[6] MY DRAFT (JAEROSE)

By deftsember

16.8K 2.1K 458

Kumpulan draft yang udah lama numpuk tapi masih ragu buat di post atau di lanjut ngetik nya. Ini semua draft... More

START
YOU MAKE ME [BAB 00: START]
YOU MAKE ME [BAB 01: BEGINNING OF EVERYTHING]
YOU MAKE ME [BAB 02: MEET AGAIN]
YOU MAKE ME [BAB 03: ANNOYING ]
YOU MAKE ME [BAB 04: JINO SI PERANTARA]
DEAR JEFF [BAB 00: START]
YOU MAKE ME [BAB 5: PACARAN]
DEAR JEFF [ BAB 01: AGNESYA LYORA WILMAN ]
YOU MAKE ME [BAB 6: JEFFRIAN'S PROBLEM]
YOU MAKE ME [ BAB 7: JEFFRIAN SICK ]
DEAR JEFF [BAB 02: PEREMPUAN BERJILBAB PUTIH]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 00: INTRO + PROLOG ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 01: APA ADANYA KITA ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 02: SELLA SI PALING SUPPORT SYSTEM ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 03: DRIVE IN CINEMA]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 04: FEELING LONELY ]
DEAR JEFF [BAB 4: YANG KETIGA KALI]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 00: START ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 01: DI TINDAS DAN MENINDAS ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 02: RENCANA PERJODOHAN ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 03: KEMBALI KEHILANGAN ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 04: KELUARGA BARU ]
BAB 000: TENTUKAN PILIHANMU!
BAB 0000: FIXED!

DEAR JEFF [BAB 03: ROSIETA JASMINE]

554 73 20
By deftsember



Rosieta tahu kalau ada yang tidak beres dengan kedua orang tua nya. Sejak lusa kemarin mereka terus-terusan mengintrosi nya tentang lelaki. Padahal sudah jelas kalau saat ini dia sedang tidak menjalin hubungan dekat dengan seorang lelaki manapun.

Tapi tentu saja hal itu tidak membuat orang tua nya berhenti meracuni nya tentang 'pernikahan'. Dengan embel-embel usia yang sudah cocok untuk menikah, kedua orang tua nya lebih serius lagi untuk menuntut pernikahan kepada nya.

Seperti sekarang ini contoh nya. Hari ini Rosieta atau yang lebih akrab di panggil Rosie atau Oci itu harus merelakan cuti akhir tahun nya di pakai untuk hari ini. Padahal dia sudah susah payah tidak mengambil jatah cuti bulanan nya agar di akhir tahun nanti dia punya jangka waktu cuti lebih banyak.

Tapi rencana itu harus di kubur dalam-dalam karena keinginan orang tua nya.

"Neng, udah siap belum? Geura atuh kita berangkat ke terminal." itu suara umi nya yang berseru dari luar kamar.

"Sebentar lagi, umi. Tanggung, lagi pakai kerudung." jawab nya menyahut seruan sang ibu.

Tidak butuh waktu banyak bagi nya untuk bersiap diri. Toh, dia hanya akan ke kota untuk mengantarkan titipan Abi dan Umi nya untuk di berikan kepada kerabat dekat orang tua nya. Tidak lain dan tidak bukan adalah Pak Sugandi.

"Ya Allah, kenapa gak pakai baju yang udah umi siapin, neng? Kok malah pakai baju ini sih." celetuk Umi setelah melihat Rosie keluar dari kamar nya.

"Baju yang umi siapin terlalu berlebihan. Aku cuma mau nganterin barang titipan bukan mau kondangan."

"Masa mau ketemu mertua gak dandan rapi." gumam si Umi tanpa terdengar oleh Rosie.

"Cepet ganti baju nya. Gak enakan kalau ketemu pak Sugandi dan istri tapi kamu tampilan nya begini."

"Gak usah, umi. Aku risih kalau pakai baju itu. Nanti malah di liatin orang se-terminal, dikiranya nanti pengantin yang lari pas nikahan."

"Aduh punya anak ngeles nya bisa aja. Ya udah lah terserah kamu aja. Buru sana samperin abi terus minta anterin ke terminal."

"Lho, kalau abi bisa nganterin ke terminal kenapa gak abi aja yang nganterin titipan nya. Biasanya juga abi sama umi yang ke rumah pak Sugandi."

"Khusus hari ini biar kamu aja yang nganter. abi sama umi mau ada acara di rumah pak Lurah."

Rosie baru akan kembali melayangkan protes nya namun Umi sudah lebih cepat menyuruhnya untuk berangkat.

"Bi, udah atuh ngelap motor nya. Ini anaknya udah cantik tinggal di anter ketemu jodoh nya." ucap Umi.

Abi yang sedang mengelap motor kesayangan nya pun langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk bersiap mengantar Rosie.

"Jodoh apa sih, umi? Bercanda aja deh." celetuk Rosie.

"Ya kali aja nanti di kota kamu ketemu sama jejaka kasep yang bakal jadi jodoh kamu."

"Masih aja percaya mitos kayak gitu."

"Bukan mitos doang, oci. Insting umi biasanya tepat sasaran. Jodoh kamu nanti tuh ganteng dan punya karir bagus."

"Iya deh terserah umi aja."

"Ayo, neng. Kita berangkat ketemu jodoh kamu di kota." Abi datang dengan senyum yang cerah.

"Abi sama umi lagi main jodoh-jodohan, ya? Daritadi ngomong nya jodoh terus. Oci kan cuma mau nganter titipan nya pak Sugandi."

"Udah sana cepet berangkat. Kalau telat nanti jodoh kamu di patok ayam."

Rosie hanya mampu menghela nafas mendengar ucapan Umi nya.

"Ya udah kalau gitu Oci berangkat dulu ya, umi. Assalamualaikum." pamit Oci dan tidak lupa mencium punggung tangan ibu nya.

Butuh waktu sekiranya dua puluh menitan untuk sampai di rumah pak Sugandi dari terminal kota menggunakan taksi yang biaya ongkos nya bisa buat beli kerudung baru di pasar. Mau mengeluh karena uang saku nya berkurang agak banyak hanya untuk ongkos taksi, tapi pada akhirnya Rosie hanya mampu mengikhlaskan saja. Toh, hitung-hitung amalan bisa jadi berkah di kemudia hari.

Dia kembali mengecek alamat rumah pak Sugandi yang ada di memo nya lalu menatap rumah megah yang berdiri kokoh tepat di depan nya. Dalam hati Rosie mengucapkan rasa syukur berkali-kali saat melihat betapa megah nya rumah itu.

"Subhanallah, mewah pisan rumah nya. Kira-kira butuh berapa lama ya biar bisa bikinin rumah se-mewah ini untuk abi sama umi." Rosie kembali bergumam. Rasanya menganggumi rumah mewah milik pak Sugandi tidak bisa hanya sekali.

"Maaf, cari siapa ya, mbak?"

Rosie hampir saja jatuh karena terlalu kaget saat mendengar sebuah suara. Dia melihat seorang perempuan yang kira-kira berusia sedikit di bawah Umi nya sedang melihat nya dari balik gerbang.

"Assalamualaikum, saya Rosie dari kampung. Saya kesini karena mau ngasih titipan dari abi saya buat pak Sugandi."

"Waalaikumsalam. Owalah, ini toh yang namanya mbak Rosie." seru orang itu dengan wajah berbinar. "Ayo silahkan masuk, mba. Maaf saya gak sopan karena belum mempersilahkan mbak masuk tapi udah ngajak ngobrol."

"Gapapa dan terima kasih."

"Langsung masuk aja ke dalam, mbak. Bapak sama Ibu udah nunggu kedatangan mbak Rosie dari tadi."

Rosie mengangguk dan kembali mengucapkan 'terima kasih' sebelum berjalan lebih jauh memasuki rumah keluarga pak Sugandi yang benar-benar mampu menghipnotis Rosie karena saking mewah dan megah nya.

"Assalamualaikum, pak haji bu haji." sapa nya memberi salam dan tidak lupa juga dengan menjabat tangan lalu mencium punggung tangan pak Sugandi dan istrinya.

"Waalaikumsalam, cantik. Dari tadi udah di tungguin, lho. Kamu gak kesasar kan, Ci?" tanya bu Irman -istrinya pak Sugandi.

Rosie menggeleng pelan. "Alhamdulillah, perjalanan saya lancar, bu haji."

"Mah, Rosie nya jangan di ajak ngobrol dulu dong. Kebetulan udah masuk jam makan siang, gimana kalo kita makan siang bareng dulu?" kini giliran pak Sugandi yang memulai obrolan.

"Sebelumnya makasih, pak haji. Tapi saya boleh numpang sholat? Tadi belum sempat mampir ke masjid." tanya Rosie dengan sopan.

"Oh iya boleh dong. Di dekat kamar mandi tamu nanti belok kanan nah di situ ada mushola kecil. Biasanya kalau Jeffrey ada di rumah kita sholat berjamaah sekeluarga." kata bu Irma.

Sebenarnya Rosie mau sekali bertanya tentang siapa itu Jeffrey, tapi karena sudah terlalu telat dari waktu dzuhur dan dia belum menunaikan sholat dzuhur, Rosie mengenyahkan pikiran untuk bertanya.

Dia langsung pamit undur diri untuk menunaikan sholat dzuhur. Di sepanjang jalan menuju mushola kecil Rosie tak habisnya menganggumi interior bangunan rumah pak Sugandi.

Dalam hati nya dia berharap suatu saat bisa menikmati hidup di rumah se-mewah ini.


Tak terasa sudah lebih dari empat jam Rosie bercengkarama dengan pak Sugandi dan istrinya. Banyak sekali hal yang menjadi topik pembicaraan mereka, salah satu nya tentang Jeffrey yang ternyata di ketahui sebagai anak lelaki semata wayang pak Sugandi dan bu Irma.

Bu Irma berkali-kali menceritakan kalau anak lelaki nya adalah seorang polisi yang memiliki jabatan cukup tinggi, berwajah tampan, dan belum menikah. Padahal katanya Jeffrey itu sudah berusia cukup matang untuk menikah.

Rosie tidak lagi minat untuk mengetahui lebih jauh tentang Jeffrey, karena menurutnya dia hanyalah orang asing yang akan sangat jarang bertemu dengan lelaki itu. Walaupun bu Irma berulang kali menawari nya untuk bertemu dengan Jeffrey atau sekedar menyapa lewat pesan singkat, namun dengan sopan Rosie menolak nya.

Bukan nya sok jual mahal. Rosie hanya tidak mau berpikir terlalu jauh mengenai Jeffrey. Semuanya akan selesai apabila urusan orang tua nya dan keluaarga pak Sugandi selesai.

Rosie tidak mau berspekulasi sesuatu yang belum terjadi.

"Jeffrey itu sebenarnya udah punya pacar. Tapi dia dan pacar nya beda agama. Ibu sih sebenarnya bukan gak mendukung, tapi kenyataan nya mereka gak bisa bersama karena perbedaan itu. Ibu pengen lihat Jeffrey jadi imam untuk perempuan yang tepat." ujar bu Irma mendadak membuat Rosie terdiam sejenak.

Dada nya seakan di peras dan ulu hati nya terasa di tusuk ribuan jarum. Pembicaraan seperti ini entah kenapa membangunkan perasaan sesak di hati Rosie.

"Mah, kenapa bahas itu? Jeffrey gak suka kalau kita cerita tentang hubungan dia sama pacarnya." sahut pak Sugandi mengingatkan istrinya untuk berhenti membicarakan tentang hubungan sang anak.

"Mamah gak tenang, Yah. Kalau Jeffrey gak juga memutuskan secepatnya mau sampai kapan kita nunggu dia menikah."

"Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bahas itu. Gak enak sama Rosie, Mah."

"Aduh kayaknya ibu terlalu jauh menceritakan tentang Jeffrey ya, Ci. Maaf ya kalau bikin kamu gak nyaman. Ibu cuma pengen curhat aja soalnya selama ini ibu gak punya teman curhat."

Rosie tersenyum canggung. "Saya gapapa, bu. Wajar kalau seorang ibu mengkhawatirkan anaknya. Apalagi mas Jeffrey anak lelaki satu-satunya."

Bu Irma terlihat terpesona saat mendengar ucapan Rosie barusan. "Lihat. Kamu cocok banget manggil Jeffrey pakai embel-embel 'mas'."

Rosie kembali tersenyum canggung. Dia tidak tahu harus melakukan apa agar rasa canggung nya menghilang.

"Kamu pulang naik apa, nak? Atau mau nginep disini aja?" tanya pak Sugandi.

"Mamah mau telepon Jeffrey. Oci pulang di anter Jeffrey aja, ya." bu Irma menyahut dengan cepat. Ibu satu anak itu langsung bergegas mengambil ponsel nya untuk menghubungi Jeffrey.

"Aduh mamah itu suka kelebihan energi. Maaf kalau bikin kamu gak nyama ya, neng." ucap pak Sugandi.

"Gapapa, pak haji. Saya ngerti perasaan nya bu haji. Umi saya juga kayak gitu tadi, beliau bilang saya bakalan ketemu jodoh di kota. Ucapan ibu-ibu emang kadang suka berlebihan kalau tentang anak nya yang belum menikah." ujar Rosie.

"Sebenarnya saya juga khawatir tentang masa depan Jeffrey. Saya gak mau keputusan nya nanti berakhir menyakitinya. Anak itu agak sulit di nasihati kalau tentang menikah. Dan saya juga takut gak bisa melihat dia menikah karena usia gak ada yang tau."

"Jangan ngomong begitu, pak haji. Insyaallah bapak bisa lihat anak bapak menikah."

"Anak itu aja gak tau kondisi saya sekarang, neng. Sejak naik pangkat dan punya pacar dia jadi sering ada di rumah. Pengen rasanya menentang hubungan mereka sejak awal, tapi saya takut Jeffrey jadi frustasi dan marah besar ke saya."

Rosie menepuk lengan pak Sugandi pelan guna memberinya ketenangan dan ketabahan.

"Saya paham maksud pak haji. Tapi yang namanya perasaan kadang gak bisa di tahan. Semakin di tahan malah semakin menyakitkan. Hanya ada dua pilihan -bertahan atau meninggalkan. Tapi kalau kita berserah diri ke Allah, insyaallah Allah akan membalas jauh lebih baik." ujar Rosie.

"Kalau neng Rosie sendiri gimana? Sudah punya pacar?" tanya pak Sugandi.

Rosie mendadak jadi canggung. "Saya masih fokus cari nafkah untuk Abi sama Umi, pak haji. Belum ada rencana untuk menikah karena Allah belum ngirim jodoh untuk saya." jawab nya di selingi kekehan ringan.

"Saya selalu berdoa di setiap sujud supaya Jeffrey kelak dapat jodoh yang bisa menuntun nya menjadi kepala keluarga dan imam yang di ridhoi Allah."

"Amin. Insyaallah doa bapak di ijabah."

"Ah sebel! Jeffrey gak bisa pulang malam ini. Katanya mau ada rapat sama bawahan nya. Anak itu kayaknya tiap hari kalau gak rapat ya patroli." bu Irma mengeluh dengan suara keras. Beliau kembali mendudukan diri di samping pak Sugandi.

"Jangan kasih harapan lebih buat anak itu, Mah. Kita tau sendiri Jeffrey kayak gimana." kata pak Sugandi.

"Punya anak satu-satunya tapi susah banget di atur. Padahal udah hampir kepala tiga."

"Udah gak usah marah-marah, gak enakan di lihat neng Rosie."

"Maaf ya, Oci."

Rosie menggeleng pelan. "Gapapa, bu haji. Saya bisa naik bus."

"Aduh sekarang udah mau setengah enam. Nginep aja ya, Ci. Besok biar ibu suruh Jeffrey nganter kamu."

"'Gak usah, terima kasih. Tadi saya udah janji sama Abi buat jemput saya di terminal."

"Kamu gak akan kapok main kesini lagi kan, Ci?" tanya bu Irma penuh harap.

"Kalau bapak dan ibu menerima kedatangan saya, saya gak mungkin kapok." jawab nya.

"Biar bapak yang nganter ke terminal ya, Ci."

"Gak usah, pak haji. Saya ke terminal sendiri aja. Lagian pak haji juga harus banyak istirahat."

"Kamu yakin, nak?"

Rosie mengangguk. "Iya, pak haji." dia beranjak dari duduk nya. "Kalau begitu saya pamit dulu. Terima kasih udah nerima saya datang berkunjung. Assalamualaikum."

"Hati-hati ya, neng. Kalau ada apa-apa langsung kabarin. Waalaikumsalam."

Rosie mengangguk lalu pamit meninggalkan kediaman pak Sugandi.

"Mamah pengen punya menantu kayak Rosie, Yah." celetuk bu Irma.

"Ayah juga. Rosie orang nya sopan, baik, dan insyaallah sholehah."

"Tapi Jeffrey gimana? Dia itu susah banget di kasih tau nya. Kita harus nunggu sampai kapan biar bisa lihat Jeffrey menikah."

"Ayah takut gak bisa lihat Jeffrey menikah, Mah."

Bu Irma menatap suaminya dengan sendu. "Kita banyakin doa ya, Yah. Semoga Jeffrey di kasih pencerahan."




"Telepon dari mamih nih, ndan?" tanya seseorang dengan nada mengejek.

"Kayaknya anak bawah saya banyak yang gak tau sopan santun kalau lagi ngomong sama komandan nya." ujar Jeffrey dengan nada dingin.

Brigadir Haekal -orang yang tadi bertanya hanya terkekeh kecil.

"Maaf, ndan. Saya gak maksud. Jangan pindahin saya ke Satbinmas lagi ya. Cukup stres saya sambang sama masyarakat yang sifat nya beda-beda." ujar Brigadir Haekal.

"Loh bukan nya bagus ya? Kan bisa jadi ajang ngambil simpati masyarakat." kini orang bername tag Juan Sinaga yang berbicara.

"Bripka Juan belum tau aja kalau waktu itu saya pernah kena keroyok warga pas acara pembagian sembako dari walkot."

"Padahal kalau kamu pindah lagi ke Satbinmas, nanti saya sering ajak makan sego pecel madiun langganan saya." ujar Ipda Kuncoro.

"Nanti saya rekomendasikan Brigadir Haekal ke Polrestabes." ujar Jeffrey.

"Ya allah, ndan. Saya masih betah dan teramat betah kok di Polres sini. Jangan pisahkan saya sama belahan jiwa saya, ndan." rengek Brigadir Haekal.

"Loh brigadir Haekal punya selingkuhan di sini? Siapa tuh?" tanya Bripka Juan.

"Saya sama kantor ini kan udah kayak belahan jiwa."

"Haduh yang masih muda lawakan nya bisa aja." celetuk Ipda Kuncoro.

"Saya udah mau nikah jadi udah bukan anak muda lagi nih, pak Kun." jawab Brigadir Haekal.

"Komandan kita masih muda berarti ya? Kan belum menikah." celetuk Bripka Juan.

"Waduh konten sensitif tuh, pak. Saya gak ikut-ikutan ya, ndan." ujar Brigadir Haekal sambil mengangkat kedua tangan nya ke atas.

"Padahal rapat nya udah selesai dari lima belas menit yang lalu. Tapi kalian masih betah ngobrol di ruangan saya ya."

"Udah mau magrib, ndan. Kalau ngelamun sendirian takut nanti ada yang nyamperin."

"Brigadir Haekal saya bakal tanda tangani segera surat mutasi kamu ke Polrestabes ya." ujar Jeffrey yang di balas cekikikan dari yang lainnya.

~Allahumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa sollaita 'alaa aali ibroohim, wa baarik 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa baarokta 'alaa aali ibroohim, fil 'aalamiina innaka hamiidummajiid.~

Suara sholawat yang terdengar merdu mengambil semua fokus orang yang ada disana.

"Ringtone hp komandan bagus banget. Saya sampai hampir ke-hipnotis saking merdu nya." ujar Ipda Kuncoro.

"Ini bukan ringtone hp. Saya sengaja masang alarm untuk waktu sholat."

"Download dimana tuh, ndan? Saya juga mau deh. Sholawatan nya bikin tenang saking merdu nya." sahut Brigadir Haekal.

"Ini rekaman. Saya kemarin lusa yang ngerekam langsung pas ada perempuan lagi sholawatan di masjid tempat saya sholat." jawab Jeffrey.

"Subhanallah, suara nya bagus banget pas lagi sholawatan. Gimana kalau lagi tadarusan ya. Saya jadi pengen ikut ngerekam langsung." kini giliran Ipda Kuncoro yang berkata.

"Setuju. Makanya saya sengaja rekam karena setiap dengar suara nya bikin hati saya tenang. Sekarang tiap saya susah tidur saya dengerin ini dulu, baru setelahnya saya langsung bisa tidur."

"Sholawat nabi emang luar biasa manfaat nya." ujar Brigadir Haekal.

"Aduh saya yang non-muslim aja ikut tersentuh dengar nya." celetuk Bripka Juan.

"Komandan beruntung bisa dapet kesempatan ngedenger lang-"

BRAK!

Ucapan Ipda Kuncoro terhenti karena suara berisik dari luar ruangan Jeffrey. Ketiga orang tersebut langsung keluar ruangan dengan sikap waspada.

"Ada apa?" tanya Jeffrey kepada salah satu bawahan nya yang tak sengaja lewat.

"Anu itu, ndan. Ada beberapa warga yang dateng untuk laporan kasus pelecehan dan pencurian."

"Pelaku nya ada berapa orang?" tanya Jeffrey lagi.

"Laki-laki, satu orang."

Jeffrey mengangguk, dia menyuruh bawahan nya tadi pergi. Setelahnya dia langsung berjalan mendekati ruangan introgasi tempat di mana pelaku berada.

"Hukum aja, pak polisi! Dia ini udah sering ketahuan tapi gak ada kapok nya dan malah di ulang lagi." salah satu warga yang datang menyerukan protes nya.

Jeffrey melihat sekiranya ada empat orang termasuk pelaku yang kelihatan sudah sedikit bonyok.

"Bapak-bapak tolong jangan main hakim sendiri ya." ujar petugas yang ada di sana.

"Gimana gak main hakim sendiri kalau orang kurang ajar ini berani nyuri kotak amal masjid dan mencoba ngelecehin salah satu jamaah yang ada di sana."

"Kalian tuh salah paham. Saya gak bermaksud untuk ngelecehin cewek itu. Dia nya aja yang sok mau ngegoda saya." si pelaku nampak sedang membela diri.

"Jelas-jelas dia lagi sholat dan kamu berani nyentuh dia diam-diam. Apa coba kalau bukan pelecehan." salah satu warga yang menjadi saksi kembali berseru.

"Semua orang di masjid itu juga tau sebelumnya kamu mau nyoba nyuri kotak amal masjid."

"Tolong jangan emosi dulu. Kita akan menindak lanjuti si pelaku dengan adil." ujar Jeffrey yang datang tiba-tiba.

Semua orang di dalam ruangan itu langsung mengalihkan fokus ke arah Jeffrey. Termasuk perempuan cantik dengan jilbab berwarna biru langit yang juga menatap ke arah nya membuat keduanya beradu tatap.

"Malam, ndan. Maaf udah buat keributan magrib-magrib gini." kata petugas yang mengintrogasi si pelaku.

Jeffrey yang sempat fokus beradu tatap dengan perempuan berjilbab biru langit itu pun akhirnya menyadarkan dirinya setelah mendengar laporan dari bawahan nya.

"Kronologi nya gimana?" tanya nya.

"Beberapa warga langsung ngelapor pas mereka ngehajar si pelaku karena sudah ketahuan melakukan tindak pelecehan dan pencurian, ndan. Lokasi nya di masjid agung tepat di depan kantor."

"Semua warga itu bohong! Saya gak melakukan pelecehan ke cewek itu. Dia aja yang terlalu dramatis, padahal niat saya baik mau nolong dia." ujar si pelaku.

"Gak ada yang nyuruh kamu ngomong." ujar Jeffrey dengan nada mengintimidasi.

Dia beralih menatap perempuan itu yang tengah menundukan wajah nya. Jeffrey bisa melihat tubuh ringkih nya bergetar ketakutan, namun wajah nya tidak menunjukan ketakutan yang berarti.

"Korban nya siapa?" tanya nya.

"Ini. Mbak ini korban nya." salah satu warga langsung menunjuk ke perempuan berjilbab itu.

"Bisa jelasin gimana si pelaku melakukan pelecehan?" tanya Jeffrey.

Beberapa saat berlalu namun tidak ada yang keluar dari mulut perempuan itu. Dia malah semakin menundukan wajah nya.

"Saya bisa jadi saksi, pak. Saya melihat jelas orang kurang ajar itu menyentuh bokong mbak nya pas dia lagi sholat."

Wajah Jeffrey mendadak berubah menjadi sangat serius. Kerutan di dahi nya pun nampak terlihat dan sorot mata nya berubah tajam menghunus tepat ke si pelaku.

"Kamu memang kurang ajar. Berani-berani nya kamu melakukan pelecehan kepada orang yang lagi sholat." suara berat milik Jeffrey mengalun keras menghentak ke segala penjuru ruangan.

Para bawahan nya saja langsung menciut karena ini pertama kali nya melihat komandan mereka semarah ini.

"Pak Joni tolong urusi kasus ini. Jangan beri kelonggaran bagi pelaku." ujar Jeffrey.

"Baik, komandan."

"Gak bisa gitu dong! Saya gak salah. Tapi cewek itu yang sengaja ngegoda saya."

Jeffrey melirik si pelaku dengan amat sangat kejam. "Tutup mulut kamu atau hukuman yang kamu dapat semakin berat."

Semua orang kembali terdiam mendengar gertakan kejam dari Jeffrey.

"Saya mengucapkan rasa terima kasih untuk para warga yang sudah bersaksi." ujar Jeffrey penuh wibawa.

Tatapan nya mendadak beralih ke arah perempuan berjilbab itu."Untuk korban biar saya yang bawa dia ke rumah sakit. Kayaknya dia terlalu syok dan perlu dapat perawatan." kata nya.

"Gak perlu, ndan. Biar saya yang nganter korban ke rumah sakit." ujar Ipda Kuncoro.

"Gapapa. Biar saya aja, sekalian saya mau sholat magrib juga." ucap Jeffrey mutlak.

Dia berjalan mendekati perempuan itu lalu mengajaknya beranjak. "Mari saya antar ke rumah sakit." ajaknya.

Awalnya perempuan itu nampak enggan. Namun dengan sedikit paksaan dari Jeffrey akhirnya dia tidak bisa menolak.

"Untuk sekarang kamu aman, jadi gak perlu khawatir lagi." ucap Jeffrey saat mereka berjalan beriringan ke arah rumah sakit yang lokasi nya tepat di samping kantor Polres.

"Terima kasih. Saya banyak kebantu." jawab perempuan itu dengan nada lirih.

Jeffrey menatap nya dengan iba. Pasti bukan hal yang mudah menjadi korban pelecehan. Dia yakin kalau perempuan di sebelah nya ini pasti mengalami trauma yang berat.

"Kamu masih ingat saya?" tanya Jeffrey dengan nada pelan, terdengar seperti gumaman.

"Maaf? Saya kurang dengar." ujar perempuan itu.

Jeffrey menggeleng salah tingkah. "Bukan apa-apa. Gak perlu di pikirin."

"Setelah di periksa nanti langsung kabari keluarga ya. Biar mereka gak khawatir. Dan untuk sementara kamu bisa di rumah sakit sampai keadaan kamu membaik." ujar Jeffrey.

"Saya gak bawa cukup uang untuk -"

"Biaya pemulihan korban udah di tanggung. Jadi kamu jangan khawatirin masalah itu ya." jawab Jeffrey cepat.

Mereka sampai di tempat resepsionis. Jeffrey meminta di antar ke tempat dokter yang akan menangani perempuan berjilbab itu.

"Malam, komandan. Ada apa datang kesini ya?" tanya dokter itu.

"Ini korban pelecehan yang baru aja datang ke kantor. Tolong periksa dan rawat dia ya."

Dokter itu langsung mempersilahkan perempuan itu masuk ke ruangan nya dan menyuruhnya berbaring di ranjang periksa.

"Nama nya siapa ya, ndan? Pas saya tanyain dia cuma diam aja. Kayaknya trauma nih." kata dokter itu.

"Namanya Rosie. Nama lengkap nya saya gak tau. Alamat nya di Kampung Surya Kencana."

"Terus gimana ngehubungin wali nya?"

"Saya yang jadi wali sementara nya. Kalau ada apa-apa hubungi saya aja."

Dokter itu mengangguk paham.

"Saya tinggal sebentar ya. Belum sholat magrib soalnya." ucap Jeffrey lalu pergi meninggalkan ruangan dokter itu.




END..

Sampe sini doang guys draft nya 

Continue Reading

You'll Also Like

5.7K 1K 11
manusia itu dinamis, jadi tunggu saja ia berubah pikiran sampai kamu bosan.
SISTERS By Nana

Fanfiction

832 126 3
When Joanna and Jerina fight each other.
8.2K 1K 16
The story of an actor and model who turned out to be a couple + the comments of various netizens. FEBRUARY2024, written by avocawoodz.
101K 7.4K 28
Namaku Rosaline. Sama seperti tokoh yang ditulis oleh William Shakespeare, mungkin aku tidak ditakdirkan untukmu. Rosaline adalah tokoh figuran yang...