Hanna

By luckybbgrl

1.4M 99.6K 2.1K

18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelasπŸ”ž
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua

dua puluh delapan

24.1K 2.1K 115
By luckybbgrl

Regan segera melepas helm-nya dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Emosi yang berusaha ia redamkan terus dipancing sedari tadi.

Bagaimana tidak jika semua lampu lalu lintas yang ia lewati selalu berganti warna menjadi merah beberapa detik ketika ia hampir saja melewatinya.

Jika saja jalanan tidak ramai, mungkin ia bisa menerobosnya. Sayangnya, keadaan tidak mendukungnya.

Mau tidak mau, ia harus menunggu lampu merah itu berganti hijau yang tentunya cukup lama.

Sosok Adelio dan Hanna yang sebelumnya ia lihat berboncengan itu tak nampak lagi.

Karena itu, kaki panjangnya melangkah cepat menaiki tangga menuju kamar Hanna.

Brak!

"Pulang sama siapa lo?" kalimat bernada tidak santai langsung terdengar begitu pintu putih kamar Hanna terbuka.

Gadis pemilik kamar yang tengah duduk di ranjang dan memainkan ponselnya mendongak menatap Regan sekilas sebelum kembali fokus pada benda pipih itu.

Tidak mendapat jawaban, cowok itu melangkah cepat mendekat ke arah Hanna dan merebut ponselnya.

Hanna yang juga masih kesal karena dibuat menunggu cowok itu mengantarkan pujaan hatinya pulang terlebih dahulu hingga hampir satu jam semakin kesal atas perlakuannya.

"Balikin!" minta Hanna dengan tegas sembari menengadahkan sebelah tangannya.

"Jawab pertanyaan gue!" Regan menunduk menatap Hanna tajam. "Lo pulang sama siapa?"

Hanna menghela nafas sembari membuang muka.

"Balikin hape gue!" Hanna bersuara tapi seolah tak ingin menjawab pertanyaan sosok di depannya.

"JAWAB, HANNA!" Regan menatap Hanna semakin tajam dengan nafas yang memburu.

Kesabarannya telah habis.

"Sama Pak Tejo, puas?" jawab Hanna tidak ikhlas. "Sini, balikin!" lanjutnya dengan nada ketus.

"Gak usah bohong. Lo pulang sama siapa?" Regan mengerutkan keningnya dalam.

"Sama Pak Tejo. Budek kuping lo?" Hanna berdiri, mengambil alih ponselnya dari tangan Regan dan berjalan menjauh.

Regan menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Berusaha menahan gejolak amarah dalam dirinya yang minta dilampiaskan.

Cowok itu segera mengikuti langkah Hanna, menarik tangan gadis itu cepat dan mendorong tubuh kecil itu ke arah meja belajar.

Hanna yang tidak siap atas pergerakan tiba-tiba itu baru sadar posisinya telah berubah menjadi setengah duduk di meja belajarnya dengan Regan yang hanya berjarak beberapa senti di depannya.

Gadis itu baru akan berontak, tapi harus mengurungkan niatnya ketika tangan besar Regan mencengkram erat dagunya.

Ekspresi kaku dan keras Regan menunjukkan seberapa marah dia.

Kenapa cowok ini harus marah?

Bukankah harusnya di sini ia yang marah?

Dia yang harus menunggu hampir satu jam hanya karena cowok ini mengantarkan cewek lain.

"Gue udah bilang buat gak bohong," Regan bersuara rendah dengan rahang yang mengeras. "Gue tanya sekali lagi, lo pulang sama siapa tadi?"

Hanna menelan ludahnya, ekspresinya dibuat sedatar mungkin untuk menutupi perasaan takutnya.

"Sama Adelio," jawab Hanna pada akhirnya dengan nada enteng. Seolah jawabannya bukan masalah besar.

Regan melepaskan cengkramannya pada dagu Hanna, beralih menumpukan kedua tangannya pada meja belajar di kiri kanan tubuh Hanna.

Cowok itu memejamkan matanya dan mengatur nafasnya. Mendengar Hanna menyebut nama cowok lain dengan enteng tanpa perasaan bersalah membuatnya semakin marah dan kecewa.

"Kenapa?" kening Hanna berkerut mendengar kalimat bernada rendah Regan.

"Kenapa harus pulang sama dia?" Regan membuka matanya dan menatapa Hanna dalam. "Bukannya gue udah bilang lo harus sama gue terus?"

Hanna yang merasa kejadian ini bukan salahnya mendongak menatap Regan datar.

"Kenapa gak nanya sama diri lo sendiri?" Hanna mengerutkan keningnya samar.

"Siapa yang bikin gue nunggu hampir satu jam di sekolah?" Hanna semakin mendongakkan kepalanya menantang. Gadis itu kemudian tertawa pelan. "Lebih lucu lagi biarin tunangannya sendiri nunggu hampir satu jam cuma buat nganterin cewek lain."

Wajah Regan melembut, kaget dan bingung dengan apa yang dikatakan oleh Hanna.

"Siapa yan-"

"Gak usah ngejawab. Gak perlu lo jelasin. Minggir!"

Hanna mendorong keras tubuh Regan agar menciptakan jarak yang lebih banyak.

"Han!"

Regan mencekal tangan Hanna yang mulai melangkah. Ingin meminta penjelasan dengan apa yang gadis itu tuturkan.

"Apa maksud omongan lo?"

Emosi dan amarah Regan sirna berganti dengan perasaan bingung dan bersalah. Meskipun ia tidak merasa melakukan hal itu, tapi ia tetap merasa bersalah.

Ia sangat tidak ingin melakukan kesalahan yang sekiranya bisa membuat Hanna meninggalkannya.

"Perlu banget gue jelasin?" Hanna menatap Regan dengan raut kesal. "Lo yang paling tau apa maksud omongan gue."

"Han, gue gak nganterin siapapun. Gue ke rumah sakit sama yang lain. Gading kecelakaan," Regan menatap Hanna berusaha meyakinkan.

Hanna diam.

Apakah Regan berusaha menutupi kesalahannya dengan membawa-bawa temannya?

"Gue udah bilang gak perlu lo jelasin. Gue gak bakal percaya!" Hanna menatap tajam Regan.

Penjelasan Regan hanya membuat perasaannya goyah saja. Ia sudah kesal, kecewa, marah, dan benci pada Regan. Tapi goyah begitu saja ketika mendengar penjelasan yang tidak tahu kebenarannya dari mulut cowok ini.

"Terus gue harus gimana biar lo percaya?"

"Gak ada."

Regan mengerutkan keningnya mendengar jawaban Hanna.

"Maksudnya?"

"Gak ada yang perlu lo lakuin buat bikin gue percaya," Hanna menatap dalam mata Regan. "Karena gue gak bakal pernah percaya sama lo."

Wajah Regan pias mendengar perkataan Hanna. Kalimat itu seolah pisau yang dapat menikam hatinya.

"Tapi gue tunangan lo, Han!" Hanna tertawa pelan mendengar kalimat itu.

"Cuma tunangan, kan?" alis Hanna naik sebelah. "Tunangan juga bisa dibatalin, kok."

"HANNA!"

Teriakan murka Regan memenuhi kamar, tubuh Hanna berjengit dibuatnya. Tapi sebisa mungkin ia tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Regan mendorong tubuh Hanna hingga punggung kecilnya tertempel pada dinding.

"KENAPA LO JADI KAYAK GINI, HAH?"

Nafas Hanna memburu, matanya berkaca-kaca mendengar bentakan Regan yang tepat di depannya.

"GAK USAH BENTAK GUE, ANJING!" Hanna mendorong tubuh Regan sekuat tenaga, tapi kali ini tak membuahkan hasil karena Regan menahan tubuhnya.

"LO PIKIR LO SIAPA, HAH?" Hanna menatap nyalang Regan dengan air mata yang sudah turun. "GAK CUKUP LO BIKIN GUE SAKIT HATI DENGAN DEKET SAMA CEWEK LAIN? LO MASIH MAU BIKIN GUE SAKIT HATI DENGAN PERILAKU LO KE GUE?"

Hanna terisak, sedang Regan diam tertegun.

"Tolong, keluar dari sini!" gumamnya pelan sembari menunduk.

Regan menaikkan tangannya, hendak menyeka air mata Hanna di pipi gadis itu. Tapi Hanna menghindar.

"Tolong, keluar sekarang," gumamnya lagi membuat Regan semakin terdiam.

"Gue lagi gak pengen liat muka lo. Jangan ngajak gue ngobrol dulu," Hanna melangkah menjauhi Regan menuju kamar mandi.

"Lo boleh ngajak gue ngobrol kalo lo udah bisa nepatin janji lo di Rumah Sakit waktu itu," Hanna kembali bersuara sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi, menghilangkan dirinya dari pandangan Regan.

Di dalam kamar mandi, jemari lentiknya berkelana di atas benda pipih yang ia genggam sedari tadi.

Gadis itu memilih untuk mengirimkan pesan kepada teman sebangkunya yang ia tahu tengah dekat dengan Gading.

Seharusnya, jika memang Gading masuk rumah sakit karena kecelakaan seperti yang dikatakan Regan, gadis itu tahu.

Felia

fel |
emg gading masuk rs? |

| hannn
| iyaaaa
| gading masuk rs
| sumpah nangis bgt
| td gue dikabarin dia
| gue mau jenguk
| tp ga boleh
| katanya dia masi jelek
| suruh bsk ajaa

iya |
bsk aja |
dia biar istirahat dlu |

| tp gue khawatir:(
| pen liat keadaan dia
| parah ga ya han?
| sumpah kepikiran

dia bisa ngabarin |
kl parahpun ga separah itu |
ya kan? |

Hanna bernafas lega.

Menghubungi Felia untuk mengetahui kebenaran adalah pilihan yang tepat.

Tapi, untuk apa Adelio mengatakan Regan mengantarkan Agista pulang?

Atau sebenarnya Regan memang mengantarkan Agista pulang, namun beralasan menjenguk Gading untuk membohonginya?

Sudahlah.

Tidak perlu terlalu dipikirkan.

Bukan urusannya.

••••

"Baru pulang nih anak," ucap Agista yang akhirnya melihat sosok Adelio memasuki rumahnya.

Sedari pulang sekolah, ia memilih untuk bersinggah di rumah Adelio terlebih dahulu dibanding langsung pulang ke rumahnya.

Seluruh penghuni rumah Adelio yang cukup besar ini sudah hafal dengan eksistensinya. Sehingga mau bertingkah seperti apa saja, ia dibiarkan.

Saat ini, Agista tengah menonton televisi dengan ditemani berbagai camilan yang ia ambil dari kulkas.

Meskipun pada kenyataannya televisi menyala itu yang menonton dirinya tengah memainkan ponsel sembari merebahkan tubuhnya di sofa.

"Gis, sorry ya," Agista merubah posisinya menjadi duduk, keningnya berkerut bingung mendapatkan jawaban yang melenceng dari kalimatnya sebelumnya.

"Sorry kenapa?" raut wajah penasarannya berubah menjadi was-was saat sebuah pemikiran hinggap di kepalanya. "Jangan bilang...?"

"Hehe, sorry. Gue bilang Regan nganter lo pulang tadi," jawaban Adelio mengundang decakan kesal dari Agista.

"Kalo beneran mah terserah. Masalahnya, gue pulang aja lo pesenin ojol. Regan dari mananya?" Agista merotasikan bola matanya.

"Ya anggep aja doa. Siapa tau beneran dianterin Regan pulang entah kapan," Adelio duduk di sisi sofa yang lain dengan raut gembira.

"Amin," ucap Agista sembari melahap cheese stick yang ada di pangkuannya. "Iya, iya yang baru nganterin Mbak Crush pulang. Wajahnya biasa aja!" ucap Agista tidak terima sembari mengusap kasar wajah Adelio.

"Ayo, pukul gue, Gis. Gak bakal marah. Asli," Adelio tersenyum lebar di akhir kalimatnya.

"Ye, sialan lo!"

Buk!

Agista memukul pelan lengan Adelio yang malah semakin tersenyum lebar.

"Dih, malah senyum," Agista memukul pelan lengan Adelio, ngeri melihat ekspresi temannya yang semakin tersenyum lebar.

"Gue khawatir lo masokis, Yo!"

To be continue...

•••••

klo kedepannya slow up, maaf yaa
draft-nya habis, asli😭🙏🏻

mana bsk ak sdh pkl lagi, huhuuuu

gmn puasa klean ges??

yg pgn mukulin duo A, silahkan wkwk

Continue Reading

You'll Also Like

287K 761 9
konten dewasa πŸ”žπŸ”žπŸ”ž
48.4K 4.2K 41
Alexa Smith seorang shewolf malang dengan darah campuran yang mengalir dalam nadinya. Lebih menyedihkan lagi dia sering di siksa dan di perlakukan le...
45.8K 4K 116
Sebagai pembunuh nomor satu, Xue Yunzhen membaca buku itu dan menjadi wanita yang kejam. Melihat protagonis laki-laki yang kakinya dipatahkan oleh pe...
9.1K 643 40
[VAMPIRE-FANTASY-ROMANCE] Liviana Alexander atau gadis yang akrab dengan panggilan Lily itu selalu dihadapkan dengan segala sesuatu yang tak terduga...