Cupcakes | Jisung

By 23byeolbamm

936 160 84

Park Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagu... More

| Cast and Disclaimer |
OO | Cupcakes
O1 | Cupcakes
O2 | Cupcakes
O3 | Cupcakes
O4 | Cupcakes
O5 | Cupcakes
O6 | Cupcakes
O7 | Cupcakes
O8 | Cupcakes
O9 | Cupcakes
1O | Cupcakes
11 | Cupcakes
12 | Cupcakes
13 | Cupcakes
14 | Cupcakes
16 | Cupcakes
17 | Cupcakes
18 | Cupcakes
19 | Cupcakes
2O | Cupcakes
21 | Cupcakes
22 | Cupcakes
23 | Cupcakes
24 | Cupcakes
25 | Cupcakes
26 | Cupcakes
27 | Cupcakes
28 | Cupcakes
29 | Cupcakes
3O | Cupcakes
31 | Cupcakes
32 | Cupcakes
33 | Cupcakes
34 | Cupcakes
35 | Cupcakes
36 | Cupcakes

15 | Cupcakes

13 3 0
By 23byeolbamm

| happy reading |
| don't forget to give your best support |

###







Di luar kesepakatan bersama bahwa aku akan pulang sebelum malam, nyatanya kini aku telah pulang sebelum petang datang. Aku tidak tahu persisnya jam berapa, hanya saja langit masih terang saat aku melihat di jendela kamar.

Begitu sampai, aku langsung bersembunyi ke kamar. Namun belum sempat aku membaringkan tubuh di atas ranjang, kakiku yang lemas duluan malah membuatku berakhir duduk bersandar di pintu kamar. Menangis untuk yang kesekian kali, aku merasa bodoh karena tak tahu cara menghentikan tangisan ini. Bukan apa, sesaknya mulai membuatku kesusahan mengambil napas.

Aku butuh Han Seungri. Namun dia pulang masih beberapa jam lagi.

Aku bahkan tidak menyangka bahwa aku akan berakhir tidur di sana. Mungkin lebih tepatnya ketiduran, karena posisi kepalaku yang bertumpu pada lutut, hingga leher belakangku terasa sakit.

"Tari? Kenapa dikunci?"

Oh, aku melupakan alasan kenapa bisa sampai terbangun. Aku mendengar suara ketukan pintu beberapa saat sebelumnya, lalu barusan suara Han Seungri. Di titik ini aku tersadar bahwa sekarang sudah malam.

Aku tidak perlu berpikir panjang setelah tahu yang di luar adalah Han Seungri, dalam satu kali gerakan aku sigap berdiri, yang akhirnya membuatku merintih karena pusing, juga sempat merasa seperti melayang walau sebentar. Cepat-cepat kuraih pegangan pintu, membukanya dan langsung menubruk tubuh kekar pacarku.

Dan meski sudah lelah, wajahku kembali banjir air mata. Ini adalah perasaan tenang karena bisa melihatnya lagi.

"Kau kenapa, hei?"

Balasanku hanya menggeleng. Namun sepertinya itu sangat kurang untuk Han Seungri, lelaki itu justru melepas paksa pelukanku, dari matanya kulihat dia seperti terkejut melihat keadaanku.

Apa aku sekacau itu?

"Wajahmu pucat sekali, kau tidak makan? Dan ini kenapa bisa terluka begini astaga..." Aku terdiam dengan masih sesenggukan saat jemarinya meraba bibirku yang terluka. Aku bahkan terkejut yang kulakukan untuk menghapus jejak Park Ji-young ternyata sampai membuat bibirku terluka.

"Bukankah kau habis dari Park Ji-young? Dia yang membuatmu begini?"

Iya. Namun yang kulakukan justru menggeleng. "Tidak."

Maafkan aku telah berbohong, tapi aku tidak ingin menjadi penyebab perseteruan antara dua laki-laki ini.

"Lalu siapa?"

Sekali lagi, aku menggeleng. "Han Seungri, aku... tidak ingin tinggal di sini."

"Maksudmu?"

"Apa kita bisa tinggal di rumah orangtuamu saja? Aku benar-benar tidak ingin di sini..."

"Kenapa?"

Untuk beberapa saat, aku terdiam. Bingung harus merangkai kebohongan yang bagaimana karena aku tidak boleh melibatkan Park Ji-young di sini.

"Di lift tadi, aku bertemu seseorang, dia membuatku tak nyaman karena terus mengajakku bicara. Dia sampai berani meminta nomorku padahal aku sudah memberitahunya aku punya pacar."

Dia sedang menahan amarah, aku merasakan cengkraman tangannya di bahuku semakin kuat. "Siapa laki-laki brengsek itu?"

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya masih satu lantai dengan ini, dia keluar lift bersama denganku."

Aku tidak menyangka dampak kebohonganku ini ternyata cukup besar, lihat saja bagaimana Han Seungri yang seperti sedang menahan amarah setelah mendengarkan ceritaku. "Kau sama sekali tidak mengenalnya?"

"..., tidak." Saat dia menangkup kedua sisi wajahku, dan mengarahkan mataku agar menatapnya, saat itu juga setitik air kembali meluncur bebas dari sudut mata kananku. Bukan takut lagi, tapi menyesal karena telah membohongi pacarku. "Bisakah kita pindah dari sini?"

Kulihat, dia mengangguk pasti.

***

Sepertinya aku mengambil keputusan yang salah.

Aku memang bisa menghindar dari Park Ji-young, namun harga yang harus kubayar justru hilangnya waktuku dengan Han Seungri. Aku melupakan alasan kenapa Han Seungri tinggal di apartemen—untuk mempersingkat waktu pergi bekerja. Sedangkan jika dia tinggal di rumahnya, otomatis jaraknya ke kantor jadi lebih jauh.

3 hari tinggal di sini, kami jadi tidak memiliki waktu mengobrol sebanyak sebelumnya. Dia jadi berangkat lebih pagi, bahkan saat aku belum terbangun. Dan pulang sedikit lebih malam. Di hari pertama kami tinggal aku betulan tidak mengobrol karena ketiduran saat menunggunya. Namun untuk dua hari kemarin kami bisa mengobrol walau hanya sebentar, karena lagi-lagi aku ketiduran saat menunggunya yang sedang mandi.

Dan menemukan Han Seungri masih tertidur lelap di sampingku pagi ini, entah kenapa aku merasa bersalah. Aku menyesal sudah egois kemarin, sampai membuatnya mendapat lingkaran hitam di bawah matanya. Dia jelas kurang istirahat.

Kuusapkan jemariku di sana, tercekat saat yang kulakukan itu ternyata mengganggu tidur Han Seungri. Dia terbangun.

"Selamat pagi."

"Mhm, selamat pagi." Dia mengusap wajahnya, aku jadi merasa bersalah.

"Maaf, aku mengganggu tidurmu ya?"

"Tidak. Sekarang jam berapa?"

"Setengah tujuh." Melihatnya yang sudah menukar posisi jadi duduk, aku lekas bangkit. "Aku mandi lebih dulu, aku harus membantu Mama."

"Mhm."

Aku mandi hanya sekitar 20 menit. Tapi yang kutemukan begitu keluar dari kamar mandi Han Seungri justru kembali terlelap, mana posisinya meringkuk seperti bayi. Kenapa pacarku sangat menggemaskan?

Ingin aku bangunkan agar ia siap-siap karena kami akan ke gereja jam 8 nanti, tapi aku tidak tega. Jadilah aku berlalu saja, berikan dia istirahat sebentar lagi, toh dia termasuk orang yang cepat dalam bersiap.

"Han Seungri di mana?"

Wajahku yang semula tertunduk menatap kaki seketika mendongak, menemukan sosok Mama Han yang terlihat anggun. "Masih tidur."

Mama Han justru tertawa mendengar balasanku. "Anak itu, biarkan saja, sebentar lagi juga pasti bangun karena tidak menemukanmu."

Bagaimana? Astaga jangan membuatku salah tingkah pagi-pagi!

"Mama, aku ingin membantu. Apa yang harus kukerjakan?"

"Aish, tidak usah. Semua sudah selesai. Lagipula kau sudah banyak membantu kemarin-kemarin. Duduk saja."

Penolakannya membuatku merengut. "Bosan, benar tidak ada yang harus kukerjakan?"

"Tidak ada, Tari sayang."

Pada akhirnya, setelah mengembuskan napas kasar, aku melangkah gontai menuju ruang tengah. Han Seungri masih tidur dan aku tidak punya pekerjaan, sungguh membosankan. Aku harus apa sebelum pergi ke gereja satu jam lagi?

Sebelum dilanda bosan, aku memilih memainkan ponsel. Akhir-akhir ini aku jarang bermain ponsel. Dan baru kuingat aku belum mengucapkan natal pada keluargaku. Segera saja kuhubungkan video call pada nomor Papa.

"Papaaa! Selamat Natal, Pa!!"

"Anak gadis Papa, selamat Natal juga sayang."

"Yang lain mana, Pa?" Karena yang terlihat di layar hanya Papa seorang, aku akhirnya bertanya. Biasanya wajah Mama langsung terlihat.

"Masih siap-siap. Ngomong-ngomong, Papa nunggu banget telepon dari kamu dari kemarin."

"Hehe, maafin, Papa sayang, akunya lumayan sibuk."

"Sibuk pacaran maksudnya?"

Aku meringis. "Nggak ih! Coba Papa tebak, aku di mana sekarang."

"Loh, kamu di mana emang? Sudah di gereja?"

"Belum. Aku di rumah Han Seungri hehehe."

"Rumah?"

"Rumah orangtuanya. Aku rayain Natal sama keluarga Han Seungri."

"Oh."

"Papa jangan cemburu gitu mukanya, tahun depan aku di sana kok!"

"Ya."

"Bicara dengan siapa?"

Saking asyiknya bicara dengan Papa, aku tidak menyadari suara langkah Han Seungri. Tahu-tahu dia tiba-tiba duduk di sampingku. Mengintip pada layar ponsel. "Oh, Papa."

"Kau baik?"

Sepasang matanya membulat tak percaya. "Papamu bisa bahasa Korea?"

Melihatnya yang terkejut begitu, aku justru merasa geli. "Papa belajar- tidak, semua keluargaku belajar, demi bisa mengobrol dengan calon menantunya."

"Terima kasih. Aku terharu." Ini lucu, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Papa tadi bertanya, eh, jawab."

"Aku baik. Sangat baik. Terima kasih sudah membiarkan Tari di sini lebih lama, Papa."

"Dia kayaknya cinta kamu banget, Tar."

Aku tertawa, mendengar ujaran Papa dan melihat ekspresi bingung Han Seungri. Sungguh, boleh tidak sih, aku cium dia?

"Sepertinya aku juga harus mulai belajar bahasa Indonesia."

NOO, HE'S SO CUTE OH MY GOD!

"Tidak perlu."

"Kenapa?"

"Agar aku bisa membicarakanmu tanpa sembunyi-sembunyi." Setelahnya aku tertawa terbahak-bahak, kemudian menarik-narik pipi tirusnya dengan gemas. Aku lupa kapan terakhir kali merasa sebahagia ini, yang jelas sepanjang hari itu aku benar-benar melupakan masalahku.

Aku pikir aku bisa melupakan kejadian itu selamanya. Namun begitu malam tiba, dan melihatnya sedang menerima penghargaan di layar TV, ingatan akan hari itu kembali memenuhi otakku. Ugh, muak sekali melihatnya tampak bangga karena berhasil menyabet penghargaan aktor terbaik untuk yang ke sekian kali.

"Park Ji-young!!"

Aku tersentak mendengar seruan itu, menoleh refleks pada si kecil Hyunbin yang sedang menunjuk-nunjuk televisi.

"Kenapa, Hyunbin?" tanyaku seraya menariknya agar duduk di pangkuan. Dia ini keponakan Han Seungri yang paling kecil. Usianya baru delapan tahun.

"Temanku..."

Andai kau tahu, Hyunbin, bagaimana perlakuannya kepadaku.

"Oh, kau menyukainya?"

"He-em!"

"Sejak kapan?"

Kali ini dia tak menjawab secepat sebelumnya, justru terlihat berpikir keras. "Sejak... sejak... sejak lama."

"Sejak lama itu kapan?"

"Aku tidak ingat, Bibi."

"Kalau begitu, kenapa kau menyukainya?"

"Karena dia tampan."

Senyumku mengembang mendengar jawabannya yang terkesan polos. "Hanya tampan?"

"Karena dia baik, dia pernah memberiku permen dan coklat."

"Huh?"

"Aku dan Mama pernah jadi anggota asosiasi perempuan yang di dalamnya ada ibu Park Ji-young, suatu hari dia pernah datang untuk menjemput ibunya dan kami bertemu, dia memberikan itu pada Hyunbin," terang Kak Nayoon yang kebetulan lewat di belakangku. "Itu sudah dua tahun lalu, tapi Hyunbin masih mengingatnya."

"Kami pun berteman dengannya sekarang."

Satu lagi yang menyahut pembicaraanku. Han Seungri yang baru keluar dari kamar dan kini duduk di sampingku. "Tapi jauh sebelum aku, Kakak tanyakan sendiri pada Tari sejak kapan dia berteman dengan aktor besar itu."

"Sudah lama ya?"

Aku mengulum bibirku gugup. "Satu tahun."

"Wah! Serius, Tari? Kalau begitu bisa kau mintakan tanda tangannya untukku?"

"..., bisa, Kak." Aku memindahkan Hyunbin ke pangkuan Han Seungri. "Sebentar aku ke kamar dulu."

Niatku ke sini memang untuk menghindar, karena yang kulakukan selama beberapa menit di sana hanya duduk diam di pinggiran ranjang. Aku tidak tahu berapa lama aku di sana, tapi sepertinya lebih dari lima belas menit karena Han Seungri sampai menyusulku.

"Kau lama sekali—Tari, kau menangis?"

Hah? Aku menangis?

Aku refleks meraba pipi dan ternyata, Han Seungri benar. Namun sejak kapan pipiku basah, aku tidak sadar.

"Ada apa denganmu sebenarnya?"

Kali ini aku menggeleng saja. "Ayo, aku tidak apa-apa." Namun sebelum aku melangkah maju, dia menarikku sampai aku kembali duduk.

"Kau sedang tidak dalam masalah, bukan?" Aku tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalaku. "Kenapa aku merasa kau sedang tidak baik-baik saja."

"Aku tidak."

"Lalu kenapa kau berubah?"

"Berubah apanya?"

"Kau lebih banyak diam, kau sering melamun. Mama beberapa kali melihatmu menangis diam-diam selama kita tinggal di sini."

"..."

"Kau ini kenapa? Ada yang mengganggumu? Apa orang itu menakutimu?"

Itu seperti tekanan untukku. Bahkan ketika kedua bahuku diguncang pelan olehnya, yang aku rasakan justru ketakutan. Aku menunduk, tak berani menatap wajahnya. Padahal aku tahu dia mengkhawatirkan kondisiku.

"Kau tidak percaya kepadaku?"

Jatuhlah air mataku saat kalimat dengan nada lirih itu masuk ke telingaku. Aku bukannya tidak mempercayai Han Seungri, aku hanya tidak ingin menjadi beban untuknya. Aku memutuskan sendiri saat menerima tawaran menjadi teman Park Ji-young waktu itu, sudah seharusnya aku juga yang menyelesaikan masalah ini sendiri.

"Tidak ada, aku hanya lelah saja."

Itu jawabanku sebelum akhirnya pergi keluar lebih dulu.







###

| 23byeolbamm |

Continue Reading

You'll Also Like

16.1K 1.9K 71
Ini kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar aka...
55.1K 7.9K 23
[ KARINA ft. JENO ] Karina bertemu kembali dengan seseorang yang sudah mengisi masa putih abu-abunya yang penuh suka dan duka setelah 10 tahun tak be...
6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
17M 753K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...