Cupcakes | Jisung

By 23byeolbamm

936 160 84

Park Ji-young, tidak pernah aku bayangkan nama itu akan berpengaruh besar pada garis hidupku. Dia yang kukagu... More

| Cast and Disclaimer |
OO | Cupcakes
O1 | Cupcakes
O2 | Cupcakes
O3 | Cupcakes
O4 | Cupcakes
O5 | Cupcakes
O6 | Cupcakes
O7 | Cupcakes
O8 | Cupcakes
O9 | Cupcakes
1O | Cupcakes
12 | Cupcakes
13 | Cupcakes
14 | Cupcakes
15 | Cupcakes
16 | Cupcakes
17 | Cupcakes
18 | Cupcakes
19 | Cupcakes
2O | Cupcakes
21 | Cupcakes
22 | Cupcakes
23 | Cupcakes
24 | Cupcakes
25 | Cupcakes
26 | Cupcakes
27 | Cupcakes
28 | Cupcakes
29 | Cupcakes
3O | Cupcakes
31 | Cupcakes
32 | Cupcakes
33 | Cupcakes
34 | Cupcakes
35 | Cupcakes
36 | Cupcakes

11 | Cupcakes

14 4 0
By 23byeolbamm

| happy reading |
| don't forget to give your best support |

###


Aku tidak berbohong saat mengatakan tidak jadi pulang ke Indonesia kemarin. Saat menunggu di bandara, aku mengutarakan keinginanku untuk tidak pulang, dengan alasan aku masih ingin menikmati suasana ini. Awalnya Papa tidak setuju, tapi berkat pertolongan Mama yang membujuknya, akhirnya beliau menurut.

Aku masih belum puas menikmati suasana Seoul. Sungguh 4 tahun ini tidak banyak tempat yang kukunjungi dan makanan yang kucicipi. Aku sibuk mengejar cumlaude, tidak seperti Han Seungri yang meskipun santai tetap mendapat gelar summa cumlaude.

Lantas, berapa lama aku di sini? Semalam aku belum mengatakannya, jam terbang yang sudah tiba mempersingkat diskusi kami. Tapi hari ini aku sudah memutuskan, mungkin sampai akhir tahun saja. Toh, hanya sebulan.

Setelah apa yang terjadi semalam, aku hanya bisa tidur 3 jam. Jam 4 subuh tadi, kedua mataku terbuka dengan sendirinya dan aku tidak bisa tidur lagi. Bahkan setelah memandangi wajah tidur pacarku yang teramat damai. Untuk melakukan pekerjaan rumah di luar sepagi ini rasanya dingin, beberapa bagian badanku juga sakit—sepertinya aku tidak bisa berjalan untuk beberapa jam ke depan. Huft.

Dan untuk mengusir rasa bosanku, aku menulis random buku catatannya yang tak sengaja kutemukan saat membuka laci nakas. Seperti harta karun, karena aku bisa membaca beberapa catatan baru yang sudah dia tulis namun enggan dia tunjukkan padaku.

Isinya tak lebih dari harapan dan rencana untuk kehidupannya setelah lulus kuliah. Wow, dia sudah merencanakan semuanya dengan matang bahkan sampai tenggat waktunya pun tertulis.

Langsung bekerja setelah lulus, ada catatan tambahan usia yaitu 23 tahun—yang berarti tahun ini. Ada daftar yang harus dibeli untuk kebutuhan apartemen dan catatan keuangan juga—eyy, padahal dia tidak perlu pusing-pusing memikirkan uang. Uangnya sudah menumpuk di kartunya.

BAHKAN ADA RENCANA UNTUK MENIKAH DI USIA MUDA.

Ketika aku membacanya, aku speechless selama hampir satu menit. Teringat semalam dia melamarku. Dia tidak mungkin mengajakku menikah besok atau lusa, kan?

Di halaman selanjutnya, dia mendeskripsikan tentangku. Tentang pandangannya saat pertama bertemu denganku, pengakuannya yang menyimpan rasa padaku selama bertahun-tahun, dan harapan untuk hidup bersama dengan sepuluh anak.

Oke, aku tahu dia bercanda.

Dia seserius ini ternyata, aku terharu dan tak menyesal dengan apa yang kami lakukan semalam. Setelah menarik napas panjang, aku menulis deskripsi tentangnya juga di halaman sebelahnya. Anggap saja sebagai balasan. Aku juga menyelipkan permintaan maaf karena tak pernah menyadari perhatiannya selama ini adalah bentuk rasa sayangnya padaku. Aku pikir itu memang gelagat seorang teman. Terakhir, aku membalas kalimat cintanya, dan menerima lamaran yang dia tulis. Namun dengan catatan tidak dalam waktu dekat alias tunggu sampai kami sama-sama lebih dewasa.

Aku tidak tahu berapa lama aku menulis, karena saat aku selesai dan menutup bukunya kembali, kulirik Han Seungri masih nyaman tertidur. Kali ini aku tidak melihat wajahnya lama-lama, karena fokusku lebih pada beberapa luka bekas kuku yang menyerupai bulan sabit di bahunya. Ulahku semalam, ternyata tanpa sadar aku telah menyakitinya.

Lupakan soal itu, pagi telah tiba karena gorden terlihat lebih cerah.

"Han Seungri..." Perlahan aku menepuk pipinya sebanyak dua kali. Mudah sekali membangunkannya, hanya sentuhan itu kelopak matanya sudah bergerak-gerak. "Sudah pagi," sambungku ketika matanya memandangku sayu.

"Sudah pagi, ya?"

"Mm-hm. Bangunlah dan mandi sana, aku akan siapkan sarapan."

"Kau sudah mandi?"

"Belum. Aku belum ke mana-mana dari tadi."

"Tapi kau sudah cantik."

Tidak boleh salting... tidak boleh salting... TIDAK BOLEH SALTING.

Lagipula, aku berantakan begini dibilang cantik? Oh, mungkin matanya masih buram karena baru bangun tidur.

"Pergi mandi sana. Lihat jam!"

Padahal, jam masih menunjukkan pukul setengah 7. Tapi untungnya dia tidak berkomentar lagi dan berjalan menuju kamar mandi. Namun saat aku hendak turun dari kasur, tepat di permukaan pintu, kulihat dia berhenti.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

Dia menoleh padaku. Tersirat kebahagiaan dalam wajahnya. "Terima kasih."

Aku tidak tahu dia berterima kasih untuk apa.

***

Seperti kekasih pada umumnya, kami jalan-jalan. Walau di luar sangat dingin, aku tetap semangat. Berjalan ringan sambil sesekali bersenandung kecil, sementara di sampingku, Han Seungri tak ubahnya patung karena diam saja.

"Kau jalanlah lebih dulu."

Kami di Cheonggyecheon. Di sore hari, tempat ini benar-benar cantik. Perpaduan senja dan lampu-lampu yang dipasang terlihat sangat klop. Namun, begitu mendengar kalimatnya, aku yang sedang memandang takjub keadaan di sini praktis berubah kebingungan.

"Apa?"

"Jalan di depan. Biar aku fotokan."

Oh, kupikir apa. "Baiklah."

Kami sepakat hunting foto, sepertinya fotoku dan Han Seungri sangat kritis. Benar-benar hanya bisa dihitung dengan jari. Jadi berbekal kamera yang kini menggantung di lehernya, kami akan mengambil banyak foto di sini.

Satu-dua foto terabadikan. Fotoku sendiri, fotonya, foto kami, bahkan beberapa pemandangan juga ada. Dari yang cantik sampai konyol, kami mengambil banyak foto.

Aku tidak menyadari kapan langit di atas kami mulai berubah gelap, karena terlalu menikmati momen ini. Tahu-tahu sudah pukul 7 malam, terhitung masih sore, tapi karena musim dingin, langitnya sudah lumayan gelap. Udaranya pun mulai dingin.

"Salju pertama belum turun, kan?"

Han Seungri yang sedang sibuk memotret langit lantas menggeleng mendengar pertanyaanku. "Belum, kenapa?"

"Aku ingin membuat harapan—oh!"

Baru juga dibicarakan, butiran kecil salju mulai turun dari langit. Salju pertama yang datang tanpa diduga-duga. Wajahku sumringah seketika.

"Salju!!" Namun bukannya menikmati keindahan butiran salju yang datang, aku buru-buru menundukkan kepala dalam-dalam, lalu menyatukan kedua tangan dan berdoa.

Semoga hidupku jauh lebih baik seiring berjalannya waktu, semoga aku hanya dipertemukan dengan orang-orang yang baik di masa depan nanti, dan semoga hubunganku dan Han Seungri memiliki akhir yang bahagia.

Hanya itu yang aku inginkan. Tapi setelah mengucapkan doanya dalam hati, aku rasa itu terlalu banyak.

"Kau berdoa apa?"

Tepat sesaat setelah aku selesai, Han Seungri kembali bersuara. Aku menoleh dengan senyum lebar. "Rahasia. Kau sendiri?"

"Aku? Aku tidak berdoa."

Sontak saja aku melotot ketika menatapnya. "Kenapa?"

"Aku memotretmu. Kau cantik saat berdoa tadi."

Alasannya bisa diterima, jadi marahku lenyap detik itu juga. "Boleh aku lihat?"

"Oh, tentu tidak. Ini hanya akan menjadi koleksi pribadiku."

"Jahat! Aku penasaran, Han Seungri!"

Dia malah mengangkat kameranya tinggi-tinggi, jauh di atas jangkauanku yang hanya sebatas daun telinganya. Aku rasa perbedaan tinggi kami tidak terlalu mencolok, tapi kenapa aku kesusahan hanya untuk meraih tangannya?

Tangannya itu loh...

"Baik, aku menyerah!" ujarku pada akhirnya. Terserah dia saja. Walau saat dia bilang begitu, aku justru jadi ragu hasilnya cantik atau malah konyol. "Ayo pulang, aku lapar."

Aku tidak tahu bagaimana rupa wajahku yang sedang cemberut, maksudku, apakah jelek atau apa, karena Han Seungri langsung menarik salah satu sudut bibirnya dan mencubit pipiku sampai kebas. Benar-benar menjengkelkan.

"Sakit aish!"

"Benarkah?"

Saat dia berancang-ancang hendak mencubit pipi satunya, aku segera menangkis dan berlari secepat mungkin. Mengejeknya yang tertinggal jauh di belakang, namun saat dia ikut berlari mengejarku, wajahku berubah panik.

Dan benar saja, hanya beberapa saat setelah aku memulai permainan ini, aku sudah tertangkap. Aku tidak memberontak lagi, kubiarkan dia merangkulku, sementara aku balik memeluk pinggangnya. Salju yang turun tak membuat kami menggigil saat kami kembali berjalan seperti sebelumnya- seolah tak terjadi apa-apa, justru momen ini mengundang perasaan hangat yang mengalir di dadaku.

Tuhan, terima kasih telah mengirimkan Han Seungri padaku.

***

Selepas makan malam, aku yang sibuk mencuci piring, tak menyadari ke mana perginya Han Seungri. Aku baru menyadarinya begitu selesai dan tak menemukan sosok pacarku yang tadinya duduk di sofa ruang tengah. Karena sepatunya masih di dekat pintu, itu artinya dia mungkin di kamar. Astaga, sedang apa jam segini sudah ke kamar saja?

Aku tidak akan menyusulnya, aku mencarinya justru ingin meminta izin karena aku akan pergi ke minimarket sebentar. Tapi karena tidak ada, ya sudahlah. Aku pergi tanpa izin, semoga dia tidak mencariku selama aku pergi.

Untungnya, saat aku kembali dengan sekantong belanjaan, tidak ada tanda-tanda Han Seungri keluar dari kamar. Dia sibuk sekali sepertinya, aku jadi penasaran apa yang dia lakukan.

Ternyata oh ternyata, dia hanya sedang duduk bersila di atas ranjang, memangku ipad dan terlihat menggambar sesuatu. Jauh sekali dari pikiranku yang tadinya kupikir dia sibuk duduk di depan laptop karena mengerjakan sesuatu.

"Menggambar apa?" Aku tidak sempat melihatnya karena dia buru-buru membalikkan benda tipis itu saat aku datang. Saat menghampirinya pun dia cekatan menyembunyikannya- jelas tidak ingin aku mengetahuinya.

"Bukan apa-apa, hanya iseng."

Baiklah, tidak apa-apa. Aku juga tidak terlalu kepo. "Tadi aku habis dari minimarket," ceritaku kemudian, duduk di sisinya dan mengeluarkan barang-barang yang kubeli.

"P-pembalut?"

Aku mengangguk ringan, tidak langsung sadar dengan sikapnya yang berubah canggung. Aku baru sadar saat tidak ada lagi tanggapan dan aku praktis mendongak, menatapnya yang berdeham dengan wajah muram.

"Kenapa dengan wajahmu?"

"Kau... menstruasi? Sekarang?"

"Belum, tapi mungkin beberapa hari lagi."

Jawabanku malah membuat wajahnya semakin murung. Dia itu kenapa deh?

"Perutku sudah mulai sakit sejak sore tadi, jadi mungkin tidak akan lama lagi." Kupikir dia mungkin bingung dengan jawabanku, jadinya aku jelaskan saja semuanya.

"Ya sudah, tidurlah. Aku harus mengerjakan sesuatu dulu."

Aku menurut saja dan tidur mendahuluinya, berbaring di sampingnya yang kembali membuka iPad. Entahlah, hari ini aku sangat lelah padahal tidak banyak yang kulakukan. Namun sebelum aku benar-benar terlelap, kudengar dia bergumam lupa memberitahuku sesuatu. Aku ingin bertanya, tapi malas.

***

Mungkin ini yang dia maksud kemarin. Saat pertama membuka mata, aku tidak menemukan raut wajahnya seperti hari kemarin. Yang kutemukan justru bagian ranjang yang kosong dan sudah rapi. Aku seperti tidur sendirian. Dia ke mana pagi-pagi begini?

Baru saat aku terbangun, secarik kertas yang tertempel di bantalnya menarik perhatianku. Aku menariknya tanpa pikir panjang, membacanya.

Aku lupa memberitahumu semalam, hari ini aku dipanggil interview di perusahaan. Jadi kau mungkin tidak akan menemukanku saat bangun nanti. Jangan lupa sarapan!

—Han Seungri.

"Dia udah mulai kerja?" monologku, masih dalam perasaan terkejut sekaligus kagum. Hei, dia belum ada seminggu lulus. Gercep sekali.

Lalu aku harus apa seharian ini? Di pagi hari yang cerah, wajahku justru murung. Haruskah aku keluar jalan-jalan? Tapi pasti dingin. Di rumah seharian? Ugh, sangat bosan. Beginilah kegalauanku jika tidak ada Han Seungri.

Pada akhirnya, karena benar-benar tidak terpikirkan solusi lain, aku beralih membuka ponsel. Sepertinya sejak semalam banyak pesan yang masuk, tapi belum sempat aku baca karena sibuk.

Benar, ada banyak pesan dari beberapa orang yang masuk, salah satunya Papa. Bertanya kabar dan bagaimana keseharianku di sini. Wah, kalau beliau tahu aku sudah pernah tidur dengan laki-laki, apa dia akan marah?

Beberapa dari teman yang mengucapkan selamat karena aku sudah lulus, aku abaikan saja. Dan terakhir- aku membeku ketika membaca namanya.

Park Ji-young. Dia mengirimiku pesan kemarin, dan baru kubaca hari ini?!

Bodohnya, isinya ternyata undangan!

Park Ji-young: Hai? Sudah lama aku tidak berkirim pesan padamu, padahal aku sudah memiliki nomormu sejak lama. Abaikan pesan bodoh tadi, aku tiba-tiba mengirimimu pesan sebenarnya ingin mengundangmu ke apartemen. Apa kau bisa? Jika bisa, datanglah malam ini.

Demi Tuhan, aku merasa sangat bersalah setelah membacanya. Pesannya dikirim sore hari. Aku merasa tidak enak karena sudah membuatnya menunggu semalaman.

Tanpa pikir panjang, aku menekan fitur call.

"Halo?"

Cepat sekali terhubungnya, sementara aku yang belum menyiapkan kalimat permintaan maaf yang pas hanya bisa termenung dalam waktu lama. Menggigit bibir gugup, sampai pria di seberang telepon kembali bersuara.

"Tari? Kau tak sengaja menghubungiku?"

"Tidak!" Aku berdeham ketika sadar nada suaraku cukup tinggi. "Maksudku, aku memang berencana meneleponmu..."

"Begitukah? Lalu kenapa kau diam?"

"Aku... ingin meminta maaf. Soal kemarin."

Sempat tak ada balasan selama hampir lima detik, aku menunggunya dengan harap-harap cemas.

"Maafkan aku yang baru membaca pesanmu. Kemarin aku tidak sempat melihat ponsel karena sibuk."

"Tidak apa-apa, tidak perlu merasa bersalah. Mungkin memang belum waktunya. Kita... bisa lakukan lain kali."

"Sekarang tidak bisa?"

"Tidak. Sekarang aku sudah di lokasi syuting lagi."

"O-oh, begitu, ya?"

"Aku akan memberitahumu kalau aku kembali ke sana, karena aku juga tidak tahu kapan."

Itu artinya kemarin adalah kesempatan langka, dan aku melewatkan itu begitu saja?!! Kau bodoh sekali, Tari.

"Ya sudah, aku harus bekerja dulu. Kau nikmatilah harimu. Maaf tidak bisa lama-lama."

"Iyaa. Semangat, ya."

"Terima kasih."

Seharian itu, aku terus saja merutuki kebodohanku yang melewatkan kesempatan emas untuk berbicara empat mata dengan artis idolaku.




###

| 23byeolbamm |

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 8.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1M 147K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
59.1K 9.8K 25
[ KARINA ft. JENO ] Sekar Ayu Kinanti baru saja diceraikan suaminya karena sebuah alasan. Demi menyembuhkan luka di hatinya, ia pergi dari Jakarta da...
17M 753K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...