Cupcakes | Jisung

By 23byeolbamm

936 160 84

Park Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagu... More

| Cast and Disclaimer |
OO | Cupcakes
O1 | Cupcakes
O2 | Cupcakes
O3 | Cupcakes
O4 | Cupcakes
O5 | Cupcakes
O6 | Cupcakes
O7 | Cupcakes
O8 | Cupcakes
O9 | Cupcakes
1O | Cupcakes
11 | Cupcakes
13 | Cupcakes
14 | Cupcakes
15 | Cupcakes
16 | Cupcakes
17 | Cupcakes
18 | Cupcakes
19 | Cupcakes
2O | Cupcakes
21 | Cupcakes
22 | Cupcakes
23 | Cupcakes
24 | Cupcakes
25 | Cupcakes
26 | Cupcakes
27 | Cupcakes
28 | Cupcakes
29 | Cupcakes
3O | Cupcakes
31 | Cupcakes
32 | Cupcakes
33 | Cupcakes
34 | Cupcakes
35 | Cupcakes
36 | Cupcakes

12 | Cupcakes

16 3 0
By 23byeolbamm

| happy reading |
| don't forget to give your best support |

###



Beginikah rasanya jadi seorang istri?

Tepat saat aku mematikan kompor, pikiran itu datang begitu saja di kepalaku. Malam ini, aku sengaja memasak untuk menyambut kepulangan Han Seungri. Dan pikiran bodoh itu datang tanpa diduga-duga, yang praktis membuatku menggeleng tak percaya sebab bisa-bisanya memikirkan itu.

Rasanya menggelikan, tapi pasti tak akan jauh beda dengan hari ini. Situasi saat aku menikah nanti, pasti akan begini. Menunggu suamiku pulang bekerja—oh astaga, ini tidak akan berakhir cepat jika terus dibahas. Lebih baik aku segera menyelesaikan pekerjaanku.

Ini kejutan kecil. Aku tidak memberitahunya bahwa aku memasak, tapi aku tahu dia akan pulang sebentar lagi. Karena sekarang pun sudah hampir pukul 8 malam.

Sebelumnya, aku sudah mewanti-wanti dia agar saat tiba di lobi langsung mengabariku, walau dia sempat bertanya kenapa, yang aku balas bukan apa-apa. Untungnya dia tak bertanya lebih lanjut, jadi saat ponselku tiba-tiba menyala dan menampilkan pesan pemberitahuan darinya, aku yang saat itu baru saja selesai menata meja bergegas menuju pintu. Menyambutnya dengan wajah sumringah, sementara dia terlihat kebingungan.

"Kenapa dengan wajahmu?"

Aku hanya menggeleng, kemudian menggiringnya menuju dapur. "Aku memasak sesuatu untuk kita makan malam," kataku di tengah perjalanan. Kulihat, dia tercekat. Tapi tak memberi reaksi apa-apa bahkan setelah kami berdua duduk berhadapan di meja dapur.

"Katakan sesuatu," pintaku, mulai merasa tidak enak melihat ekspresinya yang aneh. "Atau kau... tidak menyukainya?"

Dia menggeleng cepat, lalu meraih kedua tanganku. "Menikahlah denganku. Aku mohon."

Sungguh jadi aku yang bingung harus mengatakan apa. Mau mengangguk tapi aku belum siap menikah semuda ini. Mau menolak aku jelas tidak enak. Memintanya menunggu? Sampai kapan? Aku saja tidak tahu hubungan ini akan berakhir ke mana.

"Kau... sudah melamarku dua kali, Han Seungri," kataku kemudian, pelan dan terkesan berbisik.

"Lantas? Apa kau risi?"

"Tidak. Aku hanya—" Sulit melanjutkannya, jadi aku menjeda sejenak dengan satu helaan napas panjang. "Aku... belum siap, sejujurnya."

"Ada yang kau takutkan? Bicarakan itu padaku sekarang dan kita cari solusinya berdua."

Bagaimana caranya mencari solusi berdua sedangkan masalah sepenuhnya ada padaku sendiri?

Aku mengulum bibir, terpaksa menunda makan walau perut sudah sangat lapar. "Aku ingin bekerja dulu dan membantu keuangan keluargaku, aku juga ingin membantu membayar biaya sekolah adikku. Jadi, menikah sekarang sepertinya bukan waktu yang baik."

"Kalau masalahmu tentang uang, aku bisa membantu. Tanpa kau bekerja pun aku bisa memberi keluargamu uang rutin tiap bulan. Kau katakan saja berapa jumlahnya."

Niatnya murni ingin membantuku, tapi entah kenapa justru terdengar seperti merendahkan di telingaku. Dia tidak paham kata-kataku. Bagian bodohnya aku tidak bisa melawan, hanya mampu mencekal kuat sendok yang sedang kupegang.

"Kalau semuanya darimu, lalu untuk apa aku kuliah kemarin? Untuk apa aku mengejar prestasi itu jika pada akhirnya aku tidak berguna? Aku sudah tahu kau pasti tidak akan paham kata-kataku."

"Tidak, maksudku—"

"Tujuanku kuliah dan mengejar prestasi sampai mati-matian kemarin adalah agar aku mendapat pekerjaan yang layak. Aku harus bekerja untuk meringankan tugas Papa. Kau tidak paham karena kau sudah terbiasa dengan kekayaan dari orangtuamu."

Bahkan makanan yang enak di depanku tak lantas membuatku merasa nyaman berada dalam situasi itu. Setelah bicara, aku bergegas pergi. Berlari cepat menuju kamar.

Aku tidak marah, aku juga tidak tahu kenapa sikapku jadi begini. Apa aku memang tidak cocok dengan pernikahan?

Hanya beberapa saat setelah aku bersembunyi di balik selimut, kudengar pintu terbuka pelan. Han Seungri menyusul dan lekas ikut berbaring di belakangku.

"Maaf." Aku mendengar suaranya begitu dekat dengan telingaku. "Aku benar-benar minta maaf karena sudah egois."

Dia yang begini malah membuatku merasa bersalah, demi Tuhan.

"Kita tidak akan membicarakan tentang pernikahan lagi mulai sekarang. Aku akan menunggu sampai kau benar-benar siap nanti."

Tidak, Han Seungri, tolong jangan mengalah lagi. Kau sudah terlalu banyak mengalah selama bersamaku.

"Tari, kau sudah tidur, ya?"

Belum. Tapi aku bingung mau menyuarakan apa. Jadi aku pura-pura tidur sampai kurasakan dia menarik lebih tinggi selimut yang menutupi tubuhku, kemudian mendaratkan satu kecupan di bahuku.

Malam itu berakhir dengan kami yang tidur saling membelakangi, untuk pertama kalinya.

***

Sekarang aku tahu kenapa emosiku tidak stabil kemarin malam. Ini pertengahan bulan, jadwalku datang bulan. Saat bangun tadi dan menemukan bercak darah di celana dalamku, perasaanku tidak karuan. Entah, aku seperti di ambang batas senang dan sedih.

Dan untuk menebus rasa bersalahku karena semalam tersinggung tanpa alasan yang jelas, pagi ini aku memasak lagi. Kali ini hanya omelette, sarapan sederhana dan praktis.

Di hari pertama ini, sudah menjadi langganan jika perutku kram. Itu pasti. Tapi demi menyediakan makanan untuk pacarku yang masih tidur itu, aku rela menahannya walau beberapa kali meringis saat tak sengaja menabrak ujung meja.

Oh, ternyata pacarku sudah bangun karena saat aku tengah sibuk di balik kompor, kurasakan tangannya melilit tubuhku dari belakang. Sudah wangi dan siap kerja karena bajunya kemeja putih.

"Kau mengagetkanku." Sebenarnya tidak juga, tapi aku bingung mau memulai topik dari mana. "Maaf, untuk apa yang terjadi semalam."

"Hm?"

"Aku baru datang bulan pagi ini. Jadi... kau pasti paham."

"Apakah sakit?"

Dengan kedua alis yang mengerut, aku menyahut, "Apanya?"

"Perut? Badan? Atau apapun yang kau rasa tidak baik-baik saja, segera beritahu aku."

Kucium ujung hidungnya yang berada tepat di atas bahu kiriku. Kompor sudah aku matikan sejak beberapa saat lalu, tapi aku membiarkan dia memelukku dan bertahan dalam posisi ini sedikit lebih lama, karena entah kenapa, usapan tangannya di perutku mengusir rasa sakitnya perlahan.

"Lantas kau akan apa kalau aku sudah beritahu?" tanyaku kemudian, tapi jawabannya membuatku sontak mendengus geli.

"Aku akan membujuk mereka untuk tidak menyakiti kekasihku."

Tidak, aku tertawa dibuatnya. Pagi-pagi begini dia sudah menggombal? Demi Tuhan.

"Mereka tidak akan mendengarkanmu." Bodohnya, aku malah menanggapi kerandomannya. "Ayo sarapan."

Sarapan pagi itu tidak terlalu lama, tapi aku menikmati bagaimana waktu berjalan. Dia yang terlihat memakan hasil masakanku dengan lahap sungguh membuat perasaanku bahagia. Hingga pertanyaan tadi kembali menggema di kepalaku, bagaimana jika kami berakhir menikah? Apa aku akan mendapatkan momen ini setiap pagi?

Apa seharusnya aku terima saja lamarannya malam tadi?

"Hei, kau melamun ya?"

Aku tersentak, bukan karena suaranya, tapi karena dia mengatakan itu dengan posisi wajah yang sangat dekat dengan wajahku. Meja yang menyekat kami tidak terlalu besar, jadi hanya mencondongkan badannya sedikit saja Han Seungri sudah bisa meraih bibirku. Tapi untungnya dia tidak melakukannya. Hanya menyadarkanku yang entah sejak kapan melamun.

"Aku... hanya sedang berpikir sesuatu..." Dia terkekeh melihatku yang gelagapan. Huh, dasar.

"Memangnya kau sedang memikirkan apa?"

"Bukan hal serius."

"Begitukah?"

"Iya!"

"Santai." Lagi-lagi dia terkekeh. Sadarkah dia tawanya yang kecil itu bisa membuatku berdebar-debar?

"Aku akan berangkat sekarang. Kau tetaplah di rumah jika sakit, oh ya—" Tubuhnya yang semula sudah berdiri kembali duduk di tempat awal, membuatku hanya mampu menatapnya bingung, menunggu dia menyelesaikan ucapannya. "—mau dibawakan apa saat aku pulang nanti? Mungkin ada yang kau inginkan."

Sempat berpikir sejenak, aku akhirnya memutuskan menggeleng. "Tidak ada."

"Serius?"

"Lagipula itu pasti merepotkanmu. Kau yang lelah setelah bekerja seharian harus pergi ke suatu tempat juga untuk memenuhi permintaanku. Tidak, Han Seungri, langsung pulang saja dan peluk aku sampai tidur."

"Baiklah, baiklah."

Saat dia berdiri, aku juga lekas berdiri, menghadangnya yang hendak berjalan sembari merentangkan kedua tangan. Maksudku ingin memeluknya, tapi dia justru menatapku bingung dengan satu alis terangkat.

"Apa?"

"Peluk."

Dia baru paham setelah aku bilang? Astaga Han Seungri, kenapa Anda tidak peka sekali?

Dan ternyata, memeluknya di pagi hari memberikan efek yang cukup luar biasa, aku tidak tahu apa karena pelukannya atau karena dia sempat mencium keningku sebelum benar-benar pergi tadi, tapi hari itu aku lalui dengan mudah. Maksudku, dysmenorrhea yang biasa aku rasakan setiap hari pertama menstruasi tidak terlalu terasa.

Seharian itu aku habiskan dengan duduk diam di dalam rumah. Beres-beres, menonton TV, sampai tidur sebentar. Aku pikir, ternyata membosankan juga menjadi orang pengangguran, tapi waktuku di sini masih setengah bulan lagi. Sebelum kemudian pulang dan sibuk bekerja.

Dan berhubungan jarak jauh dengan Han Seungri...

Apa aku sanggup tinggal berjauhan dengan pacarku? Sepertinya tidak.

Apa lebih baik aku menikah saja?

Atau bekerja di sini dan mengabaikan orangtuaku? Jangan egois, bodoh.

Seperti perjanjian awal yang menjadi tiketku bisa kuliah ke negeri ini, di sini aku hanya boleh menimba ilmu, tidak tinggal apalagi menetap.

Menuju jam 2 siang, aku yang semula duduk di ranjang lantas bangkit. Tadinya hendak memasak untuk makan siangku, akan tetapi sebelum tanganku mencapai gagang pintu, ponsel yang sedang kuisi daya di atas nakas tiba-tiba bergetar. Menyala terang menampilkan wallpaper fotoku dan Han Seungri.

Itu getar pesan, aku pikir dari Han Seungri. Namun ternyata, dari Park Ji-young.

Jie: aku pulang.

###



| 23byeolbamm |

Continue Reading

You'll Also Like

829K 77.1K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3.5M 38K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
22.7K 4.3K 32
METANOIA {Greek} (n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life Johan tahu kalo menaklukan hati seorang Camelia bukanlah perkar...
187K 19.7K 59
"tapi aku tak tau apa-apa tentang ini semua tuan" "kau pikir aku peduli ? tidak" Ini bukan mau nya hidup dalam kungkungan lelaki berwajah malaikat ta...