[6] MY DRAFT (JAEROSE)

By deftsember

16.7K 2.1K 458

Kumpulan draft yang udah lama numpuk tapi masih ragu buat di post atau di lanjut ngetik nya. Ini semua draft... More

START
YOU MAKE ME [BAB 00: START]
YOU MAKE ME [BAB 01: BEGINNING OF EVERYTHING]
YOU MAKE ME [BAB 02: MEET AGAIN]
YOU MAKE ME [BAB 03: ANNOYING ]
YOU MAKE ME [BAB 04: JINO SI PERANTARA]
DEAR JEFF [BAB 00: START]
YOU MAKE ME [BAB 5: PACARAN]
DEAR JEFF [ BAB 01: AGNESYA LYORA WILMAN ]
YOU MAKE ME [BAB 6: JEFFRIAN'S PROBLEM]
YOU MAKE ME [ BAB 7: JEFFRIAN SICK ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 00: INTRO + PROLOG ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 01: APA ADANYA KITA ]
DEAR JEFF [BAB 03: ROSIETA JASMINE]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 02: SELLA SI PALING SUPPORT SYSTEM ]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 03: DRIVE IN CINEMA]
MUTUAL BENEFIT [ BAB 04: FEELING LONELY ]
DEAR JEFF [BAB 4: YANG KETIGA KALI]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 00: START ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 01: DI TINDAS DAN MENINDAS ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 02: RENCANA PERJODOHAN ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 03: KEMBALI KEHILANGAN ]
CAN YOU HEAR MY HEART? [ BAB 04: KELUARGA BARU ]
BAB 000: TENTUKAN PILIHANMU!
BAB 0000: FIXED!

DEAR JEFF [BAB 02: PEREMPUAN BERJILBAB PUTIH]

442 64 8
By deftsember




Jeffrey sampai di kediaman keluarganya saat jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ruang tamu dan dapur sudah gelap menandakan tidak ada lagi aktivitas yang terjadi di sana.

Tapi saat kedua kaki nya melangkah melewati ruang keluarga, mata nya jelas menangkap keberadaan ayahnya yang tengah meminum obat.

"Baru pulang, Jeff?" tanya pak Sugandi ㅡayah Jeffrey.

"Iya, yah. Tadi harus patroli sama anggota dulu." Jeffrey menjawab.

"Duduk dulu sebentar. Ada yang mau ayah omongin sama kamu."

"Besok Jeffrey harus ngehadirin apel pagi di kantor. Kalau ayah mau bahas Agnes besok aja kalau Jeffrey lagi luang." ucap Jeffrey dengan nada suara yang terdengar berbeda dari sebelumnya.

"Kamu itu selalu berpikir negatif setiap ayah ajak ngobrol. Emang pembahasan kita selalu tentang cewek itu kalau lagi ngobrol."

"Namanya Agnes, yah. Dia kan punya nama dan ayah juga udah tau siapa namanya."

Pak Sugandi menghela nafas pelan mendengar respon anaknya yang kelewat dingin.

"Udah lama kita gak ngobrol bareng, Jeff. Ayah cuma mau tau gimana kabar kamu sekarang."

"Kita masih tinggal satu rumah, yah. Hampir tiap hari juga ketemu. Ayah pasti tau keadaan Jeffrey kayak gimana."

"Duduk. Gak sopan ngobrol sama orang tua sambil berdiri." nada suara pak Sugandi mendadak serius. Dan Jeffrey mau tidak mau harus menuruti kehendak ayahnya.

"Jeffrey gak bisa ngobrol lama-lama."

"Jeff, ayah langsung ke poin nya aja. Usia kamu udah hampir menyentuh kepala tiga dan ayah belum denger rencana pernikahan kamu. Kapan kamu mau menikah?"

Jeffrey mengusap wajahnya yang lelah. Mendengar pertanyaan dari sang ayah semakin membuatnya lelah.

"Jeffrey belum ada rencana menikah dekat-dekat ini, yah."

"Kamu bukannya belum ada rencana, tapi kamu masih bingung mau nikah sama siapa karena sampai sekarang kamu belum punya calon yang tepat."

"Jeffrey punya pacar, ayah."

"Tapi dia bukan calon yang tepat untuk kamu."

"Maaf ayah, Jeffrey lagi gak mood bahas ini." ucap Jeffrey dan bersiap beranjak dari duduknya namun pak Sugandi sudah lebih dulu menahan tangannya.

"Ayah paham perasaan kamu, tapi ayah gak mau kamu salah ambil jalan, nak. Dari awal hubungan kamu dan cewek itu udah salah. Ayah gak menyalahkan perasaan kamu, tapi seharusnya kamu sadar perbedaan diantara kalian sebesar itu. Mau di paksa sebagaimana pun kalian gak akan bersatu kalau salah satu diantara kalian gak ada yang mengalah." ujar pak Sugandi dengan suara serak nya.

"Ayah tanya apa kamu yakin cewek itu bersedia mengikuti kamu? Menerima kamu dengan segala perbedaan kalian. Kamu yakin bisa merayu dia mengkhianati Tuhan nya? Masalah kayak gini gak mungkin selesai cuma karena cinta." lanjut pak Sugandi.

Jeffrey terdiam merenungi ucapan sang ayah.

"Saling mencintai itu wajib, tapi gak selamanya yang mencintai berakhir bahagia. Ayah takut kamu menjauhi Allah karena kalah sama rasa cinta kamu ke cewek itu. Jangan jadikan cinta sebagai alasan untuk mengkhianati Allah, Jeff. Kamu akan jadi calon imam untuk keluarga mu nanti. Dan ayah lihat-lihat makin kesini kamu jadi jarang ibadah dan gak pernah lagi sholat tahajud apalagi puasa Senin-Kamis."

"Jeffrey sibuk banget jadi sering skip sholat fardhu."

"Sesibuk apapun kamu harus ingat kewajiban kamu sebagai muslim. Jangan lupain Allah kalau kamu mau aman dunia akhirat, Jeff."

"Yah, Jeffrey masih butuh waktu."

"Tapi waktu ayah gak selama itu sampai harus nunggu cewek itu menjadi muslim. Ayah mau lihat kamu menikah, Jeff."

"Maksud ayah apa sih? Kenapa jadi ngomongin itu."

"Umur gak ada yang tau. Makanya ayah mau ngeliat kamu nikah sebelum terlambat."

"Ayah pasti bisa lihat Jeffrey nikah. Gak usah mikirin macem-macem."

"Kamu itu anak ayah satu-satunya. Kamu kebanggaan ayah. Tolong jangan bikin ayah dan mamah kamu sedih ya, Jeff. Banyakin tahajud biar kamu gak menyesal di kemudian hari."

"Besok tolong anterin ayah sama mamah ke rumah pak Dirman ya."

"Besok Jeffrey kerja, yah. Kenapa gak naik mobil sendiri?"

"Ayah takut gak kuat. Kamu kan bisa izin sebentar. Cuma nganter sama jemput doang kok. Lagian berangkat nya juga siang."

Jeffrey mengangguk menyetujui. "Ya udah. Jeffrey masuk kamar dulu mau mandi sama istirahat."

"Jangan lupa sholat tahajud nya nanti malam. Kita berjamaah ya, Jeff."

"Iya yah."

Jeffrey beranjak meninggalkan ayahnya yang masih duduk diam.

Helaan nafas terdengar parau keluar dari mulut pak Sugandi.

"Kamu emang banyak berubah setelah mengenal cewek itu, Jeff."




Mobil Pajero Sport berwarna putih berhenti di depan sebuah rumah yang tidak begitu besar tapi tidak kecil juga. Di sisi kanan dan kiri nya di tumbuhi berbagai macam tumbuhan dan terdapat sebuah kandang ayam.

Kelihatan seperti rumah kampung pada umumnya. Hanya saja rumah yang di tuju oleh Jeffrey dan kedua orang tua nya ini tidak terlihat kumuh. Hanya terlihat sederhana di bandingkan dengan rumahnya di kota.

"Turun dulu, Jeff. Udah lama kamu gak ketemu sama pak Dirman." usul pak Sugandi.

"Gak bisa, Yah. Jeffrey udah di tunggu bahawan Jeffrey daritadi."

"Cuma nyapa doang lho, nak. Gak enakan sama pak Dirman kalau kamu langsung pergi." kini sang ibu ikut bersuara.

Jeffrey menghela nafas pelan lalu mengangguk. Dia ikut turun dari mobil dan berjalan di belakang kedua orang tua nya mendekati pintu rumah pak Dirman.

"Assalamualaikum.." ujar pak Sugandi dengan di iringi suara ketukan pelan.

Tak begitu lama sampai sebuah sahutan dari dalam di barengi dengan daun pintu yang terayun terbuka menampakan sosok pak Dirman dan istrinya bu Tarmi.

"Waalaikumsalam.. Eh udah sampai. Ayo silahkan masuk. Maklumi kalau rumah nya masih berantakan ya." ucap Pak Dirman mempersilahkan masuk dengan di iringi basa-basi.

Jeffrey duduk di samping ibunya dan sibuk memperhatikan keadaan rumah pak Dirman.

"Ini nak Jeffrey yang jadi polisi itu, kan? Sudah besar dan tambah ganteng ya." bu Tarmi berucap sambil menatap kagum pada Jeffrey.

Sedangkan Jeffrey hanya mengangguk canggung.

"Dia ini muka aja yang ganteng, tapi nasib nya gak se-ganteng muka nya." sahut ibunya Jeffrey.

"Lho kenapa? Nak Jeffrey ini kan punya karir yang sukses di usia yang masih terbilang muda. Kalau begitu udah jelas atuh nasib nya se-ganteng muka nya."

"Aduh gimana ya. Jeffrey ini cuma karir nya aja yang bagus tapi jodoh nya masih seret." ujar ibunya Jeffrey sambil terkekeh pelan.

Orang yang merasa tersinggung pun langsung menoleh menatap ibunya dengan sangat kesal namun Jeffrey mampu menahan ekspresi nya di depan orang asing. Kedudukan nya bisa tercoreng kalau dia lepas kendali.

Untuk sekarang lebih baik bersabar. Kedua orang tua nya memang sudah sering memojokkan nya tentang masalah ini.

"Gak ada beda nya sama si Oci atuh, bu haji. Anak itu juga belum nemu jodohnya padahal usia nya teh udah dua puluh lima tahun."

"Si neng geulis juga belum punya pacar, bu Tarmi? Se-nasib atuh sama si Jeffrey."

Jeffrey mendengus dalam hati mendengar perdebatan ibu-ibu yang tengah mengadu nasib anak-anaknya tanpa memikirkan bagaimana perasaan anak-anaknya sendiri.

'Padahal gue udah punya Agnes. Masih aja di sangka jomblo.' ㅡtutur Jeffrey dalam hati.

"Gak tau tuh. Setiap di singgung perihal cowok dia selalu bilang belum ada. Padahal saya sama abi nya cukup khawatir dia belum ada rencana nikah. Jangankan rencana nikah, jodoh nya aja kayaknya belum nampak."

"Susah ya bu kalau ngurusin masa depan anak. Padahal kita sebagai orang tua cuma khawatir bukan berarti mengekang. Kadang anak-anak nya aja yang gak mengerti maksud baik orang tua nya."

"Ekhem.." Jefrrey berdehem dengan suara berat nya membuat perhatian langsung teralihkan ke arah nya.

"Maaf kayaknya saya harus pamit sekarang. Udah di tunggu sama bawahan soalnya." kata nya sambil beranjak dari duduk nya.

"Bentar lagi dzuhur, Jeff. Kamu gak mau ikut dzuhur berjamaah disini?" tanya pak Sugandi.

"Gak bisa, Yah. Jeffrey udah di teleponin dari tadi. Mau ada ketemuan sama Kanit Samapta juga." jawabnya.

"Yaudah deh. Nanti jemput nya habis isya aja ya. Ayah sama mamah mau isya berjamaah di sini."

Jeffrey mengangguk. Lelaki itu salim dan pamit kepada kedua orang tua nya dan tak lupa dengan Pak Dirman dan juga istrinya.




Mine

Aku malam ini free loh. Mau jalan gak?

Hitung-hitung ngegantiin ngedate kita yang gak jadi hari minggu nanti.


Jeffrey membaca chat masuk dari pacarnya. Senyum yang sempat mengembang di wajahnya perlahan kian luntur setelah mengingat pembicaraan nya semalam dengan sang ayah.

"Gila aja kalau gue harus ngelepasin Agnes. Ngedapetin dia aja butuh perjuangan." gumam nya kepada diri sendiri.

Helaan nafas berat keluar dari mulutnya. "Tapi kalau di antara kita berdua gak ada yang mau ngalah kedepannya bakal makin susah."

Tok.. Tok..

Suara ketukan membuat lamunan nya buyar. Jeffrey berseru mempersilahkan si pengetuk pintu masuk.

"Ndan, malem saya patroli nya bareng Brigadir Haekal ya. Soalnya Bripka Martin lagi cuti istrinya lahiran." ujar di pengetuk pintu itu.

"He'em." hanya itu yang keluar dari mulut Jeffrey sebagai balasan.

"Lo kenapa lagi sih? Masih muda tapi kelihatan punya beban hidup paling berat."

"Sopan gak ngomong kayak gitu sama komandan sendiri?" sinis Jeffrey menanggapi.

"Lagi berdua dan di luar tugas mah gapapa kali, Jeff. Santai dikit biar urat lo gak kaku."

"Duduk, bang. Kalo lagi free mending nemenin gue aja."

Seorang polisi berpangkat IPTU dengan name tag 'Tyo Dwi Saputra' itu mengambil alih kursi di depan meja Jeffrey dan duduk di sana sambil mengerutkan dahi menatap orang di depan nya.

"Mau curhat? Mumpung lagi free gue bakal buka sesi mamah dedeh khusus untuk komandan tercinta kita yang masih belum kawin." sahut Tyo sambil menyengir geli.

Jeffrey yang mendengarnya hanya mendengus kesal tak mampu membalas.

"Lo kan udah nikah nih, bang. Apa aja yang di butuhin sebelum nikah? Kayak persiapan sama segala macem nya gitu?" tanya Jeffrey.

"Yang pertama restu, yang kedua biaya, yang ketiga mental, yang ke-empat komitmen. Kalau di bayangin sih simpel, tapi nyatanya ribet banget. Sebulan sebelum hari-H biasanya banyak muncul cobaan yang bikin ngelatih kesabaran. Kayak pas gue dulu mau nikahin Jisya." ujar Tyo.

"Restu se-penting itu, bang?"

"Dari semua opsi, Restu yang terpenting dari semuanya. Tanpa restu jangan harap pernikahan lo aman-aman aja. Karena restu orang tua tuh restu nya Allah, Jeff."

Jeffrey mendadak galau. Dan Tyo cukup sadar untuk memahami apa yang tengah menjadi kesulitan lelaki itu.

"Emang gak gampang sih nyiapin pernikahan. Gue dulu juga gitu kok. Apalagi keadaan nya kayak lo, Jeff. Lo pasti paham lah sulit nya kayak gimana. Gue ngomong begini bukan mau bikin lo makin galau, tapi kalau menurut gue mending di pikir lebih matang lagi kalau mau nikah sama Agnes. Kalian beda keyakinan, pasti bakal beda juga gaya hidup nya. Lo yakin bisa bawa cewek lo masuk muslim? Ngikut keyakinan lo dan bikin dia ninggalin Tuhan yang udah dari jaman zigot dia sembah? Dan emang lo tega bikin cewek lo durhaka ke orang tua nya?" ujar Tyo panjang lebar.

Tyo menepuk pundak Jeffrey untuk memberikan ketegaran.

"Gue mau ngasih testimoni biar lo gak salah ambil keputusan dan berakhir menyesal."

"Hah? Maksud lo?"

"Gue tau masalah ini karena istri suka curhat masalah temen nya sih. Jadi ada salah satu temen kampus nya Jisya, dia perempuan dan punya suami non-muslim. Mereka awalnya nikah tanpa restu karena beda keyakinan. Tapi pas udah tiga tahun nikah akhirnya orang tua mereka pasrah dan ngasih restu gitu. Awal nikah sih emang kelihatan adem-ayem dan harmonis tapi pas tahun ke-lima pernikahan mereka, temen nya si Jisya tiba-tiba dateng ke rumah gue dan curhat ke istri gue. Katanya dia gak bisa lanjutin pernikahan nya karena beberapa kali selisih paham sama suaminya. Temen nya Jisya pengen suaminya se-iman sama dia, dan suaminya kekeh sama keyakinan nya. Si istri pengen ibadah bareng dan ngerayain lebaran sama suaminya, dan si suami terlalu religius sampai gak bisa ninggalih Tuhan nya."

"Setelah mediasi berkali-kali akhirnya pernikahan mereka berakhir di sidang perceraian. Kalau udah kayak gitu kan kasian sama anak-anak nya. Yang bermasalah orang tua tapi yang kena imbas anak-anak. Gue ngomong begitu bukan untuk nakut-nakutin lo. Karena gak semua pernikahan beda agama bakal berakhir cerai. Lo liat aja banyak selebriti yang nikah beda agama akhirnya langgeng kok. Kegagalan orang jangan lo jadiin patokan. Hidup tiap manusia beda-beda, nasib pun juga beda. Gue cuma menyarankan buat matengin keputusan lo sebelum terlambat."

Jeffrey rasanya makin tersulut kegalauan setelah mendengar cerita Tyo. Rasa yakin yang tadi hanya sebanyak 60% kini menyusut jadi 45%. Dan dia tidak yakin apakah sampai akhir dia akan tetap yakin dengan hubungannya bersama Agnes.

"Masalah restu aja udah nihil, gimana nanti kalo udah nikah beneran." keluh Jeffrey.

"Mau nyerah?" tanya Tyo.

"Gak tau deh, bang. Ribet banget urusan nya bikin tipes."

"Makanya tadi gue bilang pikirin mateng-mateng. Jangan gegabah cuma karena nafsu pengen cepet kawin." celetuk Tyo dengan di iringi tawa pelan.

"Mulut lo di jaga!" kesal Jeffrey mendengarnya.

"Tapi, Jeff. Kalau lo nikah sama perempuan yang tepat, perempuan yang bisa nerima baik dan buruk nya lo, insyaallah kehidupan lo bakal adem ayem dan di jauhkan dari masalah. Kalau kata bapak gue nih 'menikah atas restu Allah itu udah paling nikmat dari segala nikmat'. Jadi daripada bingung mau nikah sama siapa, mending lo buat opsi lain. Buka hati lo untuk nerima saran dari orang tua, karena orang tua gak mungkin menjerumuskan anak nya ke dalam kemaksiatan dan kesengsaraan. Beda lagi kalau orang tua nya jahat."

"Lo nikah sama istri karena perjodohan atau sama-sama cinta?"

"Yaelah gue sama Jisya udah kenal dari orok. Awalnya orang tua bercanda main jodoh-jodohan, eh ternyata jadi jodoh beneran. Tapi emang sebenernya gue cinta mati sih sama si Jisya. Dia satu-satunya yang bikin gue percaya kalau kata bokap gue bener. Menikah atas restu Allah itu emang paling nikmat dari segala nikmat. Buktinya gue udah di kasih buntut tiga."

"Beruntung karena jodoh lo udah di spoiler sejak orok, bang."

"Sebelum sama Jisya gue udah buka hati ke banyak cewek, tapi cuma sama dia aja gue serius. Lo kalo udah nemu jodoh yang tepat juga pasti bakal mikir kayak gue kok."

"Gue serius sama Agnes."

"Kalau menurut gue tingkat keseriusan lo belum full, Jeff." sahut Tyo cepat.

"Gak tau deh, bang. Gue udah cukup pusing orang tua nanyain kapan mau nikah. Di tambah kerjaan di kantor dan masalah Agnes. Pengen menyelam di laut aja rasanya."

"Gue kasih clue ya, Jeff. Lo bakalan ngerasain perasaan hangat dan nyaman setiap berhubungan sama perempuan yang bakalan jadi jodoh lo itu. Apapun yang di lakuin sama perempuan itu bakal bikin lo merasa tersentuh dan menganggap kalau dia orang yang tepat. Dan rasa lelah, sedih, gundah yang lo rasain bakal lenyap setiap lo liat dia. Bucin sih emang, tapi gue udah pernah ngerasain langsung."

"Ya udah makasih saran nya."

"Cuma gitu doang nih? Padahal gue udah ngeluangin waktu buka sesi mamah dedeh khusus untuk lo."

Jeffrey berdecak kesal. "Besok malem ikut gue patroli nanti kita makan malem di Ichiban."

Tyo menyengir lebar mendengarnya. "Sekalian take away buat istri sama anak-anak gue ya. Lo kan komandan muda kaya raya, masa gitu aja pamrih."

"Sengaja mau nguras dompet gue ya, bang."

"Waktu gue yang sibuk juga mahal loh, Jeff."

"IYA DEH IYA."

"Gue doa-in lo dapet jodoh ukti sholehah yang bisa nerima kebobrokan lo, Jeff."

"Pergi aja lah, bang. Males lama-lama dengerin lo."

Tyo langsung keluar dari ruangan Jeffrey dan meninggalkan lelaki itu dengan segala kekalutan dan kebingungan.

"Apa iya gue harus buka hati? Tapi kalau gitu bukannya gue mengkhianati Agnes ya?" gumam Jeffrey.

Lelaki itu mengusap wajah nya yang kusut. Dia memilih beranjak keluar dari ruangan nya untuk menghirup udara segar dan tanpa sadar lupa membalas chat dari Agnes.




Jeffrey memacu mobil nya membelah jalan menuju rumah pak Dirman yang jalanan nya masih belum di terangi banyak lampu. Begitu dia sampai di belokan terakhir tiba-tiba saja adzan isya berkumandang dengan lantang.

Karena takut di tegur lagi sama sang ayah karena lupa sholat, akhirnya Jeffrey membelokan mobil nya ke halaman masjid yang tidak begitu besar namun cukup untuk menampung orang-orang di kampung untuk sholat berjamaah.

Setelah mengambil wudhu, Jeffrey langsung bergabung dengan shaf laki-laki dan mulai sholat mengikuti imam.

Setelah menyelesaikan sholat berjamaah, Jeffrey berniat langsung bergegas menjemput orang tua nya. Tapi dia lupa jalan ke rumah pak Dirman. Saat mau menghubungi ayah nya tiba-tiba saja ponsel nya mati.

Dia berdecak kesal dan menggumam kesal berulang kali. Namun kekesalan nya yang memuncak itu segera sirna setelah kedua telinga nya menangkap suara lantunan sholawat yang terdengar merdu dan menenangkan.

Tanpa sadar Jeffrey merasa terhipnotis dengan lantunan sholawat itu. Kekesalan di hati nya mendadak sirna di ganti dengan ketenangan tiada tara.

Bahkan kini dirinya malah mendudukan diri di sisi masjid untuk terus mendengarkan orang yang tengah bersholawat itu. Kedua mata nya menutup karena terbawa suasana dan menikmatinya.

Sampai tak terasa sudah sepuluh menit berjalan, Jeffrey tidak sadar kalau lantunan sholawat nya sudah selesai. Dia baru tersadar saat pundak nya di tepuk pelan di iringi dengan panggilan yang terdengar lembut seperti suara sholawatan tadi.

"Mas? Mas bangun. Kenapa tidur disini?"

Jeffrey membuka kedua mata nya lalu indra penglihatan nya langsung menangkap sosok perempuan cantik berjilbab putih sedang menatap khawatir ke arah nya.

"Mas nya sakit? Perlu saya panggil pak RT kesini untuk bantu mas ke puskemas?" suara bernada merdu itu lagi-lagi mengalun di telinga Jeffrey. Menyihirnya dengan sangat cantik.

"Mas?" panggilan terakhir tadi membuat Jeffrey tersadar sepenuhnya.

"Oh maaf saya kayaknya sedikit ketiduran tadi." jawab Jeffrey dengan di bumbui sedikit kebohongan.

"Isya baru selesai lima belas menit yang lalu. Kalau mas nya ngantuk bisa istirahat sebentar di dalam masjid. Angin malam nya gak baik buat badan."

Jeffrey menggeleng. Dia berkali-kali mencuri pandang melihat ke tempat orang yang bersholawat tadi.

"Kok sholawat nya udah selesai sih." gumam nya tanpa sadar.

"Saya biasanya sholawatan sepuluh menit setelah sholat fardhu, mas." jawab perempuan itu di selingi dengan senyuman tipis.

"Kamu yang tadi sholawatan?" tanya Jeffrey.

Perempuan itu mengangguk pelan. "Kalau di lihat-lihat kayak nya mas bukan warga sini."

"Iya. Saya mau jemput orang tua di rumah teman nya tapi saya mendadak lupa jalan ke arah rumah nya."

"Saya warga asli sini, kalau boleh ngebantu siapa nama teman orang tua nya mas?" tawar perempuan itu untuk membantu.

"Pak Dirman. Rumah nya yang ada kebun singkong sama kandang ayam nya."

Respon perempuan itu tidak seperti ekspetasi Jeffrey. Dia bisa mendengar suara kekehan dari mulut si perempuan berjilbab putih ini.

"Kalau rumah nya pak Dirman sih saya udah hafal di luar kepala, mas." jawabnya.

"Setelah keluar dari area masjid nanti mas nya jalan lurus sebentar terus ada pertigaan belok kanan. Nanti ada pos kamling baru belok ke kiri. Rumah nya pak Dirman udah keliatan dari pos kamling, cat rumah nya warna krem." ujar perempuan itu menjelaskan.

Jeffrey cukup kagum dengan penjelasan perempuan itu yang menurutnya sangat mendetail.

"Kamu beneran warga asli sini ya sampai bisa mendetail gitu ngejelasin nya."

"Rumah nya pak Dirman udah gak asing lagi buat saya, mas."

"Makasih banyak ya." ucap Jeffrey sambil mengulurkan tangan, bermaksud untuk berjabat tangan tanda terima kasih.

Namun balasan perempuan itu hanya tersenyum sambil menangkupkan kedua tangan nya tanpa menyentuh tangan Jeffrey.

"Teh Rosie, ayo atuh kita mulai tadarusan nya. Nanti keburu malam." seru seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahunan.

"Sebentar, Bay. Di mulai aja tadarusan nya nanti teteh nyusul." jawab perempuan yang di panggil Rosie itu.

"Maaf, mas. Kalau gak ada yang mau di tanyain lagi saya tinggal dulu ya." ucap perempuan itu lalu meninggalkan Jeffrey dengan sikap yang teramat sopan.

Jeffrey sampai bengong melihatnya. Jarang menemukan orang yang tingkat sopan santun nya seperti perempuan berjilbab putih itu.

"Namanya tadi siapa sih? Posie? Sosie? Ah. Rosie!" begitulah dialog pribadi Jeffrey.

"Suara nya kenapa bikin adem sih." celetuk Jeffrey tanpa sadar.

"Astagfirullah Jeffrey, bukan mahram lo itu. Jangan kelepasan dong." gumamnya lagi setelah sadar sepenuhnya.




To be Continued..

Hehehehehe tak lanjut aja ya. Lagian cuma dikit draft nya

Continue Reading

You'll Also Like

43.8K 6.5K 18
"Bagaimana bisa anda tidak bertanggung jawab atas apa yang sudah anda lakukan pada saya?" Tentang Rose yang tidak ingin terikat dan Jeffrey yang teru...
SISTERS By Nana

Fanfiction

831 126 3
When Joanna and Jerina fight each other.
1.9M 92.2K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.2K 650 8
Saat dua hati yang terlalu asing di paksa untuk saling mendekat. Jamal harus merelakan cinta nya karena terhalang oleh perbedaan dan harus memulai ci...