Memories [ Zalesing ]

De RennMCS_

13.4K 1.5K 175

Memori artinya kenangan. Sesuatu yang akan membekas dalam ingatan, sebuah cerita yang selamanya tidak akan te... Mai multe

CAST | Main character
⏳ 01 | Welcome back
⏳ 02 | Old dream
⏳ 03 | New friends
⏳ 04 | With Zayyan
⏳ 05 | With Zayyan (2)
⏳ 06 | Good job Oyin-na
⏳ 07 | Miss you
⏳ 08 | Grand Opening
⏳ 09 | A quarter past two
⏳ 10 | Alexa
⏳ 11 | Trusted partner
Special chapter : Sing's day🐰🎉
⏳ 12 | Before: Leo
⏳ 14 | Leo (2)
info new project 🎮
⏳ 15 | Leo (3)

⏳ 13 | Leo

556 74 8
De RennMCS_

"Apa kau pernah menabrak seseorang?" tanya Zayyan serius. Gelengan ringkih menjadi jawaban pertanyaannya.

"Pernah memukul seseorang? Menyakitinya dengan tanganmu?" Lagi-lagi hanya sebuah gelengan yang pemuda manis itu dapatkan.

"Kalau begitu coba katakan, pembunuhan seperti apa yang telah kau lakukan?"

Leo diam tak menjawab, netra sendunya masih setia menatap lemah pada tautan jemari mereka. Leo melirik sekilas, dapat dirinya tangkap dengan Indranya. Sosok pemuda manis yang tengah memandangnya tanpa memudarkan senyuman hangat, pemuda itu tampak tenang membalas perkataannya, padahal dirinya baru saja mengatakan hal yang begitu rentan. Tetapi, sejujurnya Leo bersyukur dengan itu. Reaksi damai Zayyan sedikit menenangkan hatinya.

Leo menurunkan padangan, posisinya sekarang menyerong kesamping sehingga tirai bawah dari jendela kaca yang terbuka adalah hal pertama yang dirinya lihat. "Menabrak seseorang tak pernah kulakukan tetapi membuat seseorang mati karena kecelakaan pernah kulakukan."

"Tepat sebelas tahun silam. Kau pasti mengetahuinya. Akulah penyebab kecelakaan beruntun tersebut. kecelakaan yang menewaskan seorang model wanita yang tengah naik daun kala itu, akulah pelakunya," ungkap Leo. Suaranya bergetar.

Zayyan terkejut bukan main tetapi kemudian segera menetralkan ekspresinya. Tidak ingin menunjukkan raut yang tidak seharusnya, meskipun dalam hati dirinya sungguh tertegun mendengar penuturan mengejutkan Leo.

Wanita itu, model yang baru saja Leo sebutkan. Zayyan tentu mengenalnya, wanita itu merupakan seorang aktris papan atas yang sebelas tahun silam begitu terkenal didunia permodelan Hongkong. Pada masa itu namanya tengah melonjak naik sehingga Zayyan seringkali melihatnya menghadiri acara-acara yang disiarkan di siaran televisi Korea. Wanita muda yang Zayyan nilai sangatlah cantik, wanita anggun yang mampu meluluhkan hati atasannya. Nyonya Guan Zhi. Ibu Leo. Kasusnya sempat menggemparkan dunia hiburan pada masa itu, dimana sang aktris cantik meninggal dalam kecelakaan beruntun saat sedang menjemput putra semata wayangnya dari sekolah dasar.

Menelan ludah singkat, Zayyan mengusap lembut punggung tangan Leo, mamatri senyuman hangat dibibirnya. "Aku bersedia mendengarkan jika kau mau bercerita."

Leo termenung sesaat. Zayyan paham betul arti diamnya pemuda itu, Leo sedang menguatkan hatinya. Tanpa berhenti melayangkan kehangatan dari netra secerah tara miliknya, dengan sabar Zayyan menunggu.

"Basic training telah tuntas kujalani, hari ini sudah waktunya aku kembali ke dorm. Sore tadi manager datang untuk menjemput. Ditengah perjalanan aku baru menyadari bahwa rutenya berbeda, bukan jalan menuju dorm ini. Manager membawaku ke Company. Dan diluar perkiraan, orang yang amat sangat kuhindari ada disana. Aku bertemu dengan ayah." Leo menggantung ceritanya sejenak, menarik napasnya kuat. Dia memang tidak menangis tetapi sinar matanya yang menampilkan setangkai bunga layu begitu mencekat hati.

Menahan rasa sakit didada, Leo sekuat hatinya melanjutkan. "Hubungan kami tidak buruk tetapi juga tidak dekat."

"Ibu meninggal karena diriku, Ayah sibuk berkerja, tak ada waktu untukku. Dulu, itu sama sekali bukan masalah karena ada ibu yang selalu bersamaku. Namun, orang bodoh sepertiku ini begitu tidak bersyukur. Mengeluh setiap hari, merengek, dan selalu menyusahkan ibu. Bahkan hari itu terjadi, juga akibat manjaku yang tak kenal waktu. Kecelakaan terjadi karena kecerobohanku. Ayah sangat mencintai ibu, lebih dari apapun. Kejadian itu membuatnya begitu terpukul, hubungan kami yang memang sudah jauh sejak awal semakin terasa jauh setiap harinya. Aku menyesal, Zayyan..."

Leo menunduk, menjatuhkan keningnya pada tautan tangan mereka. Dengan mata terpejam Leo menggenggam erat tangan hangat Zayyan. "Aku salah, aku salah, Zayyan. Itu salahku.. aku sadar dan aku membencinya..."

"Aku benci diriku yang membuat ibu meninggal. Aku benci diriku yang merenggut cinta ayah. Menenggelamkan dirinya pada kerinduan yang mendalam."

Zayyan diam mendengarkan, menatap lamat-lamat pada Leo yang gemetar. Suaranya terdengar sangat lemah. Sisi Leo yang seperti ini, tidak pernah Zayyan sangka akan dia saksikan hari ini.

"Aku memang memiliki semuanya, wajah tampan, harta benda, nama baik, pendidikan, segalanya. Aku hidup serba berkecukupan. Semua orang mungkin bersedia menukar hidupnya dengan apa yang kumiliki. Tapi mereka tidak tahu, sama sekali tidak tahu, aku justru kehilangan hal terbesar dalam hidupku. Apakah aku bahagia? Tidak ada seorangpun yang menanyakan itu padaku. Hidupku dipenuhi penyesalan, Zayyan. Sejak kecelakaan itu hatiku sudah terbakar amarah kebencian, kebencian pada diriku sendiri." Leo diam lagi.

"Aku hidup dalam rasa penyesalan yang menggerogoti akal sehat. Rasanya sakit sekali, kesadaran bahwa aku sendirilah yang merenggut nyawa ibu yang amat kucinta membuat hatiku terkoyak. Ibu adalah satu-satunya keluarga yang selalu ada disisiku, menemani kemanapun kaki kecilku melangkah, memberikan kehangatan tak terhingga dalam hidupku tetapi aku... aku menghilangkan kehangatan itu dengan tanganku sendiri." Leo tercekat, suaranya terputus. Tangis kembali berlinang membasahi wajahnya.

"Usiaku sebelas tahun saat itu." Leo tergugu, terisak pelan. "Sebelas tahun yang kuhabiskan penuh kehangatan, lenyap hanya dengan sekejap decitan besi menggores pembatas jalan. Benturan keras dari mobil-mobil yang bertubrukan terdengar menggema tujuh kali berturut-turut, mobil terguling, suara teriakan orang-orang diluar sana menjadi saksi aku kehilangan hal terindah dalam sebelas tahunku. Aku memeluk ibu, menangis tersedu saat darah mengalir dari tubuh ringkihnya, aku yang menyebabkan kajadian naas itu terjadi tapi ibu tidak marah. Diakhir hayatnya ibu hanya berbisik lirih, 'jangan menangis Ouyin, anak laki-laki ibu tidak boleh menangis.' Bagimana aku tidak menanggis Zayyan? Andaikan aku tidak menggangu saat ibu sedang berkendara, kejadian memilukan itu tidak akan terjadi dan mungkin kami masih berbahagia sekarang."

Zayyan menyeka ujung mata Leo. Menghapus air mata kepedihan pemuda itu dengan jarinya. Berkali-kali Leo terus menggumamkan kata, 'salahku.' dan 'pembunuh.' Zayyan menghembuskan napas berat.

"Boleh aku memberikan beberapa patah kata, Leo?"

Tidak ada sahutan, Zayyan tersenyum. "Turut berdukacita untukmu dan seluruh keluarga." Zayyan kembali mengelus lembut surai Leo. Memberikan ketenangan pada pemuda itu.

"Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu, apalagi jika itu ternyata membenci orang yang seharusnya menjadi seseorang yang paling kita sayangi. Kau tau siapa orang itu Oyin-na? Dirimu sendiri, kau adalah orang yang seharusnya paling berhak untuk mendapatkan cintamu. Tapi kau bilang membencinya." Zayyan terdiam sejenak. Menatap lembut Leo di hadapannya.

"Pada dasarnya kau benci dirimu sendiri karena kau merasa tidak kuasa mencegah peristiwa mengenaskan yang menimpa kalian, lalu mulai berpikir bahwa kau lah yang membunuh ibumu." Zayyan mengganguk pelan. "Kau hidup dalam belenggu itu, aku bisa memahaminya. Bila jadi kau pun mungkin aku akan merasa begitu, sakit sekali.. itu pasti. Kehilangan memang sangat menyakitkan, didepan mata pula, aku bisa membayangkan rasa sakitnya karena aku juga pernah merasakan."

"Aku bangga padamu Oyin-na, kau bisa bertahan sejauh ini dengan beban seberat itu, sendirian. Kau luar biasa, sungguh..."

"Tapi jika boleh aku memberikan sedikit pendapat. Hanya satu yang ingin kukatakan, berdamailah Oyin-na. Kau sudah berjuang sedemikian rupa, kau berhak atas kedamaian di dalam hati."

Leo berkaca-kaca. Air matanya yang sempat terhenti kini hampir terjatuh lagi. Leo ingin, dia ingin mendapatkannya tetapi kedamaian itulah yang tidak pernah datang ke dalam hatinya. Tidak peduli sekeras apapun usahanya untuk melupakan, runtutan peristiwa mengenaskan itu justru semakin keras menghujam ingatannya, rasa bersalah lagi dan lagi, kembali menyeruak didalam dada. Leo tersiksa, sungguh.. semua itu membuatnya gila.

"Maafkanlah dirimu Oyin-na, hanya dengan itu kau bisa merengkuh kedamaian."

Leo mengangkat kepalanya. Mendongak, menatap Zayyan yang juga menatapnya dengan sinaran lembut. Lidahnya terasa kelu bahkan hanya untuk berucap sepatah kata saja.

"Tidak bisa?" Zayyan menggeleng. "Bisa! Leo yang keras kepala, Leo yang selalu menyimpan semuanya sendirian tapi tetap bisa berdiri tegap, Leo yang seperti itu tidak mungkin tidak bisa menghadapi tantangan seperti ini." Zayyan tersenyum lebar, mengedipkan mata yakin.

"Kau pernah dengar ini? kesalahan itu ibarat kertas kosong. Tiba-tiba tercoret dengan tidak sengaja. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus coretan tersebut tapi tetap saja akan tersisa bekasnya. Tidak akan hilang sekuat apapun kau ingin menghapusnya. Karena itulah hanya ada satu jalan keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong. Buka dan tutup lembaran yang pernah tercoret. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi aku percaya kau pasti bisa melakukannya. Mulailah malam ini. Mulailah detik ini. Bertahun-tahun kau terlambat melakukannya, Oyin-na. Bertahun-tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu. Maka di sini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Butuh waktu untuk melakukannya tapi tak apa, aku disini, kami disini, aku dan semua teman-teman kita bersedia membantumu, mari kita melukis di lembaran baru itu bersama-sama."

Zayyan tersenyum haru ketika Leo mulai menunjukkan reaksi tenang. Isakannya tidak terdengar lagi. Kebencian yang terlihat jelas diwajahnya beberapa detik yang lalu mulai tampak samar dari sinar matanya yang berganti menampilkan secercah rasa penerimaan.

Zayyan mengalihkan pandangannya, dari yang semula menatap Leo kini mulai berpaling dan fokus pada arah angin didepannya. Tirai itu terbuka lebar, menampilkan langit hitam sejauh mata memandang. Kamarnya ada dilantai dua sehingga panorama dendangan bintang bisa selalu dia nikmati dengan mudah melalui kaca bening sebagai perantara.

Leo menatap dalam-dalam wajah teduh Zayyan yang memancar indah tertimpa cahaya rembulan. Hangat dan menenangkan, Leo menyukainya. Rasa sakit didadanya semakin tersamarkan bersama dengan setiap kali dirinya menatap netra indah pemuda itu.

"Leo-ya..." Panggil Zayyan lembut. Leo semakin memperdalam pandangannya ketika namanya disebut. Bukan Oyin tapi Leo, nada suaranya juga terdengar berbeda. Halus dan lembut adalah ciri khas Zayyan, kali ini pun sama tetapi ada perasaan baru yang dapat Leo rasakan dari panggilan singkat itu.

"Mulai sekarang cobalah untuk lebih bersyukur." Zayyan berdiri, berjalan kearah jendela. Menatap lurus langit malam diatas sana.

"Seperti katamu tadi, kau memiliki banyak hal, Leo. Kau memiliki semua yang diinginkan oleh orang lain dan itu semua kau dapat tanpa perlu berkerja keras. Sementara, apa kau tau? ada banyak orang di dunia ini yang dengan begitu lelah harus melakukan banyak hal demi mencukupi kebutuhan mereka. Dari situ sudah cukup bagimu untuk selalu mensyukuri apa yang kau miliki, jangan hanya berkutat pada rasa sakit dan kehilangan tapi pikirkan juga semua hal yang kau dapatkan selama ini. Kau punya segalanya maka bersenang-senang lah dengan itu."

"Bersenang-senang?" Leo berkerut samar. "Maksudmu, dengan uang dan semua ini? Apakah aku bisa melakukan itu dengan rasa berat yang menumpuk di hatiku? Meski aku memiliki banyak uang tapi aku tetap tidak dapat menghidupkan kembali orang yang telah mati. Ujung-ujungnya semuanya akan menjadi sia-sia dan tak lagi berarti apa-apa."

"Lihat!" Zayyan berbalik. "Lagi-lagi kau tenggelam pada lembaran lama itu."

Leo terdiam. Benar, dia melakukannya lagi. Tanpa sadar dia kembali mengeluh. "A-aku.."

"Tak apa Leo, aku tau itu tidak mudah." Zayyan mengangguk pelan sebagai penenangan ketika dilihatnya Leo yang tampak gelisah. "Kata-kataku mamang indah untuk didengar tetapi sulit untuk dilakukan tetapi coba kau pahami baik-baik kata-kata ku kali ini." Zayyan mengembuskan napasnya panjang, menatap ke satu titik di langit-langit kamarnya. "Tutup lembar lama dan buka lembar baru!"

"Kau melupakan sesuatu yang sangat penting, Leo. Takdir dan waktu. Manusia itu hidup dalam benang takdir, semua yang terjadi dimasa lalu maupun dimasa depan semua telah ditentukan oleh takdir dan kau tidak bisa meminta apapun dari yang namanya takdir. Satu-satunya yang bisa kau lakukan hanya menjalani dan menerima, ikhlaskan apa yang telah pergi karena aku yakin takdir itu adalah rencana terbaik yang Tuhan berikan pada kita. Percayalah, Leo. Dibalik semua kejadian itu pasti ada hal besar yang tengah Tuhan persiapkan." Zayyan menjeda sejenak.

"Yang kedua adalah waktu. Jika bisa, aku sendiri juga ingin mengulang waktu, kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua hal yang tidak menyenangkan dimasa itu. Sayangnya itu tidak mungkin. Lantas apa yang bisa kita lakukan? Bila tidak bisa kembali ya sudah hadapi saja."

Zayyan kembali mengarahkan pandangannya pada Leo. Tersenyum lembut namun juga sendu. "Bukankah lebih baik begitu? Daripada kau terus terjerat dengan masa lalu lebih baik cobalah untuk bergerak maju. Peluk masa lalu dan berjuang untuk masa sekarang. Roda waktu tak pernah berhenti, dentingan jarumnya terus berdetak setiap hari. Saat ini aku tidak bisa mengharapkan apapun dari takdir, yang bisa ku percaya hanyalah waktu yang tersisa. Mungkin waktuku tidak sebanyak dirimu tapi sebisa mungkin aku selalu berusaha memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya agar tidak menyesal dikemudian hari. Kau juga harus begitu, Leo. Dirimu diberkahi tubuh yang sehat, jalanmu masih panjang, masa depanmu pun cerah, maka perjuangkan dengan sepenuh hati. Karena asal kau tau, di dunia ini ada orang yang mati-matian bertarung dengan sesuatu yang disebut waktu."

"Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan padamu. Manusia tak akan hidup sampai seribu tahun. Dalam seratus tahun kemudian, aku yakin, kau maupun aku sudah tak ada lagi di dunia ini. Itulah mengapa, waktu menjadi hal yang sangat berharga. Kau sudah kehilangan banyak hal dimasa lalu maka jangan sampai kau juga kehilangan sesuatu dimasa depan karena terlalu sibuk memikirkan masa lalu. Buka matamu Leo, ada banyak hal menyenangkan dimasa sekarang. Contohnya, kau memiliki seorang teman. Kami semua adalah temanmu. Kenapa kau tidak mencoba memulai hidup baru dengan kami? Coba saja, siapa tau dengan polesan kenangan baru yang lebih bahagia perlahan-lahan kenangan buruk itu akan memudar dengan sendirinya." Zayyan kembali tersenyum lembut.

"Kukatakan sekali lagi. Kau tak akan dapat mengulang satu yang telah kau lewati. Bukan hanya semua yang ada dimasa lalu yang bisa hilang, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarmu sekarang. Semua hal di sekeliling kita adalah hal yang berharga, yang mungkin akan kita rindukan di puluhan tahun mendatang. Untuk itulah, jangan menyia-nyiakan waktu. Hargailah setiap detik waktu bersama orang yang kau sayangi. Jika kelak dia telah tiada, kau hanya akan dapat menangis menyesal seperti sekarang."

Zayyan kembali berbalik, menutup tirai maroon yang beberapa detik lalu masih terbuka lebar. Kemudian mendekatkan diri pada Leo. Pemuda bermata sembab itu diam menunduk, terduduk diatas ranjang. Zayyan naik keatas, mengusap lembut rahang Leo, menaikan pandangan pemuda itu hingga bisa menatap dirinya. Perlahan masih dengan kelembutan, Zayyan menyeka wajah Leo dari atas kebawah. Berhenti tepat didepan mata. Kini Leo terpejam dengan mata yang tertutup oleh telapak tangannya. Mendorong pelan tubuh Leo sampai punggungnya menyentuh seprai katun dibawah mereka. Menyelimuti tubuh dingin itu penuh perhatian.

"Besuk hari pertamamu sebagai trainee disini. Itu akan sangat sibuk dan melelahkan jadi mari segera tidur. Selamat malam Oyin-na."



.

.

.



TBC

Continuă lectura

O să-ți placă și

28.8K 2.1K 31
Kisah Naruto dan Naruko ,si kembar yang diabaikan oleh keluarganya ,dianggap lemah karena wanita,di benci,di bully,di hina dan di usir dari keluarga...
462 109 3
"Tak apa jika kau masih membenciku. Tapi satu hal yang harus kau ingat, aku tetap selalu menyayangimu. Karena kaulah satu-satunya adik yang kumiliki...
1.3K 168 7
(HIATUS) "Husein, kamu kan kakak tertua, jadi Mama harap Husein bisa menjaga adik-adik dengan baik, ya?" Husein hanya mengangguk saat itu. Toh, tugas...
31.8K 2.4K 19
Ketika bangtan dan seventeen bergabung eskul taekwondo