Hanna

By luckybbgrl

1.4M 99.6K 2.1K

18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas🔞
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua

dua puluh tiga

30.1K 2.6K 58
By luckybbgrl

Regan melangkah memasuki rumahnya dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. 

Cowok itu baru saja pulang dari sekolah. Jika beberapa hari terakhir ia akan langsung menuju rumah sakit untuk menemani Hanna, kali ini berbeda.

Ia memilih untuk pulang dulu ke rumahnya, untuk berganti baju dan mengecek sesuatu yang mengganjal di benaknya.

Langkah pelan tapi pasti cowok itu membawanya naik ke lantai tiga, bukan masuk ke kamarnya, Regan memilih untuk masuk ke kamar Hanna.

Meja belajar Hanna menjadi tujuan utamanya. Tangan besar itu membuka satu persatu laci yang ada di sana, baik laci meja belajar maupun nakas yang memang terletak di sebelah meja belajar tersebut.

Gerakan tangannya berhenti saat matanya menatap satu objek yang dicari-carinya. Kertas persegi panjang kecil berwarna putih dengan garis abstrak emas.

Tangan kirinya mengambil kertas tersebut, sedang tangan kanannya merogoh sakunya dan mengeluarkan kertas yang mirip dari sana.

Helaan nafas terdengar jelas di sela-sela Regan memperhatikan kedua kertas di tangannya.

"Pantesan familiar," gumam cowok itu setelah menemukan kebenaran sesuatu yang sedari dua hari ini mengganggu pikirannya.

Kepala cowok itu terangkat, menatap pigura ukuran 12x15 yang berisikan foto Hanna yang tersenyum manis ketika purna SMP.

"Lo sehancur itu sejak kapan, Han?" Regan bergumam lirih, matanya memanas membayangkan Hanna yang berbadan sekecil dan serapuh itu harus menghadapi segalanya sendirian.

••••

"Ngapain liat-liat?" Hanna menatap sinis ke arah Regan yang sedari datang sudah menatapnya lekat.

Ia risih.

Apalagi kini hanya menyisakan mereka berdua di ruangan itu. Chika yang memang selalu menjaganya ketika Regan sekolah tadi langsung pamit begitu anaknya datang. Katanya ada meeting dengan partner bisnis Bima, yang mengharuskannya ikut.

Chika memang menjadi sekretaris pribadi Bima, namun Bima tak hanya memiliki satu sekretaris, melainkan ia punya tiga sekretaris sekaligus.

Chika punya kuasa paling tinggi di antara ketiga sekretaris Bima, tapi pekerjaannya paling sedikit. Perempuan berumur akhir tiga puluhan itu hanya bertugas menemani Bima meeting dan dinas ke luar kota maupun negri.

Tentu saja, itu semua akal-akal Bima yang ingin terus bersama sang istri namun tetap tak ingin istrinya itu memiliki pekerjaan terlalu banyak yang pada akhirnya malah membuat orang tercintanya kelelahan atau bahkan jatuh sakit.

Dengan berat hati, Hanna membiarkan perempuan dengan sejuta kasih sayang itu pergi meski hatinya terasa tidak ikhlas.

Ia tidak ingin hanya berduaan dengan Regan. Apalagi mengingat kejadian terakhir dimana Regan mempergokinya hampir bunuh diri.

Jujur saja, ia malu.

"Gue merhatiin muka lo yang pucet itu," Hanna mengerutkan keningnya kesal mendengar perkataan Regan. Memangnya harus ya mengomentari penampilannya saat ini? Ia kan memang masih sakit, wajar jika pucat.

"Yaudah sih, namanya juga orang lagi sa-"

"Kok bisa ya lo tetep cantik padahal pucet kek mayat idup?" omelan Hanna tertelan kembali ke tenggorokan mendengar kalimat Regan yang memotongnya.

Bibir gadis itu mengerut, berkedut seolah ingin membukanya dan kembali mengomel tapi tertahan sesuatu.

"Je-jelas! Dasarnya emang gue cantik, mau diapain juga tetep cantik!" balas Hanna ketus sembari membuang muka, tidak ingin melihat wajah Regan.

Regan yang melihat respon salah tingkah Hanna terkekeh pelan, lucu sekali tunangannya.

Cklek!

Suara pintu dibuka mengalihkan perhatian keduanya. Di pintu itu nampak Adelio dan juga Agista tengah berdiri menatap keduanya bergantian.

Regan yang melihat itu mendadak menjadi badmood, sedangkan Hanna bingung. Kenapa lagi mereka menjenguknya? Hari pertama ia dirawat kan sudah.

"Permisi, ya," Agista dengan senyum tak enak berucap.

Dua sosok itu akhirnya mendekat ke arah ranjang Hanna.

"Ini, Reg. Buah buat Hanna," Regan hanya menatap keranjang buah yang disodorkan Agista padanya malas.

Melihat hal itu, Hanna menyenggol lengan cowok itu dengan kasar. Matanya melotot dengan bibir bergerak samar ketika Regan menatapnya balik, mengode untuk menerimanya dengan baik

Dengan terpaksa, Regan menerima keranjang buah itu diiringi dengan helaan nafas.

"Makasih ya, Agis, Lio. Repot-repot banget jenguk gue lagi. Mana bawa buah banyak banget. Sekali lagi makasih ya," Hanna memasang senyum termanisnya menatap Agista dan Adelio bergantian.

"Duduk di sana, yuk! Di sini kursinya kurang," Hanna menunjuk ke arah sofa, mengajak tamunya untuk duduk di sana saat melihat kursi di dekat ranjangnya hanya satu dan tengah dipakai oleh Regan.

"Eh, iya," jawab Agista yang sempat ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Hanna.

Hanna menyibakkan selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Kakinya ia turunkan, hendak turun dari ranjang menuju sofa.

"Hati-hati," Adelio yang melihat itu tanpa sadar berucap pelan. Tangannya siap siaga untuk membantu gadis itu.

Hanna yang menyadari itu tersenyum lebar menanggapi kebaikan hati Adelio yang peka.

"Lo ke sana aja. Gue masih bisa bantu tunangan gue sendiri," Adelio menoleh mendengar kalimat penuh penekanan itu terdengar begitu dekat dengannya.

Melihat Regan yang sudah berdiri di sampingnya membuat Adelio menegakkan tubuhnya, mengurungkan niat untuk membantu Hanna berjalan.

Cowok itu berbalik, melangkah ke arah sofa dan duduk di sebelah Agista yang sudah duduk manis di sana.

"Lagian, lo sih. Ada Regan juga," gerutu Agista sembari menepuk lengan cowok itu.

"Refleks, Mbak," sahut Adelio yang diakhiri dengan helaan nafas memperhatikan kedua pasangan yang kini tampak bertengkar kecil.

"Jangan kayak gitu!" bisik Hanna sedikit ketus sembari menatap Regan dengan kening berkerut kesal.

"Kayak gitu gimana?" seolah tak mengerti, Regan menatap Hanna polos sembari memegang tangan kanan gadis itu dengan tangan kanannya.

"Jangan ketus-ketus. Jangan sinis-sinis sama mereka. Mereka niatnya baik, ngejenguk gue," omel Hanna pelan sembari menurunkan kedua kakinya ke lantai.

"Biarin, orang mereka bukan temen gue," Regan dengan sigap melingkarkan tangan kirinya di pinggang Hanna, membantu gadis itu berjalan menuju sofa.

"Tapi mereka temen gue!" jawab Hanna tidak mau kalah.

"Sejak kapan?"

"Seminggu yang lalu."

"Baru juga seminggu. Udah sok ak–aduh!"

Regan mengaduh saat perutnya disikut oleh Hanna. Sedangkan Hanna, tertawa pelan menatap Agista dan Adelio di depannya.

Jarak mereka sudah sangat dekat, tapi Regan tetap tidak menjaga mulutnya.

Cowok itu benar-benar deh.

"Maaf ya, kemarin gak bisa nemenin kalian pas jenguk pertama," Hanna menatap tidak enak Agista dan Adelio sembari ia mendudukan tubuhnya di sisi sofa yang lain.

Regan yang sedari tadi berada di samping gadis itu, kini juga ikut duduk tepat di sampingnya.

Hanna yang menyadari itu menoleh singkat dengan wajah kesal sebelum kembali menatap dua orang di seberangnya yang juga tersenyum.

"Gapapa, Han. Kan kamu juga baru bangun waktu itu," Agista dengan senyum maklumnya menjawab.

"Gue minta maaf ya, Han. Gue yang ngelempar bola kemarin, gak tau kalau bakal ngenain lo. Sekali lagi gue minta maaf, gue gak sengaja," dengan nada dan mimik wajah bersalah Adelio berucap penuh penyesalan.

"Eh, gapapa, Lio. Santai aja, namanya juga gak sengaja. Musibah bisa nimpa siapa aja, kok," Hanna menjawab cepat karena tidak ingin membuat cowok berhati lembut itu semakin merasa bersalah.

Regan yang mendengar pekataan Hanna mengerutkan keningnya kesal.

"Ya gak bisa gitu dong, Han. Tetep aja dia yang bikin kepala lo bocor. Mana bisa langsung maafin dia gitu aja?" Hanna menoleh ke arah Regan dengan kaget mendengar kalimat bernada tidak terima cowok itu.

Merasa tidak enak, Hanna melirik sebentar ke arah Adelio dan Agista di depannya. Mencoba mengecek raut wajah keduanya.

"Regan, Adelio gak sengaja. Kenapa harus gak dimaafin?" Hanna berkata dengan nada sedikit lembut, namun wajahnya yang kini tengah menatap Regan menunjukkan yang sebaliknya meskipun kedua sudut bibirnya naik.

Regan yang membuang muka sembari merotasi bola matanya. Kenapa gadis itu harus membela Adelio? Di sini yang tunangannya adalah dia.

"Sengaja gak sengaja, kepala lo tetep bocor gara-gara dia," Regan menatap lurus dan tajam Adelio.

Regan meringis sakit dan menoleh ke arah Hanna saat merasakan pinggangnya dicubit kecil.

"Lo apa-apaan sih?" pertanyaan bernada ketus itu terlontar begitu saja.

Hanna yang melihat reaksi Regan tak memberi tanggapan, gadis itu malah menatap Agista dan Adelio yang menatap keduanya bingung.

"Udah jangan didengerin. Kayaknya sakit gue pindah ke dia. Makanya jadi rada gak waras," Hanna terkekeh mendengarkan perkataannya sendiri.

Sedang Regan yang mendengar itu mengerutkan keningnya kesal. Cowok itu bangkit, menuju lemari es mini yang ada di pojok ruangan untuk mengambil sesuatu.

Hanna yang melihat kemana perginya cowok itu seolah teringat sesuatu.

"Tolong, sekalian ambilin minuman buat Agis sama Lio. Oh, sama bolunya juga ya, Reg. Makasih!" Hanna sedikit meninggikan suaranya agar Regan mendengar.

Dengan terpaksa, cowok itu akhirnya menurut. Kembali dengan tiga botol minuman dan satu kotak bolu.

"Maaf ya, adanya cuma itu," cengir Hanna setelah Regan meletakkan bawannya di meja.

"Eh, iya, makasih, Han. Jadi repot-repot," Agista tersenyum tidak enak.

"Ah, enggak repot, kok. Cepet diminum sama dimakan, keburu udah gak dingin."

"Cerewet," mendengar olokan Regan membuat gadis itu menatap tajam. Tidak terima, ia menyikut lengan cowok itu cukup keras.

"Buat gue mana?" minta Hanna saat hanya melihat tiga botol yang telah dipegang Regan satu, dan dua lainnya di depan Agista juga Adelio.

"Minum punya gue aja, lo belum boleh banyak-banyak minum rasa-rasa," jawab Regan menyodorkan botol minuman miliknya yang tersisa setengah.

"Dih, sotoy. Ambilin sana!"

"Gak. Kalo mau minum ini, gak mau yaudah," Hanna membuang mukanya, tidak mau meminum bekas cowok itu.

Agista yang memperhatikan interaksi dua orang di depannya meraih botol minumannya, kemudian berusaha membukanya, namun kesusahan.

Adelio dengan peka mengambil alih botol itu, membantunya untuk membukakannya.

Melihat adegan itu, Hanna diam-diam melirik ke arah Regan. Bukannya mendapati wajah kesal cowok itu melihat adegan di depannya, ia malah menemukan Regan yang menatapnya intens.

"Apa lo?"

To be continue...

•••••

tadi bacain komen-komen kalian
banyak bgt yg muji dan beberapa ada yg nebak alurnyaa
seru aja gitu bacain komen-komen kalian

aku jd semangat ngeup klo kyk gini, wkwk
trima kasih yhh😆🤍

Continue Reading

You'll Also Like

178K 11.4K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
66.2K 8.3K 61
CHAPTER SUDAH LENGKAP. Pembalasan dibalik layar #1-revenge #1-adikipar #1-kiss Heppy Reading📖
9.1K 643 40
[VAMPIRE-FANTASY-ROMANCE] Liviana Alexander atau gadis yang akrab dengan panggilan Lily itu selalu dihadapkan dengan segala sesuatu yang tak terduga...
78.7K 5.3K 26
[ Cerita lengkap- Sudah tamat ] High rank 🏅 [13 Maret 2020] 7 in fantasi [8 April 2020] 10 in Mate [4 Mei 2020] 42 in Klasik [8 Mei 2020] 4 in Klas...