Bukan Sang Pewaris

By luisanazaffya

54.1K 6.5K 307

Leon tak perlu mengerahkan kekuatannya untuk menarik tubuh Aleta ke pangkuannya. Selain karena tubuh gadis it... More

1. Bukan Sang Pewaris
2. Calon Tunangan
3. Pertunangan Tak Terduga
4. Gadis Cacat
5. Cinta Yang Tersembunyi
6. Malam Pertama
8 Cinta Anna
11. Kekuarga Ezardy
12. Saudara Sepupu?
15. Dansa Bersama
16. Paman dan Keponakan
17. Masa Lalu Kisah Cinta Segitiga
18. Kecemburuan Yang Berapi-Api
Ebook Bukan Sang Pewaris
21 Ketegangan Di Meja Makan
22. Pelampiasan Emosi
23. Ancaman Bastian
24. Keputus Asaan Bastian
25. Antara Leon Dan Bastian
26. Kebimbangan Aleta
27. Ke Mana Pun Akan Pergi
28. Kehidupan Baru Dimulai
29
30. Di Ujung Tanduk
31. Kembali
32. Anak Leon
33.
34. Tak Berkutik
35. Makan Malam Kejutan
36. Surat Kesepakatan Perceraian
37. Merelakan
38 Berlian Mamora
40. Perubahan Leon
41. Menghapus Kenangan Masa Lalu
42. Menunggu Sedikit Lebih Lama
43. Pernikahan Bastian
44. Baby Lucien
47. Adik Kakak
48. Kecemburuan Leon
49. Tidak Baik-Baik Saja
50. Sebagai Putra Tertua Jacob Thobias

39. Amarah Leon

852 159 4
By luisanazaffya

Part 39 Amarah Leon

Yoanna tak berhenti meremas kedua tangannya dengan gugup di depan pintu putih. Berjalan mondar-mandir dengan kecemasan yang memucatkan wajah cantiknya. Suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai bergema di lorong yang sunyi tersebut. Telapak tangannya mulai basah oleh keringat, setiap detik terasa seperti mencengkeram dadanya dengan lebih keras. Sesekali tangannya merogok sapu tangan di dalam tas untuk menyeka pelipisnya yang berkeringat. Cemas akan apa yang terjadi dengan sang menantu.

Pintu yang terbuka segera membekukan langkahnya, kedua kakinya gegas menghampiri wanita yang mengenakan jas putih yang baru saja keluar.

“Apa yang terjadi dengan menantu saya, Dok?” cecarnya pada sang dokter. Kedua tangannya memegang lengan dokter Tyas, nyaris mencengkeram dengan napas yang setengah tersengal.

Dokter Tyas mengambil kedua tangan Yoanna, menggenggam dengan lembut demi menenangkan kecemasan wanita paruh baya tersebut. Senyum melengkung lebar saat menjawab dengan lembut. “Ibu dan janin, semuanya baik-baik saja, Nyonya. Sepertinya menantu Anda hanya syok.”

“Apakah dia sudah bangun?”

“Kita hanya perlu menunggu. Dengan kondisi vitalnya yang baik dan normal, seharusnya tidak menunggu lama.”

“Kandungannya?”

“Detak jantungnya kuat. Gerakannya juga aktif. Semuanya baik-baik saja.”

Yoanna menghela napas penuh kelegaan. 

“Anda sebaiknya menemani di dalam. Jika sewaktu-waktu menantu Anda bangun, ada yang menemani.”

Yoanna mengangguk. Dokter Tyas pun berpamit pergi. Tepat ketika Yoanna baru saja duduk di kursi di samping ranjang pasien, pintu ruang perawatan tersebut kembali terbuka dan Monica berjalan masuk dengan langkah terburu. Menemukan sang kakak dan putrinya yang berbaring di ranjang dengan mata terpejam.

“Apa yang terjadi? Aku baru saja bicara dengannya ketika tiba-tiba kau menghubungiku dan ada di rumah sakit.” Suara Monica terdengar penuh kekesalan.

Yoanna hanya menggeleng dengan pilu, gurat penyesalan masih menggarisi seluruh permukaan wajahnya. “Aku tak tahu. Saat aku keluar dari butik, dia sudah tidak ada. Aku sudah menghubungi ponselnya dan kupikir dia sedang ke toilet sebentar. Tapi panggilanku tidak diangkat dan aku mencarinya ke sana. Aku menemukannya sudah pingsan di lantai toilet.”

“Kau tahu dia sedang hamil, Yoanna. Bagaimana mungkin kau melepaskan pandangan darinya?” Kekesalan Monica semakin kental. “Kenapa kau tak becus menjaganya? Apa yang dikatakan dokter?”

“Semuanya baik-baik saja. Hanya syok.”

“Tidak ada pendarahan?”

Yoanna menggeleng pelan.

“Kau sudah menghubungi Leon?”

Yoanna terdiam sejenak sebelum menggeleng dengan lebih pelan. “Dia tak akan mengangkat panggilanku, Monica. Jadi aku menggunakan ponsel Aleta untuk mengabarkan hal ini.”

Monica mendesah dengan kasar. “Lain kali, kupastikan kau tak membawanya ke mana pun, Yoanna.”

Wajah Yoanna semakin membeku. “A-apa?”

“Aku tak mungkin mempercayakan dia padamu lagi. Aku tak setolol itu untuk membahayakan putriku di tanganmu.”

“Kenapa aku tak boleh mengajaknya jalan-jalan? Dia menantuku.”

“Yang kau pedulikan hanya anak dalam kandungannya saja,” tandas Monica dengan tegas. “Jika yang dia kandung anak Bastian, kau tak mungkin bersikap seperti ini.”

Mulut Yoanna membuka nutup tanpa suara.

“Dan … kau pikir Leon akan membiarkanmu pergi dengannya setelah kejadian ini? Jangan libatkan Aleta dengan pertengkaranmu dan Leon. Jika kau ingin melihat cucumu, pastikan dulu kau memperbaiki hubunganmu dengan Leon.”

“Kau tak bisa melakukan ini padaku, Monica.”

“Aku bisa,” jawab Monica dengan tegas. “Kau pikir aku tak tahu cara kotor apa yang kau lakukan untuk Leon demi mendapatkan kursinya saat ini?”

Wajah Yoanna seketika berubah sepucat mayat.

“Kenapa kau masih tak menyadari kesalahanmu, hah?”

“Aku melakukannya demi Leon.” Suara Yoanna seperti tercekik.

“Ya, lihatlah sekarang apa yang kau lakukan demi Leon,” ulang Monica penuh kesengitan. “Kau membebaninya dengan kekecewaan yang teramat besar, hingga melihat wajahmu saja dia tak sudi. Itu yang kau katakan demi Leon.”

Kali ini Yoanna benar-benar tak berkutik. 

“Demi keserakahan dan keegoisanmu,” koreksi Monica menambahkan.

*** 

Kesadaran Aleta  yang perlahan kembali disambut dengan rasa pusing yang begitu intens di kepalanya. Kelopak matanya bergerak perlahan, dan kesadaran yang mulai menyeruak di tengah kegelapan membuat suara-suara di sekitarnya semakin tertangkap jelas.

“Keluar!!” Suara tajam dan cukup keras tersebut berhasil mengagetkan Aleta, mengembalikan seluruh kesadarannya. “Keluar dan jangan pernah muncul di hadapan kami lagi!!”

Kedua mata Aleta terbuka, menatap langit-langit yang putih. Kepalanya kemudian bergerak ke samping, ke sumber suara yang menusuk telinganya tersebut. Matanya berkedip beberapa kali, menjernihkan pandangannya. 

Dengan kepala tertunduk dan tubuh yang bergetar oleh isak tangis. Langkah terseret Yoanna berjalan ke arah pintu. Menjauh dari sosok tubuh besar dan tinggi yang dipenuhi ketegangan di tengah ruangan. Amarah menguar dari tubuh Leon, yang memunggungi posisi pintu. Kemurkaan yang menyelimuti pria itu begitu besar, hingga tubuh Leon bergetar hebat demi menahan semua luapan emosinya sendiri. Yang berhasil membuat bulu kuduk Aleta meremang oleh rasa takut.

“Aleta?” Suara lembut yang berbanding terbalik dari gelegar di sisi kanannya, mengalihkan perhatian Aleta. “Kau sudah bangun, sayang?”

“M-mama?”

Monica mengangguk. “Ya. Mama di sini. Apa kepalamu pusing, haus, atau mungkin perutmu terasa tak nyaman?”

Aleta tak langsung menjawab. Pusingnya mulai reda dan perutnya terasa baik-baik saja. “Hanya haus,” jawabnya.

Monica lekas membantu sang putri sedikit menaikkan kepala ranjang dan mendekatkan gelas berisi air putih ke bibir Aleta.

Aleta mengambil beberapa tegukan, hanya sekadar membasahi tenggorokan. Saat ia mendorong tangan sang mama menjauh, Leon sudah berdiri di samping ranjang. “Apa yang terjadi?” cecar pria itu kemudian. Meski nadanya rendah, kemarahan di wajah pria itu masih tampak jelas.

Aleta tak langsung menjawab, mencoba mengingat apa yang terjadi di toilet sebelum ia jatuh pingsan. Berlian menjambak rambutnya dengan keras hingga kepalanya pusing. Tubuhnya terhuyung ke belakang dan kepala membentur dinding toilet sebelum jatuh ke lantai. Pandangannya menggelap dan tak ingat apa pun.

“A-aku … hanya terpeleset,” jawabnya lirih. Menurunkan pandangan demi menghindari tatapan menelisik pria itu yang begitu intens. Setelah melihat kemarahan pria itu pada Yoanna, yang adalah mama kandung pria itu sendiri baru saja. Ia tak mungkin memperburuk semuanya dengan mengatakan yang sejujurnya.

“Kenapa kau tidak hati-hati? Apa kau anak kecil?”

“Leon?” Monica menyela. “Aleta baru saja bangun dari pingsannya. Kenapa kau malah memarahinya?”

“Ini urusan kami, Ma.”

“Kau memang sama saja dengan mamamu. Hanya anak dalam kandungannya saja yang kalian pedulikan. Kau pikir keadaan Aleta tak lebih penting …”

“Ma?” Aleta lekas memegang lengan sang mama. “Ini juga kesalahan Aleta. Aleta yang tidak hati-hati.”

“Dan kau pikir dia lebih peduli ada anak kalian dibandingkan denganmu? Ibunya? Yang mengandung anak itu sendiri?”

“Ma?” Suara Aleta memohon.

Nada permohonan sang putri seketika menekan kekesalan Monica. Yang mendesah kasar dan membuang pandangan ke samping lalu duduk di kursi.

Leon yang juga menyadari kata-kata sang mertua pun ikut terdiam. Ia hanya terlalu mencemaskan keadaan Aleta. Salah satu urusannya di luar kota baru saja selesai ketika ponsel Aleta mengirim pesan yang langsung ia baca.

‘Leon, ini mama. Istrimu sedang ada di rumah sakit.’

Ia langsung membatalkan pertemuan selanjutnya dan kembali ke kota ini secepat yang ia bisa. Dan mendengar sang mama membawa Aleta berjalan-jalan hingga kecelakaan ini terjadi, tentu saja membuatnya semakin geram pada sang mama. Yang masih saja berusaha masuk kembali ke dalam hidupnya.

“Aku akan bicara dengan dokter untuk pemeriksaanmu selanjutnya,” ucap Leon kemudian berbalik dan berjalan keluar.

“Kalau dia bukan pimpinan Thobias dan bisa menggunakan kekuasannya dengan semena-mena seperti ini, mama dan papa pasti sudah mengurus perceraian kalian saat kau melarikan diri dengan Bastian,” geruta Monica begitu suara langkah Leon di balik pintu terdengar semakin menjauh.

“P-perceraian?”

Monica mengangguk, menggenggam tangan Aleta dan menatap sang putri dengan penuh penyesalan. “Kau mengorbankan kakimu untuknya. Dia pasti seseorang yang sangat berarti bagimu, kan?”

Napas Aleta tercekat di tenggorokan, tetapi ia berusaha sangat keras tetap terlihat tenang.

“Saat itu, kami sudah mengatur perceraian kalian. Tapi … Leon menentang keputusan tersebut dan mengancam kami semua.”

Continue Reading

You'll Also Like

637K 57.3K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...
2.4M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
1.8M 59K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
6.9M 47.7K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...