Kevin Huo's Proposal

Liana_DS द्वारा

866 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... अधिक

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

42

5 2 0
Liana_DS द्वारा

"Oi, bangun, Tukang Molor."

Cahaya matahari pagi menyerang mata Ling yang masih tertutup. Siapa pun yang membuka tirai jendela kamarnya semendadak itu benar-benar tidak berperasaan. Sejak dipisahkan dari Xiang, Ling rasanya malas melakukan apa-apa. Misalnya itu wajib pun, maka ia akan menunda pekerjaan selama mungkin, termasuk bangun pagi pada hari kerja.

Masih memejam, Ling menaikkan selimut menutupi muka, tetapi orang yang memasuki kamarnya niat betul membangunkannya. Dalam satu helaan, selimut Ling tersibak dan gadis itu kontan menggulung tubuh. Gagal menghalau dingin yang tiba-tiba ini, Ling pun bangun dan mendapati sang adik sedang memegang selimutnya.

"Sudah jam delapan, tahu," kata Wei sebelum melipat selimut itu.

Ling mengerang, lantas duduk dan mengucek-ngucek mata. Ia menguap lebar-lebar dan lama. Setelah kantuk mulai lenyap dari matanya, ia bergumam.

"Hari ini pun tidak akan bertemu dengan Feng Xiang ganteng yang baik hati ...."

"Kau sangat menjijikkan," sahut Wei. "Bisa tidak, satu pagi saja kau tidak memuja-muja Feng Xiang sambil sok merana begitu?"

"Ini normal. Kau saja yang tidak punya hati; kerja terus, sih." Ling mengulet, merenggangkan sebelah lengannya ke atas. "Makanya, sesekali pacaran dengan orang, bukan sketsa desain."

"Sialan. Aku sudah biasa geli padamu yang lagi kasmaran, tapi kali ini kau bikin merinding. Pacaran juga belum; mengapa sampai sebegitunya sama Feng Xiang?" Membarengi pertanyaannya, Wei melemparkan sebuah majalah gaya hidup ke pangkuan Ling, mengagetkan sang kakak sampai hampir mengumpat. "Kelihatannya, dia tidak punya perasaan yang sama kalau masih berpose sebagus ini setelah kalian dipisahkan."

Begitu melihat sampul majalah, Ling menjerit. Ia dekatkan benda itu ke wajahnya, mengamati baik-baik sosok yang terpampang di sampul.

"YA AMPUN, FENG XIANG TOPLESS?! IDE BRILIAN SIAPA INI?! MENGAPA AKU TIDAK TAHU SAMA SEKALI?!"

Xiang tidak benar-benar bertelanjang dada. Pada sampul majalah itu, ia masih mengenakan blazer hitam panjang berkerah tinggi warna dengan aksen bulu di bahu kiri, tetapi blazer itu tak terkancing dan tak ada pakaian lagi di baliknya. Meskipun terbilang ramping untuk ukuran pria, postur tegap Xiang sempurna, dadanya bidang, dan otot perutnya liat mengilap. Dengan latar kelabu standar pemotretan, sosoknya yang menatap tajam ke kamera dengan kedua telapak tangan bertumpu pada gagang pedang properti langsung merebut seluruh fokus. Sosoknya bagaikan seorang raja penakluk yang tak hanya duduk menghias singgasana, tetapi berani angkat senjata untuk melawan musuh yang coba menyakiti orang-orangnya. Sudah begitu, parut di tangan yang kemarin melindungi Ling terlihat jelas, seakan-akan itu luka yang didapatnya dari pertempuran.

Namun, yang paling mendesirkan darah Ling adalah sehelai bulu merah yang dijepit Xiang di antara telunjuk dan jari tengah. Warnanya sangat kontras dengan nuansa monokrom keseluruhan foto. Ling yakin warna merah itu diperkaya saat penyuntingan foto demi menegaskan suatu pesan.

"Nek, lihat, lihat!" Ling melompat dari kasur, menghampiri Wei yang sudah hampir meraih gagang pintu. Ditunjuk-tunjuknya bulu merah yang Xiang pegang. "Bulu ini jelas menunjukkan bahwa perasaanku berbalas! Kau ingat tidak fashion film Jiulong? Ini kode!"

Sekarang ganti Wei yang mengerang. "Pengkhayal. Kita semua tahu itu hanya simbol untuk mempromosikan proyek Fenghuang."

"Tapi, tapi, kan ...." Ling memeluk majalah dan bergoyang-goyang ke kanan-kiri, membuat Wei memicing jijik. "Tidak ada larangan untuk berkhayal di dunia ini! Disukai sama orang sekeren Feng Xiang itu bisa membangkitkan semangat kerja juga, walaupun cuma dibayangkan!"

Wei menggeleng-geleng heran. "Kalau kau memang begitu berarti buat Feng Xiang, dia pasti akan jadi sepertimu juga: malas-malasan, tak bersemangat karena terpisahkan darimu. Nyatanya? Dia masih tampak sangat baik di kamera. Jangan terlalu percaya diri cuma karena kalian menghabiskan waktu bersama di Fuzhou, Ling."

Ada benarnya juga. Dengan senyum yang memudar, Ling memeriksa kembali sampul majalah. Setelah menghabiskan cukup banyak waktu dengan Xiang, ia bisa sedikit mengintip perasaan Xiang yang sebenarnya, apa pun emosi yang pria itu suguhkan di depan kamera. Namun, bahkan pantulan pencahayaan studio pada mata Xiang menyiratkan bahwa pria itu tak sedang goyah. Sesuai judul artikel di sampul, 'The King of Ethnic Fashion', ia kelihatan siap mewujudkan satu lagi ambisi, seolah-olah ia tidak pernah fobia ketinggian di Air Terjun Jiulong, membocorkan segala kelemahannya di rooftop Kevin Huo, apalagi memohon dengan mata membulat agar bisa berswafoto berdua di depan Teater Paviliun Air.

Xiang masihlah model kelas A yang tak mudah terguncang dengan ketiadaan Ling, berlawanan dengan 'ratu'-nya.

"Ih, mengapa kau harus mengatakannya, sih, Nek? Aku jadi bisa melihatnya sekarang," gerutu Ling. "Apa-apaan itu? Dia harusnya sama terpuruk denganku."

"Sudah kubilang, kan? Lagi pula, apa dasarmu bilang perasaanmu berbalas? Apakah dia pernah mengatakannya dengan gamblang?"

Tidak. Ling menggigit bibir jengkel. Menilik caranya bersikap selama ini, Xiang mestinya akan kacau saat Ling pergi, lalu performa kerjanya akan menurun. Masa, sih, Ling salah menerjemahkan sinyal dari Xiang?

Lho, kok kesannya aku mengharapkan yang jelek-jelek buat Feng Xiang?

"Ah, Nenek! Membuyarkan imajinasiku saja! Keluar, keluar!" Bukan Wei, justru Ling yang membuka pintu dan mendorong Wei dari kamarnya. "Aku mau mandi, nih!"

Ling menjatuhkan majalah dengan kesal ke lantai dan menyambar handuk.

Feng Xiang, kalau kau bisa bersikap biasa-biasa saja meskipun tanpa aku, aku juga bisa! Lihat saja; aku bukan cuma duta wanita yang menumpang ketenaranmu! Aku bisa jadi keren sendiri!

Sementara itu, Wei tidak langsung meninggalkan kamar kakaknya. Ia menunggu bunyi kucuran shower Ling untuk masuk dan mengambil majalah yang dijatuhkan. Diletakkannya majalah itu di meja ruang tamu, jauh dari kamar sang kakak.

Maaf telah menyeretmu ke Kevin Huo dan membuatmu jatuh cinta di waktu yang salah, Ling. Aku berdoa untuk kebahagiaanmu.

***

Peristiwa di Fuzhou membuat suasana Kevin Huo lumayan ricuh, tetapi hanya sebentar. Ling dan Xiang memang dipanggil menjadi saksi (dalam waktu berbeda, tentunya), tetapi mereka tidak pernah berniat jahat terhadap Guan Mingzhu, maka kesaksian mereka mengalir saja tanpa diatur berlebihan oleh konsultan hukum Kevin Huo. Begitu saja, mereka sudah bisa beraktivitas normal lagi. Memanasnya media juga sudah diprediksi oleh Yang dan–menilai dari cepatnya gejolak itu mereda–pasti Yang segera mengambil segala tindakan yang diperlukan. Promosi kembali berjalan, hanya yang berbeda: kedua duta kini tak pernah sejadwal. Rumor perpecahan antara Ling dan Xiang lantas ditangkal Kevin Huo menggunakan dalih 'taktik promosi'. Dengan mengurangi konten berpasangan kedua duta, penikmat koleksi Fenghuang akan menjadi sangat puas ketika mereka bertemu kembali di fashion show perdana. Jadi, berpisahnya kedua duta diharapkan memancing peningkatan animo masyarakat terhadap fashion show mendatang.

Tahu bahwa sebagian khalayak yang mengikuti promosi Fenghuang Collection tertarik pada chemistry kedua duta, Kevin Huo merancang pemotretan-pemotretan yang dibintangi Ling dan Xiang secara terpisah dengan lebih spektakuler. Ini demi menggantikan 'kekosongan' akibat tiadanya satu duta di jadwal duta yang lain. Salah satu caranya adalah pemotretan bersama para model pendamping. Xiang sudah melakukannya dengan model-model pria dan hasilnya luar biasa; hari ini giliran Ling dan gadis-gadis barunya.

"Selamat pagi semuanya!"

Studio belum terlalu ramai ketika Ling datang, membuatnya agak menyesal ('tahu begitu, aku datang lebih siang saja, dasar Nenek!'), tetapi akhirnya menerima keadaan. Ia seorang duta Kevin Huo, maka ia mesti menunjukkan kualitas-kualitas baik, salah satunya datang awal waktu. Ia disambut ramah oleh staf, juga segelintir model pendamping yang sedikit panik. Beberapa dari mereka tampak mengirim pesan, sepertinya mengabari rekan yang belum datang, mungkin tidak enak pada Ling yang sudah datang duluan.

Omong-omong, para model pendamping baru diseleksi lebih lama dari model pendamping sebelumnya. Ketika daftar model yang diterima diserahkan kepadanya, Ling sama sekali tak menemukan wajah yang familier. Mereka semua berusia di bawah 25 tahun dengan portofolio pendek, bakat besar, dan satu dari dua sifat: sosial tapi santun, atau pemalu. Mungkin Yang mempertimbangkan perundungan terdahulu, jadi dia memilih orang-orang yang kecil kemungkinan memicu keributan.

"Para perias saja belum datang, lho. Duduk sini, Nona Zhang." Seorang staf menepuk kursi yang semula didudukinya. "Astaga, apa yang Anda bawa?"

Ling memang membawa tas kain besar berisi kotak-kotak makan.

"Ini jatah sarapan!" ucap Ling sambil mengeluarkan satu demi satu wadah plastik. "Bercanda, cuma camilan, kok. Kalian semua datang begitu pagi dan makanan yang disiapkan kantor mungkin kurang. Pekerjaan kalian kan banyak. Nih, kalau mau ngemil!"

"Wah, mengapa repot-repot?"

Kotak-kotak makan Ling berisi biskuit sandwich oat aneka isi, buah celup cokelat, soy bar, dan camilan rendah kalori lainnya yang dipesan secara khusus dari toko pastry favoritnya. Ini juga sebuah taktik untuknya membangun kedekatan dengan para staf dan model pendamping, utamanya para model pendamping muda yang entah mengapa begitu kurus, mengusik Ling. Ya, model memang seringnya kurus, tetapi tidak sampai sekurus sekelompok model baru ini. Apakah target diet model sekarang makin ketat?

Para staf tidak menunggu lama untuk menyerbu kotak camilan. Sambil mengunyah biskuit sandwich selai kacangnya, Ling menoleh pada model-model muda yang sungkan.

"Sini, Teman-teman! Ini ada buah dan almond fudge. Rendah kalori, kok!" Ling mengangkat kotak berisi persegi-persegi kecil almond fudge. "Kalau sedang haid, makan stroberi celup cokelat ini saja biar tidak anemia!"

Para staf cekikikan karena Ling membahas tentang haid segala, sesuatu yang lumayan pribadi bagi gadis-gadis baru puber ini. Tentu Ling cuek bebek. Mending ia dianggap sok kenal sok dekat ketimbang merasa sendirian–dan salah satu caranya menambah teman adalah mengeluarkan celetukan-celetukan nyeleneh. Itu sering berhasil dulu, bagaimana sekarang?

Gadis-gadis muda 'sasaran' asli Ling tertawa kikuk dan saling dorong hingga salah seorang di antara mereka maju.

"Saya mau fudge-nya, ya, Nona Zhang?"

"BOLEH! Kemari, kemari!" Ling menjepit biskuitnya dengan bibir, lalu dengan tangan yang sekarang kosong mengambil kotak fudge. "Nih, makan apa saja!"

Akhirnya, gadis-gadis lain mulai berani mendekat untuk mengambil sepotong-dua potong camilan. Berbeda dengan atmosfer penuh persaingan dengan model-model pendamping lamanya, Ling merasakan persahabatan yang kental di antara gadis-gadis muda ini. Wajar. Mereka mungkin belum betul-betul menyaksikan kotornya dunia modeling, sesuatu yang Ling ketahui dan dengan sengaja menghindari. Namun, sayangnya Ling tetap harus menghadapi hal tersebut lewat model-model pendamping lama, kisah Xie Yaoyiwen, dan penyerangan Guan Mingzhu.

Satu per satu, staf dan model pendamping lainnya berdatangan, turut mengudap. Model-model pendamping yang datang akhir kurang beruntung karena datang bersama tim penata rias yang pasti mengamuk kalau tangan dan mulut para modelnya ketempelan remah-remah. Begitu sesi rias dimulai, Ling menitipkan camilannya untuk disimpankan staf buat yang belum kebagian ('jangan dimakan sendiri, lho!').

Saat dirias, Ling duduk berdampingan dengan seorang model yang tidak ia ingat benar sebab tidak ada sesuatu yang mencolok dari gadis itu. Namun, ketika ia menyapa Ling sebelum mulai didandani, firasat Ling buruk. Warna wajah gadis itu kelabu dan suaranya kecil sekali. Selain itu, penata riasnya berkali-kali mengeluh.

"Bawakan kipas angin kecil, dong," pinta si penata rias kepada rekannya, lalu kembali pada si model. "Kau kenapa keringatan terus, sih? Sedang dingin, juga."

"Maafkan saya ...."

Walaupun sedang memejam lantaran dipakaikan foundation, Ling masih bisa mendengar engahan napas di sebelahnya dan, karenanya, tahu ada yang tidak beres. "Apa kamu tidak enak badan? Sudah sarapan?"

"S-Sudah, Nona Zhang."

Kedengarannya tidak begitu, batin Ling. "Kamu makan dulu saja. Biskuit oat dan buahku masih ada sisa. Siapa pun, bolehkah minta tolong–"

"Nona Zhang, tolong jangan banyak bicara dulu," potong penata rias Ling.

"Sebentar saja," bujuk Ling, lalu tanpa menunggu tanggapan meneruskan dengan agak lantang. "Siapa pun, tolong ambilkan camilan yang saya simpan tadi buat–eh, siapa namamu?"

"Shu Fei ...."

"Shu Fei," ulang Ling. "Shu Fei perlu makan."

Terdengar gemerisik dan bunyi langkah kaki dari samping dan belakang Ling. Ketika ia membuka mata, Shu Fei sudah tidak ada di kursinya, digantikan oleh model lain yang dirias. Ia baru muncul lagi ketika pemotretan akan dimulai, tampak secantik kawan-kawannya setelah memakai mekap.

"Sudah lebih baik?" tanya Ling. "Cukup kuat untuk meneruskan?"

Shu Fei mengangguk. Ling akan puas dan lega dengan jawaban itu andai si model pendamping tidak menjawab dengan suara lirih lagi gemetar.

"Saya akan berusaha."

Itu bukan jawaban tegas yang Ling mau, masalahnya tak ada waktu. Tahu-tahu saja sudah waktunya pengaturan posisi sehingga Ling urung memintakan izin istirahat untuk Shu Fei.

***

Fenghuang Collection dinamai demikian oleh Wei saat didirikan, salah satunya karena merek itu hanya menyediakan pakaian untuk para 'ratu'; burung mistis fenghuang adalah simbol tradisional seorang permaisuri. Siapa pun dapat menjadi ratu dengan pakaian-pakaian berkonsep etnik karya Wei, berapapun ukuran mereka dan gaya apa pun yang mereka gemari. Konsep pemotretan kali ini mengangkat tema serupa, seorang 'ratu' yang dikelilingi burung-burung fenghuang. Ling sebagai pusat foto mengenakan hanfu modern merah api yang potongannya terinspirasi dari era Dinasti Tang, dengan aksen pita panjang di bahu, motif bunga krisan emas, dan lengan lebar menjuntai. Gadis-gadisnya, para fenghuang, mengenakan gaun berwarna lebih lembut, berpotongan lebih sederhana untuk mempertegas presensi Ling. Mereka semua diarahkan untuk menampilkan ekspresi angkuh, seakan-akan orang yang melihat foto telah menginjakkan kaki ke teritori terlarang, tempat tinggal makhluk-makhluk mulia.

Arahan demikian mengingatkan Ling pada pemotretan pertamanya dengan Kevin Huo. Sial. Andai saja tertawa tidak merusak mekap, ia akan tergelak-gelak.

"Lihatlah kamera seolah Anda akan menampar muka Guru Chen. Percayalah, dia baru akan puas."

Sial dua. Ia jadi kangen Xiang. []

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

BARAT (SUDAH TERBIT) Indra Wahyuni द्वारा

सामान्य साहित्य

4.4K 844 13
Cover by @Henzsadewa spin off Timur ke Barat Perjalanan cinta Wulan benar-benar tidak mudah, sejak awal ia sadar akan menemui kesulitan jika saatnya...
88.2K 16.3K 36
Sebagian part sudah dihapus Arunika Pramesti Maharani, wanita 40 tahun yang tidak terlihat sesuai usianya ini paling benci lagu Diana Ross, When you...
591K 40.1K 47
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
205K 10.4K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia