Hanna

By luckybbgrl

1.4M 99.3K 2.1K

18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelasπŸ”ž
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua

sembilan belas

38.9K 2.8K 45
By luckybbgrl

Perasaan sedih, kecewa, marah, dan sesak menjadi satu memenuhi dada gadis itu.

Tangan kecil milik Hanna terangkat menyapu pipinya yang basah karena air matanya sendiri.

"Hiks, jahat banget, anjir," gumamnya pelan sembari terisak.

"Mentang-mentang gue anak cewek," Hanna semakin gencar mengusapi pipinya karena lelehan air matanya semakin deras.

Jari lentiknya bergerilya pada layar ponsel, menekan ikon galeri untuk mengecek sesuatu di sana.

Satu foto yang ia tangkap dengan kamera. Foto salah satu halaman dari buku usang yang tampak antik dan ajaib.

"Apa gue coba aja?"

Gadis itu seolah menimbang dengan kondisi wajah yang masih basah. Kepalanya mengangguk setelah beberapa menit diam.

"Kasian Regan, kalo harus hidup sama gue terus," gumamnya kemudian merapalkan sederet kalimat bercetak miring dengan bentuk huruf yang asing dalam foto tersebut.

Hanna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, menunggu sesuatu terjadi.

Kosong.

Tidak ada yang terjadi.

Helaan nafas terdengar begitu berat, seolah tengah menahan beban berat yang entah apa.

"Berharap apa sih lo, Han?" rutuknya sembari merebahkan tubuh.

Hanna menekan pilihan hapus yang ada di galerinya.

Ia menghapus foto tersebut yang membuatnya meringis pelan.

Bagaimana bisa ia percaya dengan hal tidak masuk akal yang ia temui ketika membaca sebuah buku di perpustakaan?

Hanna menghela nafas berat lagi  melihat layar ponselnya yang kini menunjukkan foto dirinya yang diambil di sekolah tadi pagi.

Ting!

Notifikasi kiriman foto dari nomor tidak dikenal membuatnya mengerutkan kening.

Nomor ini selalu menghubunginya jika Regan berada di tempat balap atau club.

Ia sampai hafal saking seringnya walau nomor itu tidak ia simpan.

Dibukanya notifikasi tersebut. Terbukanya room chat dengan nomor asing itu, bebarengan dengan terbukanya pesan berisi foto Regan tengah meneguk minuman alkohol dengan latar ruangan berwarna merah ke biruan.

"Gak kapok-kapok ke tempat kayak gitu," gumamnya pelan sembari menggerakkan tangannya di layar ponsel.

Regan

pulang reg |
aku sendirian di rumah |

Hanna memandangi pesannya yang terkirim namun tak kunjung di baca itu cukup lama.

Beberapa saat tak mendapatkan balasan, Hanna segera men-dial nomor dengan nama kontak Regan dan mendekatkan benda pipih itu di telinganya.

Tidak diangkat.

Ia men-dial sekali lagi.

Tidak diangkat

Sekali lagi.

Kluk!

"Halo?" suara dengan nada tidak jelas itu terdengar.

"Kamu dimana?"

Hanna tetap memilih bertanya meski ia tahu cowok itu tengah berada di club. Selain karena ia tahu dari nomor tidak dikenal itu, suara dentuman musik di seberang sana menjelaskannya.

"Di jalan, Sayang. Kenapa?" suara mendayu khas orang mabuk terdengar.

"Jangan bohong, Regan."

Suara tawa pelan Regan terdengar.

"Gue lagi nge-club, Sayang. Kenapa?" suara Regan terdengar sedikit berteriak.

"Pulang."

"Hm? Gak mau!" Hanna mendengus mendengar jawaban Regan yang terdengar sedikit lucu baginya.

"Pulang, Reg. Aku tunggu di kamar kamu."

"Haha. Oki doki, Sayangku. Regan pulang abis ini. Muwahh."

Tut!

Suara sambungan telepon yang dimatikan terdengar. Hanna menahan bibirnya untuk tidak tersenyum mendengar kalimat terakhir cowok itu.

Regan yang mabuk adalah sosok yang berbeda dengan biasanya. Regan mabuk memiliki tingkah yang lebih lucu dan menggemaskan.

Tapi, tentu saja ia tidak boleh luluh begitu saja. Ia harus setidaknya marah ketika cowok itu tiba di rumah, agar mabuk-mabukan tidak menjadi kebiasaan.

Gadis itu meletakkan ponselnya di samping bantal, kemudian berdiri dan melangkah keluar kamar menuju kamar Regan.

Cukup lama menunggu, Regan akhirnya datang. Cowok itu langsung memeluk tubuh Hanna yang duduk di pinggir kasur erat dan menduselkan wajahnya di ceruk leher Hanna.

"Lepas, Reg!"

Hanna berusaha melepaskan lengan besar yang melingkari tubuhnya erat. Ia harus pura-pura marah.

"Gak mau!" jawabnya cepat sembari menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih bersarang di leher Hanna.

"Lepas. Aku gak suka bau alkohol!" ucap Hanna lagi, lebih tegas.

"Oke!"

Hanna mengerutkan keningnya bingung mendengar jawaban Regan yang diluar ekspektasinya.

Pelukan Regan terlepas, cowok itu beralih melepas jaket dan juga kaosnya. Menyisakan celana panjang berwarna hitam.

Seluruh gerak gerik Regan tidak lepas dari mata Hanna. Ia sedikit mundur saat Regan kembali mendekat.

Tubuh besar itu kembali mendekap tubuh kecil Hanna yang diam saja.

"Udah gak bau, kan?" Hanna mendengus mendegar perkataan Regan.

"Aku gak mau lihat kamu teler kayak gini. Kalau tetep kayak gini, aku gak mau ketemu kamu lagi!"

Regan menjauhkan tubuhnya mendengar perkataan Hanna. Cowok itu menatap bingung Hanna dengan wajah tidak karuan karena mabuk.

"Kok gitu sih ngomongnya? Jahat banget!" Regan beralih duduk di pinggir kasur sisi lainnya, tidak ingin menatap Hanna.

"Kalau emang masih mau ketemu aku, gausah mabuk-mabukan. Buat apaan sih kayak gitu?" Hanna menatap tidak suka Regan.

"Diajak Gading, Sayang," Regan menoleh menatap Hanna dengan raut sedih.

"Ya kan bisa nolak," Regan memejamkan matanya dan beralih membuang pandangannya.

"Iya, aku minta maaf ya, Sayangku. Gak lagi, kok. Udah yuk, kita tidur," Regan naik ke kasur, memeluk tubuh Hanna dari belakang dan membawanya untuk tidur di ranjang.

Hanna diam saja menyadari bahwa tubuhnya dibawa ke dalam dekapan Regan. Tubuh keduanya dibalut selimut abu-abu tebal yang ditarik oleh tangan besar Regan.

Cup!

Regan mengecup pipi Hanna gemas.

"Good night," gumamnya dengan senyum merekah.

••••

"Lo yakin mau jenguk Hanna?"

Agista menatap ragu sosok Adelio di depannya. Cowok itu tiba-tiba datang ke rumahnya dengan penampilan yang sudah rapi.

Ia datang ke rumahnya dan mengatakan ingin mengajaknya menjenguk Hanna yang tadi siang dibawa ke Rumah Sakit.

"Gue ngerasa bersalah banget, Gis," Adelio membalas tatapan Agista dengan raut penuh penyesalan.

"Kalo lo jenguk Hanna, udah pasti ketemu Regan, Yo. Inget, dia yang bikin muka lo bonyok kayak gitu. Yakin masih mau jenguk Hanna dan ketemu Regan?" Agista menatap tidak yakin Adelio.

Wajah cowok itu memang masih lebam-lebam akibat tonjokan Regan siang tadi selepas ia tanpa sengaja membuat tunangan cowok itu sekarat.

"Wajar dia kayak gitu, Gis. Keadaan Hanna parah banget tadi," Agista mendekat, ikut duduk di sebelah Adelio.

"Iya gue tau lo ngerasa bersalah karena kejadian tadi, Yo. tapi gue gak tega kalo liat lo dihajar Regan lagi," Agista menatap khawatir sosok di sampingnya.

Melihat wajah Adelio yang lebam-lebam saja ia sudah merasa ngilu sendiri membayangkan rasa sakitnya. Apalagi harus membayangkan sahabat kecilnya itu dihajar lagi oleh sosok yang sama, di hari yang sama pula.

"Seenggaknya rasa bersalah gue berkurang, Gis. Gue... kebayang-bayang kondisi Hanna tadi," Adelio menunduk sedih.

Bayangan Hanna yang kepalanya berlumuran darah, juga rambutnya yang kumal akibat terkena darahnya sendiri, lalu tubuh lemasnya yang pucat terus memenuhi kepalanya.

Sejak mata pelajaran olahraga berakhir, perasaannya gelisah tak karuan karena hal itu. Bahkan perasaan itu mengalahkan rasa ngilu di seluruh bagian wajahnya.

"Ayo, Gis. Temenin gue. Lo juga pasti pengen ketemu Regan, kan?" Adelio menoleh menatap Agista penuh harap.

Agista menghela nafas.

"Sepengen-pengennya gue ketemu tuh cowok, gue lebih gak pengen liat lo  dihajar, Lio. Lo paham gak, sih?" Agista gemas sendiri dengan temannya yang ngotot ingin menjenguk Hanna.

"Iya, gue paham. Tapi gak mungkin juga dia ngehajar gue di rumah sakit, kan?" Adelio tampak tak menyerah membujuk temannya.

"Gak ada yang gak mungkin, Lio," jawab Agista yang tampak tidak mau kalah.

"Yaudah, gue berangkat sendiri aja," Adelio akhirnya mengangkat bokongnya, hendak berdiri dan pergi menjenguk Hanna sendirian.

"Oke, oke, gue ikut. Tunggu di sini dulu, gue siap-siap," kalimat Agista menghentikan aksi Adelio.

Cowok itu duduk kembali, matanya memperhatikan sosok Agista yang pergi dari ruang tamu dan masuk lebih dalam ke rumahnya sendiri. Ia yakin gadis itu menuju kamarnya untuk bersiap.

••••

"Di kamar berapa tadi?"

"Ruby 5," jawab Adelio yang tengah memperhatikan layar ponselnya.

Cowok itu sedari sore ternyata sudah mencari-cari informasi rumah sakit tempat Hanna dirawat. Ia akhirnya mendapatkan informasi lengkap mengenai rumah sakit dan juga kamar tempat Hanna di rawat dari salah satu temannya yang merupakan anggota OSIS dan PMR.

Kedua sosok itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit, mencari-cari keberadaan kamar rawat inap 'Ruby 5' tempat Hanna dirawat.

"Eh, itu gak sih? Di sana ada Regan sama Felia soalnya," Adelio menoleh ke arah Agista dan mengalihkan tatapannya menuju arah yang ditunjuk oleh Agista.

Benar saja, di depan sana sosok Regan tengah berdiri dengan Felia juga keempat temannya yang lain. Tampak saling mengobrol di depan ruangan dengan tag 'Ruby 5'.

"Ayo ke sana!" ajak Adelio pada Agista untuk mendekat.

"Lo yakin?" tanya Agista dengan wajah ragunya.

"Yakin."

Keduanya akhirnya berjalan mendekat, belum benar-benar sampai. Regan telah menyadari keberadaan kedua orang tersebut, tatapannya berubah menjadi tajam.

Agista menelan ludahnya susah payah, matanya melirik Adelio yang tersenyum tidak enak.

"Ngapain lo ke sini?" nada sinis itu mengalihkan perhatian kelima orang lainnya yang berdiri menghadap Regan.

Sontak saja kelima orang tersebut menoleh, mencari tahu dengan siapa temannya itu berbicara.

"Tahan, Reg. Dia udah babak belur. Ini di rumah sakit, kasian Hanna kalo lo lanjut part dua disini. Ntar dia keganggu," Farrel yang berdiri di samping Regan berbisik, berusaha menenangkan temannya yang tangannya sudah terkepal.

"Gue mau jenguk Hanna. Sekalian mau minta maaf soal tadi siang," Adelio berucap ketika telah berada di dekat para teman dekat Hanna dan Regan.

"Sekali lagi gue minta maaf soal kejadian tadi siang. Gue gak sengaja tadi," Adelio menatap Regan penuh rasa bersalah. 

Meski ia tahu harusnya ia meminta maaf pada Hanna, tapi ia merasa harus meminta maaf pada Regan juga untuk mengurangi emosi cowok itu.

Hening cukup lama. 

"Eih, namanya juga gak sengaja. Gapapa gak sih?" Felia yang merasakan suasana yang sangat tidak mengenakan membuka suara. Ia melirik ke arah Gading, Vicky, Joel, Farrel, dan terakhir ke Agista.

"I-iya, Adelio juga nyesel banget seharian ini karena kejadian itu," Agista tertawa pelan dengan nada terpaksa menambahi.

"Sebagai permintaan maaf, biar biayanya gue yang tangg-"

"Gak perlu. Gue masih sanggup bayar semuanya sendiri," potong Regan cepat.

To be continue...


•••••

malem bgt g si ini omg
y gpplah yaa

srius seharian deg"an gara" bsk hari pertama pkl, huaa

mohon doanya agar semua lancar, dan pembimbing lahannya baik yaa teman-teman tercintaa

terima kasihh, mwah😘🥰

Continue Reading

You'll Also Like

Daffodil By M

Teen Fiction

36.6K 7.8K 8
Tato yang bertuliskan 'Daffodil' tertulis jelas dikulit tannya. Kata itu tepat berada didada bidang pemuda itu. Mata gadis itu melotot melihatnya, pi...
29.7K 730 38
Aku penyihir yang memikat pria dengan sihirku
251K 652 9
konten dewasa πŸ”žπŸ”žπŸ”ž
1.4M 71.6K 40
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...