terbangun ketika rombongan Bapak sudah masuk ke halaman rumah. Ia mengerjapkan matanya, mengumpulkan nyawanya yang entah ada dimana karena ia cukup lama termenung, setahunya ia tadi tertidur di pesawat. Berarti sudah cukup lama ia tertidur. Gadis itu melihat kesampingnya, Kakeknya tengah menelfon seseorang, sedangkan Mayted berada disamping sopir.

Kok gue satu mobil sama Kakek ya? Harusnya Mas Agung yang disini

Seperti itu batin Vanessa, ia tak bertanya langsung bahkan mengeluarkan suara sedikitpun.

"Loh mbak udah bangun?" Ucap Mayted yang menengok ke belakang, tadinya ia mau berbicara dengan Bapak, tapi laki laki itu melihat dirinya sedang bermain ponsel.

"Iya, kayaknya karena Kakek nelfon." Ucap Vanessa dengan suara pelannya.

Mayted hanya mengangguk paham. Beberapa menit setelahnya mereka sudah tiba di depan rumah. Bapak dan semua rombongannya hari ini masuk ke dalam rumah, termasuk Vanessa yang kondisinya sudah acak acakan. Rambutnya yang ia cepol asalan itu sudah berantakan, ekspresi ngantuknya masih sangat terlihat jelas dan Mayted memperhatikan itu, berkali kali Mayted memergoki Vanessa menguap pelan.

"Kasihan banget." Mayted mengelus puncak kepala gadis itu.

"Langsung masuk kamar gih, jangan lupa bersihin badannya dulu." Sahut Mayted.

"Pak Teddy kemana? Pulang ya?" Tanya Vanessa.

"Iya mbak, saya pulang." Ucap Mayted.

"Pak Teddy nginep aja, Pak Teddy lebih capek dari aku, nanti kalo ngantuk nyetir mobilnya gimana? Apalagi lewat tol, ah nggak usah lah Pak, disini aja. Aku nggak kasih izin!" Celoteh Vanessa disela sela kantuknya yang terus menyerang gadis itu.

Mayted tertawa kecil mendengar Vanessa yang masih bisa bawel padahal sudah mengantuk tak tertolong.

"Orang tua saya nunggu di rumah, mbak." Ucapnya lagi.

"Iya sehari aja, besok pagi aja Pak Teddy pulangnya ya? Ini udah jam 1 malam Pak." Vanessa memaksa.

"Saya biasanya juga pulang jam segini, Mbak Vanessa." Balasnya.

"Iih Pak Teddy!!" Rengek Vanessa, Mayted sudah hafal jurusan andalan gadis itu untuk membuatnya luluh.

"Kalo gi—" Belum Vanessa menyelesaikan kata katanya untuk mengomel kepada Mayted, ia sangat terkejut melihat Bundanya tiba tiba keluar dan turun dari lantai dua.

"Loh Bunda? Kapan nyampenya?" Fokus Vanessa teralihkan yang tadi hanya ke Mayted, kini sepertinya gadis itu justru lupa dengan Mayted karena melihat Bundanya tiba tiba disini.

"Bunda nyampe tadi siang, Nes." Ucap Bundanya.

Vanessa salah fokus dengan koper yang dipegang Bundanya itu. Ia mengernyit bingung, bukankah tadi Bundanya bilang baru nyampe siang tadi?

"Bunda ngapain nyeret koper?" Tanya Vanessa bingung, situasi membuatnya semakin bingung, rasanya otaknya, nyawanya, kesadarannya seperti tidak berada diraganya. Semua orang disana lengkap, Bapak, ketiga sepupunya, sekpri Bapak, bahkan ajudan dan adc Bapak ada disana karena semuanya masuk ke dalam rumah secara bersamaan.

"Bunda ngapain pulang? Kok nggak ngasih kabar?" Saat itu di rumah, hanya suara Vanessa yang terdengar, bahkan Bapak sendiri saja juga kaget melihat anak bungsunya itu berada di depannya, tapi Bapak tidak bersuara seperti cucunya itu.

"Bunda ada kerjaan sama rekan kerja Bunda di Indonesia, ada sebuah pertemuan dan sekarang Bunda harus balik lagi ke Paris." Ucap Bundanya tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri yang bahkan melihat dirinya saja sudah terkejut, apalagi mendengar penuturan terakhirnya.

Vanessa menjatuhkan tas yang ia genggam tadi.

"Bentar bentar, jadi Bunda ke Indonesia hanya untuk pekerjaan?" Suara Vanessa mulai meninggi, bahkan rasa kantuk dan capeknya saat itu hilang begitu saja.

"Mbak Vanessa.." Panggil Mayted kelewat lembut, ia menahan tangan Vanessa agar gadis itu tidak bertindak diluar kontrolnya. Ia mencoba menenangkan Vanessa. Mayted tahu gadis itu sebentar lagi akan mengamuk.

"Terus ngapain kesini?" Tanyanya, Vanessa kini tak peduli cara berbicaranya sudah kelewatan tidak sopan, hatinya sudah menangis dan berteriak sakit.

"Tadinya Bunda pikir mau mampir buat liat kamu, ternyata kata pelayan rumah kamu ikut Bapak ke IKN." Balas Bundanya.

Vanessa menelan salivanya, ia memejamkan matanya sebentar, entah menahan sakit, menahan tangisan, atau menahan emosi. Ia bahkan membuang napasnya berkali kali.

"Mbak—" Vanessa tidak menghiraukan panggilan Mayted.

"Jawab pertanyaan aku, Bunda kesini hanya untuk pekerjaan?" Tanyanya lagi, suasana semakin mencekam saat itu, bahkan para ajudan/sekpri/adc Bapak tidak ada yang berani minggat dari sana.

"Iya, Bunda ada pekerjaan disini."

Vanessa menggeleng tak percaya.

"Kok bisa Bunda kesini demi pekerjaan bisa tapi demi anaknya kok nggak bisa ya?" Semua orang yang mendengar Vanessa saat itu sadar ada nada yang teramat sangat kecewa. Suara gadis itu sudah bergetar.

"Kakek.. Kok Bunda sejahat itu ya?" Gadis itu bertanya kepada Kakeknya, matanya sudah berkaca kaca.

"Vanessa sayang.." Kakek mendekat ke arahnya.

"Aku sidang skripsi loh kemarin, aku juga yudisium beberapa hari yang lalu. Dan dua minggu lagi aku wisuda. Tapi Bunda nggak pernah bisa datang dikeduanya, aku berusaha ngerti walaupun aku nggak ngerti kenapa Bunda kayak gitu, bahkan setelah aku menelfon Bunda minta dijahitin pakaian graduation ku saja Bunda langsung bilang nggak bisa hadir di wisuda aku tanpa aku bertanya dulu!" Vanessa sudah mulai menangis, Ati segera lari ke arahnya. Menggenggam tangan sepupunya karena takut Vanessa seperti kemarin, takut sepupu satu satunya ini akan kehilangan kontrol.

"Sebenernya aku nih anak Bunda sama Ayah apa nggak sih?!" Vanessa sudah mulai berteriak.

"Bunda jangan mengira karena aku udah 22 tahun, aku nggak butuh Bunda! Di fase kehidupan aku yang sekarang ini justru aku butuh Bunda!!" Teriak Vanessa.

"Bunda ada nggak sekali saja merasa bersalah ninggalin aku sendirian disini? Bertahun tahun?!" Tanya Vanessa dengan tatapan kecewanya.

"Bunda nggak bisa datang, Ayah nggak ada ngasih ucapan selamat untuk aku. Aku tahu kalian udah cerai dan nggak pernah bisa balik lagi. Aku ngerti dan aku juga nggak pernah minta apapun selain tolong perhatiin aku disini! Aku tuh sebenarnya anak siapa?" Lirih gadis itu. Bahkan disituasi seperti ini Mayted hanya bisa mengelus pundak gadis itu berharap Vanessa sedikit tenang.

"Bunda kalo menyesal ngelahirin aku bilang, Bun! Jangan bersikap seperti Bunda emang sudah nyesal! Aku ada nyakitin Bunda? Aku ada bikin Bunda kecewa? Aku ada bikin Bunda malu? Kok Bunda segitunya sih ke aku? Aku nggak masalah kalo Ayah emang lepas tangan atas kehidupan aku karena aku benci Ayah karena udah nyakitin Bunda!Tapi Bunda, aku nggak pernah ngebayangin Bunda juga kayak gitu."

"Kakak.." Bunda mendekat ke arahnya, tapi Vanessa justru mundur.

"Bunda kalo kecewa sama Ayah, sama pernikahan kalian, emang Bunda harus juga ya kecewa sama aku? Setelah semua perjuangan dan prestasi aku, selama ini aku butuh validasi Bunda, mau sebanyak apapun orang puji aku, yang aku cari tuh Bunda, tapi Bunda nggak gitu, ekspektasi aku terlalu tinggi ya bahkan ke Ibu yang udah ngelahirin aku?" Air mata Vanessa tak berhenti membasahi pipinya.

"Bunda.. Batin aku capek!! Setiap hari aku berpikir mau mengakhiri hidup!!!" Vanessa memukul dadanya kencang hingga mengeluarkan bunyi. Gadis itu sudah histeris.

Kata kata Vanessa diakhir kalimatnya sontak membuat semua orang yang mendengarnya kaget. Bapak kehilangan keseimbangannya hingga jatuh ke lantai.

Cucu kesayangannya, cucu yang selama ini ia jaga dengan baik, yang selama ini selalu ia bahagiakan, ia prioritaskan ternyata pernah terlintas untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bapak menangis, tak bisa menahan rasa kecewa kepada dirinya sendiri melihat Vanessa yang sangat hancur dan putus asa.

Lino dan Deril langsung sigap membawa Bapak duduk ke sofa dan memberikannya air putih hangat.

"Bunda tahu apa tentang kondisi aku sekarang?! Nggak tahu kan aku konsumsi obat obatan? Bunda nggak tahu kan aku setiap minggu pergi ke Psikiater? Aku berusaha menyelamatkan diri aku sendiri, Bun!! Tapi, Bunda makin bikin aku merasa usaha aku sia sia untuk tetap bertahan!!" Vanessa berteriak semakin histeris, ia seperti kerasukan karena unek unek yang selama ini ia tahan, yang selama ini ia pendam menjadi bom atom yang meledak tanpa mengenal waktu.

Vanessa terus memukul dirinya sendiri dengan sekuat tenaganya.

Mayted langsung memeluk gadis itu untuk menghindari Vanessa menyakiti dirinya sendiri. Setidaknya jika ia ingin memukul sesuatu, Mayted mempersilahkan gadis itu memukulnya.

"Mbak, jangan ya? Tolong jangan disakitin tubuhnya." Ucap Mayted tenang, laki laki itu memeluk tubuh Vanessa dengan erat. Bukannya tenang, Vanessa membrontak hingga Mayted tak bisa mempertahankannya. Padahal sudah dengan segala tenaga dirinya menahan Vanessa, tapi gadis itu bisa melepaskannya.

"AKU ITU NGGAK ADA BAHAGIA BAHAGIANYA DI KELUARGA SENDIRI!!!" Vanessa memecahkan vas bunga yang tepat berada disampingnya. Semua kaget dan berteriak.

"Mbak!! Jangan!" Mayted menghentikan langkah.

"Jangan mendekat!"

Gadis itu meremas serpihan kaca ditangannya sekuat kuatnya. Darah mulai bercucuran dari telapak tangannya.

"Vanessa, lepas ya sayang. Tolong lepas, maafin Kakek. Maafin Kakek." Bapak pelan pelan mendekati cucunya.

"Kakek ngapain minta maaf?! Salah Kakek apa? Kakek jangan jadi tameng untuk kesalahan Bunda! Apa kata Kakek kemarin? Apapun kesalahan Bunda kamu, kamu jangan jauhi. Kakek juga ikutan bela Bunda? Kakek sadar nggak sih Bunda itu jahat ke Kakek juga?!" Vanessa semakin meremas serpihan kaca itu.

"Mbak, ingat yang saya bilang? Saya bangga sama kamu, saya kagum sama kamu, saya bangga lihat kamu tetap bertahan, saya bangga dan bahagia lihat perjuangan kamu, saya bangga sama semua pencapaian yang kamu punya. Saya sudah berusaha untuk selalu bikin kamu aman, saya sudah berusaha untuk bikin kamu bahagia, saya sudah berusaha untuk menjaga kamu mbak. Tolong ya, jangan disakitin tubuhnya. Ada saya mbak, ada saya yang mau lihat kamu bahagia. Ada saya yang akan selalu ada untuk kamu mbak. Saya akan selalu disamping kamu." Mayted berusaha menyadarkan Vanessa karena gadis itu sudah terlampau kehilangan kontrol.

"Tapi aku maunya Bunda, Pak Teddy. Pak Teddy nggak akan pernah ngerasain gimana sakitnya aku. Keluarga Pak Teddy selalu support dan sayang sama Bapak. Aku nggak Pak, aku tersiksa di keluarga sendiri." Semua perkataan Vanessa mengiris perasaan semua orang disana. Gadis itu merasa dunianya sudah runtuh.

"Mbak Vanessa, saya mohon ya? Lepasin serpihan kacanya. Saya mohon mbak." Mayted sudah kelewat khawatir. Darah ditelapak tangan gadis itu semakin deras mengalir.

"Pak Teddy... Aku nggak kuat." Suara Vanessa semakin sendu.

"Mbak, ada saya. Kamu tahu kan saya sayang sama kamu?" Mayted pelan pelan mendekat kepada Vanessa.

"Nes, ada gue Nes. Gue keluarga lo." Ati juga ikut menenangkan Vanessa.

"Sakit banget rasanya. Aku salah apa sampai Tuhan bikin aku sehancur ini." Ia kembali memukul dadanya.

"Mbak sayang.." Mayted terus mencoba menenangkan Vanessa yang masih belum stabil. Mayted takut untuk mendekat karena jika disadari Vanessa, gadis itu akan semakin menyakiti dirinya sendiri.

"Kak, maafin Bunda. Maafin Bunda, tolong dilepas ya?" Ucap Bunda nya pelan.

"Bunda nggak sayang aku!!! Bunda ninggalin aku sendirian disini. Biarin aku kesepian, biarin aku sedih, biarin aku ditinggal sendirian!"

"Aku ini bagian dari trauma Bunda ya? Terus menurut Bunda aku nggak trauma liat hancurnya hubungan orang tua aku sendiri? Emang Bunda pikir aku nggak sedih Ayah dan Bunda akhirnya cerai? Rumah aku satu satunya hancur? Bahkan kalian cerai saja aku tidak dilibatkan!"

"Bunda ada nggak sekali aja mikir kalo aku jauh lebih hancur dari Bunda?! Tapi aku nggak pernah ngeluh, aku nggak pernah marah kan?! Aku juga nggak pernah sekali pun lihat Bunda sebagai trauma yang nggak akan hilang dari hidup aku. Ada nggak sih Bunda mikirin gimana sedih dan putus asanya aku? Bunda bahkan nggak pernah nanyain keadaan aku disini. Bunda ngebiarin aku merasa cemburu sama anak-anaknya Om Didit. Tapi kok bisa ya? Kok bisa Bunda anggap aku bagian dari trauma Bunda sendiri? Kenapa harus Kakek yang minta maaf dan menampung semua kesalahan Bunda?!!" Vanessa menjerit tak tahan lagi.

"Maafin Bunda sayang, maafin Bunda. Bunda salah, jadi tolong maafin Bunda." Bunda menangis melihat hancurnya hati anak gadisnya itu.

"Padahal aku hidup untuk Bunda, bukan untuk diriku sendiri. Tapi ternyata Bunda hidup bukan untuk Vanessa ya?" Suara Vanessa semakin terdengar menyakitkan.

Vanessa menangis histeris, ia berteriak kesakitan, sudah banyak barang yang ia hancurkan di ruang tengah itu, tangannya sudah banyak yang ia gores dengan serpihan kaca yang ia genggam tadi.

"Pak Teddy.. Aku beneran nggak kuat lagi, aku udah capek banget." Vanessa menatap Mayted dengan tatapan hopeless.

"Semuanya ninggalin aku." Vanessa menatap semua keluarganya yang ada disana.

"Mbak, kita harus gosip hal lucu lagi." Tiba tiba Rendy bersuara.

"Mbak, kita selalu ada kalo mbak butuh!!" Teriak Deril.

"Saya siap jadi teman begadang Mbak Vanessa kalo maraton drakor!" Ucap Lino.

"Mbak kita disini, kita nggak kemana mana mbak. Kita semua sayang kamu." Sahut Rizky.

"Kamu princess terbaik kita mbak." Ucap Rajif.

Vanessa terdiam, melihat satu persatu ajudan/adc Bapak. Yang ia pikirkan hanya mereka saja yang orang lain bisa sayang sama gue, mereka yang hanya bekerja untuk Kakek saja bisa menyayanginya. Tapi kenapa Ibunya sendiri tidak? Kenapa pertanyaan itu tidak ada yang bisa jawab?

"Mbak, saya takut kamu kenapa kenapa. Tolong temani saya untuk seterusnya. Saya nggak akan ninggalin kamu mbak. Saya selalu disini." Ucap Mayted, tatapan laki laki itu kepadanya sudah sangat ketakutan melihat keadaannya.

"Pak Teddy juga bakal ninggalin aku, Bapak nanti nggak disini lagi. Pak Teddy bakal balik ke Batalyon sebentar lagi. Aku makin sendirian. Cuma Pak Teddy yang ngertiin aku, tapi justru Bapak bakal ninggalin aku juga." Ucapnya membantah kalimat laki laki itu.

"Mbak, kemana pun saya pergi saya tetap sama kamu, kamu tahu kan?" Tanya Mayted.

Vanessa mundur karena Mayted sudah hampir dekat dengannya. Gadis itu terus mundur dan semakin mengeratkan kepalannya pada serpihan kaca itu.

"Semuanya pasti ninggalin aku disini, kayaknya aku yang bermasalah ya?" Vanessa menunduk tak kuat lagi.

"Mbak sayang..." Panggil Mayted lembut sekali.

"Pak Teddy, bawa aku pergi dari sini. Aku sesak banget." Ucap gadis itu.

"Iya, lepasin dulu ya serpihan kacanya?" Pinta Mayted.

Perlahan lahan Vanessa melepaskan serpihak kaca yang sudah melukai telapak tangannya. Mayted langsung mendekat dan memeluk gadis itu dengan erat. Vanessa nangis tersedu sedu, teriakannya semakin membuat hati Mayted hancur. Hati Vanessa sesakit itu, sekecewa itu, tak ada kata kata yang bisa mendeskripsikan perasaannya saat ini.

"Ada saya mbak, saya disini. Jangan takut." Mayted memeluknya, mengelus punggungnya. Membiarkan Vanessa membasahi seragamnya.

"Mbak saya takut, saya selalu takut kamu seperti ini lagi. Saya lebih takut kehilangan kamu dibanding saya harus kehilangan diri saya sendiri." Mayted meneteskan air mata.

Tiga tahun lebih Mayted menjaga dan mengurus Vanessa, sudah berkali kali ia melihat Vanessa kehilangan kendali. Sudah berkali kali Mayted melihat Vanessa yang sering menyakiti dirinya sendiri. Bagaimana Mayted tidak ketakutan setiap Vanessa kambuh seperti ini? Kecelakaannya tahun kemarin saja nyaris membuat Mayted hampir kehilangan Vanessa. Kecelekaan tahun kemarin sangat membuat Mayted takut meninggalkan Vanessa sendirian karena laki laki itu tahu Vanessa sangat nekat untuk menyakiti dirinya sendiri.

Mayted sadar, gadis itu sudah sangat rapuh. Makanya ia tidak ingin melihat Vanessa sedih dan dihantui rasa sakit dan kecewanya.

Kehancuran Vanessa adalah hal yang paling Mayted takuti. Sudah cukup banyak Mayted melihat Vanessa menangis dan mengeluh tidak sanggup dengan kehidupannya sendiri. Gadis itu bisa kapan saja mengakhiri semuanya, apalagi setelah kehadirannya, Vanessa pasti akan menganggap dirinya sudah separuh hidupnya.

"Pak, jangan tinggalin aku ya? Temani aku terus, aku makin hancur kalo Pak Teddy pergi dari hidup aku." Bisiknya dengan suara yang tak beraturan. Gadis itu sudah banyak menangis.

"Nggak mbak, saya selalu sama kamu, jadi kamu harus hidup sampai kapan pun, karena kalo kamu pergi, saya bahkan lebih hancur dari itu. Saya disini nggak akan ninggalin kamu, bahkan kalo satu dunia jahatin dan ninggalin kamu, kamu masih ada tempat pulang dan itu saya." Ucap Mayted yang terus menenangkan gadis itu hingga suara tangisannya mulai reda.

"Mbak sayang.. jangan lagi ya? Jangan seperti ini lagi. Saya takut, mbak. Saya takut sekali kalau saya justru gagal menjaga kamu dan kehilangan kamu. Dunia saya sudah mulai dimiliki kamu, mbak." Sahut Mayted dengan lirihnya.

Continue Reading

You'll Also Like

27.1K 2.9K 18
Hati kuatnya yang rapuh perlahan, akankah ada seseorang yang dapat menguatkannya kembali di lain hari?
47.4K 5.3K 42
Chava, terbiasa sendiri dalam menghadapi kerasnya kehidupan, membentuknya menjadi cewek yang tangguh. Nathan, terbiasa hidup di tengah-tengah kehang...
116K 2.6K 17
"Mau kan Yo, kamu nikah sama aku?? Aku sayang kamu banget!! Maaf kalau pernikahan ini terjadi terlalu cepat.." "Nggak apa-apa, dengan begini aku bis...
108K 8.9K 85
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...