Alpha Centauri

By nadanulis

70 21 0

Lima sekawan yang berjuang untuk mempertahankan peringkat paralel mereka sampai semester akhir, namun satu di... More

Perang Kelas
Ujian Semester
Liburan
Semester Baru
Problem level 1
Camera, Roll, Action!
Problem Level 99
Consideration
Seek the Truth
Come Play With Us
Alpha Centauri

Tentang Nilai

5 2 0
By nadanulis

Kaus hitam, celana hitam pendek selutut, serta topi navy menemani langkah Putra keluar dari kamar. Niatnya malam ini cowok itu akan pergi ke depan komplek, membeli sebungkus martabak manis kesukaannya. Karena sedang belajar untuk persiapan olim, Putra sedikit merasa lapar.
Saat melewati ruang keluarga, langkahnya sontak terhenti. "Putra, mau kemana kamu?" Mami bertanya. Di sana, Mami sedang duduk santai dengan pilus kesukaannya, menonton serial televisi bersama Sera yang ikut serta di sampingnya.
Sera ikut melirik, menunggu jawaban sepupunya itu. Iya, memang malam ini Sera sudah mulai tinggal di rumah Putra.
Putra sedikit bergumam sebelum akhirnya ia berbicara juga. "Mau ke depan, beli martabak."
Mami mengangguk-angguk saja karena matanya masih fokus menatap layar televisi. Sementara Sera mengangkat kedua alisnya kala Putra menatapnya. "Ikut nggak?" ajak Putra. Sera menggeleng malas. "Lo aja sana, gue mau nemenin Tante Lisa aja di sini," jawabnya.
Putra mengangkat jempol kanannya. Setelahnya lelaki dengan setelan santai itu berjalan keluar rumah. Udara malam ini sangat segar sekali. Dingin yang langsung menusuk kulit Putra bahkan setelah dirinya memutuskan untuk memakai hoodie hitam yang tersampir di kursi depan rumah.
Dengan sedikit menggigil, Putra meneruskan perjalanannya ke depan komplek. Putra memang memutuskan untuk tidak membawa motor atau mobil, karena jarak rumahnya dengan gapura depan komplek cukup dekat. Hanya dengan jalan kaki saja Putra bisa sampai dalam beberapa menit.
Hingga sampailah Putra di sini, suasana depan komplek yang memang selalu ramai jika malam begini. Sudah seperti pasar malam saja karena banyaknya gerobak pedagang kaki lima, dan ramainya orang yang mampir untuk membeli jajanan di sana. Putra mencari gerobak martabak manis langganannya itu.
"Yow wassapp Mas Raja!!"
Putra terkekeh mendengar Om Bewok, si pedagang martabak manis langganan Putra memanggilnya dengan girang. Putra mungkin sudah melewatkan beberapa bulan dengan tidak mampir membeli dagangan Om Bewok di sini, makanya ada sedikit rasa kangen mengobrol dengan Om Bewok rasanya.
"Apa kabar Om?" tanya Putra, duduk di salahs atu kursi khusus para pembeli.
"Ya, saya mah baik-baik aja selalu, Mas. Masnya tuh apa kabar? Nggak pernah keliatan ama mata saya nih udah dua bulan. Saya sempet ngira Mas Raja berpaling ke martabak lain."
Putra terkekeh lagi. "Saya emang lagi banyak urusan abis masuk SMA ini, Om. Jadi sedikit lebih sibuk. Tapi yaelah, Om. Mana mungkin saya berpaling. Martabak Om Bewok kan udah yang paling oke!!" katanya sambil mengacungkan dua jempolnya ke udara. Tentulah Om Bewok langsung salting tujuh keliling.
"Pesen apa nih? Kayak biasa atau yang luar biasa?"
Putra tertawa lagi. "Yang luar biasa dooongg! Saya tunggu di sana ya, Om. Mau beli telur gulung dulu," kata Putra, menunjuk gerobak telur gulung yang sepertinya baru join berdagang di sini, karena Putra baru tahu ada yang jualan telur gulung di sini.
"Siaapp, amaann!" ujar Om Bewok kembali memfokuskan diri pada adonan martabaknya lagi.
Putra bergegas menghampiri gerobak telur gulung di sana. Memesan jajanan enak itu seporsi untuknya. Langsung jadi, dan Putra memakannya dengan khidmat sendirian. "Beuh, mantap juga gua jajan sendiri gini," gumamnya bermonolog.
Baru Putra ingin menghampiri gerobak Om Bewok lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Seseorang meneleponnya. Itu Giu. Putra mengangkat sambungannya. "Halo, Gi? Kenapa?"
"Arah jam sembilan, gue ada di sana. Mobil fortuner hitam, gue di dalamnya."
Putra mengerutkan dahi, mulutnya masih sibuk mengunyah telur gulung, tapi matanya menelusuri jalanan. Putra membalikkan badan, mengarahkan badannya ke arah jarum jam sembilan, dan menyipitkan matanya saat menemukan mobil Forturner hitam terparkir di sana.
Buru-buru Putra berlari menghampiri mobil itu. Kaca mobil belakangnya terbuka, menampilkan wajah cantik Giu yang tersenyum lebar di sana. Giu melambaikan tangannya. "Hai!" sapa gadis itu riang.
Putra tak membalas. Tapi Giu membuka mobilnya dan menyuruh cowok itu masuk. Putra menurut saja, masih sibuk mengunyah telur gulungnya, Putra mengernyit heran. "Lo ngapain di sini?"
Giu memeluk boneka beruang yang entah kenapa ada di mobilnya itu. Giu tersenyum. "Supir gue lagi beli martabak di depan sana, katanya dia lagi pengen makan martabak. Jadi, yaudah gue nunggu dia selesai beli di sana. Terus gue liat lo lagi jajan juga di sekitar sini, jadi gue telfon lo."
Putra mengangguk-angguk paham. Giu terlihat cantik sekali malam ini. Entahlah, mungkin gadis itu baru saja selesai photoshoot? Mengingat dirinya adalah model remaja terkenal, juga kerja sampingannya yang padat itu.
"Lo habis photoshoot?"
Giu mengangguk. "Iya, baru pulang," jawabnya. Kemudian wajah tersenyumnya tadi langsung berubah murung saat dirinya membuka ponsel. Giu menghela napas, menunjukkan layar ponselnya pada Putra.
"Gue mau nunjukkin lo ini," ujar Giu. Putra memperhatikan layar ponsel itu dengan saksama. Sebuah akun menfess sekolah mereka terpampang di sana. Dan cuitan dari base itu, serta beberapa komenan yang merujuk pada kejahatan.
"Semua orang udah di tahap ngomongin Sera. Gue jadi khawatir sama Sera, dia pasti sakit hati banget baca komentar-komentar jahat orang-orang di luaran sana. Gue udah sering ngerasain ini, jadi gue takut Sera kepikiran dan jadi murung," ucap Giu lirih.
Putra menghela napas saja. Bingung juga mau bereaksi seperti apa. Karena seperti yang Giu bilang, memang kenyataannya, semua orang sudah saling mengirim ujaran kebencian pada teman mereka itu. Meski apa yang terjadi pada Sera adalah bukan suatu kesalahan, tapi semua orang telah menganggap Sera buruk. Entah karena baru kali ini ada salah satu dari top five yang turun peringkat, atau memang karena mereka benci saja pada Sera.
Benci yang mereka pun tak ada yang tahu datangnya dari mana.
"Dan lo harus liat ini." Giu mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. "Ini akun Arabella. She's a crazy girl. Beneran gila, karena semua tweetnya itu omong kosong. Kayak lo liat ini, dia ngaku-ngaku di kelas Alcen banyak yang suka sama dia, dan dia ngaku-ngaku duduk sama Nathan, dia juga bilang kalau nilai harian pelajaran olahraganya bagus padahal selama ini dia bolos pelajaran olahraga di UKS?? What does that mean?"
Putra berdecak heran. "Wahh, cewek gila," katanya. Tak mampu berbicara panjang dengan informasi yang Giu berikan itu. Setelah dirinya melihat sendiri bagaimana isi cuitan di akun Arabella yang seakan dirinya sempurna padahal di kelas Alpha Centauri, Arabella tak pernah mereka anggap ada.
"Right?" Giu menyandarkan tubuhnya di jok mobil itu. Napasnya hampir tidak beraturan karena tadi dirinya dengan bersemangat memberi tahu perihal Arabella dan sifat gilanya itu kepada Putra.
Melihat Putra memakan sesuatu di tangannya, Giu menoleh. Penasaran dengan apa yang Putra makan sedari tadi. "What's that?"
Putra berhenti mengunyah. Satu tangannya yang menggenggam seplastik telur gulung itu diarahkan ke Giu. "Ini?" Giu mengangguk. "Ini telur gulung. Mau?"
Giu malah mengernyit sekarang. "Telur gulung? Telurnya digulung?" tanya gadis itu heran. Putra mengangguk. "Iya, lo nggak tau?" Giu menggeleng sebagai jawaban. Jawaban yang berhasil membuat Putra ternganga, lalu terkekeh. "Lo beneran nggak tau ada jajanan se-enak ini di Indonesia, Gi?"
Giu mengangkat satu alisnya. "I even just heard that name now. Telur gulung? Itu aneh. But, let me try it." Giu menengadahkan tangan kanannya ke arah Putra.
Putra tahu Giu anak konglomerat, tapi masa iya jajanan telur gulung seperti ini saja Giu baru dengar namanya? Setidaknya, jika orang seperti Giu tak pernah mencoba, maka mendengar namanya seharusnya sudah tidak asing lagi karena sudah banyak orang tahu tentang jajanan ini. Sebenarnya Giu hidup di zaman apa?
Putra tertawa saja. Tawa yang membuat Giu kesal. Cowok yang masih memakai topi navy itu terkekeh lagi melihat wajah kesal Giu. "Lo mau ngasih gue nggak sih, Put?" kesal Giu.
Putra mengangguk. "Mangap," suruhnya.
Giu membuka mulutnya. Putra menyuapkan satu tusuk telur gulung itu untuk Giu. Sedikit membantu Giu membersihkan saus yang menempel di dagu gadis itu pelan.
"Enak nggak?" tanya Putra. Giu bergumam sebentar, alisnya mengerut merasakan kecapan telur gulung yang meluber di dalam mulutnya itu. Oh, rasanya seperti telur biasa. Tapi ada sedikit rasa manis entah apa itu.
Giu mengangguk saja. "Rasanya kayak telur."
Jawaban Giu sontak membuat Putra lagi dan lagi tertawa puas. "Gi, ya ampun. Iya lah kayak telur. Kan emang namanya juga telur gulung," ujar Putra refleks mendapat pukulan kecil dari Giu di lengannya.
Saat itu, pintu depan mobil terbuka. Supir Giu yang tadi Giu katakan sedang membeli martabak akhirnya kembali. Pak Joko namanya. Pak Joko langsung memasang muka kaget saat melihat keberadaan Putra di sana.
"Astagfirullah," ucapnya sambil memegang dada. Pak Joko langsung beralih menatap Giu, meminta penjelasan dari majikannya itu. Giu terkekeh saja. "Ini Putra, Pak. Temen sekelas Giu. Tadi kebetulan Putra ada di sekitar sini, jadi Giu panggil ke sini hehe," jelas gadis itu.
Pak Joko terlihat menghela napas. "Ya Allah Neng, kirain Bapak teh saha. Kirain teh si Eneng di culik kitu sama budak nyaho kieu."
Giu dan Putra tertawa kecil. Merasa canggung tiba-tiba karena rasanya seperti sedang dipergoki di mobil berdua. Pertanyaan selanjutnya dari Pak Joko bahkan membuat keduanya saling pandang canggung lagi.
"Eh, tapi kalian nggak ngapa-ngapain, kan?"
Putra dan Giu langsung menggeleng kompak. "Enggak, Pak. Giu sama Putra beneran cuma ngobrol doang kok tadi, sama tadi Giu coba makan telur gulungnya Putra," kata Giu berusaha meyakinkan supirnya itu.
Pak Joko memasang muka curiga. Pria paruh baya itu menyipitkan mata kala menatap Putra yang membuka mulut untuk memakan telur gulungnya lagi. Putra yang mendapat tatapan seperti itu pun langsung tidak jadi memasukkan telur gulungnya ke dalam mulut.
Dengan hati-hati, Putra menyodorkan plastik telur gulungnya ke arah Pak Joko. "Bapak mau telur gulung?"


****


Putra pulang ke rumahnya tepat di jam sembilan malam. Suasana rumah sudah sepi karena Mami pasti sudah tidur jam segini. Tapi tak tahu dengan Sera. Putra langsung bergegas ke kamarnya saja, melihat pintu kamar Sera juga sudah tertutup rapat.
Tapi tiba-tiba, pintunya terbuka lebar. Memberikan bunyi khas decitan pintu yang terdengar oleh telinga Putra. Lelaki itu mengurungkan diri untuk masuk ke kamarnya dan menyapa sepupunya itu.
"Ser— eh, woy! Kenapa lu? Nangis?"
Putra bertanya panik. Melihat mata sembab Sera dan pipinya yang basah membuat Putra menunduk sedikit untuk melihat wajah Sera yang menunduk. Sera juga ikut panik dan buru-buru menghapus air matanya di sana.
Sera mendongak ketika Putra menanyakan hal yang sama lagi. "Nggak apa-apa, Put," cicitnya.
Putra jelas berdecak tak suka. Nggak apa-apa bagaimana? Sudah jelas Sera ketahuan menangis seperti itu. "Yang bener aja, Ser? Lo tinggal bilang alasannya ke gua. Abis nonton drakor? Film? Atau abis call sama orang tua lo? Kenapa, Ser?"
Sera jujur tak menyukai sifat Putra yang amat kepo seperti ini. Menurutnya itu sangat menyebalkan. Karena seperti yang kalian tahu, jika Putra mempunyai keingintahuan atas sesuatu, maka Putra akan mengetahui sesuatu itu juga setelahnya entah dengan cara apapun.
"Ser," panggil Putra lagi.
"Iya udah iya, nanti gue cerita. Tapi lo jangan ngetawain gue!" Sera akhirnya pasrah dan dengan wajah cemberutnya, Sera menuding telunjuknya ke arah Putra.
Putra mengangguk. "Apa?"
"Nanti dulu gue mau cuci muka," ucap Sera kemudian berlalu dari hadapan Putra. Putra memutuskan untuk memakan martabaknya di ruang keluarga. Padahal tadinya, martabak itu akan ia makan di kamarnya saat belajar tengah malam nanti.
Putra menunggu Sera sekitar lima menit, lalu gadis itu akhirnya muncul lagi. "Nih, martabak," tawar Putra saat Sera mendudukkan diri di sebelahnya.
Sera menggeleng saja. "Nggak napsu. Lo aja."
Putra mengangkat bahu acuh. "Jadi gimana? Apa yang buat gue ketawa setelah mendengar cerita lo ini? Hmm," Putra berlagak seperti memikirkan sesuatu yang penting. "Ah! Gue tau!" serunya kemudian lantas membuat Sera menoleh takut.
"Lo nangisin Nathan?" tebak Putra tidak jelas. Sungguh tidak jelas. Sera langsung memukul kepala Putra sembari mendesis. "Gila," katanya.
Putra tertawa. "Terus apa dong?" tanyanya masih dengan mulut penuh martabak manis Om Bewok.
Sera menyandarkan tubuhnya di sofa milik Putra. Sambil menghela napas beberapa kali, Sera menatap lurus ke depan. Mengabaikan tatapan Putra yang kini juga berubah serius setelah melihat kesedihan lagi-lagi terpancar di wajah sepupunya itu. Dan untuk kedua kalinya, Putra tak jadi memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"What happened?"
Sera menghela napas lagi. "Gue .... barusan buka twitter—
"Ah, Sera Elizaaa." Putra berdecak keras. "Udah gua bilang kan lo jangan buka sosial media dulu, orang-orang pada ngomongin lo di sana. Semua ketikan mereka jahat-jahat. Sekarang apa? Lo tau semua kan—
"Gue penasaran, Put!" sanggah Sera. "Cuma diem aja dan nggak ngapa-ngapain buat gue makin takut. Gue bingung mau bersikap kayak gimana lagi abis ini karena gue nggak tau pasti orang-orang mandang gue gimana setelah gue turun peringkat kemarin."
"Udahlah, Ser. Lupain yang udah berlalu. Fokus sama tujuan lo yang sekarang buat perbaiki keadaan. Walaupun gue yakin ini bukan suatu kebetulan, karena gue yang paling tau potensi lo gimana sejauh ini."
Putra benar. Kadang Sera berpikir bahwa ini semua bukan sebuah kebetulan. Atau memang kebetulan yang disengaja? Ah, rasanya Sera sudah sangat percaya diri dengan apa yang ia miliki. Tapi kenapa hasilnya sungguh berbeda dengan apa yang ia harapkan?
Putra menyerongkan badannya ke samping, menatap Sera seutuhnya. "Lo mau minta bantuan phoenix?"
Sera sontak menggeleng kuat. "Nggak ah, gue nggak mau ngerepotin mereka lagi. Udah cukup lo aja yang tau kalau gue kepikiran hal ini. Mereka jangan, gue nggak mau mereka ikut kepikiran juga," tolaknya.
Putra bergumam. Sera bahkan tidak tahu kenyataan bahwa anak phoenix pun masih memikirkan hal ini sendirian. Hanya saja, mereka tak saling bicara. Putra bisa tahu dengan hanya melihat gerak-gerik Nathan yang berusaha membuat Sera tersenyum lagi, atau sikap konyol Ragas untuk memiliki niat yang sama dengan Nathan.
Serta ujaran langsung dari Giu tadi, saat dirinya bertemu dengan Giu di depan komplek. Giu juga ... diam-diam mengkhawatirkan Sera. Begitu juga dengan Putra. Mereka semua, memiliki perasaan yang sama.
Tapi Sera tak tahu itu.
"Tapi ... gimana kalau diam-diam mereka juga khawatir sama lo? Mereka mikirin lo selama ini tanpa lo tau?"
Sera menoleh kepada Putra. Apa benar yang dikatakannya itu? Kalau iya, Sera akan sangat merasa bersalah karenanya. Sera terdiam lagi. Tapi Putra sudah tidak tahan. Putra mengambil ponsel miliknya dan menekan tombol panggilan grup phoenix.
Ponsel Sera langsung berbunyi di sana. Sera panik begitu melihat Putra melakukan panggilan grup itu. "Putra!" Sera mencoba mencegah Putra dengan merebut ponsel sepupunya itu tapi usahanya tak berbuah manis.
Suara berat Nathan terdengar di kedua ponsel mereka. "Is there any problem?"
Sera melotot mendengarnya. Gadis itu melemas kala suara Ragas juga tiba-tiba terdengar dari ponsel mereka. "YOW WASAPP GUYS! Ada apa nih call malem-malem?"
Putra mengulum bibirnya, menahan tawa. Sebetulnya ia tak yakin dengan rencana untuk menelepon teman-temannya ini malam-malam begini. Tapi mau bagaimana lagi? Putra butuh solusi secepatnya dari mereka tentang Sera.
Baru Putra ingin membalas pertanyaan Nathan dan Ragas, suara cantik Giu juga terdengar. "Haiii, we have a space tonight? Siapa yang call duluan? Putra?"
Putra berdehem. "Iya, gua yang call kalian duluan. Kalian free? Gua mau ngomong," ucap Putra makin membuat Sera pasrah saja dengan kelakuan sepupunya itu.
"Of course! Kenapa?"
"Gua free terus, ada apa nih?"
"Sera mana?"
Pertanyaan terakhir dari Nathan membuat Sera menoleh ke arah ponselnya sendiri. Sera berusaha tersenyum walau ia tahu senyumannya itu tak akan terlihat oleh teman-temannya di sana. "Haii!" sapanya ramah, seperti biasanya.
"Sera abis nangis," ucap Putra, melirik ke arah gadis itu. Sera memasang jari telunjuk ke bibirnya. Ah, Putra ini. Tak bisa menjaga rahasia.
Tapi kan, tujuan Putra menelepon mereka untuk memberitahukan hal ini juga? Jadi, Sera bisa apa?
Langsung saja suara heboh Giu terdengar dari sana. Pertanyaan beruntun dari Ragas dan Nathan pun hampir bertabrakan. Mereka membuka suara bersamaan.
"Sera kenapaaa?"
"Nangis? Nangisin apa?"
"Hahahaha akhirnya ketua kelas Alpha Centauri bisa nangis juga."
Putra bercerita panjang lebar kepada ketiga temannya di sana. Sera hanya bisa menggigit kuku jari jempolnya mendengar Putra berbicara. Seolah hal ini adalah hal yang sangat penting untuk dibicarakan mereka malam-malam begini.
"Astagaa, Seraaa jangan sedih mulu ih gue kan udah bilang," kata Giu di seberang sana.
"Gua juga ikut kepikiran, jujur," sahut Ragas. "Samaa, please. Kayak aneh aja gituu," seru Giu lagi.
Sera menghela napas. "Kan," cicitnya menatap Putra kesal. "Udahlah guys kalian nggak harus mikirin masalah gue. Biar gue ajaa, yaaa," lanjutnya.
"Nggak bisa," sanggah Nathan. "Coba dah Ser lo besok bawa rapot lo. Gua mau liat, boleh nggak?"
Pertanyaan Ragas tadi membuat Sera dan Putra saling menatap. "Buat apa?" tanya Sera. "Tapi nggak apa-apa dah, bawa aja kata gua Ser," ucap Putra tiba-tiba setuju dengan perintah Ragas.
"Eh jangan gitu lahh." Giu jadi tak enak hati. "Kasian masa Sera nya."
"Buat mastiin aja, Gi. Nggak gua apa-apain, kok. Emang lo nggak penasaran nilai Sera gimana?"
Mereka berlima terdiam lagi setelah kalimat Ragas berakhir tadi. Tak ada yang berani membuka suara, sampai akhirnya Sera menggigit bibir bawahnya ragu. "Oke, besok gue bawa rapot gue."


****


Ragas membuka rapot belajar milik Sera dengan tergesa. Kelima anak phoenix itu kini berada di lingkungan kelas yang sepi. Seluruh anak kelas sedang berhambur ke kantin karena ini jam istirahat.
"Kan, aneh banget sialan."
Umpatan Ragas tadi berhasil menarik perhatian yang lain. Giu, Putra, dan Nathan segera mendekat. Ikut melihat isi rapot Sera.
"Kenapa nilai biologi Sera kecil banget?" Giu ikut mengerutkan alisnya bingung.
"76?" Nathan terkekeh. "Itu bukan nilai," lanjutnya.
Terdengar seperti ejekan, tapi Sera mengangguk membenarkan juga. Kenapa nilai biologinya sekecil itu padahal semua orang tahu dia pakar biologi disini?
"Aneh," komentar Putra. Yang lain mengangguk setuju.
Ragas segera menutup rapot itu dan mengembalikannya pada Sera.
"Ada yang nggak beres," kata Ragas memulai kembali diskusi mereka.
"Apa?" tanya Giu penasaran.
"Gak tau, tapi gue yakin ini gak bener."
Suasana kembali sunyi. Kelimanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
"Mau selidiki?"
Semua orang menatap Ragas. Sepertinya lelaki itu yang lebih penasaran dengan apa yang terjadi belakangan ini.
Sera menggeleng kuat. "gausah, gue udah berusaha buat lupain dan mau fokus buat kedepannya aja."
"Terus gimana kalau kedepannya lo malah tetep gak bisa perbaiki keadaan karena ada yang salah dari awal?"
Giu, Putra, dan Nathan mengangguk setuju. "Gue setuju sama Agas," timpal Giu.
"Mau gimana pun, kita harus tau apa yang terjadi," ucap Putra.
Nathan mengangguk lagi. "Oke, apa yang harus kita lakuin?" tanyanya langsung. Agar permasalahan ini sampai ke intinya.
Ragas mencondongkan badannya ke depan. Yang lain ikut membuat lingkaran kecil disana.
"Kita mulai dari Arabella. Firasat kita udah nggak enak kan sejak awal? Kalau dia beneran anak cerdas sampai bisa ngalahin Sera, sikapnya nggak perlu kayak gitu, 'kan?"
Giu mengangguk. "bener. Tanpa sadar, dia bersikap bodoh di depan kita semua."
"Jadi, yang harus kita lakuin pertama kali adalah, kita harus tau siapa sebenarnya Arabella ini."
Mereka berlima saling menatap satu sama lain saat rombongan anak kelas Alcen mulai kembali memasuki kelas. Jordan memimpin di barisan depan mereka. Anak Alpha Centauri memang begitu, saat waktu istirahat tiba, mereka bersama-sama pergi ke kantin, dan begitu pulang dari kantin, mereka masih bersama-sama pula.
"Arabella beneran definisi cewek gila! Lo semua liat kan tadi? Dia nyerobot kerumunan orang yang lagi ngantri di warung bakso?" Jordan berteriak kesal.
Giu langsung menoleh. "Jangan bilang dia langsung ke barisan depan?!"
Beberapa anak kelas mengangguk membenarkan pertanyaan Giu. "Bener, Gi. Semua orang ribut sorakin dia tapi dia tetep pede berdiri di situ. Dan lo tau apa yang lebih nyebelin? Dia bilang, dia pake hak golden pinnya buat nggak antri! Orang gila!" desis Jordan.
Putra tercekat, tak habis pikir dengan manusia berinisial Arabella itu. "Itu bodoh," ucapnya. "Emang dia pikir dengan pin emas itu dia bisa sewenang-wenang?" kekeh Putra lagi.
Anak kelas langsung bersorak setuju. Arabella sudah keterlaluan, dirinya menganggap enteng orang di sekitarnya hanya karena ia memegang hak golden pinnya itu.
"Gue setuju, Put!"
"Wah, dia pikir dia merasa hebat pake golden pin itu kah?"
"Dasar cewek ular."
Seruan kesal dari anak kelas memenuhi ruang kelas mereka. "Masalahnya sih bukan reputasi dia yang hancur, tapi kelas kita juga bisa-bisa dicap sebagai kelas terburuk kalau semua orang liat kelakuan dia kayak gitu," seru Abra.
Giu menggeram setuju. "Bener banget Abra!! Ih gue kesel lagi deh," katanya.
"Agas, Putra, Giu, sama Nathan. Kalian berempat gak bisa pake hak golden pin kalian buat usir si Bella apa?" usul Ezekiel gemas sendiri.
Memang benar sih, jika Arabella bisa berbuat seenaknya hanya dengan pin emas itu, maka Ragas, Putra, Giu, dan Nathan pun bisa dengan mudah melakukannya juga dong?
"Ide bagus," ucap Ragas membuat seluruh anak kelas Alpha Centauri menatap kepadanya. "Tapi ... lebih bagus kita kasih dia pelajaran sebelum kita usir dia, 'kan?"
Pelajaran. Mereka tentu menyukai pelajaran. Tapi pelajaran yang Ragas maksud pun, mereka jelas suka. Terlebih, mereka akan memberi pelajaran kepada orang yang telah membuat kerusuhan secara tiba-tiba di kelas mereka ini.
Mereka kompak tersenyum penuh arti, menatap satu sama lain. Mereka mengerti maksud Ragas. Salah satu gadis berkacamata yang bersandar di dinding kelas berujar, "kita tunggu pelajaran apa yang pantas Arabella dapat dari kalian berlima. Kita percaya kalian bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya," tegasnya.
Ragas mengangguk. Seluruh anak kelas Alpha Centauri kini sudah menyerahkan masalah ini sepenuhnya pada anak phoenix. Empat dari lima anak phoenix tentu senang mendengar anak kelas mempercayai mereka dalam masalah ini. Terkecuali Sera. Gadis itu makin bingung sekarang.
Sepertinya, masalah Arabella bukan hanya menganggu pikirannya saja kali ini. Tapi Arabella juga sudah menganggu ketenangan anak kelas. Arabella, menyusahkan semua orang.
Sera menunduk kala chat dari Pak Alwi masuk ke ponselnya. Tepat saat bunyi bell masuk terdengar dan anak kelas kembali duduk ke tempatnya masing-masing. Sera mengernyit bingung, Pak Alwi kembali menyuruhnya untuk menemuinya.



***

"Guys, gue disuruh Pak Alwi ikut olimpiade lagi. Gimana menurut kalian?"
Pulang sekolah ini, Sera dan anak phoenix kembali berkumpul di kelas setelah semua anak kelas pulang tadi. Putra dan yang lainnya langsung mengernyit heran. Bahkan Giu sudah mengangkat alisnya bingung.
"Wait, Sera .... you're not in the top five anymore. Apa maksudnya mereka masih libatin lo? Ih marah banget gue?!" kesal Giu.
Putra berdecak. "Emang aneh, kan? Gua ngerasa ada yang nggak beres."
"Olim apa?" tanya Nathan.
"Biologi."
"SINTING???" Ragas menggebrak meja Putra sontak. "Nilai biologi lo aja 76 kocakk mana mungkin lo bisa ikut dengan nilai segitu?? Gitu aja sih logikanya."
Sera setuju. "Itu dia! Itu yang gue bingung," ucapnya tak tahu lagi harus berkata apa. Memang Ragas benar, dengan nilai ujian segitu, masa iya sekolah masih mau Sera ikut olimpiade biologi lagi? Nggak masuk akal banget?
Putra tertawa. "Kayak ketahuan banget masih butuh Sera buat ikut olim biologi, tapi curang."
"Curang yang bisa diliat jelas hahaha," timpal Ragas. Putra langsung menoleh semangat. "Woy Gas! Lo mikir yang sama kayak gua juga apa gimana?" Ragas tersenyum saja.
Giu mengernyit. "Curang gimana? Gue nggak paham maksud kalian," katanya menatap Putra dan Ragas bergantian.
"Gua emang udah mikir begini dari awal Bella masuk ke kelas kita, Put," ucap Ragas lagi semakin membuat Giu tak mengerti arah pembicaraan mereka.
"Apa sih? Jelasin dong!" rengek Giu.
Tapi alih-alih Ragas dan Putra yang menjelaskan, Nathan maah yang membuka suara. "Agas sama Putra punya firasat sekolah manipulasi nilai Sera," ujar cowok itu.
Nathan memang punya pemikiran yang sama seperti dua teman lelakinya itu. Tapi bedanya, Nathan tak berbicara saja seperti mereka tadi. Kini wajah Giu sudah melotot tak percaya. "Hah demi apaa?!! Jahat banget kalau sampe itu beneran!"
Sera menghela napas lagi. "Itu cuma firasat mereka aja, Gi. Gue juga nggak percaya sekolah bisa ngelakuin itu."
Mendengar jawaban Sera, Ragas dan Putra malah tertawa. "Yaelah, Ser. Jaman sekarang mah semua gampang kalau ada duit," ucap Ragas. Putra mengangguk. "Yoii, money value," katanya.
"Gila kalian berdua," desis Sera. "Itu bisa jadi pencemaran nama baik kalau apa yang kalian pikirin itu salah."
"Tapi gua setuju sama Agas Putra," celetuk Nathan. Sera lemas jika Nathan sudah membuka suara. Karena lelaki itu selalu berbicara jujur dan apa yang ia pikirkan adalah suatu kebenaran. Sekarang Sera makin bingung harus apa. Pikirannya berkecamuk, rasanya Sera ingin pingsan sekarang juga.
"Tuh, Ser. Lo liat temen sebangku lo aja setuju sama gua sama Putra."
Putra terkekeh lagi. "Gimana menurut lo, Gi?" sekarang Putra beralih menatap Giu yang sedaritadi diam menunduk. Entah apa yang ada di pikiran Giu, tapi yang pasti gadis itu shock mendengar firasat buruk Putra dan Ragas terhadap Arabella.
Giu mendongak saat Putra masih menatapnya di hadapan sana. "Nggak tau deh. Ihh, merinding tau kalau sampai bener. Ngeri juga bahas uang." Giu bergidik sendiri.
Ragas berdehem. "Gini deh, Ser. Biar lo makin percaya, kita coba selidiki si Bella itu siapa. Gua yakin dia ada backingan kuat di belakangnya."
"Setuju."
Sera menatap Ragas. "Gimana caranya?"
"Nanti gua pikirin lagi."


****


Pagi ini, seperti biasa, Sera berjalan ke depan kelas untuk mulai memimpin kegiatan mereka hari ini. Seluruh isi kelas terdiam menunggu Sera berbicara di sana. Mereka lengkap, tapi tanpa Arabella. Gadis menyebalkan itu sepertinya belum datang ke sekolah pagi ini.
"Pagii, guyss!" Sera menyapa semua teman-teman kelasnya.
"Pagi, ketuaaa!"
"Jangan lupa hari ini ada ulangan harian kimia yaa di jam kedua! Jadi nanti jam pertama, bisa pakai buat belajar sendiri," ucap Sera mengingatkan teman-temannya dengan ulangan harian kimia pagi ini.
"Siapp!"
"Okee, Seraa."
"Oke ketuaa!"
"Gue akan berusaha meski gue tau yang bakal dapat nilai tertinggi pasti Agas atau Sera lagi," ucap Alma membuat seluruh anak kelas tertawa setuju. Mereka tahu Sera sangat baik di bidang kimia. Dan Ragas, tidak usah ditanya. Seluruh pelajaran pun bisa Ragas kuasai.
"Bener banget Ma!" seru Jaja, dan beberapa anak kelas lainnya yang berteriak setuju.
"Jangan gituu," kata Sera. "Kita semua bisa kok!! Pasti bisa!! Semangatt!" Sera mengepalkan tangan kanannya ke udara.
"Semangaaatt!!" anak kelas ikut berseru juga.
"Tapi gue setuju bangett. Sera kan ahli kimia dan biologi!" kata Giu.
"Semangat mengalahkan Sera buat lo lo semua, kalau gua udah positif kalah." Ragas malah merunduk. Itu membuat Sera sedikit kesal. "Masa ada? Agas jangan gituuu!" rengeknya dari depan kelas.
Ragas tertawa saja. "Ayo taruhan! Kalau gue menang, lo harus traktir permen karet buat gue sebulan penuh!"
Suasana kelas jadi ribut karena ajakan taruhan Ragas itu. Sera bahkan kembali bersemangat sekarang. "Oke, kalau lo kalah, lo harus puasa permen karet sebulan penuh. Gimana?" tantang Sera.
"Wahh sadiss!" desis Putra tertawa senang melihat pertempuran antara dua teman pintarnya ini.
"Gilaaa seru nihh!" seru anak kelas yang lain.
"ANJIR MANA BISA GITU?!" seru Ragas tak terima. Puasa permen karet sebulan? Ragas bisa gila kali. Enak aja?
Sementara anak kelas sudah pada tertawa puas melihat wajah panik Ragas. Bahkan cowok itu sudah berdiri dan menyuruh Sera menarik kata-katanya. Tapi Sera balas tertawa di sana.
"Mampus lo Gas, kaga bisa makan permen karet sebulan!" ejek Jordan.
Ragas berdecih. "Cihh, liat aja nanti gua yang baka menang!"
Sera kembali ke tempat duduknya saat Arabella masuk ke kelas mereka. Sebisa mungkin Sera bersikap ramah kembali kepada gadis itu. Sera tersenyum saat melewati meja Arabella.
"Bell," panggil Sera. Arabella menoleh sebentar dengan wajah juteknya itu. "Jam kedua nanti ada ulangan harian kimia, siap-siap belajar di jam pertama yaa. Semua anak kelas udah pada tau, tinggal lo doang," kata Sera.
Ragas berdecak saat Arabella tak membalas perkataan Sera. Tapi persetanlah dengan Arabella, Ragas sekarang fokus membuka buku catatan kimia nya. Kali ini ia tak akan biarkan Sera menang darinya. Karena Ragas tak ingin berpisah dengan permen karet kesayangannya itu.
"Yakali gua cerai sama permen karet kesukaan gua? Rugi dong?"


***

"Congratulations, ketua kelas! Kamu berhasil mendapat nilai tertinggi di kelas ini!"
Bu Anne, selaku guru kimia di sekolah ini, membagikan kertas ujian mereka secara berturut. Dan tentu saja, Sera menjadi yang pertama disana.
Gemuruh tepuk tangan dan sorakan dari anak kelas yang lain memenuhi ruang. Sera tampak seperti ratu disana. Suara tawa ejekan untuk Ragas juga mendominasi.
"Yahahaha Agas harus puasa makan permen karet sebulan!!" seorang anak kelas berseru dari sana. Suasana kelas menjadi ricuh.
Raut wajah Ragas sudah tidak bisa dijelaskan seperti apa. Intinya kali ini, cowok itu sedang sibuk memeriksa lembar ujiannya, dan mencari tahu dimana letak kesalahannya.
Setelah tahu dimana ia melakukan kesalahan, Ragas membalikkan badan menghadap Putra dan Giu yang sedang bertukar lembar jawaban untuk melihat hasil satu sama lain juga.
"Gi, Put, emang jawaban nomor 25 apa?" tanya Ragas.
"B," kata Giu dan Putra hampir berbarengan.
"Hah? Kenapa b? Bukannya c ya? kan hasilnya 117? Gua ngitung udah bener, kok."
Sera yang mendengar percakapan mereka dari belakang, langsung berseru. "Lo harus kali 18 dulu, kita kan cari massa molekul relatif, jadi harus cari Ar nya, baru kalau udah ketemu dihitung semuanya."
Jawaban Sera tadi dengan otomatis membuat Giu dan Putra mengangkat jempol pada gadis itu.
Ragas terlihat bengong sebentar. Kemudian dirinya tersadar telah salah dengan jawabannya kali ini. Ragas segera menepuk dahinya keras. "gua lupa ngitung Ar."
Percakapan mereka, didengar oleh seluruh anak kelas. Mereka pun tertawa bersama melihat betapa frustasinya Ragas terhadap jawaban soalnya yang salah.
Bu Anne pun ikut menyimak. "lain kali, lebih hati-hati lagi yaa, Ragas," katanya. Ragas mengangguk lemas saja.
Pupus sudah harapan dirinya akan ditraktir Sera permen karet selama sebulan penuh. Dan ia malah mendapat hukuman untuk puasa permen karet selama sebulan.
Di tengah kebisingan anak kelas mengejek Ragas, seorang gadis disamping Ragas yang sedari tadi diam menatap ponsel tiba-tiba saja berdiri. Membuat seluruh isi kelas terdiam menatapnya.
"Bu, saya izin ke toilet," ujarnya kemudian berjalan meninggalkan kelas. Ya, gadis itu adalah Arabella.
Bu Anne mengangguk saja. Lalu Giu mengangkat tangan, hendak bertanya satu hal pada guru kimia yang masih duduk di singgasananya itu.
"Iya, kenapa Giudith?"
"Siapa yang dapat nilai terburuk di kelas kami? Boleh kami tahu?" tanya Giu. Yang lain ikut mendengarkan, penasaran juga.
"Sebetulnya kalian semua melakukan yang terbaik hari ini. Hampir seluruh dari kalian mendapat nilai A dengan rata-rata 90 keatas. Tapi ada satu orang yang mendapat nilai dibawah 70."
Alpha Centauri kembali ramai dengan bisik-bisikan mereka sendiri. Mereka menduga-duga siapa yang dapat nilai rendah itu?
"Bisa beri tahu kami siapa orangnya?" seorang gadis berkacamata yang duduk di ujung sana akhirnya membuka suara. Anak kelas mengangguk setuju.
"Tidak. Ibu tidak akan membiarkan dia malu didepan kalian. Kalau mau tahu, kalian bisa saling bertukar nilai hasil di grup chat kelas. Ibu pergi dulu, terimakasih ya!"
Setelah kepergian Bu Anne tadi, suasana kelas ricuh lagi. Banyak yang saling bertukar nilai hasil. Anak phoenix tampak tidak begitu peduli. Mereka malah berceloteh tentang bagaimana Ragas bisa hidup tanpa permen karet.
"Ah udahlah, gua mau ke kantin aja!" kesal Ragas berdiri meninggalkan Putra, Giu, Sera, dan Nathan yang masih menertawainya.
Di jalan hendak ke kantin, Ragas berpapasan dengan Arabella yang ingin kembali ke kelas. Ragas malas menyapanya. Tapi Arabella terlihat tersenyum ke arahnya.
"Halo Agas!!!" sapa Arabella. Ragas meliriknya saja. Kemudian melanjutkan aktifitas berjalannya.
Tapi setelah lumayan jauh, entah kenapa firasat Ragas tidak bagus. Melihat Arabella seceria itu, malah membuat Ragas berpikir yang tidak-tidak.
Ragas membalikkan badan untuk melihat kemana Bella pergi. Dan lelaki itu terkejut saat melihat Arabella merogoh saku seragamnya untuk mengambil kertas hasil ujian kimianya tadi, dan merobeknya menjadi berkeping-keping. Kemudian dengan raut kesalnya, gadis itu membuat kepingan kertas itu ke tong sampah di depan kelas.
"Kan, udah gua duga pasti dia yang nilainya paling rendah di kelas," gumam Ragas.
Melihat linglungnya Arabella yang melirik kesana kemari untuk memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya di sana, Ragas semakin yakin ada yang tidak beres dengan ini semua.
Ragas membuka aplikasi kamera di ponselnya, kemudian dengan cekatan memotret punggung Arabella yang masih berdiri di depan tong sampah itu. Ragas langsung mengirimkan bukti foto itu ke grup phoenix. Memberitahukan teman-temannya tentang apa yang terjadi barusan.
Lalu Ragas menatap punggung Arabella lagi di sana, gadis itu sudah kembali masuk ke dalam kelas.
"Arabella .... sebenarnya lo itu siapa?"

Continue Reading

You'll Also Like

65.7K 1.5K 78
Harry Potter x female reader °。°。°。°。°。°。°。°。°。°。°。°。 Cedric Diggory has a younger sister named Y/n and she's starting her fourth year at Hogwarts. H...
3.7M 86.7K 141
Soon to be Published under GSM Darlene isn't a typical high school student. She always gets in trouble in her previous School in her grandmother's pr...
41.7K 2.9K 24
|ongoing| Ivana grew up alone. She was alone since the day she was born and she was sure she would also die alone. Without anyone by her side she str...
730K 2.7K 66
lesbian oneshots !! includes smut and fluff, chapters near the beginning are AWFUL. enjoy!