Bukan Sang Pewaris

By luisanazaffya

54.1K 6.5K 307

Leon tak perlu mengerahkan kekuatannya untuk menarik tubuh Aleta ke pangkuannya. Selain karena tubuh gadis it... More

1. Bukan Sang Pewaris
2. Calon Tunangan
3. Pertunangan Tak Terduga
4. Gadis Cacat
5. Cinta Yang Tersembunyi
6. Malam Pertama
8 Cinta Anna
11. Kekuarga Ezardy
12. Saudara Sepupu?
15. Dansa Bersama
16. Paman dan Keponakan
17. Masa Lalu Kisah Cinta Segitiga
18. Kecemburuan Yang Berapi-Api
Ebook Bukan Sang Pewaris
21 Ketegangan Di Meja Makan
22. Pelampiasan Emosi
23. Ancaman Bastian
24. Keputus Asaan Bastian
25. Antara Leon Dan Bastian
26. Kebimbangan Aleta
27. Ke Mana Pun Akan Pergi
28. Kehidupan Baru Dimulai
29
30. Di Ujung Tanduk
31. Kembali
32. Anak Leon
33.
34. Tak Berkutik
35. Makan Malam Kejutan
36. Surat Kesepakatan Perceraian
37. Merelakan
38 Berlian Mamora
39. Amarah Leon
41. Menghapus Kenangan Masa Lalu
42. Menunggu Sedikit Lebih Lama
43. Pernikahan Bastian
44. Baby Lucien
47. Adik Kakak
48. Kecemburuan Leon
49. Tidak Baik-Baik Saja
50. Sebagai Putra Tertua Jacob Thobias

40. Perubahan Leon

1.2K 180 3
By luisanazaffya

Part 40 Perubahan Leon

“Mengancam?” Aleta kembali dikejutkan dengan informasi tersebut. 

Monica mengangguk. “Dia benar-benar sudah berubah, Aleta. Sejak kau pergi, papamu jadi lebih murung dan sering mengurung diri di ruang kerjanya. Entah memikirkanmu atau Leon, sepertinya lebih banyak karena pekerjaan. Papamu hanya cemas jika Leon melakukan sesuatu padamu, jadi dia hanya mengatakan pada mama untuk menuruti semua yang diinginkan Leon dari kami.”

Aleta menjilat bibirnya yang kering. Mencerna penjelasan sang mama yang masih tak bisa dirabanya dengan baik. “Sebenarnya ada masalah apa dengan Leon dan mamanya?”

Bibir Monica sudah membentuk celah, tetapi hanya helaan panjang yang keluar dari sana. Kepala wanita itu kemudian menggeleng. “Sebaiknya kau tak perlu tahu. Di antara mereka, entah siapa yang harus dibenarkan.”

Kerutan di antara kedua alis Aleta semakin menukik tajam. Kebungkaman mamanya membuatnya menahan rasa penasaran yang mulai merambati dadanya.

*** 

Setelah Leon meminta dokter Tyas memastikan keadaan Aleta dan janin dalam kandungan sang istri benar baik-baik saja dengan melakukan pemeriksaan USG, Aleta pun diijinkan pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan, tak ada di antara keduanya yang saling bicara. Wajah Leon yang datar dan dingin masih dihiasi ketegangan, yang Aleta tak ingin usik. Jadi ia hanya perlu mempertahankan keheningan tersebut sampai mobil berhenti di halaman gedung apartemen.

Leon turun lebih dulu, membukakan pintu untuk Aleta. Keduanya berjalan memasuki lobi ketika seseorang yang duduk di kursi runggu menghentikan langkah Leon.

Lionel Ezardy bangkit berdiri, menatap Aleta dan Leon bergantian. Lebih lama pada Leon dan berjalan menghampiri sang putra yang sudah melangkah ke samping untuk menghindar. “Papa ingin bicara sebentar.”

“Papa mohon.” Suara permohonan Lionel berhasil mencegah langkah Leon. Keduanya saling pandang sejenak sebelum kemudian akhirnya Leon mengangguk tipis.

“Tunggu di sini.” Leon mendudukkan Aleta di kursi terdekat sebelum berjalan menjauh. Mendekati sudut ruangan yang jauh dari lalu lalang penghuni lain.

Aleta tak melepaskan pandangan dari kedua pria tersebut. Lionel tampak bicara lebih dulu, sementara Leon mendengarkan dengan gestur tubuh yang semakin diselimuti ketegangan. Dan saat pria itu bicara, Lionel tampak terkejut. Ekspresi pria paruh baya tersebut seperti disambar petir. 

Leon tak peduli, entah apa yang dikatakan pria itu, Lionel semakin pucat pasi. Hanya berdiri mematung dengan kedua pundak yang terlunglai setalah Leon meninggalkannya.

Leon menyambar lengan Aleta, membawa sang istri masuk ke dalam lift.

Napas Aleta tertahan, ketegangan di tubuh Leon berhasil membuatnya beringsut ketakutan. Terutama dengan cengkeraman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin menguat. 

“S-sakit,” rintih Aleta. Berusaha memelintir lengannya untuk melepaskan diri.

Leon tersadar, pandangannya turun ke pergelangan tangan Aleta dan segera melepaskannya. Terkejut oleh dirinya sendiri.

Pintu lift berdenting, memecah keheningan yang membentang di antara keduanya. Aleta keluar lebih dulu, langsung menuju salah satu dari dua pintu yang ada di lantai tersebut. Tetapi ia harus menunggu Leon yang membuka pintu menggunakan kartu akses pria itu karena kartu aksesnya ada di dalam tas, yang juga dibawa Leon.

Aleta masuk ke dalam kamar, langkahnya baru setengah menyeberangi ruangan ketika Leon kembali menangkap pergelangan tangan wanita itu. Membalik tubuhnya dan menyambar bibir dalam lumatan yang panjang.

Aleta berusaha menolak ciuman tersebut, tubuhnya memberontak. Tetapi kedua lengan Leon yang menahan punggung dan bagian belakang kepala meredam semua usahanya dengan mudah. Bahkan dengan sangat mudah pria itu memindahkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Ciuman Leon begitu menggebu dan penuh emosi. Meluapkan amarah dan gairah pria itu pada tubuhnya. Tangan pria itu bergerak melucuti pakaian Aleta dengan kasar, penolakan Aleta sama sekali tak pria itu gubris. Hingga rintihan Aletalah yang membuat pria itu akhirnya berhenti.

“S-sakit, Leon.” Kedua tangan Aleta tertahan di dada Leon. Rautnya meringis karena himpitan tubuh Leon yang membuatnya dadanya terasa sesak. “Kau menyakitiku.”

Leon mengerjap, wajah pria itu yang menggelap tampak membeku. Sedikit terangkat dan tercenung menatap ringisan di wajah Aleta.

Aleta berguling ke samping, memegang perutnya yang terasa kaku karena mengeluarkan tenaga terlalu berlebihan untuk membebaskan diri dari tindihan Leon.

Leon terduduk di tepi ranjang, kepala pria itu tertunduk dengan kedua telapak tangan membekap wajah. Menggusur ke helaian rambut di kepala dan menjambaknya sembari mengerang marah. Lebih kepada dirinya sendiri.

Melompat berdiri, pria itu masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintunya dengan keras. Menyusul suara pecahan kaca yang mengagetkan Aleta.

Aleta ikut bangun terduduk, memperbaiki pakaiannya yang berantakan sebelum turun dari ranjang. Lalu masuk ke dalam kamar mandi.

“L-leon?” pekiknya melihat Leon yang duduk di lantai. Di tengah pecahan kaca yang berhamburan dengan tangan mengucurkan darah. “Tanganmu.”

Aleta menyambar handuk kecil di gantungan, menggunakannya untuk membebat luka di tangan pria itu.

Tapi baru saja handuk itu menyentuh tangannya, Leon mendorong Aleta menjauh. Ada kecemasan yang sempat menyelinap ke dadanya dengan sikap kasarnya tersebut. Tetapi dorongannya memang tak cukup kuat dan tak cukup menyakiti gadis itu.

 “Keluar, Aleta,” desisnya tajam.

“T-tang …”

“Kubilang keluar. Sekarang.” Desisan Leon lebih tajam.

Aleta tetap bergeming sesaat, sampai ia menyadari tatapan Leon yang dipenuhi emosi yang campur aduk dan pria itu memang butuh waktu sendiri. Aleta pun bangkit berdiri, meninggalkan pria itu di dalam kamar mandi seorang diri.

*** 

“Aleta tak akan pergi ke sana.” Ketegasan dalam suara Leon berhasil membuat Monica dan Nirel membeku. Menciptakan keheningan di ruang tamu apartemen Leon yang luas.

“Ini acara keluarga, Leon.” Monica mengabaikan tatapan peringatan sang suami yang memintanya untuk diam. “Kita melakukannya setiap bulan.”

“Aleta bukan lagi bagian keluarga kalian.” Leon menekan kalimat kalian hanya pada Monica.

“Dia putriku.” Nada suara Monica mulai diselimuti kefrustrasian akan ketegasan sang menantu. “Dan meski acara ini sangat membosankan, Maida dan Yoanna tetap saudaraku.”

“Putri tiri,” koreksi Leon. 

“Dia sudah seperti putri kandungku, Leon.” Monica tak mau kalah.

“Dan itu tak membuatnya menjadi putri kandung mama. Darahnya tak lebih kental dari darah yang kumiliki.”

Mulut Monica membuka nutup tak percaya dengan argument Leon yang berhasil mematahkan setiap jawabannya. Kali ini ia tak mengatakan apa pun ketika Nirel menggenggam tangannya.

“Kenapa mama begitu memaksa?” Leon memutar tubuh menghadap sang mertua. Melemparkan tatapan curiga. “Apakah mama memiliki tujuan lain dengan acara ini?”

“Apa maksudmu?”

“Acara makan malam ini tak hanya menjadi acara keluarga, kan? Sekaligus merayakan keluarnya Bastian dari rumah sakit.”

Kedua rahang Monica seketika terkatup rapat. Menelan napasnya yang tercekat. Ya, ia hanya ingin memastikan Aleta melihat bahwa Bastian sudah baik-baik saja dan tak perlu ada yang dicemaskan lagi oleh sang putri. “Ini juga demi kebaikan kalian berdua.”

“Ya, terima kasih untuk niat baiknya, Ma. Tapi … kami akan mengurus pernikahan kami sendiri.”

Nirel memberikan tekanan dalam genggamannya, membungkam apa pun yang akan dikatakan oleh sang istri lagi. Pandangannya beralih menatap sang putri yang duduk di seberang meja, memberikan satu anggukan dan berkata dengan suara rendah. “Baiklah. Kami akan pergi.”

Aleta hanya bisa menatap kepergian Nirel dan Monica dengan emosi Leon yang masih jauh dari kata baik. Bahkan papanya pun tak berkutik dengan titah seorang Leon. Sikap Leon pada papanya pun jauh berbeda dengan sebelumnya yang selalu penuh dengan hormat.

“Kau ingin pergi?” Leon yang pertama kali memecah kesunyian di antara keduanya.

Aleta menelan ludahnya. Bisa merasakan kalau pertanyaan menjebak Leon sengaja untuk menyudutkannya. Kepalanya bergerak menghadap pria itu dengan perlahan. Langsung terkunci oleh tatapan menelisik pria itu. 

“Kau tak akan mengijinkanku meski aku ingin pergi, kan? Kenapa selalu mempertanyakan hal yang sudah pasti? Pendapatku jelas tak lebih penting dari keputusanmu, Leon.” Suara Aleta keluar dengan penuh ketenangan, pun begitu sindiran yang terselip sama sekali tak tertutupi.

Leon terkekeh. “Kalau begitu bersiaplah.”

Mata Aleta terbeliak terkejut sekaligus terheran. “A-apa?”

Seringai Leon lebih tinggi. “Tidak seperti yang kau pikirkan, istriku. Kita akan membuat acara sendiri. Hanya kita berdua.”

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 47.6K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
1.4M 111K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
3.4M 250K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
2.4M 30.5K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...