Memories [ Zalesing ]

By RennMCS_

15.9K 1.6K 184

Memori artinya kenangan. Sesuatu yang akan membekas dalam ingatan, sebuah cerita yang selamanya tidak akan te... More

CAST | Main character
⏳ 01 | Welcome back
⏳ 02 | Old dream
⏳ 03 | New friends
⏳ 04 | With Zayyan
⏳ 05 | With Zayyan (2)
⏳ 06 | Good job Oyin-na
⏳ 07 | Miss you
⏳ 08 | Grand Opening
⏳ 09 | A quarter past two
⏳ 10 | Alexa
⏳ 11 | Trusted partner
Special chapter : Sing's day🐰🎉
⏳ 12 | Before: Leo
⏳ 13 | Leo
info new project 🎮
⏳ 15 | Leo (3)

⏳ 14 | Leo (2)

699 71 5
By RennMCS_

Hembusan angin malam tak henti menerpa tubuh Leo, anak manis yang tengah asyik melongokan kepalanya keluar jendela. Udara dingin menyapa seperti air terjun yang tak mau berhenti bergerak dari atas ke bawah. Sementara awan legam bak arang menyelimuti bintang dan rembulan yang awalnya bersinar terang.

Gendung gedung pencakar langit dan rumah-rumah penduduk yang begitu rapat tampak jelas dari tempatnya berdiri. Pemandangan indah tersebut senantiasa menghiasi kota besar tempatnya berpijak saat ini. Hongkong, pukul 8 malam. Dibalik kamar besar, dilantai dua rumahnya. Leo mengamati semesta diatasnya dengan seksama.

Sementara deritan pintu terdengar. Seorang wanita 32 tahun melangkah masuk ke dalam kamar. Beberapa sekon sebelumnya, anak manis bernetra cokelat jernih itu dengan begitu nyaman mengamati indahnya kota dengan berdiri diatas kursi. Kakinya pendek sehingga tumpuan sangat dia perlukan untuk bisa melihat keluar jendela, kemudian siapa sosok yang baru saja masuk ke kamarnya membuat Leo sontak melompat turun.

Tepat saat kakinya menyentuh lantai dingin. Leo mendongak, terlihat sang ibu sudah siap berkacak pinggang didepan pintu. Satu tangannya menenteng nampan kecil seraya melotot kearah Leo.

Leo menyengir, menampilkan gigi putihnya dengan begitu lucu. Matanya menyipit kala senyum lebar terulas diwajah mungilnya. "Bulan nya hilang," seru Leo sumringah, mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Wanita cantik itu menggeleng pelan. Niatnya ingin mendatangi dan menarik telinga anak laki-lakinya saat tiba disana. Namun, apalah daya... sulit rasanya untuk marah pada putra semata wayangnya itu. Ya lihat saja, bagaimana wajah manis itu penuh semangat dan berseri-seri melukiskan pemandangan diluar jendela. Mungkinkah dirinya bisa marah dengan kemanisan berlebih yang menghangatkan hatinya itu? Akhirnya hanya senyuman maklum yang wanita itu berikan sebagai respon.

Puas berdiri didepan pintu. Ibu Leo, nyonya Guan Zhi pun memutuskan mendudukkan dirinya pada kursi tinggi tempat Leo memanjat dua menit yang lalu. Diikuti Leo yang kemudian duduk meluruskan kaki disamping ibunya. Dilantai, dibawah jendela.

"Ouyin tidak boleh melakukan itu, berbahaya."

Leo mengangkat kepalanya, memandang ibunya singkat lalu mengangguk ringan. Kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, memiringkan kepala ke kanan dan kiri seraya memainkan layar sentuh berukuran sedang dipangkuannya.

Sang ibu menghela, mengelus surai Leo. "Ibu sudah menyempatkan waktu untuk datang kesini tapi sepertinya game itu lebih penting ya?"

Oke. Leo segera meletakkan benda pipih itu cepat. "Ibu bikin apa?" Leo merangkak mendekat, tidak lupa dengan cengiran khas dibibirnya. "Waahh.. ibu bikin kue beras?" Pekiknya senang.

Ibunya mengangguk membenarkan. Mengangkat nampan yang sempat dia letakkan diatas meja lalu menyerahkan sepotong kue pada putra mungilnya yang berbinar tak sabar. "Kue beras isi daging spesial untuk Ouyin."

Leo menerimanya dengan gembira, melompat-lompat kecil menunjukkan kesenangan hatinya. Sejenak anak manis itu mengamati kue berasnya sebelum melahapnya.

"Bentuknya tetap aneh seperti biasa," celetuk Leo tanpa beban.

Sang ibu terkekeh, mengusak surai hitam alami Leo penuh perhatian. "Ey Ouyin tidak boleh begitu, Ingat pesan ibu? jangan menilai sesuatu dari penampilan luarnya saja yang penting adalah dalamnya, rasanya!"

Leo mengangguk mengerti. Dia sudah sering mendengar kalimat itu berulang kali. Ibunya selalu mengatakan hal itu setiap kali dirinya mengomentari bentuk kue beras yang wanita itu buat. Tanpa berlama-lama lagi, Leo segera meraih sepotong kue hangat buatan ibunya. Memasukkannya kedalam mulut, perlahan.

Satu gigit. Seketika wajahnya kembali berseri. Sangat lezat! Ya, meski bentuknya memang sedikit aneh tapi rasanya tidak perlu diragukan. Sudah berkali-kali Leo mencoba kue beras buatan ibunya dan rasanya tidak pernah mengecewakan. Hingga kini kue beras buatan sang ibu selalu menjadi salah satu makanan favoritnya.

Leo duduk tenang ditempatnya semula, mengunyah kuenya dengan lahap, beberapa serpihan daging cincang didalam isiannya bahkan sampai berjatuhan diatas lantai. Lagi-lagi sang ibu hanya menggeleng. Wanita itu akui, dirinya benar-benar lemah dengan keimutan putra kecilnya itu, sehingga rasa kesalnya luruh begitu saja.

"Bagaimana sekolahmu hari ini, apakah menyenangkan?" Tanya nyonya Guan Zhi.

"Menyenangkan," sahut Leo. Menelan isi mulutnya cepat kemudian kembali berjingkrak antusias. "Ibu tau hari ini Ouyin belajar apa?"

"Hm..." Sang ibu memiringkan kepala mengikuti Leo yang melakukan hal yang sama. "Apakah itu olahraga?"

"Tet tot.." Leo menyilangkan tangannya didepan dada. Lengan kecil itu tampak membentuk huruf X disana. "Coba tebak lagi!"

"Matematika? Bahasa?"

"No, no, no.." Leo menggeleng. "Tebak lagi!"

Ibunya tampak berpikir. "Melukis mungkin?"

Leo menggoyangkan kepada lagi. Kini bibir kecil itu telah maju satu centi. "Ibu payah, masa begitu saja tidak tau sih."

Leo berdiri, melipat lengan didepan dada. "Kalau ibu berhasil menebak dengan benar, Ouyin akan berikan ciuman gratis untuk ibu. Memang ibu tidak mau ciuman gratis dari Ouyin? Kalau mau ibu harus lebih berusaha."

Wanita yang masih tergolong muda itu menahan tawanya. Wajah cemberut Leo dengan tangan kecil yang terlipat didepan dada benar-benar pemandangan yang sangat menghibur. Dalam hati wanita itu bertanya-tanya, anak mana yang bisa mengalahkan keimutan putranya ini? Sepertinya tidak ada.

"Kalau begitu berikan clue agar ibu bisa menebak."

"Clue? Hm..." Leo memanggut-mangutkan kepalanya.

"Ini bukan pelajaran yang butuh berhitung seperti matematika, bukan juga materi bahasa yang membosankan, malah sangat seru dan menyenangkan. Aku dan teman-teman suka sekali kelas baru ini. Materi yang diajarkan indah dan membuat semua orang bersemangat. Burung-burung kecil bahkan berdatangan diluar jendela hanya untuk ikut melihat kami. Nah, sekarang coba ibu tebak.. tidak boleh salah lagi lho!" Leo berkacak pinggang, menggelengkan kepala sambil mengerakkan jari telunjuknya memberi peringatan.

"Sangat indah dan bersemangat?"

Leo mengangguk, senyum lebar kembali terlukis diwajahnya. "Sekarang ibu pasti tau!"

Wanita cantik itu tersenyum lembut. "Sesuatu yang bisa menggugah semangat dan memanggil burung kecil, melodi indah yang menyalurkan kebahagiaan."

Leo tersenyum semakin cerah. Matanya berkilat tanda semangat. Kedua tangan kecilnya pun turut tergenggam erat penuh antusias menunggu jawaban dari sang ibu.

"Musik, Ouyinku belajar musik, benar begitu?"

"Yeaayy!" Leo melompat kegirangan. Dengan cepat menyambar, menghamburkan tubuh mungilnya pada sang ibu. Memeluk wanita itu erat. Tidak lupa memberikan kecupan pada kedua pipi ibunya.

"100! Selamat, Ibu benar." Leo kembali mengecup pipi ibunda tercintanya. "Ini dia hadiahnya..."

Sang ibu terkekeh lagi. Mengusap lembut surai putranya yang masih melekat erat didalam pelukannya. "Ouyin suka belajar musik?"

Leo melonggarkan dekapannya, mengangguk mantap. "Ouyin ingin menjadi seperti kakak-kakak tampan yang ada di televisi!"

"Kakak-kakak tampan?"

"Iya! Kakak-kakak tampan yang sering ibu tonton." Leo beranjak turun, mengambil tabletnya diatas lantai, memutar sebuah video dari sana. "Kalau sudah besar Ouyin ingin jadi laki-laki keren seperti kakak-kakak ini."

Wanita cantik itu tidak bisa menahan senyumnya lagi. Ungkapan polos yang terlontar dari putra satu-satunya itu berhasil meloloskan tawa lembutnya. "Ouyin ingin jadi idol rupanya."

Leo ikut tersenyum ketika ibunya tertawa kecil. "Boleh kan ibu?"

"Boleh? Haha.. tentu saja, bukan hanya boleh, ibu mendukungmu sepenuhnya Ouyin!"

Nyonya Guan Zhi tampak memutar tubuhnya, kini menghadap keluar jendela. "Lihat itu Ouyin.." tunjuk sang ibu keluar. "Awan hitamnya sudah hilang, kau lihat bintang-bintang disana, indah sekali bukan?"

"Benarkah?" Leo berjinjit, melompat-lompat kecil dibawah jendela kamarnya. "Ouyin tidak bisa lihat."

Wanita cantik itu kembali tertawa, bergegas mengulurkan tangannya, membawa Leo keatas pangkuannya. Leo memekik riang, menatap lamat-lamat arah yang ditunjukkan ibunya. Senyum lebar menghiasi wajah manisnya.

"Idol itu harus bersinar kalau Ouyin ingin menjadi idol jadilah idol seperti bintang-bintang itu."

"Bintang?" Tanya Leo tanpa mengalihkan pandangan.

ibunya mengangguk. "Jadilah bintang paling bersinar seperti bintang yang berada diujung sana." Leo mengarahkan pandangannya mengikuti arah yang ditunjuk oleh sang ibu.

"Dengan begitu sejauh apapun jarak antara ibu dan Ouyin ibu tetap dapat melihat Ouyin melalui cahaya indah itu."

Leo mendongak. Menatap ibunya tidak mengerti. "Apa maksudnya?"

"Maksudnya jika suatu hari impian Ouyin terwujud dan ibu tidak bisa menemani Ouyin disaat itu, ibu harap ibu akan tetap bisa melihat Ouyin dari tempat ibu."

"Memangnya ibu mau kemana?" Leo menatap penuh selidik, alis tebalnya bertaut tak suka. "Ibu mau pergi tanpa Ouyin?"

"Hayo.. ngaku! ibu mau pergi berdua bersama ayah kan? Tidak boleh! Kalau ibu pergi Ouyin harus ikut!" Leo mengerucutkan bibirnya. Menghasilkan lekukan gemas dari wajah elok sang ibu.

"Haha.. ayah kan masih bekerja diluar negeri mana mungkin ibu pergi bersama ayah?"

"Bisa saja, nanti ayah pulang diam-diam lalu mencuri ibu dari Ouyin saat Ouyin tidur," sahut Leo. Mata kucingnya memincing curiga.

Tawa ibunya terdengar semakin keras. Leo memanyunkan bibir kesal. Semakin kesal lagi ketika pipinya ditarik kesana-kemari. Kedua tangan kecil itu kembali menyilang didepan dada dengan pipi yang mengembung. Pose andalannya saat tengah merajuk.

"Ibu tidak boleh pergi, kalau ibu pergi nanti Ouyin sama siapa?"

"Kalau ibu tetap mau pergi bagaimana?" Goda nyonya Guan Zhi dengan kekehan pelan.

Leo menggeleng ribut. Matanya berkaca-kaca, hampir menangis. "Tidak boleh, pokoknya tidak boleh! siapa yang akan menjaga Ouyin kalau ibu pergi? Paman Hu sudah tua, nanti punggung nya bengkok kalau menjaga Ouyin."

"Kan ada ayah..."

Gelengan Leo semakin menjadi. "Ayah pulang saja tidak pernah." Leo menunduk sedih. "Kalaupun pulang itu hanya untuk ibu bukan untuk Ouyin," lirihnya dalam hati.

"Ouyin" panggil nyonya Guan Zhi saat Leo tertunduk diam.

Leo menggeleng perlahan. "Ibu tidak boleh pergi, Ouyin tidak punya siapa-siapa selain ibu."

"Ouyin..." Panggil ibunya lagi, halus dan lembut, terdengar begitu hangat. Sang ibu meraih tangan mungil Leo, menatap putra manisnya penuh sayang. "Ibu hanya bercanda Ouyin. Ibu tidak akan kemana-mana, ibu selalu disini bersama Ouyin."

"Tentu saja." Leo balik memandang sang ibu. Buliran bening sudah berada tepat diujung matanya. "Memang harus begitu! ibu tidak boleh kemana-mana. Ouyin tidak akan mengizinkan ibu pergi kemanapun meninggalkan Ouyin."

Leo mengusap ujung matanya. Berbalik mengangkat kepalanya, menatap lurus pada langit diatas mereka. Awan pekat sudah benar-benar menghilang, tidak lagi menyembunyikan rembulan dan bintang-bintang dibelakangnya. Pantulan bayangan indah dari rembulan terlihat dari netra jernih Leo.

"Ouyin tidak akan menjadi bintang. Ouyin akan menjadi yang lebih terang dari bintang, yang lebih besar dari bintang. Ouyin akan menjadi bulan, bulan yang selalu penuh cahaya dan ibu akan menjadi yang pertama melihat cahaya indah Ouyin dimasa depan."

"Sebelum itu ibu tidak boleh pergi." Leo tersenyum penuh arti. Anak laki-laki itu memandang begitu dalam pada langit malam yang menjadi saksi harapannya, harapan yang pada akhirnya dileburkan oleh dirinya sendiri. Membuahkan penyesalan amat mendalam dihati kecil anak laki-laki berusia sebelas tahun kala itu.

"Sampai aku bisa bersinar seperti bulan diatas sana dan sampai ibu bisa berkata dengan lantang pada semua orang, 'idola tampan itu adalah putraku!' " Leo menerbitkan senyum manisnya.

Menangkup tangan ibunya dengan kedua tangan. "Ouyin akan berlari kearah ibu, menggengam tangan hangat ini erat-erat. Menaiki panggung besar dan berteriak sekencang-kencangnya, 'lihat! Wanita cantik ini adalah ibuku!"

Leo menghadap sang ibu. Tersenyum lebar hingga matanya terlihat terpejam. Menampilkan deretan gigi mungilnya yang tersusun rapi.

"Sebelum itu ibu tidak boleh pergi."



.

.

.


TBC.



⏱️

Udh seminggu, kalian pada ga lupa alur kan? 👀

Continue Reading

You'll Also Like

51.3K 6.9K 31
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
78.6K 8.5K 86
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
Drie By VAnswan

Fanfiction

30.8K 3.8K 21
Mamanya bilang, Chandra harus mengalah pada adiknya, Nathan, karena Chandra adalah seorang kakak. Lalu papanya bilang, Chandra harus mengalah pada ka...
90.7K 10.1K 30
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...