ABIMANNA

By mimaAM_

6 0 0

Dengan hati berdebar, Manna duduk di kursi dekat jendela kafe, menatap keluar hujan yang membasahi jalan. Dia... More

PROLOG

AWALNYA

0 0 0
By mimaAM_

Manna baru saja selesai berdiskusi dengan Sabita, teman satu organisasinya.

Dia mengemas barang-barang miliknya yang berada diatas meja dan beranjak keluar dari ruangan yang bertuliskan WOS di papan nama yang terletak di atas pintu.

"nanti gue kabarin lagi ya, lewat whatsapp" kata Sabita sambil menutup pintu. Manna mengiyakan saja kemudian keduanya berjalan beriringan sampai keluar dari lingkup kampus

"gojek lo udah mau nyampek belum? Gue temenin bentar deh kalo belum" Manna menawari Sabita yang sedari tadi memainkan ponselnya, memantau keberadaan gojek yang dipesan olehnya tadi.

"nggak perlu, ini udah deket kok kayaknya. Lo juga harus nunggu bus kan, ke halte? Ntar malah ketinggalan, lagi. Mana udah jam segini" kata Sabita kemudian memasukkan ponselnya kedalam totebag di pundaknya.

Manna menyalakan ponselnya dan melihat jam. "ah, iya udah mau jam empat, gue ketinggalan bus terakhir, Bit" kata Manna

Seketika itu, seorang pria paruh baya berjaket hijau menghentikan motornya tepat di depan Manna dan Sabita.

"mbak Sabita?" Katanya

Sabita mengangguk sekilas kepada pria tersebut

"gojek gue nih, gue duluan ya, Na" kata Sabita sambil melambai sekali kepada Manna kemudian menerima helm yang diberikan pria tersebut dan memakainya.

"iya, hati-hati" Manna melambai sekali membalas Sabita lalu tersenyum kepada pria paruh baya yang mulai menyalakan motornya.

"lo, gue pesenin gojek juga gimana? Bus terakhir lo udah lewat kan?" tawar Sabita sekali lagi, merasa khawatir

"nggak perlu, Bit. Masih ada bus terakhir lagi" jawab Manna.

"udah pak, Jalan aja, hati-hati ya. kalo temen saja berisik, turunin aja nanti di jalan" kata Manna. Pria paruh baya itu mengangguk sambil tertawa lalu memposisikan tangannya memberi hormat

"siap!" katanya

"wah, nyesel gue udah baik-baik in lo" Sabita melihat Manna dengan ekspresi kesal

Dia menepuk-nepuk pundak pria paruh baya tersebut, kemudian "ayok pak, mari kita lesgoo!" serunya sambil mengepalkan tinjunya ke udara.

Manna menertawai tingkah Sabita yang konyol.

Setelahnya motor itu melaju meninggalkan Manna.

Segera Manna beranjak dari tempatnya dan bergegas menuju halte, lokasinya ada di seberang jalan raya, tidak terlalu jauh dari kampus meski berjalan kaki.

Pukul empat sore dan Manna tergopoh menuju halte bus, sebentar lagi bus terakhir menuju kost yang ditinggalinya.

Sebenarnya bus terakhir sudah lewat sejak Manna keluar dari kampus, tapi masih ada satu lagi bus yang menuju ke arah kost nya, hanya saja bus itu berhenti pada halte yang berbeda dan mungkin mengharuskannya untuk berjalan kaki lebih jauh untuk sampai ke kost nya.

Dia menyalakan ponsel, melihat jam di layarnya yang menunjukkan pukul empat lewat delapan menit.

Dia duduk di kursi halte paling ujung. Dengan napas ngos-ngosan, Manna menyandarkan bahunya pada sandaran halte.

"huh, hampir telat"

Beberapa saat setelah itu, bus yang ditunggu Manna akhirnya datang, dia segera berjalan menaiki bus tersebut dan langsung mencari tempat duduk yang tersisa.

Hanya tersisa dua kursi kosong saat itu. Dia duduk di salah satunya, kursi yang dekat dengan jendela.

Setelah nyaman dengan posisinya, dia mengeluarkan sebuah novel berwarna merah yang berjudul "the Tokyo Zodiac Murders" dari dalam tasnya, lalu membuka pada salah satu halaman yang terselip sticky notes, tanda bagian terakhir yang dia baca.

Hari ini cukup melelahkan baginya, jadwal mata kuliah yang padat, ditambah rapat organisasi yang lumayan memakan waktu.

Biasanya, ketika membaca buku, Manna akan terlarut dalam bacaannya dan tentu saja akan terjaga. Namun sekarang berbeda, matanya terasa sangat berat dan bahkan beberapa kali menjatuhkan kepalanya pada jendela bus tanpa disadarinya,

Manna juga tidak sadar jika seseorang sudah duduk di kursi kosong di sampingnya, seorang pria yang memangku tasnya diatas paha sambil memainkan ponsel, dia juga mengenakan headphone di kepalanya, menjadikannya tidak mudah terdistraksi dari suara-suara ataupun hal-hal di sekelilingnya.

Sekarang Manna sudah benar-benar tertidur, bahkan sebelah wajahnya menempel pada jendela bus dengan mulut yang sedikit terbuka. Buku di pangkuannya hampir terjatuh tapi masih tertahan oleh sebelah paha dan tasnya,

Tiba-tiba bus berguncang karena melalui jalan yang berlubang, Manna membuka mata dan tersentak karenanya, detik itu juga bukunya jatuh dari pangkuannya

"hah, aku siapa? Aku dimana?" katanya linglung, napasnya ngos-ngosan.

Manna melihat sekeliling bus dan ke luar jendela dengan panik, memastikan dimana keberadaan dirinya.

Beberapa saat menatap ke luar, dia bernapas lega setelah menyadari bahwa dia belum melewatkan halte tujuannya.

Di luar, langit senja terlihat sangat oranye dari biasanya. tak ingin melewatkannya, Manna mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan mengambil beberapa foto langit dari dalam bus.

Dia mengeceknya sebentar, dilihat kurang bagus dan buram karena memotretnya saat bus sedang berjalan, lalu mencoba lagi, dia akan memotret sekali lagi tapi dia urungkan, karena langit senja yang indah itu terhalang oleh pepohonan yang rimbun di tepi jalan.

Saat ingin mencoba sekali lagi, bus malah berhenti. Manna menghela napasnya kesal, karena lagi-lagi dia gagal mengambil gambar senja yang disukainya itu.

Tapi sedetik setelahnya, dia tersadar bahwa dia harus turun di halte ini, segera dia berdiri dan menenteng tasnya,

Menyadari Manna yang sepertinya akan turun, pria yang duduk di sampingnya menggeser kakinya, memberikan jalan keluar

"permisi" kata Manna

Setelah kepergian Manna, pria itu menggeser tubuhnya untuk berpindah tempat duduk ke kursi yang diduduki Manna sebelumnya.

Merasakan kakinya menginjak sesuatu, dia kemudian mengeceknya

"loh novel gue?" katanya sambil menepuk-nepuk sampul buku yang terinjak oleh kakinya

"eh, perasaan tadi gue nggak baca novel" katanya. namun acuh, pria itu langsung memasukkannya kedalam tasnya.

~o~

Dosen baru saja meninggalkan kelas, dan beberapa menit lagi kelas selanjutnya akan dimulai lagi. Beberapa mahasiswa memilih untuk membawa bekal karena jeda pergantian mata kuliah hanya sepuluh menit, tidak mungkin sempat pergi ke kafetaria untuk makan, ditambah masih harus mengantre.

pukul dua siang, waktu yang sangat bagus untuk tidur siang. Setelah menguras otak selama hampir dua jam membahas mata kuliah morphology, Manna akhirnya memilih tidur sampai dosen mata kuliah selanjutnya datang, meskipun perutnya keroncongan karena tadi pagi dia hanya sarapan dua lembar roti dan sekarang dirinya juga tidak membawa bekal seperti yang lainnya.

Dia meletakkan sebelah tangannya di atas meja sebagai bantalan dan menggunakan sebelah tangannya yang lain untuk menutupi wajahnya dengan buku. Perlahan Manna memejamkan matanya, beberapa detik saja kesadarannya sudah menurun dan lelap.

"MANYAA!!"

Manna tersentak, Sabita dan satu orang teman perempuan disampingnya meneriaki dirinya yang baru saja terlelap tepat di depan telinganya.

"HEH, MARSUPILAMI!" teriak Manna ke arah dua temannya yang baru saja meneriakinya.

"ngagetin aja, gue baru tidur ya, kepompong!" Manna mengerutkan alis, menatap keduanya dengan kesal

Tapi justru mereka malah tertawa. Mendengar Manna mengumpat begitu terdengar sangat lucu bagi mereka.

"iya, sorry sorry hehe"

"kafet yok!" ajak Sabita, dia menarik tangan Manna, merayu.

"nggak, bentar lagi pak Marno dateng, Bit" Manna menarik tangannya yang di tarik Sabita

"nggak ada, pak Marno nggak bisa dateng. Makanya buka grup lo, jangan suka nimbun-nimbun pesan, deh. Giliran ada yang penting aja, ketinggalan kan lo."

"bener tuh si Mariska, tuh liat orang-orang udah pada nggak ada" kata Sabita menambah, dia menunjuk ke seluruh bangku di kelas

Benar, kelas sudah sepi, hanya ada beberapa orang di dalam kelas termasuk mereka bertiga

Manna menatap keduanya, masih kesal.

"yee, iya-iya lagian gue bukannya nimbun pesan, tapi emang belum baca aja, soalnya gue tidur" sanggahnya

Perempuan bernama Mariska itu kemudian merangkul Manna dan Sabita bersamaan, berjalan bersama keluar kelas.

"gue nggak ikut ke kafet ya, gue mau ke kantin" kata Manna

"ih, nggak boleh. Lo harus ikut ke kafet juga!" kata Sabita, dia mengeratkan rangkulannya.

"Mar, pegangin yang kuat Mar, jangan sampek lepas!" Mariska juga semakin mengeratkan rangkulannya di pundak Manna.

"hahaha apaansih, gue lagi nggak mood makan. Pengen beli jajan doang" Manna tertawa, kelakuan kedua temannya ini membuatnya ingin terus tertawa

"nggak boleh, soalnya Mariska mau traktir kita hari ini!" kata Sabita sambil tertawa terbahak ketika Mariska memukul lengannya.

"siapa bilang?" kata Mariska tidak terima

"gue tadi. Pokoknya Mariska yang traktir hari ini, yeeyy" Sabita melepaskan Rangkulannya dan berlari lebih dulu.

"enak aja, lo yang traktir Bita! Woi. Habis gajian kan, lo?" Mariska berlari mengejar Sabita yang sudah jauh di depan.

"ayo, Na cepetan! gue mau dirampok Bita, nih!" Marisa berbalik dan menarik Manna lalu berlari mengejar Sabita lagi yang sudah tak terlihat jasadnya.

Sampai di ujung lorong, Manna berhenti "Mar, lo duluan aja, gue mau ke ruang WOS dulu, ambil buku gue ketinggalan" Manna berbelok begitu saja sambil berlari kecil menuju ruang yang memiliki papan nama bertuliskan WOS di atas pintu salah satu ruangan,

Adalah ruang organisasi yang bernama WOS, organisasi klub buku yang bernama Wordcraft Society yang disingkat menjadi WOS, memiliki arti 'masyarakat seni kata'. Dia baru dua bulan bergabung dalam organisasi itu bersama Sabita dan keduanya berakhir menjadi teman satu divisi juga

Ruangan itu lumayan luas, ada sekitar lima belas meja tersusun melingkar di tengah ruangan seperti meja rapat, dengan rak buku yang menutupi seluruh tembok ruangan.

"gue taruh mana ya, bukunya kemarin?"

Matanya menangkap pada sebuah buku berwarna merah di meja yang berada di sudut ruang, segera dia menghampirinya. Dan benar saja, buku itu yang dicarinya. Novel berjudul the Tokyo Zodiac Murders dengan sampul berwarna merah.

Manna langsung mengambilnya dan meninggalkan ruangan itu, kembali menyusul teman-temannya.

Tak lama setelah kepergian Manna, seorang pria berjalan memasuki ruang WOS dan langsung duduk di salah satu kursi kosong. Dia mengeluarkan sebuah novel berwarna merah sama persis seperti yang dimiliki Manna,

Membuka halaman pertama, dan langsung menakutkan alisnya,

"loh, bukan punya gue?" katanya bingung, dia langsung meneliti buku tersebut secara keseluruhan. Benar-benar bukan miliknya, buku ini memiliki banyak sticky notes dan coretan bahkan highlights dengan stabilo berwarna. Jelas bukan miliknya.

Kembali dibukanya halaman pertama buku tersebut.

"Famanna Neskha?" katanya

~o~

Kemarin aku liat ada 4 readers di part sebelumnya, dan aku seneng banget aaaa•̀Ⱉ•́ tapi setelah dipikir ulang, kayaknya mereka adalah aku sendiri yang baca tulisanku sendiri deh, hahaha memalukan´••'

Nggak papa, semoga setelah ini ada reader beneran

Yang baca ini, Fankyou yaa ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶

Continue Reading

You'll Also Like

4.6M 136K 52
After her mother's death Lilith gets a new legal guardian, her older brother. With no knowledge of having four other older brothers, Lilith is send...
153K 6.8K 59
ခွန်းသမိုးညို × သစ္စာမှိုင်းလွန် အရေးအသားမကောင်းခြင်း၊[+]အခန်းများမြောက်များစွာပါဝင်ပြီး ကိုယ့်အတွက်ဘာအကျိုးမှရမည်မဟုတ်တဲ့စာဖြစ်သည်နှင့်အညီ မကြိုက်လျ...
77.1K 3K 37
ᴅɪᴠᴇʀɢᴇɴᴛ; ᴛᴇɴᴅɪɴɢ ᴛᴏ ʙᴇ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴏʀ ᴅᴇᴠᴇʟᴏᴘ ɪɴ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴅɪʀᴇᴄᴛɪᴏɴꜱ.
1M 34.5K 70
HIGHEST RANKINGS: #1 in teenagegirl #1 in overprotective #3 in anxiety Maddie Rossi is only 13, and has known nothing but pain and heartbreak her ent...