[HIATUS] Count Family's Young...

By yoggu033

77K 12K 1.9K

_CFYM_ (Unreliable Updates - [ON GOING]) Title 제목: Count Family's Young Master Judul Alternatif: Tuan Muda Ke... More

Tags
Chapter 1 ♗
Chapter 2 ♗
Chapter 3 ♗
Chapter 4 ♗
Chapter 5 ♗
Chapter 6 ♗
Chapter 7 ♗
Chapter 8 ♗
Chapter 9 ♗
Chapter 10 ♗
Chapter 11 ♗
Chapter 12 ♗
Chapter 13 ♗
Chapter 14 ♗
Chapter 15 ♗
Chapter 16 ♗
Chapter 17 ♗
Chapter 18 - 19 ♗
Chapter 20 ♗
Chapter 21 ♗
Chapter 22 ♗
Chapter 23 ♗
Chapter 24 ♗
Chapter 25 ♗
Chapter 26 ♗
Chapter 27 ♗
Chapter 28 ♗
Chapter 29 ♗
Chapter 30 ♗
Chapter 31 ♗
Chapter 32 ♗
Chapter 33 ♗
Chapter 34 ♗
Chapter 35 ♗
Chapter 36 ♗
Chapter 37 ♗
Chapter 38 ♗
Chapter 39 ♗
Chapter 40 ♗
Chapter 41 ♗
Chapter 42 ♗
Chapter 43 ♗
Chapter 44 ♗
Chapter 45 ♗
Chapter 46 ♗
Chapter 47 ♗
Chapter 48 ♗
Chapter 49 ♗
Chapter 50 ♗
Chapter 51 ♗
Chapter 52 ♗
Chapter 53 ♗
Chapter 54 ♗
Chapter 55 ♗
Chapter 56 - 57 ♗
Chapter 58 ♗
Chapter 59 ♗
Chapter 60 ♗
Chapter 61 ♗
Chapter 62 ♗
Chapter 63 ♗
Chapter 64 ♗ (a/n)
Chapter 65 ♗
Chapter 66 ♗
Chapter 67 ♗
Chapter 68 ♗
Chapter 69 ♗
Chapter 70 ♗
Chapter 71 ♗
Chapter 72 ♗
Chapter 73 ♗
Chapter 74 ♗
Chapter 75 ♗
Chapter 76 ♗
Chapter 77 ♗
Chapter 78 ♗
Chapter 79 ♗
Chapter 80 ♗
Chapter 81 ♗
Chapter 82 ♗
Chapter 83 ♗
Chapter 84 ♗
Chapter 85 ♗
Chapter 86 ♗
Chapter 87 ♗
Chapter 88 ♗
Chapter 89 ♗ (Sinfhar's arc end)
Chapter 90 ♗
Chapter 91 ♗
Chapter 92 ♗
Chapter 93 ♗
Chapter 94 ♗
Chapter 95 ♗
Chapter 96 ♗
Chapter 97 ♗
Chapter 98 ♗
Chapter 99 ♗
Chapter 100 ♗
Chapter 101 ♗
Chapter 102 ♗
Chapter 103 ♗
Chapter 104 ♗
Chapter 106 ♗
Chapter 107 ♗
Chapter 108 ♗
Chapter 109 ♗
Chapter 110 ♗
Chapter 111 ♗
Chapter 112 ♗
Chapter 113 ♗
Chapter 114 ♗
Chapter 115 ♗
Chapter 116 ♗
Chapter 117 ♗
Chapter 118 ♗
Chapter 119 ♗
Chapter 120 ♗
Chapter 121 ♗
Chapter 122 ♗
Chapter 123 ♗
Chapter 124 ♗
Chapter 125 ♗
Chapter 126 ♗
Chapter 127 ♗
Chapter 128 ♗
Chapter 129 ♗
Chapter 130 ♗
Chapter 131 ♗
Chapter 132 ♗
Chapter 133 ♗
Chapter 134 ♗
Ch 134 lanjutan
CFYM's notes 🍄
Characters References 1
Characters References 2
Characters References 3
Characters References 4
CFYM Readers
Review Section
Readers' Fanarts
References 🍎
Other Projects
Other Projects - bl
Recap ☕
Essay about TCF
Future Characters
My new project
announcement 21/05/2024
Hi

Chapter 105 ♗

182 32 5
By yoggu033

Zia duduk tentram di tempatnya di sebelah Valias. Kedua tangan memegang sebongkah biskuit dan mulutnya dia biarkan terus menempel pada biskuit dengan giginya membuat goresan-goresan sedikit demi sedikit pada luaran permukaan biskuit selayaknya seekor kelinci. Atau mungkin juga akan lebih lucu jika dikatakan mirip dengan seekor kelelawar berkat jubah hitamnya. Hanya menyesap-nyesap sari manis si biskuit seolah dia tidak rela untuk membiarkan biskuit itu habis termakan dalam waktu singkat. Padahal Frey dan Valias sudah sama-sama menunjukkan kalau masih ada banyak yang tersedia di piring dan Zia juga bisa meminta lagi untuk lebih jika dia merasa kurang.

Membiarkan Zia asik dengan biskuitnya sendiri itu, Valias berpindah bicara pada Frey. "Yang Mulia. Anda punya rencana untuk berkeliling Hayden?"

Frey mengerutkan kening tidak mengerti.

"Huh? Maksudmu?"

"Saya kira jika ingin membuat rencana tentang pertahanan Hayden, saya perlu terlebih dahulu mengenali Hayden secara keseluruhan," kata Valias. "Saya berencana untuk mengitari Hayden. Saya pikir ada baiknya jika Anda turut ikut."

Frey masih tidak mengerti. "Kapan?"

"Saya belum tau. Hari penobatan Anda sudah dekat, dan setelah itu kita tetap harus mengikuti rencana kita."

"Mungkin, di bulan Achstein nanti?" ucap Valias.

Itu bulan pertama di tahun baru 1769 nanti. Mengetahui itu Frey jadi melihatnya sebagai sebuah waktu untuknya liburan sedikit. Kedua matanya berbinar. "Aku mau."

"Bagaimana rencanamu? Siapa saja yang akan kau buat ikut?"

"Cukup kita berdua saja, Yang Mulia."

Frey melongo dengan kernyitan di kening. "Berdua, tapi tetap dengan Alister dan ksatriaku, kan?"

"Itu akan terlalu menarik perhatian," Valias berkata. "Kita akan berpenampilan seperti sepasang kakak dan adik saja."

Frey menganga. Pergi keluar? Tanpa siapapun dan hanya dengan Valias?

Aku bisa mengurus dan menjaga diriku sendiri, tapi apakah Valias bisa? Bagaimana jika sesuatu terjadi dan aku gagal menjaganya? "Tidakkah kau memikirkan resikonya?"

"Juga, jika hanya berdua saja dan tanpa mage, bagaimana kita menyembunyikan ciri mencolok kita?" lanjut Frey.

"Saya tau caranya. Kita bisa mencobanya kapan-kapan."

Frey mengerutkan kening, dia kira Valias akan melanjutkan kata-katanya memberitahukannya cara yang dia maksud itu, tapi Valias justru malah diam tidak melakukannya. "Sungguh? Pastinya kau akan memastikan caramu itu tidak akan memberikan efek samping."

Valias mengangguk. "Saya percaya itu alternatif yang bisa kita andalkan."

Sejenak ruangan itu hening tanpa siapapun di dalamnya membuat suara. Tapi baru juga sekitar sepuluh detik berlalu Frey sudah merasa tidak nyaman dan akhirnya bicara lagi memancing sebuah topik obrolan antara dirinya dan Valias. "Aku punya sebuah pertanyaan."

"Kau tidak tampak memberikan petunjuk kepada mereka," katanya. "Kau hanya sekedar memberitahu kemana mereka harus pergi dan kau langsung membiarkan mereka terjun bebas ke tempat itu. Siapa yang bisa menduga yang akan mereka temui di sana."

"Kau juga tidak membuat mereka menyamar sama sekali. Apakah kau sengaja?"

Valias tersenyum mengetahui Frey menyadarinya. "Iya."

"Kenapa?"

"Tapi Anda sudah membekali mereka perkamen dan alat tukar, Yang Mulia."

"Iya...." Frey menggerutu. "Kau tau apa yang kumaksud."

Valias tersenyum. "Mereka akan berkembang menjadi tim yang baik. Pembelajaran yang didapatkan dari melakukan sebuah kesalahan akan lebih mudah berbekas, dan ketika mereka menemukan solusinya dari hasil berpikir mereka sendiri maka hal itu akan menjadi lebih berkesan untuk mereka."

"Kau yakin pada akhirnya mereka akan berbelanja sendiri?"

"Mereka akan melakukan apa yang menurut mereka perlu dilakukan." Valias memberikan senyum menenangkan sederhana pada Frey. "Percaya saja pada mereka. Mage Edgar juga ada di sana."

Frey menaikkan sebelah alisnya. "Apakah ada yang spesial tentang mage itu?"

"Mage Edgar, seperti Nona Vetra, adalah salah satu dari para mage kebanggaan Sinfhar," ucap Valias. "Ada alasan mengapa mereka bisa dianggap begitu."

Frey menunggu Valias melanjutkan kata-katanya, tapi lagi-lagi,

Benar-benar..... Frey membatin tertawa dalam kemirisan. "Valias.... Kau benar-benar...."

Saat itu, ketika waktu sudah banyak terlewati dan Edgar belum juga membuat komunikasi dengan Zia, ketika Frey melihat Zia yang tertidur dalam duduk lalu terjatuh ke samping hingga kepalanya bersandar pada paha Valias, Frey memberitahu Valias kalau dia juga bisa tidur saja. Jika sesuatu terjadi Wistar dan Dylan juga kedua orang yang lain itu pasti akan langsung merobek perkamennya saja. Valias tidak merasa dirinya lelah tapi mendapatkan istirahat di waktu kosong memanglah tidak pernah menjadi sesuatu yang buruk.

Valias sekedar memejamkan mata dalam duduknya, tidak terganggu dengan Zia kecil menjadikan pahanya sebagai suatu bantal.

Kurang dari tiga jam berlalu, pola sihir berpindah di ruangan Frey berpendar, membuat Frey mengira keempat orang itu akan segera muncul menyampaikan hasil kepergian mereka.

Tapi yang justru muncul adalah dua sosok orang berbadan cukup tinggi berjubah dengan tudung menutupi kepala mereka. Alister menyiagakan diri dan Frey meraih gagang pedang yang tersandar pada pinggir laci mejanya. Kemudian salah satu dari orang yang baru muncul itu menunjukkan wajahnya dengan masih tetap menjaga bagian sisi kepalanya tersembunyi. "Yang Mulia. Saya Pralta. Anda masih ingat saya?"

Frey terhenyak. "Ya. Aku ingat."

Pralta melihat sekeliling, menemukan ada Valias, Alister, dan seorang anak gadis yang tertidur di paha Valias. Valias yang memang hanya sekedar memejamkan matanya tanpa terlelap kini sudah membuka matanya melihat Pralta.

Pralta melihat pada Valias, merendahkan bahunya dengan satu tangan pada dada. "Tuan Muda Valias, dan Yang Mulia Frey," dia berucap dengan cara yang membuat orang-orang yang mendengarnya merasa ada sesuatu yang kurang baik yang terjadi. "Saya datang untuk memberitahukan kalau ada salah satu tetua kami yang saat ini tengah ada dalam kondisi yang cukup kritis, dan dia bilang kalau sebelum dia sudah tidak mampu untuk bicara lagi, dia ingin bicara dengan Tuan Muda Valias, dan Yang Mulia Calon Raja Frey juga bisa ikut bersamanya."

Valias dan Frey sama-sama terdiam. Valias berkata. "Aku bisa pergi." Dia menoleh pada Frey. "Bagaimana dengan Anda, Yang Mulia."

Frey kehilangan kata-kata. "Bagaimana dengan mereka? Wistar dan Dylan."

Valias menoleh pada Alister. "Jika mereka sudah kembali, beritahu mereka untuk menunggu, dan jika mereka tidak menemukannya, mereka bisa berhenti saja. Yang kedua itu akan dicari besok."

Alister mengangguk. "Saya mengerti."

Valias dengan hati-hati memindahkan kepala Zia. Tapi dalam proses itu Zia lebih dulu terbangun. Menoleh kesana kemari melihat suasana setelah baru saja terlelap.

"Oza sudah kembali?"

Valias tersenyum. "Belum."

"Aku dan Yang Mulia Frey harus pergi," ujar Valias. "Tapi kau bisa di sini dengan Alister. Jika mereka menghubungimu biarkan Alister yang bicara pada mereka."

"Kau tau apa yang harus dilakukan." Valias berkata pada Alister.

Alister tersenyum. "Tentu."

Zia mengintip pada Alister. Bicara ragu-ragu. "Apakah aku boleh memanggil Radja kesini?"

Valias menaikkan alis. Dibuat tersenyum. "Ya. Kau boleh."

"Apakah aku bisa pergi sekarang atau kau ingin aku menunggu sampai kau membawa Radja kemari?"

Zia bicara takut-takut. "Tunggu."

Valias mengangguk. "Bawa dia. Aku menunggu di sini."

Zia menggunakan sihir berpindah untuk pergi tempat Radja lalu kembali dengan sihir yang sama sepuluh menit kemudian.

Radja di sebelahnya, tersenyum pada Valias. "Tuan Muda Valias. Anda tampak sehat."

Valias membalas senyumnya. "Ya. Kuharap kau pun dalam keadaan yang sama."

"Aku dan Yang Mulia Frey perlu pergi. Jika kau dan Zia memerlukan sesuatu kau bisa berkata pada Alister."

Radja dan Alister berbagi pandangan. Sama-sama awas akan kemampuan satu orang yang lain. Radja menyeringai. "Tentu, Tuan Muda."

Valias melihat pada Alister. "Alister? Kau tidak akan membiarkan keributan, kan?"

Alister membuat tawa kecil. "Percaya saja pada pelayan tua ini, Tuan Muda."

Valias menoleh pada Frey. "Yang Mulia." Lalu pada Pralta dan satu elf yang lainnya. "Kita bisa pergi sekarang. Maaf sudah membuat kalian menunggu."

Elf yang lainnya itu menggeleng dengan kedua tangan berayun-ayun mengelak kikuk. Pralta berkata. "Tidak perlu meminta maaf, Tuan Muda."

Frey menggenggam ujung kepala gagang pedangnya. Menimbang-nimbang dia perlu membawanya atau tidak.

Sepertinya, tidak perlu? Bukankah jika dia membawanya itu akan sangat membuat kesan kurang ramah? Dia melepaskan tangannya dari sana mulai pergi dari mejanya untuk mendekati Valias serta kedua elf itu. "Ayo." Dia melihat pada Alister. "Katakan aku pergi dengan Valias jika Kalim atau siapapun bertanya."

Alister tersenyum mengiakan.

Frey akhirnya melihat sendiri bagaimana tampak dari tempat persembunyian para elf itu. Dia kira waktu dimana dia akhirnya bisa melihat rupa dari area itu akan datang lebih lama, tapi pada detik ini, nyatanya dia sudah menginjakkan kaki di tempat tersembunyi itu.

Pralta dan satu temannya yang rupanya Sylphy itu menuntun mereka pada tempat dimana tetua yang mereka sebutkan itu berada. Salah satu bangunan tanah liat yang memiliki rupa yang kurang lebih sama dengan bangunan-bangunan lain yang berukuran serupa. Sosok elf wanita yang sudah sangat sepuh dan tampak sudah tidak punya tenaga untuk membangunkan dirinya dari pembaringan terbaring pada sebuah ranjang tidur yang terbuat dari tumpukan jerami berbalut permadani.

Rama yang ada di sana berikut juga sejumlah elf lain yang menyadari kemunculan sekelompok kecil orang yang masuk ke dalam ruangan langsung menoleh dan melihat kehadiran Valias serta Frey. Mereka dengan rambut mencolok masing-masing juga gaya berpakaian dan penampilan telinga yang sangat berbeda dengan mereka para elf yang ada di sekitar mereka.

"Tuan Muda Valias. Dan Yang Mulia Frey." Rama menyapa seraya merendahkan dirinya singkat. "Saya tidak menyangka justru saya lah yang akan meminta Anda datang kemari."

Valias menyanggah. "Tidak. Aku harus datang jika memang kehadiranku diperlukan."

Rama mempersilahkannya untuk duduk pada bangku di pinggir tempat tidur yang tersedia. Begitu juga dengan Frey yang dibuat duduk di sebelah Valias.

Valias melihat keadaan elf yang sepuh itu. Seorang elf wanita tua. Mereka belum pernah berjumpa sebelumnya. Valias tidak merasa dia pernah melihatnya. Elf yang menginginkan kehadirannya ini adalah elf yang berbeda dengan elf berumur yang dia lihat di waktu pertama kalinya dia bertemu dengan Rama dan Pralta.

Seorang elf wanita yang lebih muda pergi berbisik di sebelah telinga elf wanita tua yang matanya tengah memejam itu. Lalu elf tua itu akhirnya membuka matanya, dan mempertemukan pandangannya dengan Valias.

"Abimala, dan Valias," elf itu berucap menyebut parau.

Valias tertegun hingga kedua matanya sejenak melebar.

"Ya. Itu aku," ujar Valias pelan.

Elf tua itu memandangnya dalam diam untuk beberapa waktu. Tampak selayaknya seseorang yang sudah terlalu lelah untuk berbicara. "Namaku... Uriyah. Elf seperti kami... bisa hidup untuk waktu yang sangat lama. Ketika mencapai usia tertentu, alam bisa bicara pada kami."

"Aku tau... kau tidak benar-benar dari sini," kata elf itu. "Dan ketika kau pertama kali hadir di dunia ini, alam bergetar menerimamu."

"Sejak kau di sini, aku melihat banyak peristiwa-peristiwa besar," ujarnya. "Peristiwa-peristiwa yang belum pernah kulihat di sepanjang hidupku."

"Kehadiranmu membuat alam menjadi ribut. Mereka gencar sekali memberikan penglihatan-penglihatan di setiap tidurku."

"Beberapa takdir tidak bisa dihindari, tapi ada beberapa yang bisa dibelokkan," ujarnya. "Takdir yang tidak bisa dirubah, bahkan kau pun tidak dapat melakukan apapun terhadapnya."

"Kau akan menimbulkan banyak perubahan besar pada takdir yang sejatinya sudah tertulis, pada suatu waktu kau akan harus membayarnya. Dan bukan hanya kau, tapi orang-orang yang ada di sekelilingmu juga akan menerima porsi mereka masing-masing."

"Valias yang ada di sana bersamamu, yang mulai sekarang akan dikenal sebagai Norra Aelius, kau harus menjaganya." Uriyah berujar pelan nan lemah. "Jiwanya rapuh. Hampir setengah dari jiwanya sudah tidak bertempatkan pada dunia ini."

"Kau akan membuat dirimu sendiri berurusan dengan banyak benda yang kau sama sekali tidak mengerti. Roh yang kau punyai bukanlah roh yang diciptakan untuk tinggal di dunia ini. Itu menjadi kekuatan tapi sekaligus juga kelemahan untukmu. Lebihlah berhati-hati, karena sebuah kesalahan tidak akan hanya berdampak pada dirimu sendiri tapi juga Norra yang ada bersamamu."

Valias terpegun. Dia bertanya. "Apakah ada beberapa peristiwa yang bisa Anda beritahukan pada kami?"

Uriyah menggelengkan kepalanya lemah. "Elf sepertiku tidak diizinkan untuk melakukan itu. Kami tidak boleh melakukan apapun untuk memberikan dampak pada apa yang dipertunjukkan kepada kami. Yang bisa kuberikan hanyalah peringatan-peringatan dan saran-saran seperti yang sudah kuberikan tadi. Aku sudah tidak bisa memberikan lebih."

"Tapi, pada suatu waktu di masa depan, kau akan berjumpa dengan seseorang yang akan bisa membantumu," pesannya. "Tidak perlu menanti. Kalian akan bertemu pada waktunya. Dan ketika waktu itu tiba, orang itu akan tau kalau kalian sudah tertakdir untuk bertemu."

Abimala tidak tau apa yang harus dia katakan. Sejak awal dia sudah berniat untuk hanya bergantung pada pengetahuan yang dia punya dan jurnal-jurnal serta tulisan-tulisan Norra. Apa yang Uriyah katakan padanya tidak benar-benar merubah apapun.

Tapi, ada beberapa yang membuatnya menjadi waspada.

Membayar, dan bukan hanya aku, tapi yang ada di sekelilingku juga akan harus membayar dengan porsi mereka.

Dan juga, tentang Norra. "Tentang Norra, apa yang Nyonya maksud? Apa yang terjadi dengan jiwanya?"

"Aku tidak diberikan penglihatan sampai kesana." Uriyah menggeleng. "Aku melihat apa yang alam lihat tapi tidak bisa mengetahui apa yang alam ketahui," ungkapnya. "Kau harus mencaritaunya sendiri."

"Tentang yang harus dibayar itu," Valias menyebut. "Apa bayarannya?"

Uriyah tersenyum sendu. "Aku tidak diizinkan untuk memberitahunya pada siapapun begitupun padamu."

"Kau mengatakan sesuatu. 'Dunia ini luas, dan sepintas ada banyak kebenaran yang berada di luar akal sehat kita'," kata Uriyah.

"Karena aku tidak mendapatkan larangan untuk mengatakan itu itu artinya kalimat itu sesuatu yang benar-benar sudah diucapkan olehmu," senyum Uriyah. "Dunia yang sangat luas, ada banyak kebenaran dan keberadaan yang bahkan belum diungkap oleh para klan Enrlanil sekalipun."

Saat itu, tiba-tiba Norra menarik Abimala ke belakang dan berubah merebut tempatnya. Setelah habis terhuyung yang mengejutkan Frey Norra langsung mengangkat kepalanya dan bertanya pada Uriyah. "Anda tau tentang Enrlanil?"

Baru juga Norra mengucapkan satu kalimat itu dia langsung merasakan kepalanya seolah didentum oleh banyak pemukul kayu, sangat sakit hingga dia bisa menangis di tempat.

Dia kembali menarik dirinya dan membuat Abimala yang mengambil alih. Abimala bisa sepintas merasakan apa yang dirasakan Norra tadi. Tapi untuknya rasa sakit itu berangsur-angsur hilang. Berbeda dengan Norra yang justru merasakan bagaimana rasa sakit itu berangsur-angsur muncul.

Tapi Valias tiba-tiba merasa tubuh Norra dalam keadaan letih rasanya dia bisa tumbang juga. Duduknya bungkuk, Frey yang melihat itu meraih bahu Valias memeriksa situasinya. "Valias?"

Sesuatu menetes ke tanah. Warna yang dimilikinya memberitahu siapapun apa itu. "Valias." Frey berpindah memegang kedua bahu Valias dengan kedua tangannya.

Valias merasa sangat lelah dan lemah tiba-tiba tangannya bergetar ketika dia sekedar ingin meraih sapu tangan di saku pakaiannya.

Darah mengalir dan jatuh menetes sebagaimana yang sudah-sudah. Pada akhirnya dia berhasil meraih sapu tangan itu dan menempelkannya di lubang hidungnya.

Uriyah melihat yang terjadi, berkata. "Aku menyaksikan hal seperti ini beberapa kali di penglihatan-penglihatan itu. Kedepannya berdarah seperti ini masih akan berlangsung. Aku tidak tau cara untuk mengobatinya."

Valias mengangguk. "Aku akan mencarinya."

"Dia tadi ingin bertanya tentang yang Anda tau tentang Enrlanil," kata Valias. "Anda bisa memberitahunya sesuatu?"

"Itu cukup panjang," Uriyah berkata. "Kurasa aku tidak punya cukup tenaga untuk menceritakannya." Dia lalu melihat ke arah seorang elf yang ada di belakang Valias. "Ravayra akan menggantikanku."

Frey melihat elf yang kira-kira dilihat Uriyah. Elf sepuh yang belum setua dirinya.

Valias ikut menengok sedikit. Mengangguk. "Ya. Maaf membuat Anda harus mengorbankan tenaga Anda. Anda harus beristirahat."

Uriyah menggeleng. "Aku mau bicara padamu. Aku banyak melihatmu di mimpi-mimpi tidurku. Aku merasa tidak tega tapi aku juga tau tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa memberikan dua tiga patah kata yang kuharap bisa sedikit menerangkan jalanmu."

Uriyah berpindah bicara pada Frey. "Aku juga melihatmu. Keluargamu pasti sangat bangga padamu." Dia melihat pada pemuda berambut perak itu. "Kau akan sangat membantunya sebagaimana dia juga akan sangat membantumu. Ingatlah kalau kau juga figur yang penting untuk orang-orangmu. Dia mungkin jembatan untuk orang-orang padamu, tapi kau juga jembatan untuk orang-orang padanya. Kau bukan tidak sama pentingnya dengannya. Jangan meragukan dirimu sendiri."

Frey terdiam. Dia tidak pernah menyangka dia akan mendapatkan kalimat seperti itu dari seseorang yang belum pernah dia kenal. Hal itu membuatnya tidak benar-benar tau apa sebenarnya yang dia rasakan di dadanya. "Ya. Terimakasih, Nyonya Uriyah."

Uriyah tampak bertambah lelah. Kondisinya seketika memburuk. Rama melihat itu memberitahu Valias dan Frey kalau waktu pertemuan mereka dengan Uriyah sudah berakhir. "Tuan Muda. Darla Uriyah harus beristirahat. Saya harap Tuan Muda dan Yang Mulia tidak akan tersinggung."

Valias melihat keadaan Uriyah. Dia mengiakan.

Dia meraih tangan Uriyah dan menempelkan punggung tangannya pada puncak keningnya. "Terimakasih untuk semuanya. Aku mengharapkan kedamaian untuk Anda."

Frey melihat yang Valias lakukan. Menyusul untuk melakukan hal yang sama. "Terimakasih banyak. Aku membutuhkannya. Aku bersumpah atas nama Hayden aku akan melakukan apa yang memang harus kulakukan. Semoga Anda memperoleh kedamaian yang berhak Anda terima, Nyonya."

Valias meninggalkan tempat Uriyah dengan bantuan sokongan dari Frey. Kepalanya berkerja memberitahunya sesuatu.

Beberapa hal muncul di luar hal yang sudah diduganya. Dan akan menjadi sesuatu yang perlu dipikirkannya, tentang Norra yang mungkin mempunyai sesuatu yang salah tentang keadaan sebenarnya jiwanya, tanpa remaja itu sendiri mengetahuinya.

08, Ocbert 1768

25/01/2024 17:38 2686

Yoggu:

Semua karakter yang ada di CFYM adalah dedek-dedek gemez kecuali Valias. Because Valias obviously is the parent. Even Frey is simply a manchild<3

a/n: sorry lama ngasih updatenya....

a/n 2: kemampuan aku untuk stay tuned di wattpad berkurang. Aku masih liat notif tapi aku belum tentu bisa respon. Karena, aku udah tiba di umur dewasa. There are adult stuff that I can't avoid. Eheheh

Gak kaget kalo CFYM nyangkut dalam hiatus yang lama lagi. Kali ini bukan karena mampet ide tapi karena kehidupan ngegerogotin aku. Ya gitu deh. Stay strong untuk kita semua. Someway somehow kita pasti bisa kok. Selalu ada jalan, mwehehehehehe

Continue Reading

You'll Also Like

82.7K 10.6K 38
Ananda Max Samudra yang terlahir kembali menjadi serigala kecil setelah meninggal karena bunuh diri. Terjebak di ruang dimensi hampa selama 1000thn t...
7K 893 200
Judul Singkat:HHH Judul Asli:快穿之执手 Status:Completed Author:Jué Jué Genre: Fantasy, Romance, Yaoi Sinopsis Jiwa sahabat Lu Yanzhou, Xie Chengze, hancu...
3M 106K 41
"Gus arti bismillah itu apa sih?"tanya Aisyah "Dengan menyebut nama Allah" "Kalo Alhamdulillah?" "Segala puji bagi Allah "jawab ammar "Kalo subhana...
566K 74.1K 57
Jenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu ha...