He Fell First and She Never F...

By vousmezera

270K 21.2K 3K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
47
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97

5

3.1K 174 0
By vousmezera

"Temen temen kantor gue nanyain lo terus tahu, Nes." Itu Habib, sepupu laki lakinya yang paling mengerti dirinya. Tidak seperti Bintang yang selalu menjaili Vanessa hingga perempuan itu kesal setengah mampus.

"Nanyain kenapa?" Tanya Vanessa yang tengah sibuk mengerjakan skripsi di ruang tengah. Hanya ada mereka bertiga, ada Ati yang juga mengerjakan skripsi dan Habib yang tengah melakukan laporan praktikum. Tidak ada Bintang disini karena sepupunya itu sedang pergi ke luar.

"Kapan lo ngisi webinar lagi, dulu lo aktif banget ambil job itu sama Shireen?" Tanya Habib lagi.

Vanessa mendengarnya, hanya saja ia kelewat fokus dan seru mengerjakan skripsi, mumpung otaknya bekerja dengan baik dan mendapatkan banyak ide dan inspirasi. Lebih baik nanti ia menjawab pertanyaan Habib daripada ketika ia menjawabnya, itu semua menjadi buyar, hilang, dan Vanessa menjadi lupa lalu menyesal.

"Nes, lo kacangin gue anjir?" Habib tidak percaya.

"Sabar Bib sebentar, isi otak gue lagi kenceng nanti gue lupa." Vanessa sibuk mengetik di keyboard macbooknya.

"Dia kapan nggak kenceng sih otaknya kalo lagi ngerjain sesuatu?" Sindir Ati dengan geleng geleng kepala.

Hampir lima hingga sepuluh menit lebih ia berkutat dengan leptop dan pikirannya. Ia menghentikan sejenak kegiatannya, bermaksud menjawab pertanyaan Habib tadi.

"Mungkin setelah selesai pemilu?" Vanessa malah kembali bertanya.

"Lah, kenapa malah lo yang nanya?" Habib geregetan dengan tingkah sepupunya ini.

Disisi lain, beberapa ajudan dan sekpri Bapak tengah sibuk di meja lain dengan berbagai kerjaan. Entah menyusun jadwal Bapak, menelfon sosok penting, atau ada yang tengah rapat kecil kecilan untuk membahas hari esok. Disana ada Mayted, Rizky, Rajif, Agung, Hercelino, Deril, Frank, dan Jimmy. Hampir lengkap, tapi ada beberapa yang sedang bersama dengan Bapak di ruangan lain seperti Valdo dan Rendy.

Walaupun mereka tengah sibuk berkutat dengan berbagai pekerjaan, jangan salah jika mereka terkadang juga ikut memperhatikan ketiga cucu Bapak yang tengah pusing dengan tugas laporan dan skripsinya.

Terkadang melihat Ati yang mengeluh pusing dan tidak sanggup lagi, Habib yang tiba tiba berteriak karena stress melihat rangkaian laporannya, dan juga Vanessa yang sesekali tantrum karena kehabisan jurnal atau buntu ide dan kata-kata.

"Kadang saya nggak percaya kalo mereka seumuran, apalagi yang kita anggap bocil selama ini ternyata dia yang paling tua." Celetuk Deril yang barusan melihat mereka bertiga tengah menanyai kapan Vanessa kembali mengisi webinar.

"Saya juga heran, kenapa yang tertarik Politik juga cuma satu dan itu Mas Bintang. Selebihnya lihat, dua anak Kedokteran dan satu lagi anak Teknik Elektro." Sahut Agung.

"Nggak perlu heran, Gung. Kedua anaknya Bapak saja melenceng banget dari Bapak. Dua duanya desaigner internasional, makanya sebelum mereka masuk kuliah, mereka berempat dikumpulin karena Bapak stress takut tidak ada yang meneruskannya. Apalagi sebelumnya, Mbak Ati dan Mbak Vanessa sempat ditentang Bapak juga masuk Kedokteran. Tadinya, Bapak berharap kedua cucu perempuannya masuk Hubungan Internasional. Untung saja Mas Bintang memang minat Politik dan kuliah mengambil jurusan Ilmu Politik." Mayted yang selesai menelfon beberapa orang penting tadi juga tidak ketinggalan mendengar hal yang sedang mereka semua gibahkan.

"Saya salut sih sama Mbak Vanessa, bisa masuk Kedokteran UI, padahal tanpa Mbak Vanessa berusaha, Bapak pasti bisa masukin, tapi Mbak Vanessa memang kelihatan kelewat cerdas dan nggak mau menggunakan previlage yang ada. Mbak Ati juga begitu, walaupun dapat di Kedokteran Universitas Tarumanegara, tetap saja kuliah Kedokteran dengan IPK yang stabil itu nggak semua orang bisa." Rizky memang sering memuji semua cucu Bapak, mereka terlalu pintar di bidangnya masing masing.

Mayted hanya tersenyum tipis, ketika melihat cucu Bapak yang tengah sibuk dengan tugas akhirnya, ia teringat dengan dirinya dulu yang sama seperti itu, tak heran jika terkadang ia mengerti kalo Vanessa begitu menekan dirinya untuk terus berhasil.

Perempuan itu tidak mau melihat Bapak kecewa dengannya, ia tidak mau Bapak dicaci maki, dikata katain jika cucunya tidak berhasil. Ini berlaku tidak hanya di Vanessa saja, tetapi Ati, Habib, dan juga Bintang. Mereka semua berupaya dengan maksimal untuk selalu menoreh prestasi, membuktikan ke diri sendiri dan semua orang termasuk mereka yang membenci Kakeknya. Agar tidak ada celah bagi mereka untuk mengujar kebencian.

"Saya pulang dulu ya, besok kita ketemu lagi, saya jemput Bapak di Hambalang seperti biasa." Mayted pamit kepada rekan rekannya.

"Udah kelewat malam bang, nggak nginap saja?" Tanya Rajif.

"Nggak papa, rumah saya sering ditinggal soalnya." Mayted tertawa kecil.

"Ya sudah hati hati bang." Ucap mereka semua.

"Tolong jagain Bapak dan cucunya ya." Mayted pamit dan keluar dari rumah, menuju parkiran dan segera mungkin untuk pulang. Sebenarnya ia bisa saja menginap karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu malam. Tapi, ia tidak ingin berantem dengan Vanessa karena tadibtinggal dirinya sendirian yang masih berkutat dengan skripsinya, sedangkan Habib dan Ati sudah sejam yang lalu selesai dan istirahat ke kamarnya.

Jika ia menyuruh Vanessa untuk istirahat, perempuan itu pasti marah dan menolak suruhannya. Itu sudah terjadi berkali kali dan itu menganggu waktu istirahat Bapak. Ia tidak ingin menganggu jam tidur Bapak yang semakin hari semakin sedikit, tapi terkadang ia tidak suka dengan Vanessa yang terlalu memforsir tubuh dan energinya untuk belajar setiap malam tanpa kenal waktu.

"Pak Teddy." Baru saja Mayted membuka pintu mobilnya, suara yang sudah sangat ia kenal itu memanggilnya.

"Kenapa, mbak? Kenapa belum tidur?" Tanya Mayted, ia bisa menilai wajah Vanessa yang sangat lelah itu tapi tetap dipaksakan.

"Kenapa nggak nginap saja? Nanti pagi Pak Teddy juga balik kesini. Bapak capek di jalan." Vanessa mengoceh dengan piyama lengan pendek bermotif bunga dibadannya, tak lupa rambutnya yang ia cepol asalan dan terlihat beberapa anak rambutnya juga sudah keluar. Persis menampilkan penampilan orang sibuk.

"Saya memang biasanya pulang, Mbak Vanessa. Jam berapa pun itu." Mayted menutup pintu mobilnya kembali dan bersandar sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

"Tapi Pak Teddy besok pagi harus balik lagi kesini." Vanessa tak kenal kalah.

"Ya memang seperti itu yang kamu sering lihat, mbak. Nggak pernah kan saya telat?" Mayted berusaha memberi pengertian kepada Vanessa.

"Ta-tapi—"

"Sudah mbak saya nggak papa, fisik saya sudah biasa seperti ini. Kalo tidak, saya nggak mungkin bisa masuk prajurit kopassus, kamu yang kenapa kenapa, masih hari kedua bukannya istirahat yang cukup malah belajar berlebihan. Istirahatin badan kamu itu mbak, nanti makin mungil!" Bisa bisanya yang diawal sedikit perhatian, namun diakhir malah menyindir.

"Terus aja Pak ngejek aku." Kesal Vanessa.

"Ya sudah tidur ya mbak, nanti kamu ikut tidak?" Tanya Mayted.

"Iya kayaknya." Vanessa masih ragu ragu.

"Nanti saya bangunin lagi biar nggak telat, udah tidur sana. Saya pulang dulu." Mayted membuka pintu mobilnya, namun lagi lagi Vanessa menarik tangannya pelan.

"Kenapa, Mbak Vanessa?" Mayted kebingungan.

"Sini jari telunjuknya." Vanessa menarik jari telunjuk kanan Mayted dan mengoleskan obat merah yang ada di kantong piyamanya, lalu menutupnya dengan plester bening. Laki laki itu tertegun, memang hal biasa jika Vanessa perhatian ke semua ajudan, adc atau sekpri Bapak.

Tapi kali ini jantung Mayted berdetak tak karuan. Ini sudah kedua kalinya setelah kejadian di rumahnya saat itu.

"Lain kali hati hati Pak Teddy, kalo dicakar orang tuh sekali sekali labrak aja jangan didiemin." Vanessa tahu kejadian tadi ketika Pak Teddy menemani Kakeknya kampanye di daerah Medan. Dan ia juga tahu dari TV jika beberapa kali masa mengerumuninya dan melihat sekilas Mayted tercakar di jari telunjuknya dengan sangat panjang.

"Saya saja tidak sadar mbak, kalo kamu tidak obatin saya nggak tahu juga." Ujar Mayted, tapi sesungguhnya memang benar, ia tidak menyadari itu.

"Sudah, selesai." Vanessa menyelesaikannya dengan cepat.

"Ini ada kopi, nggak tahu Pak Teddy suka apa nggak, cuma aku ambil aja tadi di kulkas karena banyak banget heran, apa karena isinya hampir laki laki semuanya? Takut kalo Pak Teddy ngantuk, udah keliatan muka Bapak tuh capek." Vanessa menyodorkan minuman kaleng itu yang berisi kopi.

"Makasih ya, mbak." Ucap Mayted tersenyum tipis.

"Iya sama sama, hati hati ya Pak di jalan. Kalo mogok jangan nangis." Ledek Vanessa dan langsung lari masuk ke rumah takut Mayted akan memarahinya.

"Dasar bocil." Mayted tertawa pelan, melihat bagaimana tingkah Vanessa saja sudah berhasil membuat rasa lelahnya sedikit hilang. Laki laki itu meninggalkan pekarangan rumah Bapak di Hambalang, melanjutkan perjalanannya kembali ke Jakarta malam itu, walaupun sedikit mengantuk ia pastikan akan sampai dengan selamat. Melihat satu kaleng kopi yang diberikan Vanessa tadi, ia hanya tersenyum manis.

"Makasih kopinya mbak, langsung tidur jangan kerjain skripsinya lagi. Kantong mata kamu makin jelas. Nanti saya buang macbooknya!" Mayted mengirimnya pesan.

Semenit kemudian dibalas Vanessa."Iya Pak Teddy yang bawel, ini udah mau masuk ke dalam selimut, hati hati di tol ya Pak jangan bengong. Kabarin aku kalo udah sampai walaupun aku nggak akan baca karena udah tidur hahaha."

Mayted tertawa melihat pesan dari cucu Bapak itu, ada saja tingkahnya. Ia tidak membalasnya, kembali fokus dengan jalan. Tol memang sudah terlihat sangat sepi namun ia berusaha untuk berada di kecepatan normal. Jika biasanya satu setengah jam nyampe Jakarta, ia bisa menempuhnya dengan 40 menit karena suasana yang sudah sepi.

Mayted memarkirkan mobilnya, menutup pagar, dan masuk ke dalam rumah. Membersihkan dirinya terlebih dahulu dan langsung tidur, tidak lupa ia mengabari cucu Bapak yang bocil dan bawel satu itu.

"Saya sudah sampai ya mbak, nanti jangan susah dibangunin!" Ucapnya dipesan, tanpa mengharapkan balasan, Mayted tertidur lelap dalam beberapa detik. Lelah sekali hari ini, mungkin setiap hari memang melelahkan untuknya.

Continue Reading

You'll Also Like

106K 8.8K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
41.3K 2.1K 43
FAN FICTION OF PRINCE MATEEN (SUDAH TAMAT) Bagaimana rasanya saat pergi berlibur ke tempat impian dan tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang bisa ju...
89.3K 6.7K 32
Ceritanya ngebuat kalian seneng deh pokoknya. Namanya juga HAPPINESS. Happiness is a choice, not a result. Nothing will make you happy until you choo...
116K 2.6K 17
"Mau kan Yo, kamu nikah sama aku?? Aku sayang kamu banget!! Maaf kalau pernikahan ini terjadi terlalu cepat.." "Nggak apa-apa, dengan begini aku bis...