Destiny? (SELESAI)

By vatriceown

667 25 1

Kisah Valencia Bramantyo, siswa kelas 12 IPS yang tiba-tiba terdampar di tengah hutan dan ditolong oleh seora... More

Meet the character
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Additional Part

2

55 6 1
By vatriceown

Di sebuah hutan pada sore hari menjelang malam, saat udara dipenuhi dengan aroma tanah basah dan dedaunan yang memberikan kesan segar. Cahaya matahari yang semakin meredup menciptakan bayangan yang panjang di antara pepohonan. Hewan-hewan hutan mulai aktif dengan cicit serangga dan suara burung yang terdengar di kejauhan. Ki Ageng Pandu baru saja pulang dari Istana bersama Asep dengan mengendarai kuda masing-masing.

"Tuanku sepertinya itu ada seorang gadis yang tergeletak di sana" seru Asep pelayan pribadi Ki Ageng Pandu.

Merekapun turun dari kuda untuk melihat bagaimana kondisi gadis tersebut.

Ki Ageng Pandu kemudian memeriksa denyut nadi gadis itu untuk memastikan apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.

"Dia masih hidup Sep, cepat angkat dan naikkan dia di atas kuda untuk di bawa ke kediaman" ujar Ki Ageng Pandu pada sang pelayan, berharap gadis tersebut masih bisa diselamatkan karena detak jantungnya yang lemah.

Merekapun segera bergegas ke kediaman Ki Ageng Pandu.

"Ni sanak...Ni... kemarilah" ujar Ki Ageng Pandu pada Istrinya.

"Astaga siapa gadis itu? apa yang terjadi padanya?" pertanyaan beruntun dari Ni Sara istri Ki Ageng Pandu.

"Kami menemukannya di hutan saat perjalanan pulang dari istana menuju kemari" Ki Ageng Pandu menjawab pertanyaan sang istri.

"Astaga hal apa yang sudah terjadi padanya, kasihan sekali. Ayo tunggu apalagi segera bawa ia masuk ke dalam kamar tamu" prihatin Ni Sara pada gadis tersebut.

Ni Sara kemudian menuruh pelayan untuk membersihkan badan Cia dari debu tanah yang menempel dan menggantikan pakaiannya.

....

"Engh.." Cia bangun meleguh merasa badannya remuk seperti baru saja terhempas dari atas ketinggian.

Hal yang pertama ia setelah membuka matanya adalah plafon kayu jati dengan aksen ukiran Jawa kuno.

"Dimana ini, perasaan terakhir aku membaca sebuah buku sejarah di sofa Perpustakaan Nasional Indonesia kenapa tiba-tiba aku di sini" Cia kebingungan.

"Ndoro sudah sadar" seorang wanita paruh baya berpakainan pada zaman jawa kuno dengan menggunakan kain jarik dan kemben menghampirinya.

"Siapa kamu? Ini di mana? Dan kenapa pakaianmu seperti itu?" Cia bertanya sambil memperhatikan pelayan tersebut.

"nama saya Nimas Ndoro Ayu, saya pelayan Ki Ageng Pandu yang ditugaskan untuk melayani Ndoro" ucap Nimas.

Cia kembali memperhatikan sekitarnya dan berharap
ia hanya bermimpi buruk. Tapi... pandangan ini. Bangunan-bangunan ini... Mereka terlihat berbeda. Cia tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Ini terasa sangat nyata. Cia yakin sekali kalau ia bukan di masa sekarang.

Cia kemudian beralih menatap Nimas dan bertanya "Mbok, tahun berapa saat ini? dan daerah mana ini?"

"Ini tahun 1357 Ndoro Ayu dan ini adalah kediaman Ki Ageng Pandu Beliau adalah tabib Kerajaan Majapahit" jawab Nimas sekiranya.

"Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa aku berada di sini? " Cia bertanya dalam benaknya. Jika begitu, Cia harus mencari tahu bagaimana dia bisa sampai di sini dan bagaimana dia bisa kembali.

Karena melihat Cia yang termenung cukup lama Nimas akhirnya bertanya "Apakah ndoro menginginkan sesuatu?"

"Eum, bisa kh Mbok memberitahu saya di mana tempat saya bisa membersihkan diri, maksud saya mandi" Cia merasa badannya sangat lengket dan gerah makanya ia harus segera mandi.

"Mari ndoro kita ke tempat permandian, saya akan membantu ndoro mandi di sana" ujar Nimas seraya membantu Cia bangun dari tempat tidurnya.

"Tidak perlu Mbok. Saya bisa mandi sendiri kok" Cia merasa aneh dan malu saja masa sudah sebesar dirinya masih dimandikan.

"Tidak apa Ndoro, itu memang sudah tugas saya" jawab Nimas.

Setibanya di pemandian

"Kenapa badan saya di baluri bahan kuning ini Mbok?" Cia melihat Mbok  Nimas membaluri sekujur tubuhnya dengan yang Cia tebak bahan tersebut mengandung kunyit karena berwarna kuning.

"Ini lulur yang terbuat kunyit dan beras yang dihaluskan, ini gunanya untuk mecerahkan kulit dan membuat kulit tetap halus" Mbok Nimas menjelaskan hal tersebut kepada Cia.

"Lalu nanti saya keramas menggunakan apa mbok?" Cia penasaran karena tidak mungkin di zaman ini ada shampo seperti di zaman modern.

"Ini ramuan alami yang terbuat dari perasan jeruk nipis yang di campur dengan daun sirih yang direbus untuk membersihkan rambut. Ramuan ini bisa membersihkan dan memberikan kilau alami pada rambut Ndoro yang memang dari sananya sudah sangat indah" jawaban Mbok Nimas menjawab rasa penasaran Cia.

Setelah selesai mandi Cia kemudian kembali ke kamar tamu untuk menggunakan pakaian dan berias yang dibantu oleh Mbok Nimas.

"Wah, Ndoro Cantik sekali. Sepertinya Ndoro Ayu adalah wanita tercantik yang ada di Kerajaan Majapahit ini" Mbok Nimas memuji kecantikan Cia yang nampak pada cermin yang berada di hadapan mereka.

"Wajahku terlihat dewasa di sini" Cia  bergumam meraba wajahnya seraya melihat pantulusan dirinya di depan cermin meja rianya.

Tok tok tok

"Punten Ndoro dipanggil oleh Ni Sara untuk makan siang bersama di ruang makan" salah satu pelayan di kediaman Ki Ageng Pandu memberitahukan hal tersebut setelah mengetok pintu dari luar kamar.

"Baiklah kami akan segera ke sana" bukan Cia yang menjawab, melainkan Mbok Nimas.

"Ayo Ndoro, tidak baik membiarkan orang yang lebih tua menunggu" Mbok Nimas menasihati Cia.

"Emm, baiklah tapi Mbok harus nemenin saya yaa di sana..." Cia menatap Mbok Nimas dengan penuh harap.

"Nggih Ndoro" jawab Mbok Nimas.

Sesampainya di ruang makan

"Ohh kemarilah Diajeng" Ni Sara memanggil Cia untuk duduk di sebelah kirinya sementara Ki Ageng Pandu duduk di sebelahnya.

Cia pun segera berjalan menuju meja makan lesehan tersebut, namum baru dua langkah kakinya berjalan Mbok Nimas menahan langkahnya dengan pakaian bagian belakangnya.

"Berlututlah Ndoro Ayu, tidak sopan berjalan seperti itu menghampiri orang yang lebih tua, Ndoro harus berjalan dengan menggunakan lutut" Mbok Nimas menegur perilaku tidak sopan Cia.

"Ha.. mau makan aja ribet, segala harus jalan pakai lutut lagi. Lama-lama bisa kena osteoporosis aku di sini" gumam Cia meratapi nasibnya, sambil berjalan menggunakan lututnya menghampiri meja makan.

Setelah Cia tiba di meja makan, ia kemudian mengamati satu persatu makanan yang tersaji di atas meja tersebut dengan seksama karena ia baru pertama kali melihat makanan-makanan tersebut.

Melihat kebingungan Cia, Ni Sara menjelaskan satu persatu makanan yang tersaji di atas meja tersebut kepada Cia.

"Ini namanya rawon, sup daging sapi. warna hitamnya berasal dari kluwek, rempah alami. Kalau ini namanya lontong balap, isinya lontong yang dicampur dengan taoge, tahu goreng, lentho, dan disiram dengan kuah bumbu kacang yang khas. Kalau cari yang manis-manis ini ada getuk lindri, terbuat dari singkong yang diolah menjadi adonan yang lembut dan kenyal, kemudian dicampur dengan gula dan kelapa parut." Ni Sara menjelaskan dengan sabar kepada Cia.

Selanjutnya mereka makan hikmat.

Setelah makan Siang Cia kemudian di bawa ke ruang santai yang bisa di bilang ruang keluarga kalau di zaman modern. Cia duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Ki Ageng Pandu dan istrinya Ni Sara.

"Maaf sebelumnya Diajeng kalau boleh tau bagaimana Diajeng sampai bisa terkapar di tegah hutan, karena saya bersama dengan Asep menemukan Diajeng di hutan sebelumnya. Apakah Diajeng memiliki keluarga?"

"Matilah aku, apa yang akan aku jawab"  Cia seketika dilanda kebingungan bagaimana cara menjawab pertanyaan Ki Ageng Pandu.

"Terima kasih banyak sebelumnya karena sudah menolong saya. Saya Juga tidak mengingat apapun saat ini. Saya saja kaget kenapa saya tiba-tiba berada di sini dan saya sendiri melupakan nama saya" jawab Cia mencari aman, karena ia pasti akan di anggap gila jika mengatakan kalau ia berasal dari masa depan yang di mana sebelumnya ia membaca sebuah buku yang menceritakan Kerajaan Majapahit lalu kemudian secara tiba-tiba bisa sampai di sini.

"Baiklah kalau kamu lupa namamu, aku akan menamaimu Dyah Ayu Laksmi Cahyaratri, kami akan memanggilmu Ayu" Ujar Ki Ageng Pandu dengan seyuman tulusnya.

"Kami akan menganggapmu seperti anak kami sendiri di sini" Ni Sara menimpali perkataan suaminya.

Ki Ageng Pandu dan Ni Sara merupakan sepasang suami istri usia lanjut dan belum dikaruniai seorang anak. Mereka sudah sejak lama merindukan kehadiran buah hati di tengah keluarganya namun Tuhan memiliki rencana lain. Dengan hadirnya Cia atau Ayu inilah mungkin cara Tuhan menjawab doa mereka untuk memiliki seorang anak.

Continue Reading

You'll Also Like

18.5K 1.4K 37
Disclaimer: this is a work of fiction. Every characters (beside my OCs) belongs to Maharishi Ved Vyas. "RAGHUKUL REET SADA CHALI AAYI, PRAN JAYE PAR...
166K 2.7K 20
မြို့အုပ်မင်းရဲ့ဇနီးလောင်းက သူမကြောင့် သေသွားတာကြောင့် သူမကိုလက်ထပ်ပြီး ပြန်ပေးဆပ်ခိုင်းမဲ့ ဇေယျမင်းမောင်
71.4K 6.8K 60
" The darkness closed in around him, like a shroud of silence. Veeranshu's eyes fluttered open, and he was met with an unfamiliar ceiling. Groggily...
6.1M 399K 74
Losing this war means captured by the enemy empire and considered as their prostitutes and servants. Dreaming that situation made my heart race even...