Attakai Café (✓)

By dianisfha_

3K 641 162

(Completed) Local Fanfiction - Short Chapter Cast : Hoshi, Sunghoon, Yerin, Chaehyun Romance | Daily Life |... More

OPEN
Trailer Attakai Café
01. The Owner
02. Best Partner
03. Pangeran Pencuci Piring
05. Attakai Café
06. Kucing oren VS buaya darat
07. Ah... hubungan yang rumit
08. A slice of pizza
09. Habit
10. Weekend
11. Sean's behavior
12. Salah tingkah
13. Salah tingkah pt.2
14. Urusan laki-laki
15. Too curious
16. Curiga
17. Poor Sean
18. Ketulusan
19. Sugar for coffee
20. Dih, ada mantan
21. Trik Dean : 'ayo, jangan ditiru!'
22. Misi Sean : 'mari berbaikan'
23. Misi Sean : 'membentuk aliansi'
24. Bercanda?
25. Gara-gara Sean
26. Teman pertama
27. Reality
28. Healing
29. Rencana Baru
30. Misi Sean : 'mencari jawaban'
31. Jawaban
32. Kejujuran yang tertahan
33. Keputusan Dean
34. Sandaran ternyaman
35. Kebahagiaan yang adil
36. Bukan Candaan
37. Menjadi milikmu
38. Hu-hu dan Ha-ha...
39. Love R(a)in
40. Little Mistake
41. Why?
42. Penuh perhatian
43. Keyakinan
44. Rencana Liburan
45. Rindu yang tak tersampaikan
46. BENCI : 'Benar-benar Cinta'
CLOSED

04. Part Time Girl

100 19 4
By dianisfha_

Seorang siswi dengan balutan seragam SMA berupa atasan kemeja putih yang dipadukan dengan dasi pita berwarna biru langit juga rok kotak-kotak berwarna senada tampak berjalan lesu keluar dari area sekolah sembari memegangi tali tas ranselnya. Raut wajahnya yang terbingkai rambut tanggungnya ---panjang rambut biasanya sedikit melewati bahu--- juga poni yang menutupi kedua alisnya tersebut tampak begitu suram, ah rasanya terlalu menyedihkan jika dikatakan suram, mungkin lebih tepatnya terlihat tidak bergairah, persis seperti hari-hari biasanya. Alasannya  sederhana saja, karena hari ini dia kembali harus merasakan yang namanya kebosanan.

Ngomong-ngomong, ini adalah tahun ketiga dia bersekolah di sekolah favorit ini. Di awal-awal masuk SMA sih sudah terbayang yang namanya masa-masa paling membahagiakan di dalam hidupnya. Persis seperti yang orang-orang katakan bahwa katanya masa-masa SMA adalah masa paling membahagiakan di dalam hidup mereka. Apalagi sekolah favorit ini telah menjadi incaran para remaja yang baru lulus SMP, termasuk dirinya kala itu. Dirinya yang setiap pulang sekolah pasti melewati sekolah favorit ini. Kala itu secara sekilas ia melihat interaksi beberapa siswi di sekolah ini, lalu berpikir bahwa betapa menyenangkannya keseharian mereka di sekolah ini, hingga akhirnya ia pun tertarik untuk bersekolah di sekolah favorit ini. Namun setelah dia masuk ke sekolah ini, dia ingin menarik semua kesan pertamanya terhadap sekolah ini.

Semuanya benar-benar omong kosong belaka. Sekolah ini tidak ada asik-asiknya sama sekali. Pertama, tentu saja karena budaya sekolah yang super ketat termasuk dalam sistem pembelajaran. Kedua, persaingan antar ekstrakulikuler yang terlalu serius. Ketiga, adanya circle di dalam circle pertemanan. Keempat, adanya peraturan 'punya uang, punya kuasa' yang seolah sudah begitu melekat di antara para siswa.

Sebetulnya sih diantara empat hal tersebut, tidak ada yang terasa sulit baginya. Dia lumayan pandai di bidang akademik dan termasuk siswi yang disiplin, aktif di ekstrakulikuler, pandai bersosialisasi, dan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Dia jelas bisa mengimbanginya. Tapi setelah dua tahun dia berhasil beradaptasi dengan situasi di sekolah, bukannya merasa puas, dia malah merasakan yang namanya kebosanan.

Rasanya peraturan tidak tertulis di sekolah ini begitu merepotkan baginya, pun tidak berakhir indah seperti yang ia bayangkan. Pokoknya terlalu kaku untuk dirinya yang hanya ingin merasakan bagaimana serunya menjadi siswi SMA. Belajar terus menerus, adanya persaingan yang menimbulkan saling sindir antar anggota ekskul, selalu membanggakan harta kekayaan orangtua atau menjadikan harta kekayaan orangtua sebagai alat untuk mengendalikan orang lain, dan berteman hanya untuk saling memanfaatkan, jelas saja tidak mengasyikkan sama sekali. Super membosankan.

Dan perasaan bosan tersebut telah mencapai puncaknya ketika ia resmi menjadi kakak senior di SMA ini.

Ah, rasanya dia ingin pindah ke sekolah lain saja dan merasakan kehidupan SMA yang normal. Tapi sayangnya dia sudah menginjak kelas tiga SMA, akan repot urusannya jika dia harus pindah sekolah. Lagipula tidak ada yang menjamin bahwa pindah sekolah akan membuat semua keinginannya tercapai kan.

Drtt... Drtt...

Siswi tersebut mengangkat tangannya yang setia memegang ponsel saat dia merasakan getaran pada ponselnya. Dia pun langsung mengangkat panggilan yang ternyata dari Mamanya, lalu mendekatkan ponselnya ke depan telinganya.

"Nggak usah Ma, Kakak jalan kaki aja. Nggak mau dijemput nanti cepet nyampe rumah. Nanti bosen lagi di rumah" ujarnya menanggapi perkataan sosok diseberang sana.

Sosok diseberang sana terkekeh pelan mendengar alasan anaknya ini memilih untuk pulang berjalan kaki ketimbang diantar jemput. Agar tidak langsung sampai rumah dan terperangkap dalam kebosanan katanya. ["Ya udah kalau gitu maunya Kakak sih. Kakak sekalian aja main kemana gitu biar nggak bosen"] ujarnya dari seberang sana.

Siswi tersebut pun hanya bergumam pelan, mengiyakan saran Mamanya, meskipun ia belum memiliki rencana akan pergi kemana.

["Ya udah Kak gitu aja. Kakak hati-hati ya"]

"Iya" jawabnya singkat, terlihat lemas sekali malah.

["Lemes banget sih Kak kaya orang putus asa gitu. Awas ya, jangan nekat lompat dari jembatan cuma karena bosen loh Kak"]

Siswi tersebut mengerutkan keningnya dalam-dalam saat mendengar perkataan Mamanya yang menurutnya kelewatan, "ya enggak lah, Ma. Masa bunuh diri sih" gerutunya yang dibalas kekehan pelan dari sosok di seberang sana. Mama pun langsung meminta maaf setelahnya kemudian Mama segera memutuskan sambungan telepon karena katanya ada pertemuan penting bersama dengan klien-nya.

Siswi tersebut menghela napasnya panjang, lalu ia kembali melanjutkan langkahnya menyusuri area trotoar yang nantinya mengarah ke rumahnya. Sudah lama sekali rasanya dia tidak berjalan kaki seperti ini karena terlalu sering diantar jemput oleh orangtuanya, pun ketika orangtuanya sedang sibuk ia memang terbiasa memesan taksi atau diantarkan dengan temannya yang lain yang selalu membicarakan soal uang. Membosankan!

"Lah, sejak kapan ada toko ini?!" Gumamnya terkejut saat dia melihat sebuah toko yang seingatnya adalah toko bunga, kini sudah berubah menjadi percetakan. Ah, sepertinya memang sudah lama sekali dia tidak memperhatikan sekitarnya dan terlalu fokus dengan circle tidak sehat di sekolahnya.

Siswi tersebut kembali melanjutkan langkahnya. Dia menatap jauh ke depan sana, lalu manik matanya menangkap presensi seorang wanita dengan rambut dikuncir jatuh ke belakang dan poni yang menutupi kedua alisnya. Wanita itu memakai sebuah apron berwarna oranye yang begitu menyilaukan mata. Sepenglihatannya sih wanita itu sedang sibuk menempelkan sesuatu di jendela sebuah kafe yang berukuran tidak begitu besar.

Ini sebenarnya bukan kali pertama ia melihat wanita itu. Saat SMP pun dia sering melihatnya di sekitar kafe tersebut . Yang ia tahu, wanita itu bekerja di kafe tersebut yang dulu seingatnya hanya sebatas coffee shop. Namun meskipun ia beberapa kali melewati kafe itu, ia tidak pernah sedikitpun memiliki keinginan untuk masuk ke dalam sana. Sederhana saja, karena kala itu hanya tersedia menu kopi dan ia tidak menyukai yang namanya kopi.

Tapi sepertinya sekarang coffee shop itu tidak hanya menyediakan kopi. Namanya saja sudah berubah, pasti menunya pun berubah kan.

Siswi tersebut berjalan melewati wanita tersebut dengan menyempatkan diri untuk melirik sekilas ke arah kertas yang wanita itu tempel di jendela kafe. Sedikit penasaran sepertinya.

'Oh lowongan kerja part time' batinnya, tepat setelah dia melewati kafe tersebut.

"Eh?"

Langkah siswi tersebut terhenti seketika. Dia menolehkan kepalanya ke belakang, ke arah wanita tadi yang sudah kembali masuk ke dalam kafe. Wanita itu membalik papan bertuliskan 'Open' menjadi 'Closed' pada pintu kafe tersebut, kemudian ia menghilang dari pandangannya.

Siswi tersebut pun langsung putar balik kemudian melangkahkan kakinya sampai dia berdiri di depan kertas yang menempel di jendela kafe tersebut. Tentu saja untuk melihatnya lebih jelas lagi.


~~~°°°~~~

LOWONGAN KERJA PART-TIME

( Sebagai Pelayan Kafe )

*Kualifikasi*
- Wanita
- Min 15 -25 tahun
- Menarik perhatian bos saat wawancara
- Jujur, baik hati dan tidak sombong
- Murah senyum
- Sangat sabar

*Keuntungan*
- Gaji
- Makan 1x
- Free Wi-Fi
- Free Kopi
- Bisa melihat tukang cuci piring paling tampan sedunia setiap hari

Notes : Anda tertarik? Silahkan masuk kafe!

~~~°°°~~~

"Part time" gumamnya lagi.

Lalu dia pun mendongakkan kepalanya ke atas, menatap papan nama yang terpampang nyata di atas kafe ini.

Attakai Café

Siswi tersebut pun langsung berkacak pinggang, dengan raut muka kelewat serius yang kini tercetak jelas di wajahnya. Terlihat seperti sedang berpikir keras.

"Kalau dipikir lagi Kakak-kakak yang tempelin kertas ini itu Kakak yang sama yang selalu gue temuin pas SMP. Itu artinya dia udah selama itu kerja di sini" gumamnya, lalu dia menggerakkan jari-jemarinya menghitung berapa lama kiranya wanita itu bekerja di kafe ini. "Lima tahunan ada kali ya. Kok bisa betah ya?" Tanyanya dengan tatapan herannya. Dia saja saat SMP merasakan bosan di tahun ketiganya sampai rasanya ingin buru-buru lulus. Tapi wanita itu bisa sebetah itu bekerja di sini sampai lima tahun lamanya.

'Apa kerja di kafe kaya gini asik ya?' batinnya penuh tanda tanya.

Lalu dia pun kembali menatap ke arah kertas pengumuman lowongan kerja tadi, kemudian membaca kembali kualifikasi yang kelewat sederhana di sana dengan keuntungan yang menurutnya agak ngawur. Bahkan sepertinya pamflet itu ditulis menggunakan tulisan tangan, bukan dicetak seperti yang ia tahu.

Tiba-tiba saja seulas senyuman manis terbit di wajahnya kala satu pemikiran muncul dalam benaknya, "Kalau belum coba ya mana tau seru atau enggak. Iya kan?"

Srek!

Dia pun langsung menarik kertas tersebut yang semula menempel di jendela kafe lalu membawanya bersamanya yang mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam kafe tersebut.

Krincing~

Pintu terbuka lebar dari luar. Siswi itu langsung masuk ke dalam kafe, dengan membiarkan tangannya tetap memegang kenop pintu. Meskipun sudah bertanda 'closed', tapi pintu kafe ini tidak terkunci.

Kedua manik mata bulatnya terlihat menyapu ke setiap sudut kafe yang baru pertama kali dia masuki ini. Sesuai dugaannya, kafe ini tidak begitu besar, tapi karena penataannya yang sederhana alhasil kafe ini terlihat begitu luas.

Ia pun mulai melangkahkan kakinya masuk semakin jauh ke dalam kafe ini, membiarkan pintu tadi kembali tertutup rapat. Tubuhnya sedikit tersentak saat dia merasakan suasana hangat yang menyelimutinya, berbeda dengan bagian luarnya yang didominasi oleh warna cokelat gelap yang memberikan kesan sedikit gelap menurutnya. Aroma kopi-kopian juga mulai menyeruak memasuki indera penciumannya, belum lagi dengan suara musik klasik yang memberikan kesan nyaman di kafe ini. Benar-benar ajaib rasanya, baru juga menginjakkan kakinya ke kafe ini, dia merasa kebosanannya tertinggal di luar kafe ini. Menyesal sekali rasanya karena baru pertama kali dia datang kemari meskipun berkali-kali dia melewati kafe ini.

Siswi itu pun tampak menaruh atensinya pada tiga papan yang berisikan menu yang tersedia di kafe ini. Papan tersebut dipajang di belakang meja kasir. Di sana tercatat jelas bahwa menu di sini kini bukan hanya tersedia aneka kopi-kopian saja, tapi ada juga aneka dessert meskipun tidak sebanyak kafe dessert pada umumnya, juga minuman non kopi.

Cklek!

Siswi tersebut tersentak terkejut saat manik matanya bertubrukan dengan manik mata wanita yang menempelkan kertas tadi yang baru saja keluar dari salah satu pintu ruangan di kafe ini, terletak di dekat meja kasir tadi.

"Maaf Dek, udah tutup" ujarnya, seraya menunjukkan senyuman tidak enaknya.

Siswi itu pun segera menggelengkan kepalanya dengan tegas, "E-enggak kok Kak. Ini saya ke sini karena ini" ujarnya sembari mengangkat pamflet tadi setinggi mulutnya.

Wanita itu tampak menyipitkan matanya berusaha untuk melihat benda yang ada dalam genggaman siswi tersebut. Begitu dia menyadari bahwa siswi itu menggenggam kertas yang ia tempel sebelumnya, ia pun segera menganggukkan kepalanya antusias. "Ahhh iya iya iya" lalu wanita itu mengangkat kedua tangannya ke depan, "Sebentar ya. Aku panggil bos dulu buat wawancara. Jangan pergi dulu. Oke?"

"Loh langsung wawancara Kak?" Tanyanya terkejut bukan main.

Wanita itu melemparkan senyuman manisnya sembari menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Iya, soalnya kafe ini lagi butuh karyawan secepatnya. Jadi tunggu sebentar" wanita itu pun langsung berlari melewati dirinya, kemudian naik ke lantai dua.

"MAS CEPET TURUN MAS" Teriaknya dengan heboh yang sempat membuat siswi itu terkejut bukan main. Bukannya apa-apa, raut wajah wanita tadi terlihat begitu manis dan lugu, tapi ternyata bisa berteriak juga ya. Tapi setidaknya teriakan wanita itu membuatnya bisa mengetahui bahwa calon bosnya adalah pria. Aduh, makin guguplah dia rasanya. Sepertinya dia harus mempersiapkan dirinya untuk wawancara dadakan ini.

Tap! Tap! Tap!

Siswi tadi langsung menelan ludahnya gugup saat dia mendengar suara langkah kaki yang menggema dari lantai atas. Begitu menoleh, dia pun langsung menemukan seorang pria berpakaian santai dengan topi terbalik berwarna oranye yang ia pakai di kepalanya. Pria dengan wajah yang harus ia akui tampan tersebut tampak turun dari lantai dua sembari membawa sebuah sapu. Begitu manik mata mereka saling bertubrukan, pria itu mengerutkan keningnya dalam-dalam seolah bertanya-tanya akan kehadiran dirinya di sini.

Siswi itu pun langsung melemparkan senyuman manisnya lalu mengangkat pamfletnya sebatas dadanya, menegaskan alasan dirinya datang kemari.

Pria itu ber'oh ria, langsung paham akan maksud siswi itu. Lantas dia pun melangkahkan kakinya menghampiri siswi itu.

"Selamat sore Mas" ujarnya sembari menundukkan kepalanya sedikit sebagai bentuk kesopanannya.

Pria itu pun tampak mengerutkan keningnya terkejut, sebelum kemudian dia melemparkan senyuman manisnya lalu menganggukkan kepalanya pelan. "Oh jadi kamu yang tertarik kerja di sini ya?"

Siswi itu langsung menganggukkan kepalanya sekali, "i-iya Mas" jawabnya dengan gugup.

Pria itu pun langsung menaruh kedua tangannya yang masih memegangi sapu tersebut ke belakang punggungnya lalu dia berjalan memutari wanita itu dengan tatapan penuh penilaian.

"Nama kamu siapa?" Tanyanya.

Siswi itu pun langsung membulatkan matanya terkejut, 'wawancaranya langsung dimulai nih? Aduh grogi' rengeknya dalam hati. Tapi tidak mungkin juga jika dia mundur ketika sudah melangkah sejauh ini.

"A-am-am... aya"

Pria itu mengerutkan keningnya dalam-dalam saat mendengar ucapan gugup siswi itu, lalu dia menolehkan kepalanya ke sisi kirinya hingga wajah mereka saling berhadapan, bahkan kelewat dekat.

"Hah? Ayang?"

Siswi itu membulatkan matanya terkejut saat mendengar perkataan pria itu. "B-bukan Mas. A-ma-ya. Bukan ayang!" ujarnya kelewat panik.

"Ohh..." Ucapnya sembari berusaha menahan tawanya. Tidak tahu saja dia bahwa siswi bernama Amaya itu sudah ingin melompat dari jembatan saking malunya. Baru juga awal wawancara sudah melakukan kesalahan seperti ini.

"Dari sekolah mana?" Tanyanya, mengingat Amaya datang kemari dengan memakai seragam sekolah.

"Blue High School"

Pria itu membulatkan matanya terkejut bukan main, "Kamu dari sekolah Biru yang itu?" Tanyanya sembari menunjuk ke arah sembarang, yang dibalas anggukan kepala Amaya.

"Yang favorit itu?" Tanyanya lagi, yang lagi-lagi dibalas anggukan kepala Amaya.

Pria itu pun mengerutkan keningnya keheranan, "Kalau bisa sekolah di SMA favorit berarti bukan dari keluarga biasa-biasa aja ya. Terus kenapa mau kerja di sini?"

"Karena saya bosen" ujarnya kelewat jujur dan penuh kesungguhan.

"Hah?" Ucapnya dengan raut muka syoknya.

Amaya pun langsung mengangkat pamflet ditangannya lalu menunjuk bagian tulisan 'kualifikasi' di sana, "Tolong terima saya kerja di sini Mas. Saya yakin saya memenuhi semua kualifikasi ini. Saya jujur, baik hati dan tidak sombong. Saya juga murah senyum..." Katanya sembari melemparkan senyuman terbaiknya. "...dan sabar" lanjutnya dengan penuh percaya diri.

Pria itu pun langsung memasang wajah kagumnya bahkan dia menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan telapak tangannya. Siswi bernama Amaya ini betulan serius ingin bekerja di sini sepertinya. "Wah, kamu terlihat sangat meyakinkan" ucapnya yang membuat Amaya semakin melebarkan senyumannya, mulai merasa ada harapan. Lalu pria itu menunjuk pamflet tersebut, "Eum, tapi semua kualifikasi itu sebenarnya cuma formalitas aja sih"

"A-ah?" Gumam Amaya dengan raut wajah bingungnya. Hanya formalitas katanya?

Pria itu pun langsung merangkul bahu Amaya sampai membuat Amaya terkejut bukan main, "Kamu bisa cuci piring?"

Amaya menggulirkan bola matanya ke arah pria itu yang berbicara tepat di depan telinganya, menanyakan hal tidak terduga seperti itu. Dengan sedikit gugup Amaya pun menganggukkan kepala beberapa kali, "B-bisa Mas" cicitnya.

Pria itu pun langsung memasang raut muka antusiasnya, "itu dia!" Pekiknya. Dia langsung melepaskan rangkulannya pada wanita itu lalu menggapai tangan Amaya dan menjabatnya beberapa kali. "Selamat selamat, mulai sekarang kamu diterima kerja di sini"

Amaya membulatkan matanya terkejut untuk yang kesekian kalinya saat mendengar perkataan pria itu yang tiba-tiba saja menerimanya menjadi pegawai di sini karena dirinya yang bisa mencuci piring.

"Beneran Mas?" Tanyanya yang dibalas anggukan tegas pria itu. Amaya membuka mulutnya lebar-lebar lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Terlihat begitu bahagia sekaligus terharu karena wawancara aneh ini berjalan lancar sampai akhirnya dia diterima kerja di sini.

"Ngapain Sean?"

Keduanya pun langsung menoleh ke arah sumber suara. Tepatnya pada sosok seorang pria berambut hitam berponi dengan balutan celana training dan kaos lengan pendeknya. Pria itu terlihat lebih dewasa, dan datang bersama dengan wanita tadi.

Pria di hadapannya pun langsung melepaskan jabatan tangannya dengan Amaya lalu bersiul santai sembari berjalan menjauh dari Amaya kemudian sibuk menyapu lantai di sana. Sementara pria tadi langsung berjalan menghampiri Amaya bersama wanita tadi.

Wanita itu meringis tidak enak, "Maaf ya Dek lama, soalnya tadi Mas Dean lagi mandi. Oh iya kenalin Mas Dean ini bos di kafe ini Dek yang akan wawancara kamu hari ini juga"

"Hah? Bos?" Gumam Amaya dengan raut muka terkejutnya kala mendengar perkataan wanita itu yang menunjuk sosok bos yang ia maksud ke arah pria di sisinya itu. "T-tapi kalau dia bosnya, terus Mas yang itu..." Perlahan dia menggerakkan jarinya ke arah sosok pria yang mewawancarainya tadi yang sibuk menahan tawanya di sana sembari menyapu lantai.

"Mas? Kayanya kamu nggak perlu panggil dia Mas. Soalnya dia juga masih SMA kok, mungkin sepantaran kamu" ujar sang bos yang tidak lain dan tidak bukan adalah Dean dengan dahinya yang mengerut dalam-dalam, tidak mengerti kenapa tiba-tiba siswi ini memanggil adiknya dengan embel-embel 'Mas'. Hingga detik setelahnya Dean langsung membelalakkan matanya terkejut bukan main, "eh jangan-jangan kamu kira bosnya itu..." ujarnya sembari menunjuk Sean.

Amaya pun langsung mengepalkan tangannya dengan erat sampai tidak sadar telah meremas pamflet lowongan kerja yang dia ambil tadi. "B-berarti saya belum resmi diterima di sini ya Mas?" Tanyanya dengan nada suara getirnya.

Dean pun terkekeh canggung sementara wanita di sisinya langsung menepuk dahinya sekali, terlalu terkejut karena kejadian seperti ini bisa juga terjadi.

Sementara pelaku penipuan itu sudah terbahak dengan puasnya di sana sembari memeluk sapunya. Tidak terlihat merasa bersalah sedikitpun karena sudah menipu Amaya.

Puk!

"Adooh!" ringis Sean sembari mengusap kepalanya yang menjadi korban lemparan gulungan kertas pamflet.

Dan pelakunya tentu saja Amaya yang menatapnya penuh benci di sana.

Ah, sepertinya mulai sekarang kehidupan SMA Amaya tidak akan semembosankan sebelumnya.




CAST:

AMAYA
17 tahun








Tbc...

^^

Introduction mereka sudah semua ya. Semoga 4 chap intro ini bisa sedikit kasih gambaran tentang sifat para pemeran utama. Yg pasti di book ini keliatan ya siapa yg super bobrok 😁

.
.
.
.

25/01/2024 (04:25)
-dnf-

Continue Reading

You'll Also Like

266K 12.4K 47
the city needs some saving from a group of lethal criminals running loose. it takes some honor students, a bunch of gamers, and a rookie gang - thirt...
552K 17.7K 75
[Complete] Team Alpha Trilogy Finale "Team Alpha! Ahu! Ahu!" It's the last draw. It's the last card. And it's almost time to say.. goodbye, Team Alph...
11.5M 483K 50
"did you just draw a dick on my face?" Min Soojung was more than textbook perfect-- she's independant, crazy smart, and most of all: competitive. Tha...
22.5M 693K 29
"Ethan." Aiden pauses. "I want you." He softly bites my ear. "I want to kiss you more than you will ever know." Trying to avoid the daily beatings of...