Prison [On going]

By andreajue

9.6K 627 176

[LOEN #1 | Allen & Zoia] Kisah seorang perempuan yang menjadi tahanan seorang lelaki berkepribadian ganda. Pa... More

Introduction + Visual
Prologue (Versi baru!)
1. Trapped
2. Afraid
3. After Such A Long Time
4. Guilty Feeling
5. Nightmare
6. Best Mother
7. Mr. Loen?
8. A Command
9. Allen?
10. Cruel
11. Nothing is Sincere
12. Asher
13. Dating?
14. For the Last Time
16. About 2014
17. Aarash
18. Bracelet
19. Roan's Secret
20. Forget
21. Craving
22. Reunion
23. Long Time No See
24. Be Happy
25. Secret Revealed
26. Wedding Plan
27. Debt?
28. Become a Sl*ve?
29. Serve the Master
30. Weak
31. CCTV

15. Actually, Who is He?

161 14 6
By andreajue

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

15. Actually, Who is He?

Dalam beberapa hitungan, Zoia sudah merasakan benda kenyal menempel di bibirnya. Mata Zoia yang terbuka bisa melihat mata Asher yang tertutup seolah menikmati ciuman.

Awalnya bibir mereka hanya menempel saja. Tapi ketika Asher mulai memegang kedua pipi Zoia sampai tengkuk, suasana mulai berubah menjadi sedikit panas.

Bibir Asher mulai bergerak memagut bergantian bibir atas dan bahwa yang ternyata berhasil membuat Zoia terpancing sehingga mulai sedikit membuka mulut mempersilakan masuk lidah Asher.

Suara napas Asher yang memburu disertai suara decapan pertemuan kedua bibir benar-benar membuat Zoia hilang kendali. Sialan, Zoia adalah perempuan hina karena sudah mengkhianati Roan.

"Hmmph!" Zoia berusaha mendorong dada Asher karena kehabisan napas.

"Maafkan aku!" Asher terbelalak lalu mengubah posisi duduk menjadi menghadap danau. Ia mengacak-acak rambutnya sambil terus merapalkan permintaan maaf kepada Zoia.

"Tidak apa. Ini juga salahku," jawab Zoia begitu lesu. Ia begitu merutuki kebodohan yang tidak bisa menjaga diri.

"Ayo, pulang."

Zoia melihat Asher sudah berdiri dan berjalan terlebih dahulu menaiki anak tangga.

Kenapa sekarang ia merasa bersalah melihat Asher yang canggung dan diam saja? Padahal jika dipikir-pikir, lelaki itu yang memulai segalanya. Dimulai dari menganggap diri sendiri adalah Allen, dilanjutkan dengan mengajaknya berciuman.

Tapi ia sadar bahwa semua itu atas dasar persetujuannya. Jika saja ia menolak, semuanya tidak akan terjadi. Ia sudah salah sejak menerima ajakan kencan Asher.

"Kita pulang atau ... kau ingin mengunjungi tempat lain? Bukankah tadi kau bilang ada urusan?"

"A-Ah ...." Zoia gelagapan karena sebenarnya tadi ia berbohong. "Sebaiknya kita kembali ke kampus."

Tapi tiba-tiba Zoia terpikirkan sesuatu. Karena rasa penasarannnya kepada Asher sudah menggunung, ia memiliki ide mengajak Asher ke suatu tempat.

"Eh, tunggu."

"Hm?"

"B-Bagaimana denganmu? Kau mau pulang atau ke kampus lagi?"

"Hmm ...." Asher memiringkan kepala karena sedang berpikir. "Aku ikut saja denganmu ke kampus."

"Jadi, kau tidak ada kegiatan lain?"

"Maksudnya?"

"Kita tidak jadi saja ke kampus. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Asher keheranan sendiri melihat mata Zoia berbinar dan seperti penuh harap.

"Boleh. Ke mana?"

"Ke rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Ya. Aku ingin menjenguk seseorang. Kau mau menemaniku, 'kan?"

Asher mengangguk karena Zoia terlihat berharap. Ia juga penasaran Zoia ingin menjenguk siapa sampai mau ditemani oleh dirinya.

***

Di dalam lift yang hanya diisi dua orang saja, terlihat Zoia sedang memperhatikan Asher yang sedang sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel.

Kabar terbaru, kami berciuman.

Setelah mengetikkan kata-kata tersebut di aplikasi note, Asher segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Ia mengangkat sebelah alisnya berniat menggoda Zoia yang ternyata masih betah menatapnya.

"Ehm, apa kau pernah berkunjung ke rumah sakit ini?" Seolah menunggu, Zoia langsung bertanya ketika mereka berdua melakukan kontak mata.

"Aku bahkan tidak pernah berkunjung ke rumah sakit mana pun," jawab Asher membuat Zoia tersentak.

"Benarkah?"

"Seingatku ya begitu. Keluargaku tidak pernah ada yang sakit parah sampai harus dirawat di rumah sakit. Ketika sakit, mereka biasanya memanggil dokter keluarga dan dirawat di rumah."

Dasar orang kaya.

Ting!

Suara pintu lift yang terbuka membuat Zoia tersadar dari lamunannya. Ia terus memikirkan bukti bahwa Asher adalah Allen, namun sampai sekarang ia tidak bisa membuktikannya. Huft!

Ini semua terlalu memusingkan bagi Zoia. Ia baru saja bertemu dengan Allen beberapa hari yang lalu, dan Asher mengatakan tidak pernah sekali pun datang ke rumah sakit. Berarti Asher memang bukan Allen, begitu? Padahal ia sudah percaya diri bahwa mereka berdua adalah orang yang sama.

"Ehm, omong-omong, kau bilang bahwa kau itu pelupa. Apa mungkin kau dulu pernah kecelakaan parah? Bisa saja daya ingatmu menjadi terganggu karena kepalamu terbentur sesuatu."

"Tidak, Zoia," jawab Asher singkat karena sudah kesal.

Baiklah, Zoia tidak akan membahas apa pun tentang daya ingat Asher yang lemah karena sepertinya lelaki itu terlihat tidak nyaman setiap ia membahasnya.

"Ini ruangannya," ucap Zoia saat mereka sudah tiba di sebuah pintu ruang rawat.

Ceklek.

Saat pintu sudah terbuka lebar, Asher bisa melihat keberadaan seorang perempuan paruh baya di dalam ruangan. Perempuan tua itu sedang menyibukkan diri dengan merajut yang saat ini kegiatannya harus terhenti karena melihat kedatangan Zoia dan dirinya.

Asher bisa melihat perempuan paruh baya tersebut begitu senang melihat Zoia, namun raut wajahnya langsung berubah setelah melihat keberadaanya. Raut wajahnya kentara akan rasa kaget dan penasaran.

"Dia ...."

"Perkenalkan, Bu. Dia adalah Asher, teman baruku." Zoia segera menyela ucapan ibunya yang menggantung.

"Asher. Selam kenal, Nyonya," sapa Asher ramah sambil mengajak berjabat tangan.

"Asher, dia adalah ibuku."

"Kau bisa memanggilku Bibi Meredith saja," tambah Meredith memperkenalkan diri.

"Oh, iya." Zoia menyerahkan sebuah kantong belanjaan kepada Meredith. "Asher yang membelikannya untukmu, Bu."

"T-Terima kasih." Meredith menerima paper bag tersebut dan tersenyum kepada Asher.

"Sama-sama. Aku harap kau menyukainya, Bibi Meredith."

Meredith sedikit aneh sebenarnya mendengar seorang lelaki yang mirip dengan Allen menyebutnya dengan panggilan Bibi karena biasanya Allen selalu menyebutnya dengan panggilan Ibu, sama seperti Zoia.

"Ibu, kau jangan terus mengamatinya," bisik Zoia kepada Meredith.

"A-Ah, iya, maaf."

Zoia juga tahu bahwa Meredith pasti bertanya-tanya akan fisik Asher yang terlihat sangat mirip dengan Allen. Ibunya juga pasti merasa penasaran kenapa ia bisa bertemu dan membawa lelaki itu kemari. Bahkan membawa Asher lebih mudah daripada membawa Roan untuk menjenguk Meredith di rumah sakit.

Sekarang, di dalam ruangan hanya tersisa Asher dan Meredith karena Zoia pergi ke kamar mandi. Beruntungnya, suasana tidak terasa canggung karena Asher mudah bergaul. Bahkan saat ini ia meminta untuk diajarkan merajut karena penasaran.

"Susah sekali," gerutu Asher membuat Meredith tertawa kecil.

"Tatomu ternyata banyak sekali, ya," celetuk Meredith sambil menyentuh dan sedikit memijat lengan Asher.

"Iya. Sebenarnya aku sudah memiliki tato sejak tahun pertama high school."

"Wah, sudah lama juga ternyata."

"Ya. Tapi saat itu aku baru menato tubuh bagian dan belakangku, untuk lengan aku belum berani karena berisiko dilihat guru," jelas Asher yang disetujui oleh Meredith.

"2014. Apakah tato ini memiliki arti?" tanya Meredith melihat tato di jari-jari tangan kiri Asher. Urutannya, angka dua di jari telunjuk, angka nol di jari tengah, angka satu di jari manis, dan angka empat di jari kelingking.

"Sepertinya iya, aku lupa," jawab Asher sambil mengamati tangannya. Sebenarnya ia tahu apa arti angka itu, namun yang ingin tato bukan dirinya, jadi ia tidak memiliki hak untuk menjelaskan.

"Ini ...." Ucapan Meredith menggantung karena Zoia sudah keluar dari kamar mandi. Padahal ia ingin bertanya tentang bekas luka Asher yang baru saja dilihatnya.

"Sepertinya seru sekali kalian mengobrol," celetuk Zoia setelah melihat kedekatan Asher dan Meredith.

"Ya, aku diajari merajut oleh calon ibu mertua, tapi ternyata susah sekali."

Zoia dan Meredith mematung mendengar perkataan Asher.

"Kenapa? Aku salah omong, ya?" Asher terkekeh canggung sambil mengusap tengkuknya.

"Tidak. Tidak ada yang salah. Kami hanya terkejut saja," jawab Meredith dengan senyum hangatnya.

"Tapi ..., apakah kau serius ingin menjadi calon menantuku?"

Zoia meringis mendengar pertanyaan Meredith. Kenapa ibunya malah memperpanjang pembahasan tersebut.

"Ehm ...." Asher terlihat berpikir. "Tapi kami tidak memiliki hubungan apa pun."

"Hubungan kekasih itu tidak penting menurutku. Jika kau serius dan Zoia adalah kriteria idamanmu, kenapa tidak langsung menikah saja?"

Zoia sudah melotot berharap Meredith melihat ke arahnya. Dan ... kenapa pula Asher justru menanggapi ibunya begitu serius. Ia kira tadi Asher hanya bergurau.

-to be continue

••──── ⋆✦⋆ ────••

𖥔 Thanks for reading 𖥔

Don't forget to vote and comment 🕯️

Hope you like this story.
See you in the next chapter, sweetie!

***

Si Asher mencurigakan gak sih? 😭

Continue Reading

You'll Also Like

44.4K 697 7
"Mama!" Kehidupan Laura seketika berubah setelah bertemu dengan seorang anak laki-laki yang menganggapnya seorang ibu, padahal ia adalah seorang pera...
12.7K 548 50
CERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Beberapa orang memiliki rahasia...
608K 39.4K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
6.2M 323K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...