Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

863 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

44

6 2 0
By Liana_DS

"Apa, sih, kau lihat-lihat? Suka padaku?" canda Mingmei, akhirnya sadar sedang diperhatikan. Ia tidak mengantisipasi jawaban Ling–yang berupa pertanyaan juga–dan hampir saja membuat mobil oleng karena terkejut.

"Kalau disuruh mengenakan salah satu baju yang didesain Nenek, mana yang akan kaupilih, Kak Mei?"

***

Ide Ling yang terbilang mendadak mengenai kampanye positivitas tubuh ternyata diterima dengan baik oleh tim promosi dan Yang. Anggota proyek Fenghuang yang sedang dalam finalisasi persiapan fashion show langsung membentuk tim dalam tim. Sebelum ditunjuk, Wei sudah mengajukan diri bergabung dalam tim yang lebih kecil, bertanggung jawab dalam pemilihan wardrobe. Ling menggunakan koneksinya untuk mencari model 'luar biasa', juga dengan gilanya menggandeng Mingmei. Ia juga sedikit terlibat dalam penentuan outfit, yang cukup menantang; baju yang bisa dipilih untuk kampanye itu hanya ready-to-wear karena pakaian-pakaian untuk fashion show tidak boleh sampai rusak sebelum hari H. Ready-to-wear tentunya tidak se-wah pakaian-pakaian standar fashion show, tetapi setidaknya, ready-to-wear diproduksi dalam berbagai ukuran. Ling kagum pada Wei dan Tian yang cukup inklusif dalam mendesain sehingga karya mereka tidak cuma bagus dipakai para model.

Zhang bersaudara sudah siap merogoh kocek sendiri (dan, karenanya, merancang kegiatan yang sederhana) untuk kampanye ini, tetapi tim promosi tahu-tahu menggelontorkan dana lumayan. Kata ketua tim promosi, kampanye itu akan membawa nama Kevin Huo dan koleksi Fenghuang, tentu tidak boleh kalau didanai mandiri oleh duta. Selain itu, Yang–bahkan sebelum Zhang bersaudara dikontrak–sudah memikirkan kemungkinan kebutuhan dana cadangan; inilah waktu yang tepat untuk menggunakannya. Ling inginnya girang, tetapi ini Yang, masih mungkin ada maksud terselubung di balik bantuannya.

Sayang sekali, Ling belum pernah bertemu Yang selama persiapan proyek sampingan ini, jadi tidak bisa menilai ketulusan pria itu.

Dalam waktu yang sempit, Ling bekerja lebih keras dari yang sudah-sudah, tetapi tak merasakan lelahnya. Terbayang di benaknya wajah pucat Shu Fei, keberanian gadis itu untuk merantau ke selatan demi mewujudkan mimpi, hanya untuk digunakan seenaknya oleh agensi model tak bertanggung jawab. Ling juga masih dihantui Guan Mingzhu, seorang perempuan yang Ling temui dalam keadaan terburuk–dan baru Ling ketahui pernah cantik justru setelah meninggal. Terngiang pula umpatan-umpatan marah para model perundungnya yang mungkin sarat keputusasaan, tetapi Ling tak menangkap keputusasaan itu saking sakitnya dijambaki. Setelah bertemu mereka semua, Ling merasa amat beruntung dan kuat. Sebisa-bisanya, ia ingin membungkam balik dunia yang pernah membungkam perempuan-perempuan itu dengan versi kecantikannya sendiri.

Namun, Ling sudah lama tidak merasakan gairah sebesar ini dalam pekerjaannya. Ada efek sampingnya berusaha begitu keras; untuk pertama kalinya, Ling tertidur singkat di sela persiapan jadwalnya yang tinggal beberapa menit.

"Ling, oi, Ling!"

Ling tersentak bangun karena desisan halus di sebelahnya, lalu berucap panik sambil menggeleng-geleng seakan bisa merontokkan kantuknya dengan itu.

"Bagaimana bisa aku ketiduran lagi?"

"Ya, bagaimana bisa kau tidur dalam situasi semenegangkan ini?" keluh seorang perempuan dalam balutan cheongsam cape dan gaun merah selutut. Ling butuh waktu untuk memproses bahwa itu Mingmei, sang manajer yang biasa dilihatnya cuma pakai T-shirt dan celana jins.

Sejenak Ling melongo sembari memandangi Mingmei.

"Kak, walaupun cebol, kau itu sebenarnya sangat cantik, ya," puji Ling untuk kesekian kalinya dalam persiapan proyek kecil mereka. Kekurangan fisik Mingmei–kalau bisa dibilang kekurangan–hanya kemungilannya. Oh, dan dandanannya yang praktis; kalau dirias sedikit lagi, Mingmei sebenarnya dapat sangat menarik perhatian. Itulah mengapa Mingmei menjadi salah satu yang Ling rekrut untuk kampanye ini: perempuan mungil juga punya pesonanya sendiri.

Dipuji Ling, pipi Mingmei jadi merona. Ia segera memalingkan muka. "Berisik, ih! Daripada itu, aku mau bilang: kru kita sudah lengkap. Xiao Wei dan Nyonya Teng baru saja sampai."

"Mereka sudah di sini?" Wajah Ling berbinar. Ia segera meninggalkan tempat duduk, lalu mengangkat sesisi gaun cheongsam-nya yang menjuntai sampai lantai agar tak tersandung. Dengan tangan lain, ia menggandeng Mingmei dan berlari ke luar area istirahat. Dari kejauhan, mereka seperti sepasang burung dalam satu kawanan: sama merah bulunya, sama berkilau kepalanya (akibat hiasan rambut), dan pakaian mereka yang sama-sama bermodel jubah tertiup angin. Mereka tampak seperti terbang.

Julia Teng mengabadikan momen belakang panggung itu dengan baik sebagai bentuk sapaan yang unik. Ling senang sekali waktu diberitahu kalau fotografer favoritnya dari proyek Fenghuang kembali untuk kampanye ini–dan semakin senang ketika melihatnya secara langsung hari ini. Pertemuan mereka berhadiah foto yang fantastik pula.

"Nona Zhang lebih cantik dari yang terakhir saya ingat," ucap Julia Teng tulus sebelum menyapa Mingmei. "Sungguh sebuah kejutan, Nona Manajer rupanya juga seorang model."

Mingmei tersenyum gugup, hendak menyangkal, tetapi Ling memegang pundaknya. "Benar, kan? Dia seperti seorang model, bukan, Nyonya Teng? Masalahnya, dia ini kalau dandan sehari-hari terlalu simpel, jadi kurang memancar pesonanya! Hari ini, mari tampilkan sisi terbaik darinya!"

"Dan sisi terbaik semua perempuan yang ikut serta," sambung Wei. Senyumnya terlalu lebar untuk ukuran senyum bisnis. Dia kelihatannya betulan senang meskipun kantong matanya bertambah tebal karena ide dadakan Ling. "Semoga setelah ini, makin banyak perempuan yang menerima kecantikannya apa adanya, alih-alih menuruti standar toksik kecantikan yang umum."

Julia Teng mengamini. "Sudah lama aku ingin mengakhiri tren semacam itu, tetapi tren di kanal-kanal video pendek semakin menggila dan mengerikan. Untung Nona Zhang mencetuskan ide ini. Aku langsung mengajak kawanku ambil bagian."

Kawan yang dimaksud Julia Teng adalah seorang wanita berambut perak cepak yang sebaya dengannya, model senior yang tampil bak kesatria di mata Ling. Ia dengan berani mengenakan blazer yang Xiang kenakan di sampul majalah lifestyle tempo hari–tanpa mengancingkannya, persis Xiang. Dadanya jadi sedikit terlihat, menunjukkan permukaan payudara di kanan dan parut operasi di kiri. Kawan Julia Teng itu merupakan penyintas tumor payudara.

Bukan cuma kawan Julia Teng, ada beberapa tamu undangan terhormat dalam proyek ini. Selain Mingmei, dua dari mereka Ling peroleh dari koneksinya: seorang model plus-size dan seorang kordinator fashion show yang mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan sehingga harus menggunakan kursi roda. Wei mengajak seorang kawannya dari sekolah desain dulu, gadis perantau dari barat yang selalu mengenakan tudung kepala demi mempraktikkan agama tertentu. Seorang model lagi berambut merah menyala, bermata hijau, dan bermuka bintik, stereotip penampilan yang sering direndahkan orang-orang Eropa. Ling awalnya ragu mengajak bicara si model rambut merah karena merasa bahasa asingnya payah, tetapi ternyata model itu lancar berbahasa Mandarin. Ling terkejut ketika si model bilang dia diajak Xiang untuk mengikuti kampanye ini.

Bukankah harusnya Feng Xiang tidak tahu-menahu apa pun tentang kegiatanku?

Dengan model-model muda pendamping Ling yang memastikan berpartisipasi dalam kampanye ini, tahu-tahu kawanan burung cantik Kevin Huo menggelembung jadi 25 orang. Semuanya kini berdiri berjajar di Lapangan Rakyat, dengan penuh percaya diri mengenakan pakaian yang paling disukai dari koleksi Kevin Huo.

Dalam keagungan ball gown brokat merahnya yang menyapu Lapangan Rakyat, Ling berdiri di tengah-tengah para perempuan hebat. Ia menatap Wei yang berdiri di seberang, di belakang Julia Teng dan tim fotografernya yang sibuk mengambil gambar. Adiknya itu tersenyum dan mengangguk mantap, mendukungnya tanpa kata. Ling mendadak dilingkupi rasa bangga, seolah Wei baru saja menitipkan kepadanya koleksi Fenghuang beserta seluruh pesan positif di baliknya. Gadis itu pun menghela napas panjang sebelum mengangkat corong pengeras suara.

"Para pengunjung Lapangan Rakyat sekalian, maaf mengganggu hari libur kalian! Saya, Zhang Ling dari Kevin Huo, mohon perhatian sebentar!"

Sebenarnya, sebelum Ling mulai, banyak orang sudah berhenti dan mampir ke pusat Lapangan Rakyat karena penasaran. Kapan lagi sekelompok manekin hidup yang biasanya cuma mejeng di majalah atau teve hadir begitu dekat dengan orang biasa? Bicara pula? Plus, corong pengeras suara Ling sangat kontras dengan pakaian-pakaian semi-antik yang dipamerkan, memunculkan anakronisme menarik.

"Hari ini, kami para Fenghuang datang untuk mencari tahu arti keindahan dan kecantikan sesungguhnya, lalu menyebarkannya ke seluruh penjuru negeri."

Dua kotak kaca seukuran akuarium rumah diletakkan di tengah; satu diletakkan di atas kursi berwarna merah, sementara satu lagi di atas kursi berwarna hitam.

"Kecantikan terletak pada mata yang memandang. Tidak ada mata yang lebih baik dari mata sendiri dalam menilai kecantikan diri, maka bagi kami yang penuh percaya diri, kami semua adalah yang tercantik! Namun, para pengunjung sekalian mungkin berpendapat lain, maka nilailah kami!"

Tak disangka, dari sudut-sudut yang tak terlihat, bertiup angin kencang berwarna merah ke arah para model, terus menuju para pengunjung–yang setelah diamati lebih jeli rupanya adalah berhelai-helai bulu merah. Bulu-bulu itu serupa dengan yang ada di fashion film Fenghuang, serupa pula dengan bulu penghias sampul majalah Xiang tempo hari. Kipas angin yang dipasang secara strategis membuat bulu-bulu itu menari dengan indah di udara. Rambut panjang Ling yang disanggul setengah, begitu pula dengan hiasan rambut emas yang menjuntai dan pakaian megahnya, berkibar mengikuti mereka. Kamera Julia Teng serta tim mengabadikan momen itu secepat kilat.

"Pengunjung sekalian! Seperti kalian lihat, ada sangat banyak bulu merah di sini. Inilah bulu Fenghuang yang cantik, dan kalian bisa menggunakannya untuk menilai kami!" Ling bergeser ke samping kursi merah dengan kotak kaca di atasnya. "Jika kalian menganggap semua Fenghuang cantik hari ini, tolong letakkan bulu merahnya dalam kotak di atas kursi merah ini. Sebaliknya, jika ada Fenghuang yang buruk rupa menurut Anda, letakkanlah bulunya di kotak kaca kursi hitam! Sementara kalian menilai, kami akan bersenang-senang di Lapangan Rakyat ini sambil menyombongkan kecantikan kami pada kalian semua!"

Ling dapat mendengar tawa tipis-tipis menanggapi candaannya tadi, disusul dengan tepuk tangan samar yang menular ke seluruh kerumunan. Jiwa Ling melambung. Sejauh ini sambutannya bagus, tetapi ia harus melihat hasil 'pemungutan suara' untuk memastikan apakah pesannya tersampaikan. Untuk itu, ia harus segera menutup 'pidato'-nya dan memulai pemotretan.

"Selamat menilai dan selamat berlibur semuanya!"

***

Ling dan kawan-kawan Fenghuangnya betul-betul meresapi peran mereka sebagai makhluk surgawi yang turun ke Bumi buat bermain. Mereka duduk dan berkelompok sesuka-suka, berbincang apa saja sambil berpose sesekali ke kamera (kalau ingat). Kipas angin kadang dinyalakan agar bulu-bulu yang mendarat di Lapangan Rakyat segera terbang lagi, menambah kesemarakan gambar yang dijepret. Karena wanita-wanita itu memang dasarnya cantik lagi unik, Julia Teng dan timnya dengan mudah mendapatkan gambar bagus meski diambil candid.

'Atraksi' ini juga menarik lebih banyak pengunjung ke Lapangan Rakyat. Bulu-bulu yang semula dianggurkan lambat-laun mengisi kotak. Kebanyakan bulu itu memasuki kotak kaca di atas kursi merah. Beberapa kali Ling berfoto dengan pengisi kotak kursi merah, tetapi membosankan kalau hanya 'berkawan' dengan pendukung, maka ia hampiri juga pengisi kotak di kursi hitam. Orang-orang yang memilih kotak kursi hitam ini punya beragam pendapat: bahwa perempuan Cina cantik yang klasik harus langsing dan berkulit cerah, bahwa beberapa model di situ terlalu kurus untuk selera mereka, bahkan ada yang bilang proyek ini mengotori tempat umum–secara umum mengurangi kecantikan tempat itu, alasan yang tidak berhubungan dengan para model.

(Hal terakhir itu memang hampir membuat Kevin Huo tidak memperoleh izin resmi, tetapi mana mungkin Kevin Huo tak siap dengan rencana pembersihan andai kampanye Ling tidak berjalan baik?)

Orang-orang yang mengisi kotak kursi merah memberikan jawaban-jawaban yang hangat. Buat mereka, semua Fenghuang tampak ceria dan kuat, maka mereka bisa tampil penuh pesona, apa pun perbedaan mereka dengan wanita Cina cantik yang umum dijumpai. Ada juga yang memuji desain Wei, mengatakan pakaian-pakaian rancangannya serbabisa sehingga wanita seperti apa pun cantik memakainya. Hal-hal lain seperti keberanian, keunikan, kepercayaan diri juga beberapa kali disinggung; semuanya terekam oleh kamera Kevin Huo sebagai bahan unggahan di kanal video.

Ketika senja turun, bulu merah yang tercecer di Lapangan Rakyat tinggal sedikit. Ling dan Mingmei masing-masing mengambil sehelai, lalu memasukkan bulu itu ke kotak kursi merah. Selain Julia Teng, Wei juga memotret kedua gadis yang baru saja 'memberikan suara' itu dengan ponsel.

"Kak Mei keren sekali! Daripada kau diperbudak Ling, lebih baik kau jadi model juga!" puji Wei, mengundang cubitan kuat Ling ke pipinya.

"Jangan bikin manajer kesayanganku minggat, ya!"

Mingmei tertawa menyaksikan kakak-beradik Zhang yang lagi-lagi tidak akur. "Aku senang pakai baju rancanganmu, tapi bukan sebagai model, Xiao Wei. Orang demam panggung sepertiku tidak pantas nampang lama-lama di depan kamera. Kerja di balik layar untuk Ling sudah paling pas buatku–"

Ling segera berpaling pada Mingmei dengan mata membulat terharu. "Kak, aku mencintaimu!"

"Paling pas ... kalau dia berhenti bikin onar di mana-mana." Mingmei ternyata belum selesai; demikianlah ia melanjutkan sambil mendesah capek,

"KAK MEI!!!" Korban cubitan Ling berubah jadi Mingmei. Tawa lembut Julia Teng-lah yang menghentikan sang peragawati, baru sadar bahwa dirinya telah bertindak kurang pantas. Buru-buru Ling minta maaf sambil menunduk ke arah fotografernya.

"Anda seperti bicara dengan orang lain saja. Santai saja. Saya menyukai sikap blak-blakan Anda yang bebas. Potensi Anda besar, Nona Zhang, jadi jangan sampai tersia-siakan cuma karena aturan dan sopan-santun tak penting." []

Continue Reading

You'll Also Like

88.2K 16.3K 36
Sebagian part sudah dihapus Arunika Pramesti Maharani, wanita 40 tahun yang tidak terlihat sesuai usianya ini paling benci lagu Diana Ross, When you...
589K 40K 47
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
197K 12.4K 57
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...
49.9K 5.6K 22
Diperbarui setiap tanggal 3, 13, dan 23 Progres: 23 Mei 2023 - 0/20 28 Juli 2023 - 3/20