Hanna

By luckybbgrl

1.5M 106K 2.2K

18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas🔞
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua

tujuh belas

42.4K 3K 56
By luckybbgrl

"Kapan sih selesainya?"

Hanna mengibaskan tangannya berusaha mengurangi rasa gerah yang melandanya.

Hari ini, kelas XI IPA 1 tengah ada mata pelajaran olahraga. Dan kali ini materi yang dibahas adalah voli.

Sebelum materi voli diberikan, seluruh murid diminta untuk melakukan gerakan pemanasan dan lari mengelilingi lapangan sebanyak 3 kali.

Jam pelajaran olahraga kelasnya yang memang di jam ke 3 dan 4, yang mana matahari sudah cukup terik membuat beberapa murid perempuan di kelasnya sudah mengeluh.

"Tadi udah pemanasan?"

Suara guru olahraganya yang samar terdengar mengalihkan atensi Hanna.

Sosok laki-laki paruh baya dengan setelan olahraganya yang masih kekinian tampak berbicara dengan murid yang bukan dari kelasnya.

"Sudah, Pak. Tadi Pak Yahya minta pemanasan dulu tanpa beliau, karena dikiranya sesudah pemanasan beliau sudah bisa mengajar. Ternyata rapat koordinasinya masih lama," kalimat panjang yang samar-samar terdengar keluar dari sosok murid di hadapan guru olahraganya.

"Yaudah, temen-temen kamu suruh ke sini aja. Gabung sama kelas Ipa satu."

"Baik, Pak!"

Setelahnya murid itu pergi menjauh. Sedangkan Pak Jerry–guru olahraga kelasnya menepuk tangannya dua kali meminta perhatian dari kelasnya.

"Karena Pak Yahya berhalangan mengajar, jadi hari ini kita olahraganya gabung dengan kelas Ips satu," beberapa desah kecewa terdengar dari mulut teman-teman sekelasnya.

XI IPS 1.

Berarti kelasnya Agista dan Adelio.

Entah ini pertanda baik atau bukan, tapi sepertinya bukan. Firasatnya tidak enak.

"Makin lama gak sih kalo digabung?" Felia cemberut menatap gerombolan anak kelas IPS 1 yang mulai mendekat.

Hanna mengangguk menyetujui sembari ikut memperhatikan gerombolan bak hendak tawuran yang mendekat di depan sana.

"Sumpah, gerah banget, pantek," gumam Hanna sembari memainkan baju di bagian dadanya agar menghasilkan angin untuk mengurangi rasa gerahnya.

Wajah Hanna yang mengkerut karena gerah, harus terpaksa berganti menjadi ramah dengan senyuman manis saat tak sengaja tatapannya bertubrukan dengan netra salah satu cowok dari kelas IPS 1, tangannya melambai menyapa.

Sedang yang disapa, ikut menampilkan senyum manis hingga lesung pipinya terlihat.

"Agis sama Adelio tuh jangan-jangan pacaran, ya?" Hanna menoleh mendengar suara salah satu teman sekelasnya.

"Kayaknya iya, deh," sahut yang lainnya.

"Kok kayaknya? Bukannya emang iya? Orang mereka kemana-mana selalu bareng," seorang yang lain menyahut dengan kerutan kening menunjukkan kebingungan.

"Yang gue tau sih mereka cuma temen dari kecil. Gak tau kalo pacaran beneran saking lengketnya," kekehan menjadi kalimat penutup sosok lain yang menambahi.

"Enak kali ya punya sahabat cowok kayak Adelio?"

Kalimat itu mengundang tawa pelan dari segerombolan murid perempuan di depannya, beberapa menyetujui kalimat itu.

"Eh, kalian gibah orangnya jalan ke sini, tuh!" Hanna menatap teman-temannya yang asik membicarakan Agista dan Adelio sembari menunjuk kedua sosok itu yang telah mendekat dengan dagu.

"Mereka digibahin makin seneng kali," salah satu dari mereka menyahut. "Kan dosanya berkurang," kalimat lanjutan itu mengundang tawa yang lain, begitu pula Hanna dan Felia yang ikut tertawa.

Tak lama dari itu, anak-anak dari XI IPS 1 sudah duduk bergabung bersama dengan anak-anak dari XI IPA 1.

Pak Jerry yang melihat semuanya telah berkumpul mulai menjelaskan materi sembari meminta dua anak sebagai peraga untuk mencontohkan berbagai jenis passing dan juga servis.

Setelahnya, semua murid diminta untuk berpasangan agar lebih mudah untuk mengambil nilai.

Hanna tentu saja berpasangan dengan Felia. Mereka maju ketika nama Felia dipanggil berhubung absen Felia lebih dulu dibanding Hanna.

Semua murid telah melakukan pengambilan nilai, mereka dibebaskan mau ke kantin ataupun melanjutkan bermain voli sendiri oleh Pak Jerry.

Tentu saja, para cewek memilih untuk pergi ke kantin. Sedangkan para cowok memilih untuk bermain voli.

Hanna berdiri dengan bantuan Felia, keduanya hendak mengikuti langkah teman-teman ceweknya yang telah melangkah menuju kantin.

"HANNA, AWAS!"

Duak!

Bruk!

Dak!

Bola voli yang tengah dimainkan para anak cowok melayang kencang ke arah Hanna, mengenai kepala gadis itu hingga ia limbung dan sialnya kepala gadis itu teratuk cor-coran yang memang di desain sebagai pot permanen pohon sebagai pembatas lapangan.

Mereka memang melaksanakan olahraga di lapangan utama, karena lapangan basket digunakan oleh kelas sepuluh.

Felia yang sadar sahabatnya ambruk membelalak, ia segera berlutut untuk mendudukkan Hanna yang kepalanya berdarah.

"Astaga, Han. Lo gapapa?" tanyanya khawatir.

"Han, ayo bangun. Kita ke UKS! Kepala lo berdarah itu," ajaknya sembari berusaha membawa tubuh temannya berdiri. Hendak memapahnya menuju UKS.

Beberapa murid langsung datang mengerumuni gadis itu.

Regan yang melihat tunangannya terduduk dengan darah yang keluar dari kepalanya tampak murka.

Cowok itu menghadang Adelio yang mendekat ke arah kerumunan.

"Maksud lo apa, bajingan?!"

Buk!

Tinjuan cowok itu melayang, membuat Adelio mundur karena tidak ada persiapan.

Ya, Adelio adalah pelaku yang melayangkan bola voli ke arah Hanna.

"Sorry sorry, gue gak sengaja!" jawab Adelio dengan sungguh-sungguh. Rautnya tampak merasa bersalah.

"Alah, bacot!"

Buk!

Beberapa anak cowok berusaha melerai keduanya, tapi nihil. Regan mberot, tidak. Maksudnya menepis dengan tenaga yang kuat.

Pak Jerry yang tengah berbicara dengan guru lain di depan ruang guru melihat dua muridnya bertengkar segera berlari hendak melerai.

"Ayo, Han!" Felia kesusahan karena tubuh Hanna tampak sangat lemas meskipun gadis itu masih setengah sadar.

Di sela Felia yang tampak berusaha menahan tubuh Hanna, tubuh Hanna tiba-tiba kejang-kejang diikuti dengan darah yang keluar dari hidungnya.

"HANNA!" Felia berteriak histeris melihatnya, air mata gadis itu mulai menetes.

"Hanna, hiks," Felia menangis. "Tolong, tolong bawa ke UKS," lirihnya di antara teman-temannya yang semakin panik.

"Rel, bawa ke UKS. Cepet!" Vicky mendorong tubuh Farrel ke arah gerumbulan cewek. Cowok itu fokus berusaha melerai Regan.

Regan seperti kesurupan setan.

"Gak mau. Takut digibeng Regan!" Farrel menggelengkan kepala heboh.

"Yaelah, kagak. Cepet, Rel!"

"Gak mau!"

Joel yang mendengar pertengkaran kedua temannya melepaskan pegangan pada Regan sembari berdecak.

Langkah kaki jenjangnya mendekat ke arah gerombolan di pinggir lapangan.

"Ayo, bantuin gue gendong," Felia tampak menatap satu persatu temannya meminta pertolongan dengan air mata yang meleleh di pipinya.

"Minggir!"

Sontak beberapa gadis yang mulai berjongkok hendak membantu Felia membopong Hanna mulai minggir memberi jalan pada Joel yang mendekat.

Laki-laki itu langsung mengangkat tubuh Hanna yang sudah tidak kejang ala bridal style dan melangkah cepat ke arah UKS.

Felia yang melihat itu langsung mengikuti di belakang dengan sesekali masih terisak.

Regan yang sudah dipegangi oleh Pak Jerry dan tanpa sengaja melihat itu tubuhnya sudah tidak melawan.

Tubuhnya tertegun saat melihat tubuh Hanna yang lemas di gendongan Joel.

Segera saja cowok itu melepaskan pegangan Pak Jerry dan beralih berlari mengikuti Hanna yang tengah dibawa ke UKS.

Di UKS, Hanna hanya mendapatkan pertolongan pertama terhadap lukanya di kepala. Setelahnya gadis itu dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulance yang dipanggil sembari melakukan pertolongan pertama.

••••

"Halo, Sayang? Ada apa?"

"Bunda..., Hanna."

"Hanna kenapa, Kak?"

"Hanna masuk rumah sakit, Bun. Tolong Bunda ke sini."

"Astaga, kok bisa? Sekarang kamu di rumag sakit, kan? Sendirian?"

"Iya, Bun. Tolong Bunda ke sini sekarang."

"Iya, iya. Bunda nelfon Ayah kamu dulu, ya. Habis itu ke sana sama Ayah. Kamu kirim alamatnya ya habis ini."

Regan mengangguk meskipun tahu Bundanya tak akan tahu ia mengangguk. Kemudian ia mematikan teleponnya.

Matanya terpejam, tangannya memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

Ia takut, takut terjadi sesuatu pada Hanna. Apalagi ketika ia tahu bahwa tubuh gadis itu sempat kejang sebelum di bawa ke UKS.

Rasa penyesalan memenuhi hatinya. Jika saja ia langsung membawa gadis itu ke UKS dan tidak memberi pelajaran pada sosok Adelio, mungkin saja gadisnya tidak akan mengalami kejang.

Entah kenapa, melihat sosok Adelio membuat Regan begitu marah. Apalagi setelah kejadian di kantin beberapa hari lalu yang mana ia mendapati cowok kalem itu menatap ke arah Hanna terus menerus.

Ia jadi semakin murka karena yang melayangkan bola voli terakhir kali sebelum mengenai Hanna adalah cowok itu.

Regan menghela nafas dalam, menghembuskannya keras-keras. Berusaha mengurangi perasaan kalut dan cemasnya.

To be continue...

•••••

sedikit info, seminggu ini aku blm bisa bikin draft chpt baru, huhu
mana senin aku udh PKL:(

jd keknya kemungkinan aku bakal ga secepet ini up-nya😭🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

960K 65.4K 34
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."
429K 47.6K 44
Karena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Ize...
1.1M 72.5K 46
Daddyyyyyy😡 "el mau daddy🥺"
133K 14.9K 46
Seorang pria yang bertransmigrasi di dalam novel yang terakhir ia baca. Dunia dimana sihir adalah hal normal di sana. Terlahir kembali menjadi orang...