Thallasophile|Senja Terakhir

By usernnanas

2.6K 1.3K 528

Segala hal tentang lautan pasti Laut suka, karena Laut sendiri seorang Thallasophile. Laut adalah seorang pe... More

Prolog|| TST
TST 1| Satu Ginjal
TST 2| Gadis Tak Beruntung
TST 3| Tindakan Gila
TST 4| Segala Lara
TST 5| Derita
TST 6| Tengah Laut
TST 7| Tidak Peduli
TST 8| Rapuh
TST 9| Aku Juga Ingin
TST 10| Gue Benci Lo
TST 11| Aku Lumpuh?
TST 12| Rajaegan Pergi
TST 13 | Menemani Nara
TST 14| Salting
TST 15| Luka baru
TST 16| Diary Laut
TST 17| Setitik Bahagia
TST 18| Hukuman Satu Minggu
TST 20| After Satu Minggu
TST 21| Rindu Yang Terobati
TST 22| Keras Kepala
TST 23| Ruangan Serba Putih
TST 24| Permintaan Maaf
TST 25| Tidak Benar-benar Pulang?
TST 26| Jangan Jahat Sama Diri Sendiri
TST 27| Tawaran Beasiswa
TST 28| Amarah
TST 29| Neraka Itu Lagi
TST 30| Penyakit Aldan

TST 19| Berakhir di sini?

29 4 0
By usernnanas

Haiii

Apa kabar?

Maaf upnya lama banget ಥ‿ಥ

Happy Reading!


"Nggak ada yang baik-baik aja ketika orang yang lo sayang justru jahat sama lo," -Laut

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Detikkan jarum jam terus berputar, pemuda dengan luka disekujur tubuhnya masih terbaring lemah di atas tanah. Pun bibirnya pucat pasi membuat Laut seperti orang mati.

Sedangkan di luar ruangan kecil tersebut, dua orang laki-laki tengah mengunci pintu dari luar dengan maksud agar Laut tidak bisa seenaknya keluar dari kamar. Tidak hanya itu, jendela yang biasa digunakan untuk keluar masuk kamar pun, di tutup rapat-rapat.

"Pa," panggil Aldan pada Darmono.

Darmono mengalihkan fokus pada anak sulungnya. "Kenapa Dan?" laki-laki dewasa itu memicingkan matanya.

"Dia nggak mati, kan, Pa?"

"Mau mati atau nggak, itu bukan urusan kita Dan. Toh kalo dia mati juga nggak ada pengaruhnya sama kehidupan kita," balas Darmono santai.

Aldan mengangguk, "iya juga sih, Pa. Syukur deh kalo anak sampah itu mati,"

Sementara itu sayup-sayup suara Aldan dan Darmono berhasil menusuk gendang telinga Laut. Yang lagi dan lagi berhasil membuat hati pemuda itu remuk.

"Ambil saja aku, Tuhan,"

•••

"Nara, ayo pulang," ajak Bi Rahmi.

Nara, perempuan yang terduduk di kursi roda itu menoleh pada sumber suara, lalu menggeleng pelan. "Nunggu Laut Bi," lirihnya.

Bi Rahmi menghela napas panjang, "sayang, kita nggak tau Laut sibuk atau enggak, siapa tau dia lagi sibuk jadi dia nggak bisa jemput kamu. Pulang sama Paman sama Bibi aja ya? Langitnya juga udah mendung banget," Bi Rahmi berucap sembari mengelus puncak kepala Nara dengan sangat lembut.

Nara menatap memelas pada bibinya, "tapi Bi, Laut udah janji,"

Bi Rahmi mengalihkan tangannya untuk menangkup kedua pipi Nara, "ada janji yang tidak dapat ditepati karena sesuatu hal, Nara. Mungkin Laut masih kerja atau mungkin Laut ada kerjaan di rumahnya, kita nggak bisa terus-terusan berharap sama janji, sayang. Kita pulang dulu aja ya? Besok pasti Laut dateng ke rumah buat jenguk kamu," bujuk Bi Rahmi lagi.

Mendengar itu Nara berdeham sebagai jawaban.

Bi Rahmi beralih ke belakang kursi roda Nara. Wanita dewasa tersebut mendorong kursi roda itu menuju mobil di parkiran rumah sakit. Iya, hari ini adalah hari kepulangan Nara dari rumah sakit. Janjinya Laut akan ikut menjemput Nara namun, tanpa Nara tau bahwa Luat sendiri sedang sekarat di dalam kamarnya.

Beberapa menit berlalu, Nara sudah dalam perjalanan pulang ke rumah bibinya. Dia meminta untuk duduk di dekat jendela mobil. Semakin jauh ia meninggalkan rumah sakit, semakin deras pula bulir air yang menghantam bumi.

Samar-samar bau aspal basah pun mulai tercium, memberikan sensasi tersendiri bagi setiap orang. Nara semakin fokus melihat bulir yang kian membesar seiring detik berganti menit.

•••

Laut membuka maniknya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk. Mata sayunya menatap tanpa harap ke arah pintu yang tertutup rapat. Degub jantungnya kembali berpacu dua kali lipat, rasanya dadanya sangat sesak.

Begitu pun dengan air mata yang mulai membendung di pelupuk mata. Entah sakit keberapa lagi yang harus Laut alami selama hidupnya.

Laut tidak pernah berpikir jika ia membenci keluarganya, tetapi hal-hal kecil yang Laut lakukan sering membuat keluarganya memperlakukan lelaki itu tanpa belas kasih.

Sebenci itu, Aldan dan Darmono padanya?

Kapan kedua manusia itu akan berhenti menyiksanya dengan sangat kejam?

Kapan keluarganya akan memerlakukan dirinya dengan adil? Dengan penuh kasih sayang di dalamnya?

Kapan secuil kebahagian akan menjemputnya?

Sedangkan setitik bahagianya saja sudah direnggut oleh keluarganya sendiri. Waktunya untuk Nara, waktunya untuk bertemu teman-teman. Satu minggu bukanlah waktu yang singkat, hari-hari yang dijalani dengan penuh ke-abu-abu-an akan terasa sangat lama. Apalagi hanya hidup di ruangan sempit dengan cahaya remang-remang.

Laut tahu, semua orang punya ujiannya masing-masing, namun, bagi Laut ini sudah berada diambang ketidaksanggupan. Harus jadi manusia apalagi agar Laut bisa diterima kehadirannya di dalam keluarganya sendiri?

Rasa sakitnya jauh berkali-kali lipat dibandingkan sakit hati karena cinta. Sungguh, batin lelaki itu sangat lelah, fisiknya pun sama.

•••

Jaegan mengulum senyum lebar ketika kembali menginjakkan kakinya di kota halamannya. Akhirnya setelah beberapa waktu menjauh dari hiruk piruk kotanya —lebih tepatnya karena paksaan orangtuanya— ia kembali ke sana, dengan segala kerinduan yang membuncah pada teman-temannya.

Bukan langsung masuk ke dalam rumah untuk istirahat, Jaegan justru langsung mengambil benda pipih yang tersimpan di saku celananya.

Buru-buru ia menuju aplikasi hijau, dan menuju room chat Semesta.

Asta Sumber Cuann🤗😘

Taa
Woii!!!!
Gue udah balik
Lo di rumah kan? Bentar lagi gue ke rumah lo

Y

Iya, hanya jawaban singkat yang didapat oleh Jae. Lalu, lelaki itu beralih pada room chat Udin.

Udin Gila🐒

Din
Gue udah pulang
Ke rumah Asta yok Din

Abis dari mana lo? Dari gua?
Gue udah di rumah Asta dari kemaren

Jemput dong😁😁😁

Ogah! Lo kan bisa bawa motor
Ngapain gue jemput lo😒

Ayok dong aa Udin😘🥰

🤢🤢🤮
Eneng nggak mauu masss🥺
Jangan paksa eneng🥺🥺🥺🥺

AMIT-AMIT!!!!!

Jaegan reflek bergidik ngeri mendapat jawaban di luar nalar Udin. Ia langsung mematikan ponselnya dan bergegas menuju ke rumah Semesta.

Sementara itu sang nenek yang juga ikut pindah ke rumah Jaegar terlihat bingung dengan tingkah cucunya.

"Mau kemana Rio? Sini makan dulu jangan pergi," ujar sang nenek dengan sedikit keras. Rio adalah panggilan yang nenek berikan pada Jaegan, Rio diambil dari nama depan Jaegan yaitu Mario. Jika kalian ingat, dibeberapa part sebelumnya ada nama Rio itu adalah Jaegan.

Jaegan menghembuskan napas panjang, "mau ketemu sama temen Nek, makannya nanti aja, Jae eh Rio masih kenyang," balas Jaegan. Sungguh, jika sang nenek berada didekatnya, rasanya Jaegan kembali menjadi bocah berusia lima tahun yang apa-apa harus dijelaskan dan diperintah, termasuk urusan makan dan mandi.

Mendengar jawaban itu membuat sang nenek sedikit kesal, "sekarepmu Rio!" akhir sang nenek sebelum berbalik badan kemudian masuk ke dalam rumah menyusul kedua orang tuanya.

"Iya harus terserah aku lah nek, masa terserah nenek," balas Jaegan diringi kekehan di akhir kalimat.

Sedangkan sang nenek kembali menoleh pada cucunya dengan melemparkan tatapan tajam yang berhasil membuat Jaegan langsung ngacir, "maaf Nek, bercanda!" seru Jaegan.

Lelaki itu berlari menuju rumah Semesta saking kangennya dia pada kedua anak curut sumber uangnya.

Tidak selang lama ketika ia melewati rumah pak Hakim, langkah kakinya terhenti secara mendadak. Maniknya menyipit untuk memastikan apa yang dilihatnya adalah benar.

"Nara?" gumamnya.

Lantas, Jaegan jadi menghampiri Nara yang duduk di kursi roda di depan rumah pak Hakim. Sedangkan Pak Hakim dan Bi Rahmi hanya diam tak ingin ikut campur.

"Nara!" panggil Jaegan sembari mendekat pada Nara.

Gadis yang ia tuju langsung menoleh padanya dengan raut sendu. Meskipun Nara berusaha menutupinya dengan senyum manisnya.

Tanpa pikir panjang, Jaegan langsung berjongkok menghadap Nara, "lo kenapa?" air muka Jaegan langsung berubah khawatir.

Nara sontak menundukkan pandangan matanya, "aku lumpuh," lirih Nara.

Jaegan membolakkan maniknya, "lumpuh?"

"Siapa yang bikin lo lumpuh?" ujaran itu seolah diiringi dengan nada kekesalan.

Entahlah, Jaegan tiba-tiba merasa tidak terima atas kelumpuhan yang Nara alami.

Nara menggeleng pelan, lantas buliran bening mengalir begitu saja tanpa aba-aba.

Jaegan menatap Nara dalam, kedua tangannya naik bermaksud menangkup pipi gadis di hadapannya, "Ra, liat gue," ujar Jaegan.

Nara pun perlahan menaikkan pandangannya untuk membalas tatapan Jaegan.

"Jangan nangis, gue janji bakal temuin orang yang udah bikin lo lumpuh. Gue janji Ra," ucap Jaegan serius.

Nara hanya diam tak menjawab.

"Udah, ya? Lo jangan nangis," ujar Jaegan lagi dengan sangat lembut. Jemari lelaki itu beralih mengusap air mata di pipi Nara.

"Gue selalu ada buat lo,"

TBC
ʕ≧ᴥ≦ʔ

haiiii

Aku lama banget nggak up😓 Semoga kalian masih setia nungguin yaa!!!!

Maaf bangett baru sempet update soalnya lagi bener-bener sibukk, apalagi sekarang aku kerja...

Sekali lagii maaf karena upnya lamaa

Btww, kaliann mau Laut sama Nara

Atau Jae sama Nara aja??

Komen yaa!!! Jangan lupa bintangnya di tapi biar aku seneng 😁😁

See you next time, di tunggu yaa!!! Semoga secepatnya aku bisa up bab baruu

Purwokerto, 16 Febuari 2024

Continue Reading

You'll Also Like

936K 67.7K 36
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
7.1K 1.3K 47
Ini tentang Vania, dia seorang gadis yang tidak pernah mendapatkan kebahagiaan semenjak ayah kandungnya meninggal dunia. "Diantara banyaknya luka, ke...
760 216 5
Bagaimana rasanya harus mewawancarai crush sendiri? Ayana Cecilia, si penyiar dan anggota jurnalis di sekolahnya diam-diam menyimpan rasa pada Naren...
5.7M 381K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...