Rengkuh Sang Biru

By Lalanaraya

81.7K 9.6K 3.6K

Renjana Sabiru harus menerima fakta tentang kepergian kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi yatim piatu... More

Awal || intro
Karakter tokoh
Bab.1 || Awal kisah, Di Balik Sebuah Janji
Bab.2 || Kembali Pulang, Bersama Segenggam Hangat
Bab.3 || Pengakuan Dan Harapan
Bab.4 || Harap Yang Patah
Bab.5 || Porak-Poranda Dalam Diam
Bab.6 || Dingin Yang Tidak Terbaca
Bab.7 || Setumpuk Amarah Dan Seberkas Iri.
Bab.8 || Langkah Pertama Menuju Petaka
Bab.9 || Perisai Dingin Yang Membentang
Bab.10 || Ketika kecewa dan patah mulai melebur
Bab.11 || Perihal Kecewa Dan Amarah
Bab.12 || Patah, Hancur Lebur, Tercerai Berai.
Bab.13 || Ketika Asa Tidak Lagi Tersisa.
Bab.14 || Bagaimana Pahit Terasa Manis.
Bab.15 ||Sederhana Yang Patut Disyukuri
Bab.16 ||Sudut-Sudut Ruang Hampa
Bab.17 || Dua Sisi Koin Yang Berbeda
Bab.18 || Tawa Yang Kembali Terenggut
Bab.19 || Yang Telah Putus Tidak Bisa Dibenahi.
Bab.20 || Ketika Hujan Kembali Menyamarkan Tangis.
Bab.21 || Jutaan Rasa Sakit Absolute.
Bab.23 ||Secercah Harap Berselimut Fana
Bab.24 || Sepasang Binar yang Kembali Berpendar.
Bab.25 || Badai yang Belum sepenuhnya Usai
Bab.26 || Rengkuh Hangat Untuk Sang Biru
Cerita baru

Bab.22 || Sunyi Di Antara Riuh Semesta.

2.7K 315 58
By Lalanaraya


....

Dulu sekali, saat usianya masih menginjak sepuluh tahun, Galaksi tidak tahu alasan yang membuat Mama dan Papa lebih banyak berdebat dan saling meninggikan suara. Alasan tidak ada lagi kehangatan yang mampu Galaksi rasakan di meja makan setiap kali mereka sarapan dan makan malam.

Mama lebih banyak keluar, dan Papa yang memilih menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bekerja. Galaksi hanya ditemani bibi pengasuh setiap harinya, terkadang Oma kerap berkunjung dan menemaninya.

Yang ada dalam ingatan Galaksi saat itu, hanya bagaimana Mama yang berkata tengah mengandung calon adiknya dalam perutnya. Namun, Papa terlibat tidak begitu senang akan kabar tersebut.

"Kalau Mama kamu gak terlalu ikut campur sama rumah tangga kita, aku gak akan lakuin ini, Mas. Aku capek selalu didikte sama Mama kamu. Aku ini istri kamu, tapi Mama kamu seolah gak percaya aku bisa ngerawat kamu sama Galaksi. Sepuluh tahun lebih aku sabar, Mas. Jadi, jangan salahin aku kalau aku memilih kembali sama Mas Aris."

"Kita bisa rundingin ini baik-baik sebelumnya, Sin. Tapi kamu malah memilih berselingkuh sama Aris. Bahkan apa? kamu lagi mengandung anaknya? Aku ini masih suami kamu, Sinta!"

"Kamu suamiku tapi kamu sama sekali gak pernah bela aku setiap Mama kamu ngerendahin aku, Mas Wisnu! Aku capek! Aku mau cari kebahagiaan aku sendiri!"

"Dan ninggalin Galaksi? Sadar! Dia juga anak kandung kamu, Sinta!"

"Aku gak peduli, Mas! Aku tetap akan pergi dan minta pisah sama kamu!"

Malam itu, di penghujung bulan Februari kala itu, Galaksi kecil kembali mendengar pertengkaran Mama dan Papa. Bocah itu terbangun saat tidak menemukan presensi Mama di samping tempat tidurnya.

Namun, saat Galaksi menemukan sosok yang di carinya, sosok itu justru sibuk berdebat dan saling meninggikan suara dengan sang Papa. Padahal, dua hari lagi ulangtahunnya. Dan baik Mama ataupun Papa sama sekali tidak membahas ulangtahunnya sejak kemarin.

"Kalau kamu pergi, gimana sama Galaksi? Anak itu sangat bergantung sama kamu. Dia bahkan gak bisa tidur tanpa ngelihat kamu lebih dulu." Lagi, tegas suara Papa kembali mengisi sunyi yang sempat mengambil alih.

"Kamu udah didik dia dengan keras selama ini, Mas. Kamu tuntut dia supaya jadi sempurna sebagai anak laki-laki pertama. Jadi, aku pikir meskipun aku nggak ada lagi di sampingnya, Galaksi bakal lebih kuat dari anak seusianya. Yang penting, kamu harus lebih lembut sama dia, jangan terlalu tuntut banyak hal sama dia."

Sinta- ibu kandung Galaksi itu seolah tak memiliki setitik penyesalan dengan tekadnya yang ingin meninggalkan rumah berserta suami dan anaknya.

"Lagipula, kalau aku bawa Galaksi, anak itu belum tentu hidup dengan baik. Hidupnya selama ini selalu terpenuhi dengan sempurna. Masa depannya juga akan lebih jelas kalau dia sama kamu. Dan mau gimanapun kamu bujuk aku, aku akan tetap sama keputusanku, Mas Wisnu. Surat cerai kita akan diurus setelah aku pergi."

Di antara sekat yang memisahkan kamar Galaksi dengan ruang tamu tersebut, Galaksi bisa melihat bagaimana Mama yang beranjak pergi meninggalkan rumah setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya.

Tanpa menoleh pada kamar Galaksi. Tanpa berusaha memeriksa Galaksi.

Mama pergi dengan langkah pasti malam itu. Meninggalkan Papa yang terduduk lama di lantai rumah dengan segudang penyesalan. Juga, meninggalkan Galaksi yang berdiri kaku menyaksikan perpisahan pahit kedua orangtuanya di usia sepuluh tahun.

Malam itu, dua hari sebelum hari ulang tahunnya, adalah kali terakhir Galaksi melihat wajah sang Mama, serta kali terakhir Galaksi di temani tidur oleh Mama bersama suara merdu Mama yang menyanyikan lullaby pengantar tidur, yang tidak pernah Galaksi dengar di malam-malam berikutnya.

••••••••••

"Galaksi, janji sama Papa, kamu harus jagain adik kamu nanti."

"Jangan pergi, kak. Aku sama siapa kalau kak Gala pergi?"

"Aku gak punya siapa-siapa lagi selain kakak."

"Aku butuh kakak tolong ... buka mata kakak."

Dengung menyakitkan itu datang dari kedua sisi telinga Galaksi. Bersama dengan samar suara Biru dan Papa yang terdengar saling bersahutan. Potongan ingatan tentang Papa saling bersinggungan dengan lirih suara Biru yang memanggil-manggil namanya.

Kelopak mata Galaksi terbuka pelan, sebelum akhirnya terkatup lagi dengan perlahan. Hingga berulang ketiga kalinya, barulah netra kelam Galaksi mampu menangkap bayang samar yang tertutup kabut di mata Galaksi.

Yang terlihat dari pengelihatan Galaksi yang mengabur adalah para petugas medis yang mengenakan pakaian khusus yang bergerak panik di sekitarnya, juga dengung suara elektrokardiogram yang terletak di samping tempatnya terbaring.

"Dokter! Detak jantung pasien kembali!"

Langkah-langkah panik petugas medis yang bersahutan dengan mesin elektrokardiogram juga teriakan panik dokter dan perawat yang mampu telinga Galaksi tangkap membuat kepala Galaksi di landa pening tak tertahan.

Pemuda itu berkedip lambat tanpa tenaga, sebelum air matanya meluruh dari sudut-sudut matanya. Bersama ingatan tentang kejadian yang ia dan Biru alami sebelumnya, yang membuat Galaksi kembali di hujani rasa bersalah hingga tak mampu menggerakkan tubuhnya.

"Siapkan ruang operasi sekarang juga!"

Samar, kalimat terakhir yang dokter gaungkan tersebut masih mampu Galaksi dengar, hingga detik setelahnya pemuda itu kembali terpejam dalam kegelapan yang tidak tau ujungnya.

•••••••••••••

Suara rinai hujan yang pelan-pelan jatuh membasahi bumi di malam hari menjadi melodi pemecah sunyi bersama denting jarum jam di dinding rumah sakit.

Reksa tidak pernah membayangkan akan terjebak satu ruangan bersama Biru seperti saat ini. Bocah itu merasa jenuh terjebak hening dan canggung saat berada dalam satu ruangan bersama sosok yang ia anggap sebagai saingannya.

Sebelumnya, Reksa baru saja akan memaki-maki sosok Biru saat mendengar kabar kecelakaan yang memimpa Galaksi dan Biru. Terlebih saat mendapati Biru yang hanya mendapat beberapa luka kecil, berbanding dengan kondisi Galaksi yang mendapat luka serius hingga harus di operasi. Rasanya, seluruh umpatan ingin Reksa tunjukkan pada sosok yang Galaksi lindungi mati-matian.

Namun, saat Reksa mendengar penjelasan lebih rinci tentang kondisi Biru dari dokter yang menanganinya, pun juga saat melihat bagaimana Biru yang tersadar dengan tatapan kosong tanpa binar, membuat Reksa melupakan kemarahannya pada sosok itu.

Seharusnya Reksa bisa memaki dan mengumpati Biru yang telah membahayakan nyawa Galaksi. Tetapi bocah itu seolah tidak mampu berkata-kata.

"Lo beruntung karena Oma lagi ada di Malang. Kalau dia ada disini, udah habis lo di maki-maki dia." Kalimat pertama yang Reksa perdengarkan tak mendapat sambutan apa-apa setelahnya. Seolah lantang kalimat yang Reksa suarakan tak lebih keras dari rinai hujan di luar sana.

Dengusan jengah dari Reksa menjadi pemecah canggung yang sejak tadi mendominasi. Bocah yang terduduk di kursi sembari bersedekap di depan ranjang Biru itu membuang hela napas kasar yang cukup mampu terdengar oleh Biru.

"Gue minggat aja deh kalo lo diem mulu kayak gini. Kalo gue gak inget gimana pentingnya lo buat Galaksi, gue gak akan mau nemenin lo," ucapnya kembali. Wajahnya merengut karena lagi-lagi dirinya tak mendapatkan balasan apapun dari sosok yang ia ajak bicara.

Satu jam lalu, tepat saat Biru tersadar dari pingsannya, yang bocah itu lakukan hanya duduk terdiam di atas ranjangnya dengan tatapan kosong menerawang jendela di ruang rawatnya.

Bahkan saat dokter memaparkan secara rinci mengenai kondisinya, juga apa yang terjadi pada Galaksi setelah pertengkaran mereka di dalam mobil tempo lalu, Biru hanya diam seolah raganya telah kembali tanpa nyawa.

"Ah, bodoamat kalo Galaksi mau ngomelin gue. Gue males jagain orang yang gak tau cara berterimakasih," celetuk Reksa yang berbarengan dengan kursi yang ia dorong ke belakang. Pergerakan Reksa yang hendak meninggalkan ruang rawat Biru itu tertangkap lewat ujung mata Biru.

"Aku nggak bisa denger apa-apa, Sa. Aku gak tau kamu ngomong apa."

Langkah yang baru saja hampir Reksa ambil untuk meninggalkan ruangan Biru terhenti saat suara bocah itu terdengar untuk pertama kalinya. Reksa menoleh, menatap Biru yang baru saja berbicara tanpa mengalihkan tatapan kosongnya pada rinai hujan di luar sana.

"Aku ... udah gak bisa denger apa-apa lagi, Sa," ulangnya dengan lirih.

Kini, giliran Reksa yang terdiam tanpa mampu merangkai lagi aksaranya. Bocah itu sebisa mungkin berusaha menepis perasaan ibanya untuk Biru. Reksa hanya menjaga Biru untuk Galaksi karena ia tahu bagaimana Galaksi yang selalu menempatkan Biru sebagai sosok yang paling Galaksi lindungi. Reksa hanya tidak ingin dirinya semakin jauh dari Galaksi saat ia mengikuti saran sang Oma. Reksa tahu Galaksi akan tetap bersamanya, selama Biru ada di sampingnya.

"Maaf, kamu pasti makin benci sama aku. Gara-gara aku, kak Gala sekarang harus berjuang buat hidup. Oma kamu benar, aku cuma anak pembawa sial buat semua orang. Dan sekarang, aku jadi manusia cacat yang akan nyusahin orang lain." Birai bibir pucat itu terbuka memperdengarkan kalimat tanpa asa.

Bocah itu kembali mengingat bagaimana hening dan sunyi menyambutnya setelah ia tersadar dari tidurnya. Pun juga bagaimana dokter yang menjelaskan dengan pelan dan hati-hati tentang kerusakan pada tulang telinganya yang menyebabkan Biru kehilangan pendengarannya.

"Harusnya aku yang sekarat, bukan kak Galaksi." Manik cokelat madu milik Biru tampak begitu kosong saat bertemu pandang dengan milik Reksa.

Entah kenapa, mendengar baris kalimat tanpa asa yang Biru suarakan mampu mematik api di dada Reksa. Kalimat Biru seolah menyayangkan apa yang Galaksi korbankan. Padahal, Galaksi mempertaruhkan nyawanya demi melindungi anak itu.

"Yang ilang itu pendengaran lo, bukan otak lo," ucap Reksa dengan kata yang ia suarakan dengan lambat. Agar Biru mampu menangkap setiap baris kalimat yang ia suarakan.

Reksa menatap Biru dengan tajam. Bocah itu hanya tidak menyukai bagaimana Biru yang tidak menghargai pengorbanan Galaksi untuknya.

"Galaksi udah ngorbanin dirinya buat ngelindungin lo. Dia biarin tubuhnya dapat luka paling banyak supaya lo baik-baik aja. Dan lo sama sekali nggak bisa menghargai usaha Galaksi buat bikin lo tetep hidup?"

Tegas kalimat Reksa mampu mengalihkan atensi Biru sepenuhnya. Bocah yang sejak tadi terdiam dengan tatapan kosong itu menatap tepat pada manik kelam Reksa. Hingga Biru dapati bagaimana Reksa yang menatap Biru dengan amarah yang ia pendam.

"Seenggaknya lo harus tetep hidup. Supaya perjuangan Galaksi nggak berakhir sia-sia. Dan jangan berandai-andai tentang takdir yang seolah-olah bisa lo ubah," tukas Reksa pelan. Bocah itu telah sepenuhnya memadamkan api di matanya.

"Lo nggak tahu gimana orang yang fisiknya hampir mati berkali-kali berusaha berjuang buat tetap hidup." Reksa melanjutkan dengan kalimat lirihnya. Masih dengan gerak bibir yang ia buat selambat mungkin, agar Biru dapat menangkap dengan baik ucapannya.

Kembali, Biru tundukkan kepalanya tepat setelah ia mampu menangkap makna dari kalimat yang Reksa sampaikan.

Ada banyak masalah yang datang dan memporak-porandakan dunia Biru dalam satu malam. Ada banyak duka yang singgah yang mematahkan setiap asa yang berusaha Biru rajut kembali.

Pun sekarang, semesta kembali mempermainkan takdirnya dengan merenggut salah satu fungsi tubuhnya. Semesta menjadikannya sosok cacat yang perlahan-lahan hampir kehilangan kewarasannya.

Biru bertanya-tanya, kiranya kapan semesta membiarkannya mengecap sedikit bahagia?

To be continued

Hai, aku kembali stlah 2 minggu.
Oke, pertama ini draft terakhirku, aku belum periksa juga karna udh keburu malem disini.
Jadi, aku minta bantuan kalian buat ngoreksi kesalahan ku di chapter ini ya ges.

Dan kedua, kemungkinan aku bakal hiatus sementara buat cerita sabiru.
Karena draft udh habis dan aku yg belum bisa lanjut sabiru lagi.

Jadi, tolong jangan tunggu sabiru dan Galaksi di minggu minggu berikutnya.

Terimakasih, aku sayang kalian ❤

Continue Reading

You'll Also Like

107K 13.4K 19
[ Completed ] || Fantasy Fiction •GS to BxB •Surreptitious - Dengan arti lain, Rahasia. Summary : Lee Minhyung, Raja Iblis tingkat ketujuh yang dikur...
Memory By caechi

Fanfiction

2.4K 295 11
Semua kenangan baik, pahit atau manis tertulis dalam buku oleh min yoongi karena dia tidak ingin kehilangan semua kenangan yang sudah ia lewati.
493K 36.9K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
49.5K 4.2K 56
"Cita-cita gue pengen jadi atlet voli nasional, kalau perlu sampai ke tahap internasional juga. Tapi yang utama sih, tetep pengen jadi orang kaya ray...