Buih di Lautan

By Caaay_

150K 21.2K 2.5K

Karena ada suatu masalah, Buih Pitaloka harus pindah dari ibu kota hingga ia bertemu dengan laki-laki bernama... More

-000-
PROLOG
°Buih di Lautan°
CHAPTER 1 | TOXIC
CHAPTER 2 | BANG LAKS
CHAPTER 3 | AKU MAU TEMAN
CHAPTER 4 | SEMARANG
CHAPTER 5 | DIA MAS LAUT
CHAPTER 6 | LUKA
CHAPTER 7 | TUGAS
CHAPTER 8 | GUBUK
CHAPTER 9 | PERPUSTAKAAN
CHAPTER 10 | PAKU
CHAPTER 11 | SEPATU
CHAPTER 12 | MAU
CHAPTER 13 | ATIKU KEDER
CHAPTER 14 | PAK SOLIKIN
CHAPTER 15 | KOTA LAMA
CHAPTER 16 | UKS DATE
CHAPTER 17 | RESTU
CHAPTER 18 | SETARA
CHAPTER 19 | REALISTIS
CHAPTER 20 | NGAMBEK
CHAPTER 21 | SERAGAM
CHAPTER 22 | INSECURE
CHAPTER 24 | BOLOS

CHAPTER 23 | BAPAK

2K 205 18
By Caaay_

Mas Laut:

Buih

Kamu marah, ya?

Aku minta maaf Buih

Tolong maafin aku

Kenapa chatku nggak dijawab

Aku tahu ada chat masuk dari Mas Laut, tapi sengaja aku diamkan dan tidak aku balas. Tadi ketika di sekolah aku juga bersikap cuek padanya, aku tidak mengajak Mas Laut ngomong sama sekali. Hal ini aku lakukan karena aku masih kesal sama Mas Laut karena dia menuduhku yang tidak-tidak perihal pemberian tumbler corckcileku kemarin. Mas Laut tidak menyerah begitu saja. Ponselku dari tadi sore kembali berdenting tidak karuan, sampai jam tujuh malam sekarang pun masih belum selesai. Saat aku intip layar ponselku ternyata Mas Laut telah menelponku puluhan kali, mengirimkan chat banyak, hingga beberapa kali mencoba untuk video call. Namun semuanya sama sekali tidak aku jawab.

Biarin Mas Laut tahu kalau aku sedang ngambek!

Aku berdiri dari kursi belajarku lalu berjalan menuju balkon untuk sekedar mencari udara segar. Saat aku berdiri di balkon kamar wajahnya terkena hembusan angin, ah, rasanya segar sekali. Namun, ada hal yang menarik perhatianku. Di ujung sana aku melihat ada cahaya berwarna orange terang. Karena penasaran, aku pun menghubungi Palung. Mungkin saja dia mengetahuinya karena selama ini dia orangnya selalu update tentang informasi apapun.

Lung

Gue lagi berdiri di balkon kamar terus liat

disana ada yang nyala-nyala oren itu apaan?

Palung:

Ada kebakaran

Dari tadi sore sampe sekarang belum padam

Rame banget

Lo dimana?

Palung:

Nongkrong di rumah temen gue

Kebetulan rumahnya deket sama area yang kebakaran

Lo nanti pulang kan?

Palung:

Pulang lah

Kenapa?

Kangen sama gue?

Dih

Palung:

Hahahaha

Pulangnya jangan kemaleman, ya

Gue takut di rumah sendirian

Palung:

Gue otw pulang sekarang

Mau dibawain sesuatu nggak?

Martabak manis juga boleh

Palung:

Rasa keju sama coklat

Kok tau sih?

Palung:

Gue masih inget makanan kesukaan lo kali

Kita dulu waktu kecil kan udah kayak anak kembar kemana-mana barengan

Saat aku chatan sama Palung pun sedari tadi Mas Laut mengganggu dengan tetap mengirimkan chat padaku. Namun semuanya tetap aku biarkan begitu saja, aku tidak ingin menjawabnya. Aku masih ngambek sama Mas Laut.

Karena tidak ingin mendapatkan gangguan notifikasi terus-terusan dari Mas Laut, akhirnya aku pun memilih untuk mematikan ponselku. Online juga tidak ada gunanya, jadi lebih baik aku matikan saja ponselku ini. Lagipula aku juga sudah menghubungi Palung dan memintanya untuk cepat pulang, setelah dia pulang aku bisa bersamanya untuk melupakan Mas Laut sebentar.

"Bu!" Panggil Palung ketika sudah sampai rumah.

Aku keluar dari kamarku yang ada di lantai dua, saat aku menunduk kulihat Palung yang mengenakan jaket bomber hitam sedang berdiri di ruang tamu sambil memegang kresek putih.

Palung mendongak hingga membuat tatapannya bertemu denganku. "Martabak lo nih!" Palung menunjukan kresek putih bawaannya padaku.

Aku tersenyum. "Asek! Gue juga udah laper, nih."

Aku lantas menuruni tangga. Saat aku sampai ruang tamu ternyata Palung sudah terlebih dahulu mencomot martabak manis tersebut hingga membuat pipinya menggembung.

Aku duduk di samping Palung lalu mengambil martabak manis itu dan memakannya.

"Hm... rasanya kok mirip sama martabak langganan gue di Jakarta, sih!" Kataku antusias sambil terus mengunyah martabak.

Palung tersenyum sambil menatapku lalu dia menyentuh ujung bibirku. "Belepotan."

Aku tersenyum lalu balas menyentuh bibir Palung. "Bibir lo juga belepotan!" Ada parutan keju yang mengintip di ujung bibir kanan Palung.

"Kayak bocil aja lo makan belepotan," ledek Palung.

"Eh, lo juga belepotan! Main ngatain gue," balasku tidak terima.

Lalu aku dan Palung tertawa bersama.

***

Aku menoleh, memperhatikan tempat duduk Mas Laut yang kosong. Sepertinya hari ini dia tidak masuk sekolah karena bel tanda masuk sudah berdering sejak dua jam yang lalu. Kalau Mas Laut telat, dia seharusnya sudah masuk sekarang. Tapi sampai saat ini pun belum ada tanda-tanda kalau dia akan datang.

"Bu, aku nggak tega, deh," kata Bening–mengajakku berbicara disela-sela menulis catatan.

"Mas Laut nggak masuk sekolah, ya?" gumamku yang terdengar di telinga Bening.

"Bu, kamu belum tau?"

Aku memandang Bening bingung. "Tahu apa?"

Belum sempat Bening menjawab, dua orang gadis dari pengurus OSIS datang ke kelas kami. Mereka bermaksud untuk menarik uang iuran.

"Kami turut berduka cita atas meninggalnya Bapak Solikin, Ayahanda dari Laut Makrib teman kita. Untuk itu kami meminta iuran seikhlasnya supaya dapat meringankan sedikit beban dan memberikan manfaat kepada Laut Makrib sekeluarga."

Jantungku langsung mencelos ketika mendengar kabar itu. Tanganku gemetar.

"Bapaknya Mas Laut semalem meninggal," kata Bening. "Kejadiannya udah masuk berita, tau."

Bening menunjukan sebuah portal berita yang memberikan kejadian semalam.

Setelah membaca berita yang ditunjukan Bening, buru-buru aku menghidupkan ponselku. Sejak semalam aku mematikan ponselku. Dan saat aku hidupkan, banyak notifikasi pesan masuk dari Mas Laut.

Mataku berkaca-kaca saat membaca notifikasi pesan dari Mas Laut. Berkali-kali dia mengirimkan chat hingga menelponku, tapi semua itu tidak ada satupun yang aku jawab. Aku mengabaikannya.

Sementara itu para pengurus OSIS tadi menarik iuran satu persatu dari para siswa dan mengumpulkannya jadi satu di dalam sebuah kotak kardus.

Hari itu juga aku nekat membolos sekolah hanya untuk menemui Mas Laut. Aku benar-benar merasa bersalah, seharusnya aku tidak mengabaikan pesan serta panggilan telpon Mas Laut di malam itu. Seharusnya aku tidak marah padanya hanya karena hal kecil.

Aku menuju ke rumah Mas Laut ikut bersama perwakilan pengurus OSIS yang juga takziah ke kediaman Mas Laut. Aku dibonceng motor oleh Fandi, salah seorang pengurus OSIS dari kelas IPA 1. Di atas boncengan motor beat karbu Fandi, mataku berkaca-kaca, aku bisa membayangkan betapa kalutnya Mas Laut tadi malam. Dia membutuhkanku untuk sekedar menenangkan dirinya, tapi aku justru marah padanya.

Setelah beberapa menit perjalanan menyusuri jalanan kampung nelayan, akhirnya kami sampai di rumah Mas Laut. Di depan rumah Mas Laut terpasang sebuah bendera warna kuning, menandakan bahwa ada seseorang yang meninggal. Rumah Mas Laut sudah dipenuhi oleh pelayat, mereka kebanyakan adalah warga kampung sini. Mereka mengucapkan belasungkawa kepada keluarganya Mas Laut atas meninggalnya Bapak Solikin.

"Yang sabar ya, Ut," ucap ibu-ibu bergamis hijau. Ia menyalami Mas Laut seraya menepuk-nepuk pundak Mas Laut.

Mas Laut tersenyum kemudian mengangguk. Mas Laut masih bisa tersenyum meskipun Bapaknya meninggal.

"Mas Laut," panggilku.

Ia menoleh ke arahku. "Buih."

Aku melangkah menghampirinya. "Maaf, Mas. Harusnya tadi malam aku ada buat kamu."

Aku menitihkan air mata, namun Mas Laut menghapusnya dengan ibu jari. "Sudah, nggak papa."

Aku melongok ke dalam rumah Mas Laut, di dalam sana kudapati Ibuk dan Banyu yang wajahnya sudah sembab lantaran banyak menangis.

"Jenazah Bapak langsung dimakamkan pagi tadi," kata Mas Laut.

Ia terlihat tegar. Berbeda dengan Ibuk dan Banyu yang sudah menangis. Mas Laut juga lah yang menyambut para tamu yang berdatangan untuk melayat. Senyumannya masih bisa terlihat di mataku.

Pengurus OSIS memberikan uang hasil iuran kepada Ibuk untuk meringankan sedikit beban Ibuk.

Ibuk menyambut amplop tersebut dan ia kembali menangis. "Terima kasih," ucapnya gemetar.

Aku masuk ke dalam rumah menyalami Ibuk dan Banyu untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Bapak. Aku tidak bisa menyembunyikan air mataku, masih teringat jelas dipikiranku bagaimana Bapaknya Mas Laut selalu tersenyum dan menyambut kedatanganku dengan ramah. Aku tahu betul bagaimana rasanya kehilangan sosok seorang ayah, karena sejak kecil pun aku sudah tidak memiliki ayah lantaran ayahku juga sudah meninggal.

Hari semakin sore, pengurus OSIS yang datang bersamaku izin untuk pulang dulu. Sementara aku masih ingin tetap tinggal di rumah Mas Laut.

Aku melihat ke sekeliling, namun tidak mendapati keberadaan Mas Laut. Aku bangkit dari dudukku untuk mencari Mas Laut.

"Mas Laut," aku melihat ke sekeliling.

Mataku menatap keberadaan Mas Laut yang sedang duduk sendirian menghadap lautan lepas dan menangis sesenggukan. Ternyata Mas Laut tidak setegar yang ia tunjukan kepada orang-orang. Mas Laut menangis sesenggukan sambil menyebut-nyebut Bapaknya. Buru-buru kuhampiri Mas Laut.

"Mas Laut," panggilku gemetar.

Mas Laut masih tetap sesenggukan. Aku memeluknya, berusaha menenangkan tangisnya. Namun alih-alih menenangkannya, aku justru ikut menangis bersamanya. Masih terbayang jelas dipikiranku bagaimana kedekatan antara Mas Laut dengan Bapak.

__________________________________

Hallo, pacar-pacarnya Mas Laut!

Novel Buih Serta Lautan yang ditulis dari sudut pandangnya Mas Laut udah Open Preorder, nih!

Versi novelnya cuma bisa dibeli di SHOPEE aku dan NGGAK BAKALAN ADA DI GRAMEDIA.

Ini tokonya :

Continue Reading

You'll Also Like

3. SAVE ME By Caaay

Teen Fiction

565K 118K 37
Moa Jatraji, seorang psikiater yang didatangkan ke boarding school SMA Elang setelah seorang anak bernama Cakrawala Sadawira hampir membunuh teman sa...
528 135 5
Sagara Bhalendra Bimantara. Mahasiswa Manajemen yang memiliki hobby menulis di salah satu platform menulis yang bernama Wattpad. Sangat bertolak bela...
15.8M 1.7M 33
[SUDAH TERBIT] "Sahara, hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. Kamu tahu lagu Sampai Jumpa-nya Endank Soekamti, kan? ya kira-kira begitu lah. Ta...
1.4M 227K 56
[ SUDAH DIBUKUKAN ] ❝ aku masih mau berjuang, Al. tapi Tuhan pengen aku pulang.❞ -Satya Langit Aksara Pernah dengar istilah "orang tepat datang diwa...