The Day I Ruined Your Life [✔...

Por hippoyeaa

24.7K 5.3K 2.1K

Itu adalah hari-hari yang penuh kesengsaraan. Menjalani kehidupan di mana dia tak bisa melarikan diri maupun... Mais

The Day I Ruined Your Life
Prologue
I. Suku Mhtyr
II. Suku Mhthyr 2.0
III. Malam Tragedi
IV. Who needs Diana?
V. Help Us
VI. To Good To Be True
VII. Whos He Actually?
VIII. Why are you killing us?
IX. Kamu Patuh, Kamu Aman
X. Time to escape
XI. Who's She?
XII. Who's She? (2)
XIII. I Hate You
XIV. Distrik Mhthyr
XV. Crying in your arms
XVI. Behind His Name
XVII. Little Bird
XVIII. It's Called A Kiss
XIX. Looks Like A Bird
XX. Moon and Sun
XXI. Behind Her Name
XXII. His Beautiful Doll
XXIII. Maybe I Am
XXIV. Time to escape 2.0
XXV. Kill Me!
XXVI. Behind His Name 2.0
XXVII. Golden Home
XXVIII. Time to escape 3.0
XXIX. Time to escape 4.0
XXX. As the world caves in
XXXI. As the world caves in 2.0
XXXII. As the world caves in 3.0
XXXIII. Moon and Sun 2.0
XXXIV. Little Hayden
XXXV. Birthmarks
XXXVI. Behind His Name 3.0
XXXVII. Behind His Name 4.0
XXXVIII. Can't See You
XXXIX. Catch Me If You Can
XL. Behind His Name 5.0
XLI. I Want To Go Home
XLII. His Planning
XLIII. Don't Leave Me
XLIV. Is he in love?
XLV. Losing My Mind
XLVI. We good now?
XLVII. What's Wrong?
XLVIII. Your Destiny
XLIX. Her Choice
L. Their Story
LI. Their Story 2.0
LII. The Moment
LIII. The Accident
LIV. But, Why?
LVI. The Day He Ruined Our Life 2.0
LVII. The Day He Ruined Our Life 3.0
LVIII. Suku Mhthyr 3.0
LIX. Till We Meet Again
LX. The Day I Ruined Your Life

LV. The Day He Ruined Our Life

226 62 13
Por hippoyeaa

Sebuah keajaiban masalahnya dapat teratasi cepat. Dia berhasil menjinakkannya sebelum keadaan semakin berantakan. Jika dibiarkan berlarut-larut, ada kemungkinan seseorang melihat perselihannya terlebih lokasi mereka kini cukup berdekatan sama pemukiman desa. Bakal kacau urusannya apabila seseorang melihat.

Luke membopong tubuh Kaiâ yang seringan bantal selepas memastikan si perempuan tidak akan terbangun dan mengacaukan urusannya. Erangan kecil lolos dari bibirnya selagi melangkah pergi. Di beberapa titik di tubuhnya terasa nyeri efek dari gigitan binatang kecil sialan. Luke menganggap fenomena ini cukup aneh, tiba-tiba diserang dua makhluk kecil menjijikan, seolah-olah mereka ada di sana menyerangnya demi menolong Kaiâ untuk melarikan diri. Berbagai pertanyaan bermunculan di kepalanya namun Luke menahan diri sementara karena ada yang lebih penting daripada sekadar ini. Pertama, mereka harus segera kembali sebelum bertemu warga setempat.

“Di situ rupanya Anda, Mr. Collins.”

Uh, sial! Luke mengumpat. Baru saja terpikirkan untuk menghindari pertemuan dengan warga setempat, dia malah berpapasan sama salah satunya. Pria berumur 40-an tahun, warga desa, yang Luke temui beberapa waktu lalu saat keluar meminta bantuan untuk membenarkan mesin mobilnya. Luke tak bisa mengurus kendaraan tersebut sehingga meminta bantuan seseorang dari desa.

Kalau sudah begini, dia tak bisa menghindar lagi.

Collins hanyalah nama samaran yang Luke gunakan sementara sebab mustahil untuk memberitahu nama aslinya di tengah status buronannya.

“Um, Anda mencariku?” Luke berbalik ke arahnya seraya mengamankan wajah Kaiâ di gendongannya dan aemoga saja pria desa ini tidak pernah melihat berita di TV. Akan lebih bagus lagi andai dia tidak punya TV di rumah.

Pria bernama Alro mengangguk. “Ada seseorang yang ingin saya kenalkan pada Anda. Dia pemuda yang saya ceritakan tadi.”

“Ah, pemuda yang pandai itu,” gumam Luke tidak begitu mengingat Alro pernah menceritakan soal pemuda lain.

Arlo hanyalah seorang peternak sapi biasa jadi tak bisa membantu memperbaiki mesin kendaraannya saat Luke datang ke rumah meminta bantuannya. Namun, dia mengaku mengenal seorang pemuda yang mahir memperbaiki mesin apa pun termasuk kendaraan roda empat.

“Lalu di mana pemuda itu?” Luke tak suka berbasi-basi di situasi serba mendesak, secepatnya mereka harus meninggalkan tempat ini. Gara-gara mesin mobilnya bermasalah jadwal kepergiannya jadi tertunda. Semakin lama tinggal di satu tempat, semakin besar potensi mereka ditemukan.

“Anak itu sudah menunggu di rumah Anda. Saya kemari untuk mencari Anda karena—”

“Oke, oke. Aku mengerti.” Luke berbalik arah cepat. “Mari kembali. Aku ingin menemui pemuda itu.”

Alro mengikuti secepatnya daripada tertinggal jauh, sedangkan Luke berjalan memimpin di depan dengan langkah panjang dan sedikit terburu-buru. Selama berjalan mengikutinya, mata Alro terus saja memperhatikan si perempuan digendongannya dengan perasaan menganjil.

Saat pertama kali mereka bertemu di rumahnya, Luke mengenalkan diri sebagai Collins kerabat jauh Mrs. Pamela, pemilik rumah di sebrang barat desa. Alro lumayan mengenal baik Nyonya Pamela dan keluarganya, tapi tidak untuk kerabat jauhnya. Semula Alro belum mempercayai Luke kerabat jauh Nyonya Pamela. Baru ketika Luke menceritakan orang seperti apa Nyonya Pamela kemudian menyebutkan satu per satu nama keluarganya beserta panggilan kecil mereka di desa, Alro baru mau mempercayainya.

Dia bilang datang bersama istrinya. Jadi, apa orang itu istrinya?

“Istri Anda baik-baik saja, Mr. Collins?” Entah mengapa Alro perlu menanyakan persoalan ini kepadanya.

“Istri saya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Kepingin sih begitu, tapi Alro tak mampu berhenti memikirkannya terlebih semenjak melihat bagian belakang kepalanya. Setelah melihatnya bagaimana Alro tak mengkhawatirkan seseorang sekalipun itu istri orang laim?

“Mr. Collins kurasa istri Anda—”

“Istri saya baik-baik saja.”

“Tapi itu—”

Luke mendadak berhenti, memutar setengah badannya menghadap Alro, si pria desa, yang terus saja menanyakan keadaan Kaiâ. “Saya anggap kekhawatiran Anda murni karena mengkhawatirkan keadaan istri saya saja. Kamu paham kan, Mr. Alro, saya tidak suka jika seseorang menyukai istri saya.”

“Ah, maksud saya ... A—anda salah paham, Mr. Collins. Saya benar-benar ....” Alro segera menutup mulutnya ketika dirasa penjelasannya tak dibutuhkan lagi karena pria yang dipanggil Collins telah berjalan meninggalkan dirinya, dan sikap tak acuhnya, terkesan seolah-olah ingin mengabaikan upaya Alro menjelaskan kesalahpahaman di antara mereka.

Alro sungguh tak punya pikiran buruk terhadapnya apalagi berpikir untuk menyukai istri orang lain. Dia tidak sebejat itu. Dia telah berkeluarga dan sangat mencintai istrinya juga sepasang anak kembarnya. Kekhawatirannya murni atas kepeduliannya terhadap sesama manusia. Lebih-lebih dia melihat sesuatu dari perempuan itu yang bagaimanapun akan membuat orang melihat akan menanyakan keadaannya.

Apa dia menyadarinya atau tidak menyadarinya?

Alro sekarang bertanya-tanya dari mana mereka, mengapa dia muncul sambil mengendong istrinya yang tak sadarkan diri, dan apa yang membuatnya sampai berakhir begitu?

Sebelumnya pria itu mengatakan sesuatu tentang istrinya sakit parah sehingga tak bisa mengikutinya ke desa untuk sekadar berkenalan bersama Alro dan keluarganya. Dia juga menceritakan alasannya jauh-jauh dari ibukota datang kemari demi permintaan sang istri yang ingin merasakan kehidupan di desa sekali seumur hidupnya.

Bagaimana mungkin Alro, pria desa berhati lembut, meragukan omongannya ketika diberi cerita yang menyentuh? Kisah seorang suami menyayangi istrinya yang sedang sakit parah. Bahkan istri Alro sewaktu mendengar kisah mereka ikut menitikkan air mata sebelum meminta Alro membantunya mengurus mesin kendaraannya. Padahal, istrinya tahu sendiri kalau Alro tidak becus mengurus hal begituan, tapi tetap memaksanya membantu hingga di sinilah Alro berada alih-alih mengurus sapi-sapinya.

Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di halaman rumah Nyonya Pamela yang sudah lama kosong. Seorang pemuda berusia pertengahan 20 tahun terlihat menunggu kedatangan mereka di dekat mobil. Pakaian pemuda itu kelihatan lusuh, banyak noda hitam, dan bagian atas kaosnya sediki robek. Postur tubuhnya lumayan bagus dan otot-otot di lengannya cukup menonjol. Dia lumayan tinggi, lebih tinggi dari Alro, dan sedikit pendek dari Luke. Rambut ikal grondongnya dibiarkan begitu saja berantakan, tidak diikat apalagi disisir rapi. Orang yang tak mengenalinya bisa-bisa mengiranya gelandangan nyasar ke rumah warga setempat.

Alro bisa merasakan keterkejutan di wajah Luke saat melihat seorang pemuda aneh muncul dan sedang melihat-lihat kendaraannya. Sebelum terjadi kesalahpahaman, Alro segera menghampiri pemuda itu lalu mengenalkan dirinya.

“Dia pemuda yang saya bicarakan. Orang yang bisa mengatasi masalah Anda, Mr. Collins,” ujarnya mengagetkan pemuda itu tiba-tiba diperkenalkan tanpa repot-repot menyapanya dahulu. “Namanya Magnus. Dia anak pintar yang bisa diandalkan dalam urusan apa pun di desa kami.”

Alro tidak melebih-lebihkan soal Magnus sebagai anak pintar dan dapat diandalkan di desanya. Dia mengatakan sebuah fakta. Meski penampilan Magnus acak-acakan mirip gelandangan, dia tetaplah seorang pemuda pintar yang sangat dibanggakan oleh warga desa setempat.

“Baguslah. Kalau dia memang bisa diandalkan,” balas Luke terlihat tidak peduli mau pemuda itu beneran pintar atau beneran gelandangan yang keberadaannya dilebih-lebihkan. Selagi pemuda itu bisa memperbaiki mesinnya maka tidak yang perlu dipikirkan lagi. “Aku akan membayarnya kalau dia bisa memperbaiki mobilku.”

“Magnus pasti bisa. Anda tidak usah khawatir soal itu, Mr. Collins.”

Luke sekadar mengangguk kemudian tanpa mengatakan apa-apa lagi dia berpaling pergi meninggalkan dari kedua orang tersebut.

“Dia sangat sombong,” komentar Magnus sambil mengawasi punggung kepergian Luke. “Tapi sepertinya aku pernah melihatnya.”

Ada satu informasi penting Alro lupa ceritakan pada Luke terkait Magnus dan satu infomasi yang tidak akan pernah Luke ketahui kebenarannya. Magnus memanglah seorang pemuda berasal dari desa, tapi dia juga tinggal di kota. Lebih tepatnya, dia melanjutkan studi magisternya di kota dengan beasiswa penuh yang diperoleh dari salah satu perusahaan milik Hunter Rivièra. Perusahaan menyukai kinerja Magnus selama mengikuti program instership dan menginginkannya bekerja sebagai karyawan tetap, tapi sebelum itu, Magnus perlu mendapatkan gelar magisternya kemudian perusahaan memberinya beasiswa penuh selama program studinya.

Kebetulan saja, sepekan ini Magnus kembali ke desa setelah sekian lama tidak pulang. Seharian ini dia bekerja serabut mulai dari ikut mengurus bengkel milik sang paman, mengurus ternak sapi milik keluarganya, lalu mengurus babi gemuk milik bibinya sebelum tetangganya datang mencarinya.

Magnus yang merasa mengenali wajah Luke segera mengeluarkan ponsel, diam-diam memotret pria itu sebelum dia menghilang ke dalam rumah. Kemudian jemarinya sibuk mengetik sebuah pesan singkat di ponselnya.

Magnus: apa dia orang yang kalian cari?

Kuyakin itu pasti orangnya. Magnus melihat berita itu semalam dan mencatat nomer yang dibagikan di dalam berita ke ponselnya. Berkat temannya yang semalam menghubunginya agar segera melihat berita di TV. Untuk melihat seseorang yang telah membiayai kehidupan mereka baru saja kehilangan kekasihnya dan berita itu sangat ramai diberitakan di channel tv manapun.

Lalu siapa mengira buronan itu bersembunyi di desanya? Magnus tidak akan tinggal diam. Dia perlu melakukan sesuatu demi membalas budi Hunter Rivièra yang telah memberinya harapan hidup sebagai anak dari desa.

❛ ━━━━━━・❪ ❁ ❫ ・━━━━━━ ❜

“Katakan padaku, di mana dia membawanya?!”

“A-aku tidak tahu.”

Hayden menyumpah serapah. Jawaban serba tidak tahu wanita ini sama sekali tak membantu, malah yang ada merugikan dirinya saja. Semakin sering ia memberi jawaban sama atas ketidaktahuannya, semakin nekat pula Hayden mencekik lehernya. Dia tidak akan pernah dilepaskan sebelum memberinya jawaban yang dibutuhkan.

“Kamu yang membawanya kemari, sialan!” Hayden membentaknya keras dan mendongak untuk memelototi Este yang meronta-ronta minta dilepaskan.

Demi Tuhan, Este benar-benar tidak tahu ke mana Luke pergi untuk menyembunyikan kekasih Hunter. Este juga tidak ada hubungannya sama rencana laki-laki itu, justru dia tidak tahu-menahu kalau saudara sepupunya memiliki pikiran gila untuk menculik kekasih Hunter pada saat malam pesta berlangsung. Este juga tak punya sedikitpun pikiran ke arah sana mengingat dia tidak tahu kalau Luke ternyata mengenal kekasih Hunter. Este sama terkejutnya seperti semua orang saat mendengar berita tersebut, dan tak menyangka Luke akan bertindak senekat ini.

Mau berapa kali pun ia memberitahu kebenarannya, Hunter tidak akan mendengarnya. Pria ini telah dipenuhi amarahn6a dan hanya ada satu keinginan di mata pria itu setiap kali menatap dirinya, keinginan untuk membunuhnya.

Di hadapan banyak orang, tanpa tanggung-tanggung dia langsung mendatanginya dan mencekik lehernya. Este tak dapat menghindar ketika pria itu mencekinya, tak dapat pula meminta bantuan pada sang kekasih sebab prianya kini ditahan oleh dua laki-laki bawahan Hayden, dan dia juga tak mampu membela diri atas kebenarannya sebab Hayden telah menutup telinga dan mata untuknya.

“A-aku ... aku tidak tahu.” Este menangis ketakutan setengah mati. Kengerian mencengkamkan ini menjalar ke seluruh tubuhnya. Ya Tuhan, dia tidak bisa bernapas! Kalau Hayden terus mencekiknya begini, lama-lama dia bisa mati. “Aku benar-benar tidak tahu. Ku-mo-hon ... a ... aku tidak ... bisa bernapas.”

Meskipun mereka pernah menjalin hubungan sepasang kekasih selama dua tahun dulu, dia tidak punya belas kasihan sedikitpun terhadapnya. Dia benar-benar serius mau membunuhnya karena menganggapnya telah bersekongkol sama Luke.

Este meronta-ronta kesakitan apalagi pasokan oksigen di paru-parunya hampir habis. Hayden yang sangat mendendam semakin memperkuat cekikan lehernya dan menekan tubuhnya di dinding.

“Hu-hunter ... ku-mo-hon.” Este tak sudi mati konyol di tangan mantan kekasihnya. Apalagi mati di usianya segini sementara masih ada banyak hal yang ingin dilakukannya. Terutama dia ingin sekali menikah dan menikmati kehidupan barunya sebagai seorang istri dari laki-laki yang sangat dicintainya. “Hu-nter ... ku-mo-hon .... ”

Semua ini gara-gara Luke. Seharusnya dia menolak permintaannya dan mencurigai ketidakberesan pada saudara sepupunya. Gara-gara kelakukan bejatnya Este terpaksa disiksa untuk menerima semua hukuman atas kesalahan yang tidak pernah dilakukannya.

Orang-orang hanya melihat dirinya tersiksa tanpa berniat untuk membantu, seperti sekelompok hyena menunggu kematiannya. Jelas sekali mereka semua takut berurusan sama si pria yang sedang mencekiknya dengan niat membunuh ini. Bahkan saja kedua orang tuanya yang berteriak panik meminta Hayden supaya melepaskan Este dan memintanya supaya berpikir dengan kepala dingin di situasi genting, tidak dihiraukan sama sekali. Sebaliknya, Hayden meminta Henrik untuk mendiamkan semua orang. Satu hal yang ditambahkan dalam perintahnya, “Bunuh mereka yang berisik.”

Orang sinting. Bawahannya juga lebih sinting lagi karena mengikuti perintah atasan melukai siapa pun yang menciptakan kebisingan. Sebelumnya juga Este sempat melihat mereka menghabisi para keamanan hotel yang dianggap tidak becus bekerja mengatasnamakan perintah sang atasan.

“Tidak hanya menculik kekasihku, dia juga membunuh bawahanku,” wajah Este memucat parah, “aku bersumpah akan membunuh kalian.”

Dia tidak salah, kenapa ikut dibunuh juga? Este memprotes namun tak ada suara keluar lantaran cekikan Hayden kian terasa menyakiti dirinya. Sambil merintih kesakitan, dia memohon-mohon supaya Hayden melepaskan dirinya dan mau mempercayai ucapannya.

“Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Kamu harus mati, Este. Mati di tanganku.”

Este semakin keras memberontak; Hayden semakin mempererat cekikannya kali ini dengan kedua tangan. Dia akan mati, benar-benar mati. Semua gara-gara Luke. Semestinya bukan dia yang berada di posisi ini, semestinya sepupunya yang berada di sini.

Sialan. Di mana bajingan itu bersembunyi? Tidakkah dia tahu kekacauan yang dibuatnya telah membangunkan seekor binatang buas dari tidur panjangnya?

Luke sinting. Bajingan sinting. Aku membencimu. Este tidak punya pilihan lain selain mengumpati Luke, dalang di balik semua kekacauan malam ini. Ya Tuhan, tidak ada kah yang mau menolongnya? Este parsah, sangat pasrah, sampai-sampai dia menutup matanya seolah siap untuk meninggalkan dunia ini.

“Hampir saja.” Dengan nada suara lega, seorang laki-laki berhasil membuat Hayden terjatuh tak sadarkan diri berkat pukulan dari belakang. Berkat tindakannya, Este terselamatkan dan cepat-cepat berlari menjauh sebelum laki-laki itu terbangun lalu berniat membunuhnya.

“Hayden.” Iriana berlari cepat sepenuhnya mengkhawatirkan keadaan putranya yang setengah menggila tadi semenjak berita Kaiâ menghilang diculik di tengah-tengah pesta miliknya. “Bisakah kamu membawanya ke kamarnya, Sean?”

Orang yang memukul Hayden barusan adalah Sean. Dia baru kembali setelah kehilangan jejak Luke namun tetap meminta rekannya, Li Xian, untuk menemukan bajingan licik yang menculik Kaiâ. Sekembalinya ke hotel dia mendengar kekacauan hebat yang dilakukan Hayden. Awalnya Sean tidak mau menghentikan Hayden yang sedang menggila, tapi Iriana mendatanginya dan memintanya supaya mau menghentikan kegilaan anak laki-lakinya. Salah satu cara menghentikan kegilaan Hayden hanyalah dengan membuatnya tak sadarkan diri. Menegur atau menasehati Hayden percuma saja, hal itu tidak akan pernah berhasil karena dia layaknya sebuah tank yang sedang mengamuk.

Berhasil menjinakkannya, Sean lantas membawa pria itu ke kamar hotel mengikuti permintaan Iriana.

Orang-orang yang menyaksikan serangkaian peristiswa dalam satu malam saling bertanya-tanya dan sibuk membicarakan masalah tersebut bersama rekan di sampingnya. Bagi semua orang insiden malam ini cukup mengejutkan. Tidak hanya ada penculikan saja, juga sempat terjadi kekerasan yang dilakukan Hunter Rivièra terhadap bawahan dan sang Countess. Selama bertahun-tahun baru kali ini pesta mewah Rivièra berujung malapeteka.

Biarpun begitu, apakah mereka layak menyalahkan Hayden? Kekasihnya diculik di tengah-tengah pestanya. Pria mana yang tak menggila kekasihnya diculik? Terlebih bajingan yang menculik kekasihnya merupakan kerabat dekat sang Countess.

Setiap orang memiliki pikirannya sendiri-sendiri. Tak khayal banyak juga orang mempertanyakan, kenapa Luke Lantsov menculik kekasih Hunter Rivièra? Apa sebenarnya hubungan mereka? Dan tak sedikit pula orang beranggapan kedua orang itu, Luke dan Kaiâ, mungkin saling mengenal atau barangkali keduanya pernah menjalin hubungan sebelum si perempuan bertemu Hunter. Tentu saja, segala omong kosong itu tak berani tersampaikan keluar. Bisa-bisa orang dengan pemikiran sempit begitu kena masalah. Jangan sampai deh, mereka semua masih sayang nyawa meskipun penasaran sama kebenarannya.

“Apa karena dia mirip Nicole?”

“Bukankah dia juga seperti Lucien?”

“Apa mungkin dia putri mereka?”

“Hei, kamu gila, ya! Mereka sudah mati. Bagaimana bisa itu jadi putrinya?”

Sekelompok orang mulai berdebat serius dan saling menyalahkan argumen satu sama lain. Tanpa mereka sadari bahwa awal dari perdebatan mereka merupakan kebenarannya.

Suasananya baru mulai tenang begitu Dean menarik sepenuhnya perhatian para tamu terhadapnya. Dean Rivièra tetap terlihat tenang dan penuh percaya diri berdiri di sana memimpin setelah serangkaian insiden mengacaukan pestanya. Ketenangannya begitu dalam namun juga tersembunyi ancaman di balik tatapannya. Mata itu seolah-olah menyiratkan sebuah ancaman, diamlah-atau-kuhancur-hidup-kalian. Menyadari arti mendalam tatapan itu, semua orang terdiam demikian orang-orang yang mulanya berisik ikut terdiam patuh dan memperhatikannya.

Melihat ketertibatan semua orang, Dean menggulum senyum merasa puas kemudian meminta maaf atas insiden di pestanya sehingga menyebabkan pesta berujung berantakan. Dean sekali lagi meminta maaf karena pesta terpaksa berakhir sebelum waktunya. Namun, sebelum semua orang meninggalkan ruangan tersebut, Dean mengatakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh keluar dari mulut mereka di luar nanti.

“Kalian mengerti apa akibat berurusan sama keluarga saya, kan?”

Meski Dean mengancam para tamunya, sebagai seorang pemimpin keluarga, dia juga bertanggungjawab penuh atas masalah yang terjadi. Dean mempertimbangkan memberi kompensasi ke tamunya atas ketidaknyamanan mereka selama kekacauan. Kompensasi itu entah berupa uang atau menjalin hubungan kerja sama yang sekiranya langsung menggiurkan minat para tamunya.

Kerja sama. Orang mana yang tidak mau menjalin bisnis bersama Rivièra? Hanya seorang pembisnis bodoh yang menolak kompensasi tersebut.

“Maka kuanggap semua orang setuju,” ujarnya lalu menyerahkan masalah berikutnya ke sekretaris dan butler pribadi Dean agar mengurus orang-orang yang menerima kompensasi darinya.

Selesai mengurus para tamunya, Dean langsung mencari Henrik untuk menyelesaikan masalah bersama-sama terkait penculikan Kaiâ, mengantikan putranya yang sementara ditenangkan sehingga ketika Hayden siuman nanti dia akan mengetahui berita penculikan kekasihnya yang tersebar hampir di seluruh channel tv mana pun. Dengan kekayaan yang mereka miliki, cukup gampang untuk menggerakan semua perusahaan berita di belahan dunia mana pun.

Di tengah kekacauan tersebut, ada pula reuni tak terduga dari sepasang saudara yang sudah lama tidak bertemu.

“Mustahil.” Astrid nyaris kehilangan akal sehatnya saat menemukan saudara kembarnya, Eloise, ada di antara orang-orang yang datang di pesta malam itu.

Demikian Eloise sama terkejutnya melihat Astrid.

“Tidak mungkin.” Kaki Astrid sampai goyah, gemetaran saking tak percayanya bahwa orang yang telah dianggap mati tiba-tiba muncul dan terlihat begitu hidup. “Kamu ... masih hidup.”

Eloise sebelumnya juga terpikirkan kemungkinan besar dia akan bertemu Astrid kala bertemu Kaiâ nanti. Maka dia telah menyiapkan segalanya untuk bertemu keluarganya kembali. Hanya saja, dia tidak pernah mengerti mengapa saudara kembarnya menganggapnya telah mati. Bagaimana Astrid punya pemikiran begitu? Bukankah Eloise pernah meninggalkan sebuah pesan ke Luke kalau dia masih hidup dan bekerja untuk Hunter Rivièra?

Eloise mengenal Luke karena dia saudara laki-laki Lucien. Hal pertama yang Eloise lakukan setibanya di tanah asing adalah mendatangi kediaman Lucien untuk meminta bantuannya. Tapi dia tidak pernah tahu orang baik itu ternyata telah lama meninggal sehingga alih-alih bertemu dengannya, Eloise bertemu Luke.

Faktanya, Eloise juga mengenal Lucien. Itu adalah sebuah cerita yang tidak pernah diketahui oleh Kaiâ, tapi mungkin telah dilupakan oleh Astrid. Eloise dan Astrid mulai mengenal Lucien semenjak pria itu beradai di Pulau M untuk mengikuti hazasit namun dia menolaknya dengan keras.

“Aku baru saja menikah dan aku tidak bisa mengkhianati istriku.”

Jarang sekali ada seorang laki-laki pilihan sang dewi menolak mengikuti hazasit. Lucien adalah orang pertama menolak sekaligus orang pertama yang bersedia menerima hukuman dari Suku Mhthyr. Luciem bersikeras menolak dengan segala cara apa pun tanpa berusaha menyakiti Suku Mhthyr. Bahkan ketika keberadaannya diolok-olok oleh anggota Suku Mhthyr, dia tetap bersikap baik dan menerima semua ejekan itu dengan lapang dada. Eloise dan Astrid ada di sana menyaksikan laki-laki itu yang selalu tersenyum dan berterima kasih pada Suku Mhthyr karena tidak pernah memaksanya mengikuti hazasit meski menerima begitu banyak penghinaan.

Eloise yang tak mengerti dengan sikapnya, pernah sekali bertanya, “Kenapa Anda tidak pernah marah pada kami?”

“Marah? Sejujurnya aku marah, tapi kemarahan itu bukan untuk kalian.”

“Untuk sang dewi?”

“Tepat sekali.”

Dulu Eloise tidak pernah mengerti mengapa Lucien melampiaskan kemarahannya terhadap sang dewi alih-alih Suku Mhthyr. Namun, semenjak ia meninggalkan Suku Mhthyr dalam waktu lama, Eloise yang sudah besar dan cukup umur akhirnya mengerti bahwa adakalanya tindakan sang dewi itu salah.

Lucien adalah sosok laki-laki baik, yang membuat Eloise waktu itu percaya bahwa di luar sana pasti ada juga seseorang sebaik dirinya. Dia tidak pernah mendendam kepada sukunya meski telah diperlakukan kurang baik. Bahkan selama menjalani hukumannya dia sering mengatakan hal-hal tentang Suku Mhthyr menjalin hubungan dengan dunia luar lewat bantuannya, entah itu untuk perdagangan atau pertukaran budaya, meski semua idenya harus menerima penolakan dari Suku Mhthyr.

“Jika salah satu di antara kalian pergi ke luar, bisakah kalian menemui istriku? Katakan padanya aku mencintainya dan tidak pernah mengkhianatinya.”

Hampir setiap hari Lucien juga mengatakan hal-hal itu, memohon supaya Suku Mhthyr berbaik hati untuk menyampaikan pesannya.

Eloise yang merasa kasihan terkadang datang menemui untuk menghiburnya dan bersumpah dia pasti bisa pulang kembali setelah hukumannya selesai.

“Wah, kamu kedengaran lebih baik daripada saudaraku.”

“Apa semua saudaramu jahat?”

“Mereka baik dalam batas tertentu.” Lucien sempat tertawa kala itu sebelum menambahi, “Daripada menyebutnya jahat, kurasa mereka semua egois? Haha. Bukan berarti aku tidak sama egoisnya seperti mereka. Dalam batas tertentu, aku juga sama egoisnya.”

“Bagaimana dengan istrimu?”

“Errrr, Eloise, sampai kapan kamu mau berada di sini? Jangan terus mengajak orang asing itu berbicara. Dia bisa menghasutmu!” tegur Astrid mengingatkan saudara kembarnya.

Eloise mengabaikan Astrid dan tetap di sana menunggu Lucien menjawab semua keingintahuannya.

“Dia wanita luar biasa hebat yang pernah kutemui.” Lucien melirik geli Astrid yang masih menggerutu di samping Eloise kemudian mendekati Eloise dan membisikinya. “Ini rahasia di antara kita. Istriku itu juga keturunan Suku Mhthyr. Sebenarnya, aku mengetahui tentang kalian melalui istriku.”

“Eloise!” Astrid berteriak panik saat melihat Lucien mendekati Eloise dan refleks menarik saudaranya menjauh. “Ayo, kita kembali atau Mitèra menghukum kita berdua!”

Lucien tidak marah sedikitpun dengan sikap Astrid justru menganggapnya hiburan, seolah sedang melihat saudaranya merajuk marah kepadanya. “Pergilah, Ellie. Terima kasih sudah datang kemari.”

Pertemuannya bersama Lucien terlalu berkesan baginya sehingga Eloise tidak mudah melupakan sosoknya. Begitu mengetahui laki-laki itu meninggal, Eloise bersedih dan menyesal tidak bisa menemuinya lebih cepat sesuai janji mereka dulu. Lucien pernah menjanjikannya jika Eloise datang ke tanah asing dan menemuinya, dia akan menjaganya sebagaimana dulu Eloise menjaga Lucien di Suku Mhthyr, dan bahkan berjanji akan mengenalkan pada istrinya yang kerap diceritakan pada Eloise.

Sayangnya, Eloise tidak pernah bertemu Lucien lagi dan sebagai gantinya, dia bertemu Luke. Dia pikir Luke akan sama baiknya seperti saudara laki-lakinya, tapi ternyata laki-laki itu hanyalah seorang bajingan yang akan menculik saudara perempuannya.

“Kamu ... kamu masih hidup.” Astrid yang terkejut lalu menangis sejadi-jadinya usai berlari memeluk Eloise. Mengetahui saudaranya masih hidup, Astrid barulah menyadari bahwa selama ini dia telah ditipu oleh Luke.

Bajingan itu tidak cukup menipu dirinya, dia juga menculik saudarinya. Astaga, semua ini salahnya karena membiarkan dirinya dipermainkan dan dimanfaatkan bajingan Lantsov. Andai saja ... andai saja dulu dia ....

“Jangan menyalahkan dirimu, Astrid.” Inilah Eloise yang Astrid kenal. Tanpa harus menceritakan seluruh masalahnya, saudaranya dapat langsung mengira-ngira permasalahannya sampai batas tertentu. Dan paling penting lagi, Eloise bukanlah seseorang yang langsung menyalahkan orang lain sebelum mengetahui seluruh kebenarannya.

Eloise adalah seseorang yang selalu berpikiran dengan mendalam sebelum mengambil tindakan. Sebaliknya, Astrid adalah seseorang yang berpikiran secara pendek diliputi emosi selama mengambil tindakan. Sebab itulah, Astrid menjadi pengacau semenjak kehilangan Eloise yang selalu menjadi pengendalinya.

“Lalu Kaiâ ....”

“Kita akan menemukan Kaiâ bersama-sama. Untuk sekarang, percayakan saja sama Hunter.”

Astrid tak mengatakan apa-apa lagi karena dia sendiri belum dapat memahami sampai sejauh mana hubungan antara Kaiâ dan Hunter. Lalu dapatkah dia mempercayainya? Astrid tidak pernah menyangkal perasaan Hunter terhadap Kaiâ, hanya saja sepertinya dia belum bisa untuk mempercayai laki-laki itu. Terakhir kali Astrid mempercayai seorang laki-laki hanya berujung pengkhianatan saja.

“Sebetulnya dia bukan orang yang buruk,” ucap Eloise seolah dapat membaca isi kepala saudara kembarnya. “Dan kamu lihat sendiri kan, segila apa orang itu saat kehilangan saudari kita?”

“Semua bajingan pada dasarnya begitu.”

Eloise setuju namun untuk beberapa alasan dia tidak menyetujuinya. “Ada banyak hal yang ingin kuberitahu padamu terutama tentang ... kita bisa membicarakan ini di lain waktu setelah Kaiâ kembali.”

Astrid ingin memprotes namun melihat keseriusan di wajah Eloise, dia kemudian mengangguk setuju. Entah apa pun itu yang ingin Eloise ceritakan padanya, Astrid harus menunggu sampai Kaiâ kembali.

Besok udah mulai puasa 😃

Continuar a ler

Também vai Gostar

2.3K 308 11
[On going] - [Silhouttes Throne Series] She was a princess, he was a monster. She was priceless, he was worthless. She was the beauty, he was the bea...
5.9K 989 42
[Adult Content🙏] Azka tahu dirinya sudah menang sejak kedua orang tuanya memberitahu jika Ranika sudah menjadi tunangannya, bahkan orang tua Ranika...
2.7M 292K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
36.6K 726 2
[PRIVAT] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Tidak akan ada orang yang percaya, jika kata kamu-saya seburuk itu. Meski fakta sekalipun."