Cupcakes | Jisung

By 23byeolbamm

920 157 84

Park Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagu... More

| Cast and Disclaimer |
OO | Cupcakes
O1 | Cupcakes
O2 | Cupcakes
O3 | Cupcakes
O4 | Cupcakes
O5 | Cupcakes
O6 | Cupcakes
O7 | Cupcakes
O8 | Cupcakes
O9 | Cupcakes
1O | Cupcakes
11 | Cupcakes
12 | Cupcakes
14 | Cupcakes
15 | Cupcakes
16 | Cupcakes
17 | Cupcakes
18 | Cupcakes
19 | Cupcakes
2O | Cupcakes
21 | Cupcakes
22 | Cupcakes
23 | Cupcakes
24 | Cupcakes
25 | Cupcakes
26 | Cupcakes
27 | Cupcakes
28 | Cupcakes
29 | Cupcakes
3O | Cupcakes
31 | Cupcakes
32 | Cupcakes
33 | Cupcakes
34 | Cupcakes
35 | Cupcakes

13 | Cupcakes

13 3 0
By 23byeolbamm

| happy reading |
| don't forget to give your best support |

###



"Hai."

Sepertinya aku tidak ada sebulan tak melihatnya, tapi lihatlah sebanyak apa perubahan yang ada pada diri Park Ji-young. Rambutnya lebih pendek dari yang terakhir aku ingat, dan entah perasaanku atau bukan, dia sedikit lebih berisi.

Aku pangling karena sudah tidak pernah melihat dia lagi di sosial media.

"Masuklah."

Derit pintu, berikut suaranya menarik kembali atensiku yang dengan bodohnya malah menelisik penampilannya. Sadar, Tari, jangan salah fokus.

Setelah pesan itu, kami memang sepakat bertemu. Untuk mengganti yang terjadi tempo hari, aku hanya butuh waktu setengah jam untuk memutuskan mengingat waktunya pasti tidak banyak.

"Aku belum menyiapkan apa-apa karena baru pulang, tapi kebetulan aku habis belanja."

Oh, aku menyadari kehadiran beberapa barang yang sebelumnya tidak ada di tempatnya, rumah ini sekarang jauh lebih lengkap. Bahkan alat-alat di dapur pun sudah banyak.

Sementara itu, di balik meja dapur, Park Ji-young mengeluarkan barang-barang belanjaan dalam dua dus ukuran sedang. Banyak, yang kemudian memunculkan satu pertanyaan dalam kepalaku.

"Apa kau mendapat jatah libur panjang?"

Tak terduga, laki-laki itu mengangguki pertanyaanku. "Sampai akhir tahun."

"HAH?"

"Sebenarnya tidak full libur juga karena aku harus menghadiri acara award. Tapi jadwalku sedikit akhir tahun ini." Dia tertawa, dan di titik ini aku sadar, tawanya merdu sekali.

"Omong-omong, selamat natal dan tahun baru."

Natal masih seminggu lagi dan tahun baru 5 hari setelahnya, aku jadi bingung mau menanggapi dengan apa. Akhirnya tersenyum tipis dan berjalan mendekatinya. Niatku ingin membantu membuka dus kedua, tapi...

Aku tidak sengaja menyenggol ponselnya sampai jatuh. Parahnya, saat aku refleks merunduk untuk memungutnya, kepala kami justru membentur dan itu lumayan bikin pusing. Kami sama-sama meringis.

"Maafkan aku. Apa sangat sakit?"

Tahu rasanya pusing yang sampai ngilu ke gigi? Itu rasanya! Tapi aku tak mau membuat Park Ji-young khawatir berlebihan, jadi aku hanya menggeleng dan kembali berdiri.

"Ponselmu, tidak apa-apa?" Aku bertanya loh, tapi dia hanya mengambil ponselnya dan menyimpannya lagi di atas meja. Tidak memeriksanya padahal jelas-jelas aku baru saja bertanya.

"Jie? Kenapa tidak diperiksa?"

"Nanti saja. Tidak apa-apa."

"Kalau begitu aku saja—"

"Tidak!"

Pertama kalinya mendengar dia menyeru sekencang itu, bagaimana mungkin aku tidak terlonjak? Aku sampai praktis mundur, wajahku mungkin sudah pias.

"Maaf."

Kecanggungan hampir menguasai udara di sekitar kami setelah ucapan maafnya, tapi aku cepat-cepat berdeham untuk mengusirnya. "Kalau ada apa-apa, beritahu aku," pintaku kemudian, tersenyum tipis dan lekas sibuk membuka dus.

Meski tidak diniatkan, kami berakhir memasak bersama. Semua berawal ketika aku sedang memasukkan bahan-bahan ke dalam freezer, lalu menemukan seonggok daging yang sudah keras, aku lantas berinisiatif memasak sesuatu untuknya. Park Ji-young sendiri setuju tanpa banyak bantahan, juga ikut membantu dan harus aku akui, dia cukup kompeten untuk ukuran selebriti laki-laki. Dalam waktu 2 jam, daging iga bumbu tersaji menggiurkan di atas piring.

"Tari, ada telepon masuk."

Aku yang saat itu tengah mengambil air langsung menoleh ketika suaranya menyapa telinga. Memicingkan mata berusaha membaca sebaris nama yang diperlihatkan Park Ji-young di meja makan. Ah, tidak jelas.

"Siapa?"

"Han Seungri?"

Degh!

Sial, aku melupakan pacarku!

Dia menelepon pasti sudah pulang dan tak menemukan aku di rumah.

"Mhm... halo?"

"Kau di mana?"

Gosh... aku menelan ludah gugup mendengar suaranya yang terdengar menuntut. "Di rumah teman."

"Siapa?"

"Masih di sini, hanya beda lantai. Aku di unit 510. Kau tidak perlu kha—"

"Aku tanya kau di rumah siapa, Tari?"

"Temanku. Kau sudah pulang, ya?"

"Mhm."

"Sudah... makan?"

"Belum."

Bagai disiram air, aku membeku mendengar itu. Bodohnya aku tidak mempersiapkan apa-apa sebelum kemari.

"Masih lama? Aku ingin makan malam di luar bersamamu."

Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?

"Tari?"

"Ah, iya, aku sepertinya akan makan malam di sini. Eh-"

DEMI TUHAN APA YANG BARUSAN AKU KATAKAN???

Aku refleks menutup mulut, dan mendengus kesal saat kulihat Park Ji-young tertawa kecil beberapa meter di depanku. Dia pasti menguping.

"Undang saja dia ke sini."

Kujauhkan ponsel dari telinga walau Han Seungri sedang mengoceh di seberang sana, lantas berbicara pada laki-laki di hadapanku dengan pelan, bahkan nyaris tanpa suara agar tak sampai pada sambungan panggilan.

"Boleh?"

"Itu teman yang kau sebut malam itu, kan? Jadi, tidak apa-apa. Undang saja dan ajak makan bersama."

Tidak, dia pacarku sekarang.

Tapi aku juga tidak punya kuasa untuk mengoreksinya. Entahlah, aku merasa lebih baik hubunganku disembunyikan dulu. Selain keluarga dan teman dekat yang tahu.

Dan ya, pada akhirnya aku mengundang Han Seungri kemari. Selama menunggunya di luar, aku gugup setengah mati, karena saat dia bertemu Park Ji-young, saat itu juga kebohonganku terungkap. Bahwa aku sudah lama mengenalnya, bahwa hubungan kami tidak lagi sebatas artis dan penggemar.

Tapi faktanya, dia bersikap biasa saja saat akhirnya berhadapan langsung dengan Park Ji-young. Berbanding terbalik dengan prediksiku, dia sangat sok kalem dan terkesan seperti telah lama saling mengenal karena banyak mengobrol. Duh, aku saja masih merasa canggung padahal lebih lama aku dibanding Han Seungri. Aku kaget, jujur.

Selama makan, yang paling banyak berbincang adalah dua laki-laki itu, anehnya kenapa selalu nyambung. Entah hobi, olahraga, bahkan sampai ke kehidupan sehari-hari. Hanya aku yang menjadi pendengar di sana. Mau bergabung juga aku mana paham soal billiar, yang kutahu hanya basket dan sepakbola.

Acara makan itu berlangsung lebih lama dari dugaanku. Saat aku sibuk di dapur, kulirik dua pria matang itu sedang asik main PS bersama. Hal yang membuatku lagi-lagi menggeleng kepala tak habis pikir. Secepat itu mereka akrab?!

Lupakan soal mereka, aku harus bergegas menyelesaikan pekerjaanku karena malam semakin larut. Namun saat aku membilas gelas terakhir, Han Seungri tiba-tiba menjajari tubuhku. Aku praktis menoleh, sejak kapan permainan mereka selesai?

"Kau berhutang banyak cerita padaku."

"Huh?"

"Let's talk about it later. Sekarang, aku ingin pulang."

Mataku secara alami mencari keberadaan Park Ji-young, namun dia tidak ada. "Jiyoung?"

"Mandi."

"Kalau begitu tunggu sampai dia selesai, kita harus pamit."

"Oke."

Karena pekerjaanku sudah selesai, kami memilih menunggu di sofa ruang tengah. Duduk berdampingan namun sibuk dengan urusan masing-masing. Aku membaca majalah yang kebetulan ada di sana, sementara pacarku, sibuk dengan ponselnya yang entah sedang apa. Namun tangannya yang merangkulku tak berhenti memainkan ujung rambutku barang sebentar.

"Bagaimana hari ini?" Bosan dengan majalah, aku akhirnya berinisiatif mengajaknya berbicara. Lagipula, berada dalam keheningan malah membuatku mengantuk.

"7 dari 10."

"Kenapa tujuh?"

Sebelum menjawab, kulihat dia menarik napas panjang. "Ada sedikit masalah, tapi untungnya berhasil aku selesaikan."

Ingin bertanya masalah apa, tapi aku mungkin tidak akan paham. Aku tak memberi reaksi apapun selain menepuk-nepuk dadanya pelan.

"Kau sudah bekerja keras."

"Aku lelah, tapi aku ingin cepat menikahimu."

"Apa hubungannya, hei?"

"Bukankah aku harus meyakinkan ayahmu? Itu perlu kerja keras, Tari. Aku harus terlihat layak, agar ayahmu tidak memiliki keraguan sedikitpun saat aku melamarmu."

Han Seungri...

Sumpah! Sumpah demi Tuhan, aku lupa bahwa kami sedang tidak di rumah sendiri saat ini. Aku hanya terharu, dan tak berpikir dua kali saat menariknya ke dalam pagutan bibir yang memabukkan. Aku berharap, dia juga bisa merasakan cintaku lewat ciuman singkat ini.

"Maaf terlalu membuatmu berjuang sendirian untuk tujuan yang sama."

Tepat setelah itu, suara derap langkah terdengar. Kami sama-sama menoleh, dan aku dalam hati merasa lega karena Park Ji-young hadir setelah kegiatan tak terencana itu selesai.

Kami tak membutuhkan waktu lama untuk berpamitan padanya. Kurasa, Han Seungri betulan sudah lelah. Dia lebih banyak diam selama kami berjalan pulang, bahkan tak ada percakapan apapun saat kami berada di dalam lift.

Kupikir begitu, makanya aku tak mengajak dia bicara panjang. Saat kami tiba di depan pintu pun, aku yang membuka pin dan berjalan lebih dulu. Namun saat aku sedang melepas sepatu, dia tiba-tiba saja memelukku dari belakang. Aku yang sedikit terlonjak, hanya mampu menatapnya terheran-heran melalui ekor mataku.

"Tari..."

"Hm?"

"Kau... tidak mau melanjutkan yang tadi?"

Hah? Dia lupa kah kalau aku sedang datang bulan?!



###

| 23byeolbamm |

Continue Reading

You'll Also Like

59K 9.8K 25
[ KARINA ft. JENO ] Sekar Ayu Kinanti baru saja diceraikan suaminya karena sebuah alasan. Demi menyembuhkan luka di hatinya, ia pergi dari Jakarta da...
9.1K 1.8K 17
WINTER X JAEMIN AESPA LOKAL . Tahu mitos Sunda-Jawa? Itu yang tengah Fitri dan Jevan alami menjelang pernikahan mereka. . Wajah yang saya pakai hany...
3M 148K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
80.1K 14.2K 49
[ JENO-KARINA ] Kaluna Andriana, aktris pendatang baru yang namanya masih merangkak. Meski memiliki wajah dan tubuh yang indah serta memiliki pengala...