Fight for My Fate [TAMAT]

By Lulathana

811K 49.3K 2.5K

Sejak kecil Milka sudah bertunangan dengan Hema. Bisa dibilang seluruh hidup Milka hanya didedikasikan untuk... More

RE-POST
Prolog
1. Perfect Girl
2. Failure
4. Different Lines
5. Threat
6. Are You Okay?
7. Chaotic
8. How?
9. Tears
10. Your Orders
11. Uncovered
12. Jealous?
13. Should I call you ...
14. Home
15. Revenge
16. Believe Me
17. Mine
18. Gift
19. Behind The Scenes
20. Strangers
21. Hema's Other Side
22. What's Your Favorite?
23. Cute
24. Their Secret
25. The Game
26. Hopeless
27. The Truth
28. Meet Again

3. Just a Doll

23.2K 1.6K 80
By Lulathana

Saat usia 7 tahun. Ketika teman-teman masih meributkan boneka Barbie. Milka sudah harus memikirkan bagaimana menjadi pasangan yang sempurna untuk pewaris Danuarta. Mengejar semua poin tentang kriteria pasangan idaman.

Cantik.

Milka melakukan berbagai treatment perawatan kulit, orahraga untuk membentuk tubuh ideal, bahkan merelakan apa itu enaknya makanan demi menjaga berat badan.

Cerdas.

Siang malam tak ada satu waktu pun yang terlewat untuk belajar. Berbagai macam les ia ikuti. Lelah tak pernah jadi prioritasnya, dia terus belajar meski sembari menyeka darah dari hidung dengan sebelah tangan.

Berkepribadian.

Milka terus mengikuti kelas-kelas yang tak sedikit. Tentang tatakrama, sopan santun, bahkan untuk hal seperti seperti duduk dan berjalan. Milka merelakan dirinya yang sudah tidak seperti manusia. Tetap tenang meski isi pikirannya kacau balau. Milka tetap tersenyum meski hatinya kalut. Bahkan tak meneteskan air mata meski ia sangat ingin menangis. Demi menjaga citranya.

Milka melakukan semua itu. Karena dia pasangan Hema. Sejak cincin itu tersemat di jemarinya, hidup Milka hanya berporos pada Hema. Semua yang Milka lakukan tak terlepas dari Hema sebagai alasannya.

Karena sesuai dengan yang diatur, hidup Milka hanya untuk Hema.
Hema.
Hema.
Hema.

Tubuh Milka ambruk dan bergetar hebat. Ponselnya terjatuh entah ke mana. Setelah menerima foto Hema yang mencium pipi Melody, Milka seolah kehilangan kesadarannya dengan mata yang masih terbuka.

Milka sudah memperingatkan Hema, Milka juga sudah memperingatkan Melody. Tapi kenapa mereka malah semakin menjadi?

Milka mulai memukuli dadanya yang terus berdenyut sakit. Dirinya memejamkan mata. Membuat bayangan atas semua perjalanannya selama ini kini seolah berlomba-lomba menyerbunya. Menunjukkan jika semua keringat dan darahnya selama ini tidak berarti.

"Milka?"

Milka terlonjak kaget begitu seseorang menyentuh bahunya. Seorang gadis dengan rambut tegulung rapi menampilkan raut bingung.

"Kamu nggak papa?" tanyanya dengan nada yang agak ragu. Meskipun mereka sering berlatih bersama, mereka tidak terlalu akrab.

"Nggak papa," jawab Milka.

Gadis itu melihat tangan Milka yang masih terkepal di depan dadanya. Bagaimana dirinya tidak khawatir jelas tadi Milka memukul-mukul dirinya.

"Lupain yang kamu lihat."

"Ha-hah? Eu ...."

Milka melangkah tenang ke arah lokernya. "Aku mau ganti, bisa keluar?"

Gadis itu semakin memasang wajah bingung. Ruang ganti jelas ada di sampingnya meskipun di sini pun tidak masalah, tapi tentu ini bukan hal yang mengenakan di mana baru pertama kali juga dirinya mencoba bersikap ramah pada Milka.

"O-oke, maaf Milka," ucap gadis itu lalu cepat-cepat berjalan keluar.

Milka membuka lokernya. Hal yang langsung mengambil fokus matanya adalah sepasang soft shoes di sana.

"Hema suka sama penampilan ballerina kemarin, besok kamu les ballet ya." Perkataan ibunya 7 tahun lalu.

oOo

Di pukul 10 malam, Milka baru sampai di kediamannya. Dia menenteng tasnya dengan sedikit lesu. Lelah ternyata tidak bisa hilang, mau sestatis apa pun jadwal-jadwal yang Milka lakukan. Dia merasa begitu lemah saat tenaganya habis. Terlebih karena Milka yang selalu sempurna banyak melakukan kesalahan pada kelas ballet tadi.

Milka menggigit bibir agar tidak memekik begitu rambutnya tiba-tiba ditarik saat dirinya baru membuka pintu. Mata Milka sedikit berair karena tarikannya yang begitu kencang. Hanya terdengar suara paru-paru yang tertekan begitu tubuhnya dihempas dan menabrak kuat pada tembok.

"Maksud kamu apa ini Milka!" Damian langsung berteriak murka.

"Kamu saya besarkan bukan untuk menjadi makhluk nggak berguna kayak gini!"

Milka memejamkan mata begitu tangan Damian terayun, tapi Prita dengan cepat menahan tangan suaminya itu.

"Mas! Kita udah keluar uang banyak buat hilangin semua bekas-bekas luka dia! Apalagi wajah, jangan gila Mas!"

Bukan karena sayang Milka disakiti, Prita lebih sayang pada uang yang harus dikeluarkan.

"Buat apa?! Mau dia sampai sebening kristal pun kalau tetap bodoh apa bagusnya? Dia bahkan nggak bisa jaga tunangannya! Sampai-sampai fotonya yang mencium perempuan lain tersebar!"

"Ya tapi jangan lukain fisiknya!" Prita membentak tak kalah tinggi. "Menantu Danuarta harus sempurna!"

Prita menarik tangan Milka dan setengah mendorongnya untuk pergi. "Setelah emosi Papa cukup reda, kita bicara."

Milka hanya mengangguk kemudian berjalan ke arah kamarnya. Milka terduduk pada tepi ranjangnya. Dia mulai melepas sepatu berikut kaus kakinya. Dia melihat pergelangan kakinya yang memar juga cukup bengkak. Milka bahkan belum melapor jika dirinya tidak bisa mengikuti kelas balletnya untuk beberapa waktu.

Lupakan, itu tak akan terjadi. Milka mengusap kakinya itu.

Saat ditanya orang, kenapa diberi nama Milka, Damian selalu menjawab karena anaknya punya kulit yang sangat putih, seolah seperti susu.

Namun, orang-orang tak lanjut bertanya karena terlanjur terpukau oleh kulit Milka. Jika saja ada pertanyaan, apakah Damian menyukai susu hingga menamai anaknya demikian?

Milka akan menjawab dengan tegas.

Ya, Damian sangat suka susu, susu stroberi.

oOo

Milka mendapatkan foto Hema dan Melody dari orangnya yang memang dirinya tugaskan untuk mengawasi mereka. Milka kurang cermat apakah orangnya itu mengambil foto secara langsung atau mengambil dari hal yang sedang ramai diperbincangkan.

Jika sebelumnya setiap langkah Milka selalu disertai dengan pujian, kedatangannya Milka saat ini justru dipenuhi desas-desus orang-orang. Mulai dari yang mengasihani, tak peduli dan hanya membahas pasangan Hema-Melody, hingga orang yang malah berbalik menjelekkan dirinya. Dirinya yang terlalu kaku, dirinya yang kurang ramah, dirinya yang terlalu serius, dan semua hal yang bukan dosa itu menjadi tanggungan yang harus Milka pikul. Milka ditelanjangi habis-habisan.

Milka berjengit kaget begitu Melody tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia bergerak cepat begitu Melody terlihat hendak memegang tangannya.

"Milka, Melody bisa jelasin. Foto itu nggak ada maksud apa-apa. Melody nggak ada hubungan apa-apa sama Hema," ucap Melody tanpa menyadari di mana mereka sekarang. Entah terlalu polos atau bodoh. Sekarang mereka berdua menjadi pusat perhatian.

Milka hendak memilih pergi, tapi tiba-tiba Melody memegang tangannya. Milka yang kaget langsung menepis tangan Melody yang membuat gadis itu terjatuh ke belakang. Suasana mendadak hening seketika. Semua terkaget sekaligus penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kalau kamu ngerti perkataan aku waktu itu, ini nggak bakal terjadi." Milka memilih untuk tetap tenang.

"Milka, Melody bener-bener minta maaf."

Milka menghela napas pendek, mengutuk situasi yang terjadi. Jika dirinya mengulurkan tangan pada Melody, Damian dan Prita tidak akan terima. Jika Milka pergi begitu saja, sudah jelas publik akan menilai jika dirinya merundung Melody.

Ini bukan soal baik dan buruk atau benar dan salah. Ini adalah soal siapa yang menjadi tokoh utamanya. Dan orang-orang sudah jelas memilih Melody sebagai tokoh utama itu.

Karena sang Pangeran berpihak pada gadis itu.

Milka menatap lurus pada Hema yang kini berjongkok lalu membantu Melody berdiri. Milka menjadi satu-satunya yang menatap muram. Karena mata-mata yang lain menatap takjub pada pemandangan itu.

"Apa yang terjadi?" Mata Hema menatap ke arah Milka. Sorotnya dingin seperti biasa.

Milka tidak pernah terpikir jika suara bel bisa menjadi penyelamat. Orang-orang terpaksa harus bubar dari kerumuman itu. Tak menyia-nyiakan waktu, Milka pun ikut beranjak dari sana.

oOo

Milka pergi ke perpustakaan untuk sejenak mengistirahatkan telinganya dari 'berisik' yang selalu mengikuti. Setidaknya di perpustakaan akan ada petugas yang menegur jika mereka menggunakan mulut seenaknya.

Milka menghampiri sebuah rak. Memindai setiap judul di sana sebelum mengulurkan tangan untuk mengambil buku yang ada di bagian atas. Baru saja ujung kukunya yang menyentuh, buku itu sudah tertarik keluar. Milka berbalik dan mendapati Hema sebagai pelakunya.

Pria itu menghampiri meja terdekat dan menduduki salah satu kursinya. Dia menyimpan buku itu pada sisi meja yang lebih condong pada kursi di seberang. Menandakan bahwa Milka harus duduk di sana.

Milka mengikutinya. Duduk lalu mulai membuka buku yang dipilihnya itu.

"Jangan usik Melody."

Tangan Milka yang tengah menggulir halaman kata pengantar itu terdiam untuk beberapa saat.

"Aku cuma kasih peringatan kecil," ucap Milka seraya melanjutkan gerakan tangannya sampai dirinya menemukan halaman yang tepat lalu mulai terlihat membaca.

"Segala tentang Melody, aku yang urus."

Kuku telunjuk Milka terlihat menekan kuat pada bukunya hingga bisa meninggalkan bekas. "Kalo maksudnya termasuk semua kegaduhan yang kalian timbulkan, aku setuju."

Milka mengangkat arah pandangannya. Matanya menatap dengan penuh percaya diri seperti biasanya. Tenang dan sulit untuk diintimidasi.

"Gimana cara kamu tutup mulut mereka?" Milka menggeleng-geleng kecil. "Itu bukan hal yang bisa kamu atasi bahkan dengan gunain nama kamu." Mulut-mulut yang terus menggunjingkan mereka. Tak bisa dibantah, suatu hari ini semua mungkin pada akhirnya akan sampai ke telinga Danuarta.

"Kamu cuma perlu diam dan segala tentang Melody aku yang urus," ucap Hema.

"Pertanyaan aku nggak kejawab." Milka menghela kecil kemudian lanjut membaca buku itu.

"Kamu jangan keras kepala. Permintaan aku mudah, jangan sentuh Melody sedikit pun. Jangan suruh orang buat ngikutin atau nyelidikin atau apa pun itu."

Milka tak memberikan jawaban sampai Hema berdiri lalu pergi dari sana. Milka melepaskan bukunya, meninggalkan jejak tekanan kukunya. Mata Milka menatap kosong ke arah depan.

Keras kepala katanya? Milka bahkan tidak pernah punya izin untuk melakukan apa yang diinginkan dirinya.

oOo

jangan lupa komen.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 192K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
FOR MY EX By tha

Teen Fiction

780K 46.8K 47
Blurb: Erithia Alinea Zoey awalnya bahagia setelah berhasil memenangkan hati Edgar Jaguar Abhivandya yang terkenal dengan sikapnya yang dingin ditamb...
443K 23.1K 51
Note : Ini cerita pertama saya. Jika ada kalimat tidak enak atau bahkan tidak nyambung sama sekali. Harap maklum karena masih abal banget! Kalau gak...
1.2K 122 30
[Buat anak IPS sini merapat, kita belajar bareng] ciaaelah kayak yang nulis udah pinter aja╥﹏╥ • • Di antara tiga puluh murid penghuni kelas kenapa j...